BAB V PEMBAHASAN
Autism spectrum disorder atau biasa disebut dengan istilah autism adalah istilah yang merujuk pada sekumpulan gangguan perkembangan yang mempengaruhi otak. Gangguan pada otak ini mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, dan merespon dunia luar dengan baik hal ini disebut dengan trias autism. Secara umum, gangguan ini akan mulai tampak saat anak berusia 3 tahun, meski sebagian anak di diagnosa pada usia yang lebih tua. Anak laki-laki punya kemungkinan tiga sampai empat kali untuk menderita autism dibanding anak perempuan. Autism terjadi pada semua ras, etnik, dan kelompok sosial. Meski penyebab autism belum diketahui, namun beberapa faktor yang dihubungkan dengan beberapa bentuk autism. Termasuk diantaranya infeksi, metabolisme, genetik, neurological, dan faktor lingkungan misalnya diet, terekspose pada racun atau obat-obatan. Di tahun 1943, seorang dokter di Johns Hopkins Hospital, Dr. Leo Kanner, mempelajari sekelompok anak yang terdiri 11 orang yang menderita keterbelakangan mental. Berdasarkan karakteristik dari tingkah mereka dalam melibatkan dan menstimulasi diri, Dr. Leo Kanner menyebutnya dengan istilah infantile autism. Sekelompok anak dengan gejala yang mirip namun lebih ringan dipelajari oleh seorang peneliti Jerman bernama Dr. Hans Asperger pada saat
87
88
yang hampir bersamaan dengan Dr. Kanner. Penderita autism yang lebih ringan ini kemudian dikenal sebagai Asperger syndrome. (Sutarsa, 2010) Adanya deficit motor control yang dialami anak dengan autism sangat mempengaruh kemampuan anak dalam menjaga keseimbangan postur sebagai mana telah di teliti oleh Hyokeun dan rekan-rekan
pada tahun 2012 dalam
penelitiannya tentang “A New Approach To Understand Postural Instability in Young Children with Autism Spectrum Disorders” dengan hasil penelitian menyatakan bahwa anak autism memiliki kesulitan dengan postural control dalam posisi duduk sebagai akibat dari adanya deficit control motoric. Pembahasan tentang postural control pada anak autism telah banyak dibahas di banyak jurnal sebelumnya seperti jurnal penelitian tentang gangguan postural control pada anak autism yang telah di teliti oleh Fournier dan rekan rekan pada tahun 2010 dalam penelitian nya tentang “Decreased Static And Dynamic Postural Control in Children with Autism Spectrum Disorders” dengan hasil penelitian bahwa anak autism mengalami postural instability lebih besar dibanding dengan anak normal. Menjaga postur tegak merupakan proses yang kompleks yang melibatkan beberapa
sistem aferen,
hubungan
dan kontribusi relatif
dari visual,
somatosensori, dan vestibular sebagai sistem aferen terhadap stabilitas postural pada anak dengan autism telah diteliti oleh Moloy dan kawan-kawan pada tahun 2003 dalam penelitiannya tentang “Postural Stability In Children With Autism Spectrum Disorder” dengan
Hasil penelitian bahwa deficit integrasi visual,
89
vestibular dan somatosensory input memberikan dampak lebih besar pada buruknya orientasi postural anak autism di banding anak normal. Latihan fisik dengan bentuk latihan yang menyenangkan bagi anak membutuhkan perhatian ekstra bagi peneliti untuk mencermati semua latihan yang diberikan. Latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif merupakan jenis latihan fisik (physical exercise) yang memberikan manfaat bagi anak untuk mampu berperilaku adaptif baik dalam kelas maupun dalam lingkungannya, pendapat ini pun pernah di kemukakan oleh Michael-Sowa dan rekan-rekan dalam penelitiannya pada tahun 2011 tentang “Effects of Physical Exercise on Autism Spectrum Disorders: A Meta-analysis” dengan hasil bahwa latihan fisik menghasilkan perubahan perilaku yang positif, dalam penelitian ini juga didapatkan bukti bahwa program latihan yang diberikan secara