BAB PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri
internal manusia yang berkaitan dengan aspek orisinalitas, imajinasi, aspirasi, kecerdasan, dan daya cipta. Setiap masyarakat memiliki modal budaya takbenda yang diartikulasikan melalui bentuk fisik dan nonfisik. Pemanfaatan kreativitas manusia telah berkembang lebih jauh pada saat ini, karena persentuhan antara kreativitas, kebudayaan dan ekonomi. Hal ini diistilahkan dengan ekonomi kreatif yang berintikan industri kreatif. Paradigma baru ini diperkuat dengan kemudahan akses informasi di dunia yang semakin terglobalisasi. Kemajuan teknologi dan informasi yang dialami sebuah negara dapat dengan mudah dan cepat ditransfer ke negara lain. Sesuatu yang tengah menjadi tren dan digemari di sebuah negara dapat dengan relatif mudah diadopsi oleh negara lain. Globalisasi akibat dorongan kemajuan teknologi dan informasi telah menciptakan interkoneksi antarmanusia sedemikian rupa sehingga mengubah karakter, gaya hidup, serta perilaku masyarakat. Selera masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi maupun yang dikonsumsinya pun mengalami perubahan. Perubahan ini berlangsung dengan cepat dan semakin bertambah cepat dari hari ke hari. Perubahan yang berlangsung cepat menuntut manusia merespon dengan cepat supaya tidak tertinggal. Di sinilah peranan kreativitas dan inovasi sangat diperlukan. Manusia yang kreatif dan inovatif akan bisa merespon perubahan dengan cepat yang kemudian menyesuaikan diri dengan cepat pula,
1
sehingga bisa mendapatkan keuntungan karenanya. Lebih jauh lagi, perubahan selera masyarakat membuat barang atau jasa yang dikonsumsi bukan lagi hanya dipandang dari fungsi primernya saja, tetapi ada tuntutan akan nilai-nilai tambah tertentu yang menjadikan sebuah barang atau jasa memiliki keunikan. Sebagai contoh, jika dahulu pakaian hanya memiliki manfaat primer yakni sebagai pelindung tubuh, sekarang pakaian bukan lagi hanya memiliki fungsi primer saja, tetapi memiliki nilai tambah lain, yakni menjadi bagian dari gaya hidup di mana kreasi pakaian yang unik akan memiliki nilai ekonomi tertentu dan bisa menjadi industri yang berkontribusi besar bagi perekonomian
negara.
Keunikan
yang memunculkan
nilai
tambah
ini
membutuhkan kreativitas dan inovasi dari para pembuatnya. Keunikan-keunikan yang terkandung pada barang atau jasa inilah yang bisa diberi identitas produk industri kreatif. UNCTAD dan UNDP mempublikasikan laporan bersama yang berjudul “Creative Economy Report 2008 (The Challenge of Assessing the Creative Economy towards Informed Policy-Making)” pada tahun 2008. Laporan ini memberikan data bahwa selama periode waktu tahun 2000-2005, perdagangan barang-barang dan jasa kreatif telah meningkat pesat sekitar 8,7 persen per tahun. Perkiraan yang dilakukan menunjukkan ekspor produk-produk kreatif nilainya telah meningkat dari sebesar USD 227,5 miliar di tahun 1996 menjadi USD 424 miliar di tahun 2005. Pertumbuhan yang lebih tinggi terjadi pada sektor jasa kreatif yang mengalami laju pertumbuhan 8,8 persen selama periode waktu tahun 1996-2005. Produk desain menempati urutan teratas dalam kontribusi terhadap
2
total ekspor barang dan jasa kreatif, sedangkan jasa media menempati urutan terkecil. Lebih jauh peranan negara-negara maju dalam hal ekspor produk kreatif lebih besar dibandingkan dengan negara berkembang dan negara yang masih berada dalam masa transisi ekonomi. Namun demikian, negara berkembang tampak lebih unggul dalam hal ekspor produk seni dan kerajinan dibandingkan dengan negara maju, pada sisi lain negara maju tampak jauh lebih unggul dalam hal ekspor audiovisual, musik, publishing dan visual arts. Dalam konteks sesama negara berkembang untuk ekspor produk kreatif, Indonesia berada di urutan 10 besar. Sementara itu posisi teratas ditempati oleh China. Porsi Indonesia dalam hal ekspor produk kreatif di dunia di tahun 2005 baru mencapai 0,84 persen dengan laju pertumbuhan antara tahun 2000-2005 mencapai 0,1 persen. Dekomposisi ekspor produk kreatif menunjukkan bahwa khususnya pada ekspor