BAB IV PEMBAHASAN 1.1 Sejarah Kelembagaan Pertanahan Berdirinya BPN dan Masa Sesudahnya, 1988 – 1993 Tahun 1988 merupakan tonggak bersejarah karena saat itu terbit Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang menjadi tema sentral proyek ekonomi – politik Orde Baru, kebutuhan akan tanah juga makin meningkat. Persoalan yang dihadapi Direktorat Jenderal Agraria bertambah berat dan rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, status Direktorat Jenderal Agraria ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan nama Badan Pertanahan Nasional. Dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tersebut, Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Periode 1993 – 1998 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional kini dirangkap oleh Menteri Negara Agraria. Kedua lembaga tersebut dipimpin oleh satu orang sebagai Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kantor Menteri Negara Agraria berkonsentrasi merumuskan kebijakan yang bersifat koordinasi, sedangkan Badan Pertanahan Nasional lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat operasional. Pada 1994, Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1994, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Staf Kantor Menteri Negara Agraria. Periode 1999 – 2000 Pada 1999 terbit Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional. Periode 2000 – 2006 Pada periode ini Badan Pertanahan Nasional beberapa kali mengalami perubahan struktur organisasi. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000 tentang Badan Pertanahan Nasional mengubah struktur organisasi eselon satu di Badan Pertanahan Nasional. Namun yang lebih mendasar adalah Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah Dibidang Pertanahan. Disusul kemudian terbit Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagai lembaga yang menangani kebijakan nasional di bidang pertanahan. Periode 2006 – 2013 Pada 11 April 2006 terbit Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang menguatkan kelembagaan Badan Pertanahan Nasional, di mana tugas yang diemban BPN RI juga menjadi semakin luas. BPN RI bertanggung
jawab langsung kepada Presiden, dan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, dengan fungsi: - Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; - Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; - Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; - Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; - Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaandi bidang pertanahan; - Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; - Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus; - Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; - Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
Periode 2013 – Sekarang Pada 2 Oktober 2013 terbit Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional yang mengatur fungsi Badan Pertanahan Nasional sebagai berikut: - Penyusunan dan penetapan kebijakan nasional di bidang pertanahan; - Pelaksanaan koordinasi kebijakan, rencana, program, kegiatan dan kerja sama di bidang pertanahan; - Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN RI; - Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;
- Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat; - Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan; - Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan penetapan hak tanah instansi; - Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan; - Pengawasan dan pembinaan fungsional atas pelaksanaan tugas di bidang pertanahan; - Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan; - Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; - Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; - Pelaksanaan pembinaan, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; dan - Penyelenggaraan dan pelaksanaan fungsi lain di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejarah Kebijakan Pertanahan Periode 1945 – 1960 : Kebijakan pertanahan periode ini difokuskan pada pembenahan penguasaan dan pemilikan dari sistem kolonialis menjadi sistem nasional. Dalam periode ini penguasaan dan kepemilikan asing dinasionalisasi. Dan penguasaan, pemilikan tanah luas, perdikan, swapraja, partikelir, dan lainnya yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan diatur kembali penggunaan dan penguasaanya oleh negara untuk kepentingan nasional.
