BAB V ANALISA HASIL
5.1 Definisi Cacat a. Belang Dari hasil pengolahan data sebelumnya terlihat bahwa jenis cacat belang merupakan jenis cacat terbanyak. Jenis cacat belang merupakan jenis cacat dimana permukaan hasil chromating (pewarnaan) pada permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau noda ini terjadi pada sebagian permukaan material. Sebagian besar jenis cacat ini terjadi pada material yang bentuknya tipis dan terjadi karena material-material yang dalam proses pengocokan menempel sehingga tidak sepenuhnya permukaan satu part tersebut dapat dicapai oleh larutan chromating. b. Fleks Fleks merupakan jenis cacat terbesar kedua. Jenis cacat ini merupakan jenis cacat dimana terjadi bercak (semburat) hitam atau coklat yang merupakan chemical chromating yang tertinggal pada permukaan material. Hal ini terjadi karena pada saat pengeringan tidak terjadi dengan sempurna
38
sehingga sisa larutan yang tidak mengering secara sempurna tersebut meninggalkan noda yang kentara. c. Warna tipis Jenis cacat warna tipis merupakan jenis cacat terbesar ketiga. Jenis cacat ini merupakan jenis cacat dimana chromating (pewarnaan) yang menempel tidak mencapai pada seluruh permukaan material.
5.2 Analisa Cacat dengan Metode Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Pada bab ini penulis akan mempergunakan diagram Fishbone untuk membantu dalam menganalisa cacat yang telah ditentukan urutan ranking dalam bab IV. Penulis akan melakukan analisa 3 besar perolehan cacat dalam periode Januari – Juni 2010. Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan kualitas out put kerja. Disamping itu juga untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Untuk mencari faktor-faktor penyebab cacat tersebut diatas penulis menggunakan 5 faktor-faktor penyebab utama yang signifikan antar lain : a. Mannusia (man) b. Metode kerja (methode) c. Mesin dan atau perlalatan kerja lainnya (machine / equipment) d. Bahan-bahan baku (raw material) e. Lingkungan hidup (environmental)
39
5.2.1
Diagram fishbone untuk cacat belang
MATERIAL Konsentrasichemical kurang
Pencucian Kurang bersih
MAN
Minyak susah hilang
Lapisan Zn Plating tipis
Cucian kurang bersih
Kebijakan perusahaan yang kurang baik
Material susah dibersihkan
Kurang motivasi Permukaan kotor
Waktu kurang
Operator Kurang teliti
Tidak ada pelatihan yang terstruktur dan terencana
Skill
Belang Pengisian keranjang terlalu banyak
Pengocokan kurang merata
Agitasi perwarnaan kurang merata
Material terlalu banyak (menumpuk)
MACHINE
METHOD E
Gambar 5.1 Diagram Fish Bone Cacat Belang
5.2.2
Diagram fishbone untuk cacat fleks
MATERIAL
Pencucian Kurang bersih Minyak susah hilang
Kebijakan perusahaan yang kurang baik
MAN
Cucian kurang bersih Material susah dibersihkan
Kurang motivasi
Permukaan kotor
Tidak ada pelatihan yang terstruktur dan terencana
Operator Kurang teliti
Skill
Fleks Setelah proses plating terlalu lama direndam dalamair
Loading terlalu banyak
Larutan terlalu kental
Ingin cepat selesai
Loading terlalu banyak
METHOD E
Pengeringan kurang sempurna
Konsentrasi chemical tinggi
MACHINE
Gambar 5.2 Diagram Fish Bone Cacat Fleks
40
5.2.3
Diagram fishbone untuk cacat warna tipis
Lapisan Zn Plating tipis Konsentrasi chemical kurang Warna kurang menempelpada material
MATERIAL
Waktu kurang
Kebijakan perusahaan yang kurang baik
MAN Cucian kurang bersih
Kurang motivasi
Skill
Material susah dibersihkan Operator Kurang teliti
Tidak ada pelatihan yang terstruktur dan terencana
Warna Tipis Terkena tetesan larutan Zn
Contack poin kurang bagus
METHOD MACHINE E Gambar 5.3 Diagram Fish Bone Cacat Warna Tipis
5.3 Analisa Cacat dengan Metode CFME Root Cause analysis adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengklarifikasi dengan jelas akar penyebab dari sebuah permasalahan. Akar penyebab permasalahan ini dapat teridentifikasi dengan cara bertanya mengapa hingga tidak ada lagi jawaban yang bisa dan perlu diberikan pada pertanyaan tersebut. Metode ini akan membantu untuk mengidentifikasi permasalahan pada proses yang diteliti secara jelas. Dengan menemukan akar permasalahan pada akhirnya tindakan yang diambil tepat sasaran dengan mengeliminiasi setiap akar penyebab terjadinya permasalahan. Pada penelitian ini proses pengidentifikasian akar penyebab permasalahan dituangkan dalam sebuah diagram CFME. Metode CFME digunakan sebelum membuat FMEA. Metode CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab permasalahan. Hasil CFME akan mempermudah pembuatan FMEA.