barang seni dan kerajinan Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yakni mencapai 14,2 persen, meskipun dengan porsi pasar yang masih sekitar 1,14 persen dan berada dalam urutan ke-10 di antara negara berkembang yang termasuk pengekspor terbesar lainnya pada tahun 2005. Dalam hal visual art Indonesia berada dalam urutan ke-7 dan untuk kategori publishing material, Indonesia berada dalam urutan ke-8 dengan laju tumbuh yang bernilai negatif yaitu -3,6 persen. Dalam hal ekspor desain, Indonesia berada dalam rangking 8 dengan porsi terhadap pasar ekspor dunia mencapai 0,8 persen dan laju tumbuh mencapai 0,9 persen (UNCTAD, 2008). Perkembangan terbaru perdagangan barang dan jasa kreatif dunia diperoleh dari laporan bersama UNDP dan UNESCO pada tahun 2013. Pada laporan yang
3
berjudul “Creative Economy Report 2013 Special Edition (Widening Local Development Pathways)”, perdagangan barang dan jasa kreatif dunia terhitung sebesar USD 624 miliar pada tahun 2011, naik dari USD 559 miliar pada tahun 2010. Ekspor dunia untuk barang dan jasa seperti seni dan kerajinan, buku, karya grafis dan desain interior, fesyen, film, musik, media baru, media cetak, visual, serta produk audiovisual naik dari USD 536 miliar pada tahun 2009 menjadi sebesar USD 559 miliar pada tahun 2010. Secara keseluruhan, perdagangan produk kreatif dunia naik lebih dari dua kali lipat dari tahun 2002- 2011. Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata selama periode itu 8,8 persen. Pertumbuhan ekspor negara berkembang lebih besar lagi, rata-rata 12,1 persen per tahun untuk periode tersebut. Di Indonesia, ekonomi kreatif merupakan sebuah era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, ekonomi informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri kreatif yang didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, bakat individu untuk menciptakan lapangan pekerjaan melalui penciptaan untuuk memanfaatkan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Indonesia telah menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu sektor pembangunan yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya laporan Studi Industri Kreatif Indonesia 2007 pada tahun 2008 oleh Kementerian Perdagangan, dan Instruksi Presiden No.6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang
4
menginstruksikan kepada seluruh instansi dan lembaga pemerintah yang terkait pengembangan ekonomi kreatif untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia yang terdiri dari 14 sektor industri kreatif. Mengacu pada Instruksi Presiden
No.6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, maka
ekonomi kreatif Indonesia dikelompokkan menjadi: (1) arsitektur; (2) desain; (3) fesyen(mode); (4) film, video, dan fotografi; (5) kerajinan; (6) musik; (7) pasar seni dan barang antik; (8) penerbitan dan percetakan; (9) periklanan; (10) permainan interaktif; (11) penelitian dan pengembangan; (12) seni pertunjukan; (13) teknologi informasi dan piranti lunak; dan (14) televisi dan radio. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengeluarkan laporan tentang industri kreatif Indonesia yang berjudul Ekonomi Kreatif, Kekuatan Baru Indonesia 2025 pada tahun 2014. Di laporan ini disebutkan ekonomi kreatif Indonesia selama periode 2010-2013, rata-rata menyumbang 7,8 persen terhadap pendapatan domestik bruto Indonesia. Kontribusi sektor ekonomi kreatif masih relatif lebih rendah dibandingkan kontribusi sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan restoran, ataupun sektor jasa, namun lebih tinggi dibandingkan sektor pertambangan dan penggalian, keuangan, serta pengangkutan dan informasi. Nilai tambah yang dihasilkan oleh ekonomi kreatif juga mengalami peningkatan setiap tahun. Nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp641,8 triliun pada tahun 2013 dengan pertumbuhan sekitar 5,76 persen, di atas pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih; pertambangan dan penggalian; pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan; jasa-jasa; dan industri pengolahan.