individu menghasilkan efek positif yang lebih besar dari pada program yang diberikan secara kegiatan kelompok, dalam hal interaksi sosialpun juga menunjukkan perbedaan efek positif yang signifikan. Pemberian latihan fisik pada anak autism telah lama diteliti dengan hasil yang sangat baik, hasil penelitian tentang hal tersebut pernah di rangkum oleh Russell Lang dan rekan – rekan pada tahun 2010 dalam systematic review nya tentang “ Physical Exercise And Individuals With Autism Spectrum Disorders” dalam beberapa penelitian yang lampau menggambarkan bahwa latihan fisik pada anak ASD memberikan efek positive secara signifikan, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Rosenthal-Malek and Mitchell (1997)
dengan cara
90
memberikan latihan jogging selama 20 menit, dengan hasil secara subtansial menurunnya self- stimulatory behavior baik di kelas maupun di lingkungan, beberapa peneliti meyakini bahwa hal tersebut terjadi karena dampak adanya kelelahan, namun demikian walaupun terdapat kelelahan
respons terhadap
tuntutan dalam menyelesaikan sejumlah tugas-tugas akademik meningkat hal ini terjadi karena adanya peningkatan perilaku adaptif anak ASD, hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang di lakukan Kern dkk. (1982), Powers et al. (1992), dan Reid et al. (1988) beberapa studi mejelaskan bahwa potensi dampak kelelahan hanya sebagai salah satu faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perbaikan, faktor-faktor lain juga mungkin terlibat. Salah satu faktor tersebut yang dapat berkontribusi terhadap penurunan stereotype kemungkinan bahwa stimulasi fisik yang diperoleh melalui latihan mungkin mirip dengan yang diperoleh melalui stereotype bagi beberapa anak. Perilaku stereotype (misalnya, body rocking, arm flapping, and spinning in circles) sering diduga terjadi karena perilaku itu sendiri menghasilkan konsekuensi yang menyenangkan bagi individu,
oleh Karena
latihan fisik dapat melibatkan mekanika tubuh yang mirip dengan
perilaku
stereotype dan adalah mungkin bahwa kebutuhan akan hal tersebut cukup dapat terpenuhi selama sesi latihan. Dalam memahami mekanisme ini kemungkinan akan mengarah pada peningkatan penggunaan physical exercise untuk mengobati berbagai perilaku (Misalnya, stereotype) dan bisa lebih membantu para praktisi dalam pengembangan program yang lebih efisien dan efektif bagi dengan ASD.
individu
91
Banyak jenis dan macam instrument pengukuran dalam mengukur postural intability/ keseimbangan postur namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrument pediatric reach test, angka normal didapat
berdasarkan penelitian
Donahoe dan rekan – rekan dengan penelitiannya pada tahun 1994 tentang “ The Use of Functional Reach as a Measurement of Balance in Boys and Girls Without Disabilities Ages 5 to 15 Years” sedangkan prosedur pengukuran didasarkan pada Kage, PT dan rekan – rekan pada 2009 tentang “Comparison of the One-Arm and Two-Arm Functional Reach Test in Young Adults”. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan sampel, pendidikan orangtua, usia, berat badan, tinggi badan, level perkembangan anak dan type autism serta hasil pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. Sedangkan uji hipotesis penelitian dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Tes, uji homogenitas dengan Levene’s test dan uji signifikansi dengan Wilcoxon signed ranks test. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, hal ini berdasarkan table distribusi frekuensi 4.1 bahwa laki-laki sebanyak 11 orang dengan persentase sebesar 85% dan jenis kelamin perempuan sebayak 2 orang dengan persentase sebesar 15%, sampel terdiri dari 13 orang dari seluruh sampel yang mengenyam pendidikan berdasarkan table 4.2 sampel yang mengenyam pendidikan SLB sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 30.8% sedangkan sampel yang tidak sekolah sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 69.2%. dalam hal ini mungkin tingkat