41
Lubang pipa agitasi tersumbat
Minyak susah hilang
Setting agitasi kurang besar
Pencucian kurang bersih
Tidak ada pelatihan
Agitasi (chromating) kurang merata
Permukaan material kotor
Skill operator kurang
Kurang teliti dan mamahami pekerjaan
Belang Pengocokan pada chromating kurang merata
Lapisan Zn Platinng tipis
Pengisian keranjang terlalu banyak
Waktu plating kurang
Material terlalu banyak (menumpuk)
Konsentrasi chemical kurang
Gambar 5.4 Diagram CFME Belang
Dari hasil analisa CFME terdapat beberapa akar penyebab permasalahan yang menjadi sumber terjadinya cacat belang. Akar penyebab permasalahan tersebut yaitu : a. Operator kurang memahami pekerjaannya sehingga bekerja tidak sesuai dengan WI (Work Instruktion). b. Agitasi chromating kurang merata, hal ini terjadi karena setting kompresor yang kurang tepat atau lubag pipa agitasi tersumbat.
42
c. Pengocokan pada saat chromating kurang merata disebabkan karena pengisian pada keranjang yang digunakan terlalu banyak. d. Lapisan Zn plating tipis sehingga menyebabkan chromating kurang menempel pada permukaan material Minyak susah hilang Pencucian kurang bersih Permukaan material kotor
Kurang teliti dan memehami pekerjaan
Tidak ada pelatihan Skill operator kurang
Fleks Larutan terlalu kental
Pengeringan kurang sempurna
Konsentrasi chemical tinggi
Terlalu lama direndam di air
Loading terlalu banyak
Gambar 5.5 Diagram CFME Fleks
Dari hasil analisa CFME terdapat beberapa akar penyebab permasalahan yang menjadi sumber terjadinya cacat fleks. Akar penyebab permasalahan tersebut yaitu : a. Operator kurang memahami pekerjaannya sehingga bekerja tidak sesuai dengan WI (Work Instruktion).
43
b. Pencucian yang kurang bersih sehingga meninggalkan kotoran (minyak) pada permukaan dan mengakibatkan chromating menempel tidak merata. c. Terlalu lama direndam dalam air setelah proses Zn Plating, kemudian setelah proses chromating pengeringan material kurang sempurna mengakibatkan timbul fleks chemical chromating pada material. Minyak susah hilang Pencucian kurang bersih Permukaan material kotor
Kurang teliti dan memahami pekerjaan
Tidak ada pelatihan Skill operator kurang
Warna Tipis Pembersihan mesin jarang dilakukan saat proses
Contact point terkena larutan Zn plating
Contact point kurang optimal
Warna kurang menmpel pada material
Lapisan Zn Plating tipis
Konsentrasi chemical kurang
Waktu kurang
Gambar 5.6 Diagram CFME Warna Tipis
44
Dari hasil analisa CFME terdapat beberapa akra penyebab permasalahan yang menjadi sumber terjadinya cacat warna tipis. Akar penyebab permasalahan tersebut yaitu : a. Operator kurang memahami pekerjaannya sehingga bekerja tidak sesuai dengan WI (Work Instruktion). b. Pencucian yang kurang bersih sehingga meninggalkan kotoran (minyak) pada permukaan dan mengakibatkan chromating menempel tidak merata. c. Lapisan Zn plating tipis mengakibatkan chromating tidak mau menempel secara sempurna. d. Contact point kurang optimal sehingga arus listrik yang mengalir tidak lancar.
5.4 Pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Setelah penyebab-penyebab timbulnya cacat hasil proses Zn barel teridentifikasi dengan diagram sebab akibat dan akar penyebabnya teridentifikasi dengan diagram Cause Failure Mode Effect (CFME) maka langkah analisa yang dilakukan berikutnya adalah menganalisa kegagalan proses yang potensial dan mengevaluasi prioritas resiko untuk nantinya membantu menentukan tindakan yang sesuai pada tahap imleentasi. Data-data yang digunakan untuk membuat Failure Mode and Effect Anlysis
ini
diambil
dari
hasil
analisa
akar
permasalahan
yang
didokumentasikan dalam diagram Cause Failure Mode Effect (CFME). Untuk membedakan antara modus kegagalan (modes of failure), penyebab (cause of
45
failure) dan effect (effect of failure) maka diambil 3 kotak terakhir dari tiaptiap analisis akar penyebab masalah masing-masing sebagai cause of failure, mode of failure, dan effect of failure. Angka-angka bobot yang digunakan pada Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ini didapat dari hasil diskusi subyektif pihak-pihak terkait antar lain operational maintenance dan quality control. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sebab akibat dari fungsi kegagalan yang menyebabkan produk cacat berdasarkan diagram fishbone diatas. Setiap penilaian diberi point masing-masing yang sesuai dan diberi ranking untuk melihat mode kegagalan yang paling besar terjadi. Berikut Tabel 5.1 Failure Mode and Effect Analysis.