Periode 1960-1967 : Di masa ini, kebijakannya melanjutkan kenijakan yang telah dijalankan sebelumnya, dalam periode ini kebijakan diarahkan pada distribusi dan redistribusi tanah oleh negara yang diperuntukkan kepada petani gurem/petani penggarap dan buruh tani. Periode ini dikenal dengan periode Land Reform. Periode 1967-1997 : Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, pada periode ini pembangunan pertanahan diarahkan untuk mendukung kebijakan penanaman modal atau investasi, tanpa meninggalkan kebijakan untuk sertipikasi tanah-tanah golongan ekonomi lemah. Periode 1997-2005 : Di awal era reformasi, kebijakan pertanahan lebih diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang langsung menyentuh masyarakat, yang menekankan pada pendaftaran tanah yang dikuasai/dimiliki golongan-golongan tidak mampu. Periode 2005-kini : Pada periode ini, kebijakan pertanahan diarahkan pada "tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat". Periode ini ditandai dengan kebijakan penertiban tanah terlantar, penyelesaian sengketa, redistribusi tanah, peningkatan legalisasi aset-tanah masyarakat yang diimplementasikan melalui Reforma Agraria. 1.2 Upaya Badan Pertanahan Nasional Dalam Menangani Peralihan Hak Milik Atas Tanah Akibat Jual beli. Dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah masih banyak permasalahan yang timbul yang dapat menghambat pelaksanaan pendaftaran tanah, sehingga dapat dicari upaya untuk mengatasi hambatan yang timbul tersebut. Upaya Badan Pertanahan Nasional dalam menangani kendala Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah yaitu : a. Upaya dalam menangani kendala yang disebabkan oleh masyarakat :
1) Memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pendaftaran peralihan hak milik atas tanah untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum sehingga masyarakat dapat menguasai dan memanfaatkannya sesuai dengan peruntukkannya. 2) Memberikan dan menerbitkan brosur–brosur informasi pertanahan yang berkaitan dengan kegiatan pendaftaran peralihan hak sehingga masyarakat tidak bingung untuk mendaftarkannya, untuk itu perlu kerjasama dengan aparat kelurahan atau kepala desa setempat. 3) Soal bahwa pendaftaran memerlukan biaya tinggi dan urusan yang bertele-tele, dapat diterangkan bahwa biaya akan lebih tinggi lagi jika tanah yang bersangkutan terjadi masalah/sengketa, jika terjadi seperti itu diperlukan biaya yang tinggi dan waktu yang lebih lama. 4) Mengadakan program pensertifikatan massal atau PRONA terutama bagi masyarakat yang kurang mampu sehingga kebutuhan akan sertifikat dapat terpenuhi secara adil. b. Upaya dalam menangani kendala yang disebabkan oleh Badan Pertanahan, antara lain : 1) Harus melihat kembali mengenai pengertian pendaftaran tanah itu sendiri serta asas-asas dan tujuan penyelenggaraannya. Adapun
asas-asasnya adalah
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dengan adanya asas-asas tersebut maka dapat memberi pengertian, maksud kepada masyarakat supaya masyarakat tidak lagi mudah ditipu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan merugikan masyarakat sendiri. Sebab dengan mengerti dan mengetahui, masyarakat dapat mengurus pendaftaran tanahnya dengan lancar, benar dan memberi keuntungan bagi masyarakat sendiri.
2) Dengan penambahan jumlah petugas baik secara kwalitatif maupun kwantitatif, kekurangan tenaga pelaksana menyebabkan terlalu lama Badan Pertanahan dalam memberikan pelayanan dan proses penyelesaian pendaftaran peralihan hak milik atas tanah kepada masyarakat akan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah maupun kewibawaan hukum itu sendiri. 3) Dengan
meningkatkan
disiplin
bagi
para
pegawai
pertanahan
dengan
menggunakan daftar hadir dan memberikan teguran dan peringatan bagi yang terlambat terutama kepala seksi atau KASI kepada anggotanya sehingga ada kesadaran dan meningkatkan kinerjanya. 4) Melengkapi sarana dan prasarana dalam bidang pertanahan sehingga pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik akan berjalan lancar sesuai dengan tujuan daripada ketentuan yang ada. 5) Dengan meningkatkan kualitas dan profesionalisme dari pegawai atau aparat Badan Pertanahan dengan mengikuti pendidikan yang diperlukan. 6) Dengan
memperbaiki
administrasi
Badan
Pertanahan
karena
sebagai
pengorganisasian sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan. c. Upaya dalam menangani kendala yang disebabkan oleh PPAT yaitu dalam hal kesulitan pada awal tahun belum diterbitkan SPPT oleh Kantor PBB, maka PPAT dapat menempuh jalan meminta Surat Keterangan NJOP kepada Kantor PBB, karena persoalan NJOP adalah penting dalam hal untuk menghitung besarnya pembayaran pajak perolehan hak atas tanah dan bangunan yang harus dibayar oleh pemohon, dimana hal tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi pemohon untuk mendaftarkan peralihan tanah miliknya.
Permasalahan mengenai tanah pada dewasa ini semakin komplek, hal ini disebabkan keadaan tanah yang terbatas sedangkan jumlah penduduk semakin
bertambah, harga tanah yang meningkat dengan cepat dan Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan/haknya, berkaitan dengan hak tersebut tentunya tidak terlepas dengan semakin banyaknya kasus-kasus pertanahan. Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah), berupa solusi melalui Badan Pertanahan Nasional.
Upaya Badan Pertanahan Nasioanl di Kota Gorontalo dalam menyelesaikan sengketa tanah1 yaitu setiap kasus pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional maka dilakukan pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan karena hal tersebut merupakan salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan guna mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan sarana untuk menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan memperkecil potensi timbulnya masalah pertanahan.