92
pengetahuan orangtua menjadi sangat penting dan berpengarauh
dalam
menentukan dan mengarahkan anaknya untuk masuk dalam dunia pendidikan adapun tingkat pendidikan orangtua dapat digambarkan dalam table 4.3 menggambarkan bahwa orangtua dengan pendidikan setingkat sekolah dasar sebesar 4 orang dengan persentase sebesar 30.8%, orangtua yang berpendidikan setingkat SLTP sebanyak 2 orang dengan persentase 15.4% sedangkan orangtua yang berpendidikan setingkat SLTA sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 53.8% dari gambaran pendidikan orangtua menandakan bahwa sebagian besar sampel memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan yang baik, berdasarkan data dari 4 orang anak yang bersekolah ternyata memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan setingkat SLTA. Pengukuran hasil dari latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif dalam penelitian ini menggunakan instrument pediatric reach test dengan angka normal didasarkan pada usia dan tinggi badan. Dari 13 sampel yang ada didapatkan distribusi frekuensi berdasarkan table 4.4 digambarkan bahwa anak dengan usia 8 tahun menempati jumlah paling banyak yaitu sebanyak 4 orang dengan persentase 30.8%, anak dengan usia 7 tahun dan 9 tahun masing-masing sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 23.1% sedangkan anak dengan usia 6 tahun, 11 tahun, dan 12 tahun masing-masing sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 7.7%. sementara distribusi sampel berdasarkan table 4.6 didapatkan gambaran bahwa sampel dengan tinggi badan 124 cm dan 136 cm masisngmasing sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 30.8%, sampel dengan tinggi
93
badan 128 cm sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 15.4 %, sedangkan sampel dengan tinggi badan 130 cm, 134 cm, dan 135 cm masing-masing sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 7.7%. Gambaran usia dan tinggi badan pun akan menjadi sangat penting ketika peneliti ingin mengetahui gambaran tentang hubungan tinggi badan dan berat badan, dengan menggunakan pengukuran body mass index dapat diambil kesimpulan apakah anak underweight, normal weight atau overweight, nilai konversi bmi untuk anak dan remaja berdasarkan persentil dikatakan underweight jika dibawah 5%, dikatakan normal weight jika diantara persentil lebih dari 5% dan kurang dari 85%, dikatakan resiko overweight jika diatas 85% sedangkan overweight jika diatas 95%. Table konversi nilai BMI bisa dilihat pada lampiran. (adminmedica, 2012) Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari 13 sampel dapat dirinci nilai BMI sebagai berikut: Sampel 1, laki-laki, usia 8 tahun, TB 124 cm, BB 26 kg dengan nilai BMI 16.9 kesimpulan normal weight. Sampel 2, laki-laki usia 12 tahun, TB 136 cm, BB 33 kg dengan nilai BMI 17.8 kesimpulan normal weight. Sampel 3, laki-laki, usia 7 tahun, TB 128 cm, BB 26 kg dengan nilai BMI 16.4 kesimpulan normal weight. Sampel 4, perempuan, usia 7 tahun, TB 124 cm, BB 26 kg dengan nilai BMI 16.9 kesimpulan normal weight. Sampel 5, laki-laki, usia 8 tahun, TB 136cm, BB 38 kg dengan nilai BMI 20.5 kesimpulan resiko overweight. Sampel 6, laki-laki, usia 9 tahun, TB 128 cm, BB 28 kg dengan nilai BMI 17.1 kesimpulan normal weight. Sampel 7, laki-laki, usia 6 tahun, TB 124
94