46
Tabel 5.1 Failure Mode and Effect Analysis Untuk Cacat Belang Karakteristik Produk yang
Frequency Mode of failure
Cause of Failure
Effect of Failure
Diharapkan
Chance of
Severity
Detection
2
2
3
12
5
3
4
3
36
4
2
6
5
60
3
5
7
7
245
1
4
5
5
100
2
of Occurance
Skill operator
Tidak ada pelatihan yang
Operator tidak bekerja dengan
terstruktur dan terencana.
baik.
Kurang motivasi dari
Operator tidak teliti dan sering
perusahaan.
melakukan kesalahan.
Risk
Degree of
Priority
Rank
Number
Sisa kotoran (minyak) masih ada Permukaan material Hasil proses
kotor
pada material yang siap proses. Pencucian kurang bersih
dan chromating menempel pada
Zn Barel bebas dari cacat belang
Menghambat lapisan Zn plating
material. Setting agitasi kurang
Lubang pipa agitasi tersumbat
besar.
kotoran. Standar loading chromating
Material menumpuk.
tidak ada. Pengisian terlalu banyak.
Contact point tidak berfungsi secara optimal.
Maintenance contact point jarang dilakukan saat proses.
Agitasi chromating tidak rata.
Pengocokan saat chromating tidak merata. Arus listrik yang mengalir tidak lancar. Menganggu proses plating.
47
Tabel 5.2 Failure Mode and Effect Analysis Untuk Cacat Fleks Karakteristik Produk yang
Frequency Mode of failure
Cause of Failure
Effect of Failure
Diharapkan
Chance of
Severity
Detection
2
2
3
12
5
3
4
3
36
4
2
6
5
60
3
5
6
5
150
1
4
5
5
100
2
of Occurance
Skill operator
Tidak ada pelatihan yang
Operator tidak bekerja dengan
terstruktur dan terencana.
baik.
Kurang motivasi dari
Operator tidak teliti dan sering
perusahaan.
melakukan kesalahan.
Risk
Degree of
Priority
Rank
Number
Sisa kotoran (minyak) masih ada Permukaan material Hasil proses
kotor
pada material yang siap proses. Pencucian kurang bersih
dan chromating menempel pada
Zn Barel bebas dari cacat fleks
Menghambat lapisan Zn plating
material. Setting agitasi kurang
Lubang pipa agitasi tersumbat
besar.
kotoran.
Pengeringan kurang
Konsentrasi chromating
Timbul fleks pada permukaan
sempurna.
terlalu kental.
material.
Contact point tidak berfungsi secara optimal.
Maintenance contact point jarang dilakukan saat proses.
Agitasi chromating tidak rata.
Arus listrik yang mengalir tidak lancar. Menganggu proses plating.
48
Tabel 5.3 Failure Mode and Effect Analysis Untuk Cacat Warna Tipis Karakteristik Produk yang
Frequency Mode of failure
Cause of Failure
Effect of Failure
Diharapkan
Chance of
Severity
Detection
2
2
3
12
5
3
4
3
36
4
2
6
5
60
3
7
5
5
175
1
4
5
5
100
2
of Occurance
Skill operator
Tidak ada pelatihan yang
Operator tidak bekerja dengan
terstruktur dan terencana.
baik.
Kurang motivasi dari
Operator tidak teliti dan sering
perusahaan.
melakukan kesalahan.
Risk
Degree of
Priority
Rank
Number
Sisa kotoran (minyak) masih ada Permukaan material Hasil proses
kotor
pada material yang siap proses. Pencucian kurang bersih
dan chromating menempel pada
Zn Barel bebas dari cacat warna tipis
Menghambat lapisan Zn plating
material. Setting agitasi kurang
Lubang pipa agitasi tersumbat
besar.
kotoran.
Lapisan Zn plating tipis
Contact point tidak berfungsi secara optimal.
Konsentrasi chemical kurang. Waktu plating kurang.
Maintenance contact point jarang dilakukan saat proses.
Agitasi chromating tidak rata.
Chromating tidak menempel sempurna pada permukaan material. Arus listrik yang mengalir tidak lancar. Menganggu proses plating.