5
Pertumbuhan PDB industri kreatif juga di atas pertumbuhan PDB nasional. PDB ekonomi kreatif disumbang sebagian besar dari subsektor kuliner (32,5 persen); fesyen (28,3 persen); kerajinan (14,4 persen); dan penerbitan dan percetakan (8,11 persen). Laporan ini juga memberikan data bahwa industri kreatif Indonesia berkontribusi sebesar 10,72 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian pada tahun 2013. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan tahuntahun sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja yang cukup besar ini didorong oleh peran industri kreatif yang relatif penting dalam perekonomian. Pada tahun yang sama, jumlah industri kreatif tercatat sebanyak 5,4 juta usaha yang menyerap angkatan kerja sebanyak 11,8 juta orang. Patut dicatat bahwa berdasarkan estimasi ini, kontribusi penyerapan tenaga kerja ekonomi kreatif relatif sama dalam beberapa tahun terakhir, mengikuti tren penyerapan tenaga kerja nasional, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sedikit melambat. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2011 sebesar 1,46 persen, pada tahun 2013 melambat hingga 0,62 persen. Namun demikian, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja nasional, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi kreatif masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja nasional yang justru mengalami perlambatan sebesar 0,01 persen pada tahun 2013. Beberapa subsektor dalam ekonomi kreatif seperti kuliner, kerajinan dan mode adalah subsektor kreatif yang padat tenaga kerja, yaitu memiliki rata-rata penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya.
6
Sembilan puluh persen penyerapan tenaga kerja dalam industri kreatif dikontribusikan oleh tiga subsektor yaitu subsektor fesyen (32,33 persen), kuliner (31,48 persen) dan kerajinan (26,2 persen), sementara sisanya dikontribusikan oleh dua belas subsektor lainnya. Total jumlah usaha di Indonesia yang bergerak dalam industri kreatif sangatlah besar yang sebagian besar adalah UKM. Pada tahun 2013 mencapai 5,4 juta unit usaha yang merupakan lapangan usaha terbesar ke-3 di bawah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (31 juta unit usaha); serta perdagangan hotel dan restoran (10 juta unit usaha). Dari 15 subsektor ekonomi kreatif, sebagian besar usaha kreatif bergerak di subsektor kuliner (3 juta unit usaha), fesyen (1,1 juta unit usaha) dan kerajinan (1 juta unit usaha). Berdasarkan hasil studi Departemen Perdagangan (2008b) terkait industri kreatif Indonesia dengan menggunakan indikator berbasis pada variabel makro yang meliputi PDB dan ketenagakerjaan, serta variabel mikro yang mencakup aktivitas perusahaan dan dampak terhadap sektor lainnya (baik angka pengganda maupun linkage antarsektor) terdapat tujuh sektor industri kreatif indonesia yang dapat dijadikan pilihan untuk dikembangkan lebih lanjut ialah arsitektur, fesyen, periklanan, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, riset dan pengembangan, serta kerajinan. Apabila melihat klasifikasi industri ke tujuh sektor tersebut, maka yang termasuk dalam industri pengolahan adalah sektor industri fesyen dan sektor industri kerajinan.
1.2
Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu mengenai industri kreatif Indonesia dan TFP belum
7
banyak dilakukan, beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Industri Kreatif dan TFP No
Penulis
Alat Analisis
1.
Fariani (2009)
Analisis input output
2.
Riyanto (2009)
Analisis struktur, perilaku, dan kinerja
3.
Putra (2009)
Analisis struktur, perilaku, dan kinerja
Kesimpulan Industri kreatif di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 memberikan kontribusi sebesar 89,813 triliun rupiah atau15,52 persen terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta. Dibandingkan dengan nilai industri kreatif nasional pada tahun 2006 sebesar Rp 104,638 triliun rupiah, maka nilai industri kreatif Indonesia paling besar berasal dari Provinsi DKI Jakarta. Penelitian mengklasifikasikan sektor industri k reatif di Provinsi DKI Jakarta b e r d a s a r k a n yang mempunyai nilai angka pengganda tinggi, yang memiliki dampak pengganda tinggi, yang mempunyai angka pengganda tinggi tetapi belum mempunyai dampak pengganda tinggi. Keberadaan industri kreatif di Indonesia pada dasarnya telah menyatu dengan berbagai sektor industri yang sudah ada. Pemerintah Indonesia mencanangkan tahun 2009 sebagai tahun Industri Kreatif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar, perilaku kerjasama, serta kinerja dari industri yang tergolong baru di Indonesia ini dengan pendekatan analisis SCP (StructureConduct-Performance). Dengan menggunakan data panel dari 42 industri kreatif di Indonesia tahun 2000 dan 2005 dan metode random effect model, penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara struktur, perilaku, terhadap kinerja industri kreatif yang lebih baik dibanding dengan industri manufaktur. Penelitian ini menganalisis kinerja industri kerajinan di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data panel dari tahun 2000-2005 untuk 30 kelompok industri kerajinan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kinerja industri kerajinan dalam periode 2000-2005 dapat dilihat dari ratarata nilai PCM (keuntungan atas biaya langsung) sebesar 27,78 persen dan nilai rata-rata XEFF (efisiensi) sebesar 108,93 persen. Disimpulkan bahwa industri kerajinan merupakan industri yang sangat efisien di mana nilai tambah pada setiap barang yang dihasilkan sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis panel data dengan menggunakan Hausman test, pemilihan model ini kemudian digunakan untuk mengestimasi nilai PCM.