cm, BB 26 kg dengan nilai BMI 16.9 kesimpulan normal weight. Sampel 8, lakilaki, usia 7 tahun, TB 124, BB 25 kg dengan nilai BMI 16.3 kesimpulan normal weight. Sampel 9, laki-laki, usia 8 tahun, TB 130 cm, BB 33 kg dengan nilai BMI 19.5 kesimpulan resiko overweight. Sampel 10 laki-laki, usia 9 tahun, TB 134 cm, BB 30 kg dengan nilai BMI 16.7 kesimpulan normal weight. Sampel 11, perempuan, usia 8 tahun, TB 135 cm, BB 36 kg dengan nilai BMI 19.8 kesimpulan resiko overweight. Sampel 12, laki-laki, usia 9 tahun, TB 136 cm, BB 35 kg dengan nilai BMI 18.9 kesimpulan normal weight. Sampel 13, laki-laki, usia 11 tahun, TB 136 cm, BB 36 cm dengan nilai BMI 19.5 kesimpulan normal weight. Dari gambaran tersebut didapat kesimpulan bahwa sebagian besar sampel memiliki berat badan normal. Dalam penelitian ini penentuan sampel didasarkan pada kriteria penelitian agar penjaringan populasi yang akan dijadikan sampel dapat memenuhi syarat untuk memudahkan perlakuan dan pengukuran. Adapun sampel akan di deskripsikan
berdasarkan
table
frekuensi
menurut
type
autism,
level
perkembangan dan pengukuran pediatric reach test sebelum perlakuan. Berdasarkan table 4.8 di gambarkan bahwa sampel dengan austic disorder sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 15.4% sedangkan sampel dengan PDD-NOS sebanyak 11 Orang dengan persentase sebesar 84.6%. untuk level perkembangan anak didasarkan pada lembar pengamatan dan observasi dan hasilnya dapat dilihat pada table 4.9 menunjukkan sampel pada level I sebanyak 6 orang dengan persentase sebesar 46.1%, sampel di level II sebanyak 5 orang
95
dengan persentase sebesar 38.5% sedangkan sampel di level III sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 15.4 %. dengan demikian berdasarkan hasil lembar pengamatan dan observasi seluruh sampel telah memenuhi syarat dan kriteria penelitian yang telah ditentukan. Berdasarkan table 4.10 di gambarkan hasil pengukuran nilai pediatric reach test sebelum perlakuan didapatkan bahwa nilai dari 13 sampel bawah angka normal baik angka normal menurut usia maupun angka normal menurut tinggi badan, hasil pengukuran tersebut bisa dilihat pada lampitran 3 “Rekapitulasi Nilai Pediatric Reach Test Sebelum Perlakuan“ dengan demikian dalam pengukuran ini syarat sebagai sampel
telah
sesuai dan
memenuhi kriteria penelitian yaitu kurang dari nilai normal. Pada table 4.10 juga dapat dilihat hasil pengukuran pediatric reach test setelah perlakuan pada table tersebut dari 13 sampel yang diberikan perlakuan didapat nilai Mean 18.92±4.09. selisih nilai pediatric reach test antara sebelum dan sesudah perlakuan berdasarkan grafik 4.9 menggambarkan adanya kenaikan nilai pediatric reach test dengan selisih rerata berdasarkan table 4.10 yaitu 2.54±1.05. Pengujiibusi hipotesis dilakukan dengan terlebih dahulu menguji normalitas distribusi data terhadap dua variable yaitu kelompok nilai pediatric reach test sebelum perlakukan dan kelompok nilai pediatric reach test sesudah perlakuan. Untuk uji normalitas Kedua variable di uji dengan menggunakan Shapiro wilk test Berdasarkan table 4.11 kedua variabel sebelum dan sesudah perlakuan setelah dilakukan pengujian pada kelompok data sebelum perlakkuan didapatkan nilai
96
p=0.001 dan pengujian pada kelompok data sesudah perlakuan di dapatkan nilai p=0.001, oleh karena nilai p<α(0.05) maka kesimpulan kedua variabel tersebut tidak berdistribusi normal, sehingga untuk mengukur tingkat signifikansi dilakukan dengan uji statistik non parametric dengan menggunakan Wilcoxon signed ranks test. Sedangkan untuk menguji homogenitas suatu data digunakan pengujian dengan Levene’s test, berdasarkan table 4.12 menunjukkan bahwa pengujian homogenitas berdasarkan Levene’s test nilai p=0.753, oleh karena nilai p<α(0.05) maka kesimpulan variabel tersebut homogen, namun demikian oleh karena kedua variable yaitu variabel sebelum dan sesudah perlakuan tidak berdistribusi normal maka untuk mengukur signifikansi tetap menggunakan uji Wilcoxon signed ranks test. Uji hipotesis terhadap kedua kelompok data dapat dilihat pada tabel 4.13 dari hasil pengujian Wilcoxon signed ranks test terhadap kedua data variabel tersebut didapat hasil dengan nilai p = 0.001 oleh karena nilai p<α(0.05) maka Ho ditolak sehingga uji hipotesis penelitian ini memberikan hasil secara bermakna