Kasus Pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional. Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan 1
Wawancara dengan Kepala Sub Seksi Sengketa Dan Konflik Pertanahan, Ibu Waliana Mattewakang, S.ST, pada tanggal 25 November 2013
antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis. Perkara Pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Untuk menyelesaikan kasus-kasus pertanahan maka BPN akan melakukan Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan meliputi :
a. Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan di BPN RI dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Deputi, untuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kabid dan dikoordinasikan oleh Kakanwil dan untuk Kantor Pertanahan dilaksanakan oleh Kasi dan dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Pengaduan kasus pertanahan disampaikan kepada Kepala BPN RI, Kakanwil dan/atau Kepala Kantor Pertanahan baik secara lisan maupun tertulis atau melalui www.bpn.go.id. Pengaduan yang diajukan secara lisan atau melalui www.bpn.go.id harus ditindaklanjuti dengan pembuatan permohonan secara tertulis. Surat pengaduan kasus pertanahan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan, posisi kasus (legal standing) dan maksud pengaduan dengan dilampiri fotocopy identitas pengadu dan data pendukung yang terkait dengan pengaduan. Surat pengaduan yang diterima melalui loket pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan kepada Pengadu diberikan Surat Tanda
Penerimaan Pengaduan kemudian diteruskan ke satuan organisasi yang tugas dan fungsinya menangani sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Pihak pemohon/pengadu dan termohon dapat menanyakan informasi tentang perkembangan penanganan kasus pertanahan kepada Kantor BPN RI yang menangani kasusnya. Informasi mengenai perkembangan penanganan kasus pertanahan yang diberikan tertulis disampaikan dalam bentuk Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan yang berisi tentang penjelasan pokok masalah, posisi kasus dan tindakan yang telah dilaksanakan. Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan. Informasi kasus pertanahan yang diminta oleh instansi pemerintah atau lembaga terkait yang berwenang meminta informasi kasus pertanahan, diberikan BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permintaan. Pemberian informasi kasus pertanahan dilakukan berupa jawaban mengenai pokok perkara dan permasalahan, atau penjelasan lengkap yang sesuai data yang ada di BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan dan hasil penanganannya. Dalam hal sangat diperlukan, pejabat dari instansi yang meminta penjelasan mengenai kasus pertanahan dapat di minta untuk menghadiri Gelar Kasus agar dapat memperoleh keterangan yang lebih jelas. b. Pengkajian Kasus Pertanahan Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Deputi baik bersama-sama atau sendiri-sendiri melaksanakan pengkajian secara sistematik terhadap akar dan sejarah kasus pertanahan. Hasil kajian dituangkan dalam Peta Kasus Pertanahan yang menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan umum dan/atau
kebijakan teknis penanganan kasus pertanahan dengan acuan bersifat rawan, strategis, atau yang mempunyai dampak luas. Pengadministrasian data dilaksanakan melalui pencatatan, pengolahan dan penyajian data yang diselenggarakan dengan Sistem Informasi di Bidang Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang dibangun secara terintegrasi antara BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Pengkajian akar dan riwayat sengketa dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi penyelesaian sengketa dengan cara meneliti dan menganalisis data sengketa yang terjadi. Hasil penelitian dan analisa data menghasilkan pokok permasalahan sengketa dan potensi penyelesaian sengketa. Pokok permasalahan pertanahan dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya dimana hasil telaahan dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan. c. Penanganan Kasus Pertanahan. Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah. Penanganan kasus pertanahan untuk memastikan pemanfaatan, penguasaan, penggunaan dan pemilikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan. d. Penyelesaian Kasus Pertanahan Penyelesaian Kasus Pertanahan Untuk Melaksanakan Putusan Pengadilan. e. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum
Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Tim Bantuan Hukum yang terdiri dari pegawai/pejabat BPN dari unsur Deputi, Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/ atau Kantor Pertanahan.
Pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilaksanakan di Badan Pertanahan Nasional, mengacu pada pasal 23 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa hak milik demikian juga dengan peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak ini wajib didaftarkan menurut ketentuan Pasal 19 UUPA, peralihan hak milik atas tanah tersebut dapat bermacam-macam bentuk antara lain salah satunya adalah dengan cara jual beli, oleh karena itu peralihan hak milik atas tanah karena jual beli wajib didaftarkan menurut ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut. Untuk itu didalam mengusahakan sertifikat hak atas tanah, seseorang pemohon harus melalui beberapa tahap dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Upaya Badan Pertanahan Nasional dalam menangani proses peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli serta syarat-syarat bagi mereka yang akan mendaftarkan tanah hak milik yang berasal dari jual beli adalah sebagai berikut : Tabel 2 PELAYANAN PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH2 Peralihan Hak Jual-Beli Dasar Hukum 1. UU No. 5/1960 2. UU No. 16/1985 3. UU No.21/1997 jo. UU No. 20/2000 4. PP No. 48/1994 2
Persyaratan
Biaya
1. Formulir permohonan Sesuai yang sudah diisi dan ketentuan ditandatangani pemohon Peraturan atau kuasanya di atas Pemerintah materai cukup. tentang 2. Surat Kuasa apabila jenis dan
Waktu
Keterangan
5 (lima) hari
Formulir permohonan memuat : 1. Identitas diri 2. Luas, letak dan penggunaan
Data yang diberikan oleh Kepala Sub Seksi Peralihan Pembebanan Hak Dan PPAT, Bapak Dadang Hendarsyah, S.Sos, pada tanggal 15 November 2013.