8
4.
Eskani (2009)
Regresi data panel, growth accounting
5.
Kamil (2012)
Analisis struktur, perilaku, dan kinerja
6.
Gunanto (2012)
Regresi data time series, growth accounting
Berdasarkan estimasi tersebut, seluruh variabel yang digunakan, yaitu Growth (pertumbuhan nilai produksi), LnPROD (produktivitas) dan XEFF berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. LnPROD dan XEFF berpengaruh positif sedangkan Growth berpengaruh negatif. Di antara seluruh variabel yang berpengaruh terhadap PCM adalah XEFF yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dan biaya input. Dapat disimpulkan bahwa hal utama yang harus ditingkatkan dalam industri kerajinan adalah efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2001-2005, besarnya TFP rata-rata sektor industri pengolahan besar dan sedang di Indonesia adalah 1,39 yang berarti output yang dihasilkan sebesar 1,39 kali dari total input yang digunakan. Hasil analisis growth accounting menunjukkan bahwa pertumbuhan TFP rata-rata adalah 1,52 persen dengan kontibusi terhadap pertumbuhan output sebesar 5 persen sehingga kapital memberikan peran yang paling besar dalam pertumbuhan output industri pengolahan besar dan sedang di Indonesia dibandingkan dengan pertumbuhan TFP dan tenaga kerja. Berdasarkan nilai TFP dan pertumbuhannya tersebut dapat diketahui subsektor industri yang produktivitasnya tinggi dan berteknologi maju, yaitu subsektor industri makanan dan minuman, industri tembakau, industri kertas dan barang dari kertas, industri kendaraan bermotor dan industri alat angkut. Peran industri kreatif indonesia dilihat dari tenaga kerja dan tingkat produktivitas pekerja industri kreatif pada tahun 2000-2009 cukup baik. Hal ini terlihat dari tingginya penyerapan tenaga kerja dari sektor industri kreatif, memiliki nilai tambah dan tingkat pertumbuhan produktivitas yang tinggi. Sesuai dengan karakteristik industri kreatif, yaitu industri berbasis pada intelektualitas SDM. Analisis tren kinerja yang merupakan proksi dari produktivitas industri kreatif menunjukkan rata-rata tren yang meningkat. Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri kreatif Indonesia yang diproduksikan produktivitas secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, upah untuk pekerja dan kandungan input lokal. Sementara itu kosentrasi rasio tidak berpengaruh secara signifikan tetapi mempunyai korelasi positif terhadap kinerja industri kreatif Indonesia 2000-2009. Dengan menggunakan data time series Provinsi Jambi tahun 1984-2011 diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. (1) Rata-rata pertumbuhan TFP adalah 2,907 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ruang bagi kemajuan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi. (2) Rata-rata kontribusi pertumbuhan TFP terhadap
9
7.
Aisah (2014)
Regresi data time series, growth accounting
8.