bahwa pemberian latihan keseimbangan dan stimulasi
proprioseptif meningkatkan postural control pada anak dengan autism. Dalam penelitian ini sampel yang disertakan adalah anak-anak dengan usia 6 s/d 12 tahun dengan tingkat karakteristik, kognisi dan perilaku yang berbedabeda, pemberilan perlakuan selama 8 x pertemuan didapatkan kenaikan dengan nilai rerata selisih 2.54±1.05 berdasarkan table 4.10 pada sampel 1 didapatkan kenaikan 3 poin kenaikan ini sangat mudah dicapai karena anak mau mengikuti latihan, selama sesi latihan anak cukup responsive terhadap perintah dan
97
mengikuti segala arahan yang dilakukan oleh peneliti, hal ini juga terjadi pada sampel 4, sampel 5, sampel 8, sampel 10, sampel 11 dan sampel 13 dengan kenaikan 3-4 point. Sedangkan pada sampel 2, sampel 3, sampel 6, sampel 7, sampel 9 masing-masing kenaikan 2 point. Sedangkan pada sampel 8 dan sampel 12 didapatkan kenaikan 1 point, kenaikan ini sungguh tidak terlalu signifikan dikarena selama proses perlakuan anak cenderung sulit di arahkan, anak sering terdistraksi oleh keadaan lingkungan sekitar sehingga peneliti dalam memberikan perlakuan harus kerja ekstra, kedua sampel ini adalah anak dengan autis tipe austic disorder atau dikenal juga dengan tipe autis infantile, jika dibanding dengan anak lainnya pada type yang sama kedua sampel ini memiliki kognisi dan perilaku yang lebih baik dan berdasarkan pengamatan dan observasi anak tergolong di level III. Walaupun terdapat 2 sampel dengan kenaikan 1 point namun secara keseluruhan sampel yang telah diberikan perlakuan rata-rata naik dari nilai sebelumnya. Keberhasilan ini juga karena sampel sebagian besar mampu mengikuti program latihan yang diberikan selain kognisi dan perilaku adapatifnya lebih baik juga karena usianya yang masih anak-anak membuat peneliti menjadi lebih mudah dalam memberikan perlakuan, hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan dimana peneliti dengan sangat leluasa dapat memberikan bentuk dan macam latihan, karena semua bentuk latihan dibuat berdasarkan prinsip having fun yaitu memberikan kesenangan pada anak dengan tidak mengurangi goal yang peneliti capai.
98
Walapun hasil yang didapat mengalami kenaikan hal ini masih jauh dari angka normal. Beberapa keterbatasan –keterbatasan peneliti yang menjadi pengaruh dalam penelitian ini adalah peneliti tidak mampu mengontrol kegiatankegiatan anak baik di rumah maupun di sekolah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hasil pengukuran pediatric reach test. Peneliti juga tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol kegiatan baik kegiatan individu yang di lakukan di sekolah maupun di lingkungan serta interaksi dan hubungan antar anak dan orangtua yang dilakukan dirumah yang mungkin saja sebagai dampak dari tingkat pengetahuan orangtua baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan dalam pengolahan data tentang hubungan antara tinggi badan, usia dan berat badan terhadap pengaruh kelainan postrural pada anak sehingga hasil penelitian ini adalah hasil diluar ada atau tidaknya hubungan saling berpengaruh tersebut karena penggunaan usia, tinggi badan hanya sebagai alat konversi pengukuran nilai normal pediatric reach test sedangkan data berat badan anak hanya untuk mengtahui nilai BMI dari keseluruhan sampel. Dalam penelitian ini pun juga peneliti mengecualikan adanya kelainankelaianan pada ankle and foot sehingga hasil penelitian ini merupakan hasil yang tidak berdasarkan ada tidaknya kelainan tersebut.