49
Dari tabel Failure Mode and Effect Analysis untuk cacat belang, didapatkan modus kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi, yakni sebagai berikut :
Pareto RPN 300
120.00%
250
100.00%
200
80.00%
150
60.00%
100
40.00%
50
20.00%
0
0.00% 1
2
3 RPN
4
5
Kum
Gambar 5.7 Diagram Pareto RPN Cacat Belang Rank 1, RPN 245 Standart loading yang tidak diperhatikan, menyebabkan operator memiliki pemahaman yang tidak sesuai. Dalam proses chromating, isi material dalam keranjang sering kali terlalu banyak. Hal ini menyebabkan pengocokan kurang merata, sehingga hasilnya banyak terjadi belang. Hal ini tentu merugikan perusahaan karena harus diproses ulang yang tentu saja meningkatkan biaya produksi.
50
Dari tabel Failure Mode and Effect Analysis untuk cacat fleks, didapatkan modus kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi, yakni sebagai berikut :
Pareto RPN 160
120.00%
140
100.00%
120 80.00%
100 80
60.00%
60
40.00%
40 20.00%
20 0
0.00% 1
2
3 RPN
4
5
Kum
Gambar 5.8 Diagram Pareto RPN Cacat Fleks Rank 1, RPN 150 Proses pengeringan (Spin Drying) juga menjadi hal yang paling menentukan untuk hasil akhir dari proses chromating pada Zn Barel. Karena apabila proses pengeringan kurang sempurna, airnya pada permukaan material belum benarbenar kering menyebabkan timbulnya fleks pada permukaan material.
51
Dari tabel Failure Mode and Effect Analysis untuk cacat warna tipis, didapatkan modus kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi, yakni sebagai berikut :
Pareto RPN 200
120.00%
180 100.00%
160 140
80.00%
120 100
60.00%
80 40.00%
60 40
20.00%
20 0
0.00% 1
2
3 RPN
4
5
Kum
Gambar 5.9 Diagram Pareto RPN Cacat Warna Tipis Rank 1, RPN 175 Lapisan Zn plating yang tipis juga menyebabkan chromating tidak menempel secara sempurna pada permukaan material. Konsentrasi larutan yang fluktuatif dan waktu plating yang tidak sesuai standar menyebabkan lapisan Zn yang dihasilkan juga fluktuatif. Pada hasil lapisan plating yang tipis menyebabkan hasil chromating tidak optimal karena chromating tidak menempel dengan sempurna.
52
5.5 Improvement Tabel 5.4 Action Planning for Failure Mode Rank
Failure Mode
Actionable Cause
Potensial solution
Design Validation Data loading
1
Material
Standar loading
Dibuat standar loading
produksi.
menumpuk
chromating tidak ada.
untuk proses chomating.
Data kapasitas produksi.
2
3
Lapisan Zn tipis
Konsentrasi chemical
Penambahan rutin setiap
Hasil analis
kurang.
kali konsentrasi Zn
harian.
Waktu plating kurang
plating menurun.
TDS.
Pengeringan
Konsentrasi
kurang
chromating terlalu
sempurna.
kental
Standarisasi temperature spin dryer.
Work Instruction Proses Zn barel. QCPC.
Pengawasan pada proses Contact point 4
tidak berfungsi optimal
Zn Barel Maintenance contact
Diyakinkan saat
Schedule
point jarang dilakukan
pengangkatan barel
maintenance
saat proses.
benar-benar tiris,
mesin.
sehingga tidak menetes pada contak point.
5
6
Schedule
Setting agitasi
Lubang pipa agitasi
Rutinitas pembersihan
kurang besar
tersumbat kotoran.
lubang pipa agitasi.
Permukaan
Pencucian kurang
Control/pengawasan pada
Work
material kotor
bersih
proses pencucian.
Instruction.
pembersihan kotoran.
Materi dan Tidak ada pelatihan 7
Skill operator
yang terstruktur dan terencana. Kurang motivasi.
Pembuatan materi dan jadwal pelatihan. Pemberian motivasi.
jadwal pelatihan. Kebijakan perusahaan yang memberi motivasi.
53
5.6 Solusi dan Tanggung Jawab Implementasi Tabel 5.5 Solusi dan Tanggung Jawab Implementasi No. Solusi Potensial
Tanggung Jawab
1
Standar loading chromating
Engineer dan staff produksi
2
Penambahan rutin chemical
Analis dan staff laboratorium
3
Standarisasi temperature spin dryer
Enggineer
4
Pengawasan pada proses plating
Ketua regu
5
Rutinitas pembersihan pipa agitasi
Maintenance
6
Pengawasan proses pencucian
Ketua regu
7
Pembuatan materi pelatihan
Staff HRD
8
Pembuatan jadwalpelatihan
Staff HRD
54