Awalia (2015)
Regresi data panel
pertumbuhan ekonomi adalah 49,17 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya pertumbuhan TFP terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi. (3) Dari analisis korelasi diperoleh kesimpulan bahwa skala ekonomi menentukan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, kemajuan teknologi bergerak ke arah yang sama dengan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, dan perdagangan luar negeri berkorelasi sangat lemah dengan kemajuan teknologi di Provinsi Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Total Factor Productivity Provinsi Jawa Barat sebagai Provinsi dengan share PDRB terbesar ketiga di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series Provinsi Jawa Barat Tahun 1987-2012, yang dianalisis menggunakan teknik ekonometrika. Alat analisis yang digunakan adalah regresi dan perhitungan pertumbuhan dengan metoda growth Accounting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan TFP selama Tahun 19872012 sebesar 0,64 persen dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi diperiode yang sama sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan TFP selama periode penelitian berkontribusi sebesar 13,26 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pertumbuhan kapital dan tenaga kerja masingmasing berkontribusi sebesar 81,86 persen dan 4,89 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari analisis pertumbuhan TFP sektor-sektor ekonomi, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan TFP di semua sektor bernilai negatif, kecuali untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran yang bernilai 0,09 persen. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pertumbuhan TFP yang positif menunjukkan kemajuan teknologi cukup berperan dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat, salah satunya karena tingginya akumulasi kapital yang berdampak pada adanya transfer teknologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subsektor industri kreatif dengan kontribusi paling tinggi yaitu fesyen dan kerajinan. Pada tahun 2013, subsektor industri fesyen menyumbang PDB sebesar 65.1 triliun rupiah (42.2 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.8 juta orang (47.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 76.7 triliun (71.7 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1.1 juta unit (46.5 persen). Selanjutnya, subsektor industri kerajinan menyumbang PDB sebesar 25.4 triliun rupiah (15.1 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.1 juta orang (38.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 21.7 triliun (20.3 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1 juta unit (45.2 persen). Sementara itu, subsektor dengan kontribusi terendah yaitu pasar barang seni, periklanan, dan seni pertunjukan dengan kontribusi
10
yang belum mencapai 1 persen. Berdasarkan perhitungan TFP, terdapat 4 subsektor industri kreatif yang memiliki tren pertumbuhan teknologi yang negatif, yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Selanjutnya, hasil regresi model PDB industri kreatif Indonesia menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi), pertumbuhan TFP, dan dummy kebijakan pembentukan Kemenparekraf berpengaruh nyata secara positif terhadap PDB industri kreatif Indonesia, sedangkan jumlah usaha tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis yang terakhir yaitu uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah antara PDB dan ekspor industri kreatif Indonesia. Dengan demikian, mendukung hipotesis bahwa PDB industri kreatif dalam negeri dan ekspor saling mempengaruhi.
Perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian yang tersebut di atas adalah pemilihan jenis sektor industri, periode waktu penelitian dan metodologi penelitian yang digunakan. Kelebihan penelitian ini adalah penggunaan prosedur regresi data panel yang lebih komprehensif.
1.3
Rumusan Masalah Selama ini beberapa kajian industri kreatif Indonesia sudah dilakukan oleh
berbagai pihak terkait, namun dibutuhkan lebih banyak lagi data, informasi, dan kajian yang lebih mendalam untuk memperkaya pemahaman tentang industri kreatif Indonesia. Penelitian ini memilih kajian aspek produktivitas sektor industri fesyen dan kerajinan Indonesia melalui perhitungan Total Factor Productivity (TFP) dan pertumbuhannya yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.4
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, perlu diketahui hal-hal sebagai
berikut.
11
1. Berapa besarnya nilai TFP subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun 2000-2010? 2. Berapa pertumbuhan TFP dan kontribusi faktor-faktor produksi yaitu kapital, tenaga kerja dan TFP terhadap pertumbuhan output subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun 2000-2010? 3. Subsektor industri mana yang mempunyai produktivitas tinggi berdasarkan besarnya TFP dan pertumbuhannya.
1.5
Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut. 1. Menghitung besarnya nilai TFP subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun 2000-2010. 2. Menghitung besarnya pertumbuhan TFP dan kontribusi faktor-faktor produksi yaitu kapital, tenaga kerja dan TFP terhadap pertumbuhan output subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun 20002010. 3. Menentukan subsektor industri yang mempunyai produktivitas tinggi berdasarkan besarnya TFP dan pertumbuhannya.
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Indonesia tentang karakteristik pertumbuhan subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan
12
Indonesia. Hal ini bertujuan supaya Pemerintah Indonesia bisa menyusun strategi kebijakan yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan subsektor ini sebagai bagian dari pengembangan industri kreatif Indonesia. 2. Menjadi masukan bagi para praktisi pada sektor industri fesyen dan kerajinan tentang
karakteristik
pertumbuhan
industri
untuk
dapat
membantu
menentukan langkah meningkatkan kinerja usaha. 3. Menjadi bahan referensi bagi pihak lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai TFP dan industri kreatif.
1.7
Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1
Pendahuluan, dalam bab ini dideskripsikan mengenai latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penelitian. Bab 2 Survei Literatur yang
memuat
landasarn teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab 3 Metodologi Penelitian, memuat metode pengumpulan data, definisi operasional, model penelitian, instrument penelitian, dan metode analisis data. Bab 4 Analisis, memuat analisis dan pembahasan. dan Bab 5 Simpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran.
13