jo. PP No. 79/1996 5. PP No. 24/1997 6. PP No. 37/1998 7. PP No. 13/2010 8. PMNA/KBPN No. 3/1997 9. Peraturan KBPN RI No. 1/2006 10. SE KBPN No. 600-1900 tanggal 31 Juli 2003 11. SE KBPN RI No. 1219-340.3.D.II tanggal 28 April 2009
dikuasakan tarif atas 3. Fotocopy identitas jenis pemohon (KTP, KK,) penerimaan dan kuasa apabila Negara dikuasakan, yang telah bukan dicocokkan dengan pajak yang aslinya oleh petugas berlaku loket. pada 4. Fotocopy Akta Pendirian Badan dan Pengesahan Badan Pertanahan Hukum yang telah Nasional dicocokkan dengan Republik aslinya oleh petugas Indonesia loket, bagi badan hukum. 5. Sertifikat asli 6. Akta Jual Beli dari PPAT 7. Fotocopy KTP dan para pihak penjual-pembeli dan/atau kuasanya. 8. Ijin Pemindahan Hak apabila di dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang. 9. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak) Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Gorontalo.
tanah yang dimohon 3. Pernyataan tanah tidak sengketa 4. Pernyataan tanah bangunan dikuasai secara fisik
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pegawai BPN Kota Gorontalo3, setelah semua syarat dipenuhi, maka pemohon di Badan Pertanahan meminta blanko permohonan pendaftaran yang telah disediakan oleh Badan Pertanahan untuk diisi. Dalam pengisian blanko permohonan pendaftaran tanah yang perlu diperhatikan yaitu 3
Wawancara dengan Kepala Sub Seksi Peralihan Pembebanan Hak Dan PPAT, Bapak Dadang Hendarsyah, S.Sos, pada tanggal 15 November 2013.
status tanah yang bersangkutan, mengenai letaknya dengan tepat dan mengetahui tanah itu dibebani hak tanggungan atau tidak. Blanko permohonan di isi dan semua persyaratan sudah dilampirkan, pemohon menyerahkan berkas keloket II yaitu loket pelayanan penerimaan berkas permohonan sertifikat. Oleh petugas loket II berkas diperiksa kelengkapannya dan diberi blanko kendali yaitu blanko untuk mencatat setiap kegiatan kerja, dengan tujuan agar mudah dalam pengecekan setiap pekerjaan. Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan PP No. 46 Tahun 2002 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak, yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional pemohon harus membayar biaya pendaftaran tanah sebesar Rp 50.000,- dan biaya pengukuran bila perlu pengukuran. Biaya peralihan hak atas tanah sebesar Rp. 50.000,- di bayarkan di loket III yaitu pelayanan pembayaran. Oleh petugas loket III dicatat dalam buku daftar isian 305 yaitu buku daftar penerimaan uang muka pendaftaran tanah dan pemohon sebagai bukti pembayaran diberi kwitansi dengan kode DI 306. Semua biaya administrasi pendaftaran sudah dibayar, selanjutnya oleh petugas loket III, berkas permohonan diserahkan ke petugas buku daftar isian 301 yaitu buku daftar permohonan pekerjaan pendaftaran tanah kode 3 sebagai kode pendaftaran peralihan hak atas tanah. Setelah dicatat dalam buku daftar isian 301, petugas memulai proses pengerjaan sertifikat. Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah yang tidak memerlukan pengukuran maka dalam sertifikat dan buku tanah nama pemegang hak atas tanah yang lama dicoret dan diganti dengan pemegang hak yang baru dan juga ditulis sebab peralihannya. Sedangkan pendaftaran tanah yang memerlukan pengukuran, oleh petugas buku daftar isian 301 diserahkan ke petugas buku daftar isian 302 untuk pengerjaan pengukuran.
Proses pengerjaan sertifikat selesai dipetugas daftar isian 301, untuk selanjutnya berkas diserahkan kepada Kepala Sub Seksi Peralihan Pembebanan dan PPAT untuk dikoreksi kelengkapannya dan pemberian parap sebagai bukti berkas sudah dikoreksi dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah berkas dikoreksi dan diberi parap oleh Kepala Sub Seksi Peralihan Pembebanan dan PPAT, berkas diserahkan kembali ke petugas daftar isian 301, kemudian diserahkan ke Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk dikoreksi dan diberi parap, selanjutnya berkas diserahkan ke Kepala Kantor untuk dikoreksi. Bila semua persyaratan pendaftaran tanah sudah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan maka kepala kantor membubuhkan tandatangan pada sertipikat. Semua berkas dan sertifikat yang sudah ditandatangani oleh Kepala Kantor diserahkan ke petugas daftar isian 307 yaitu daftar penghasilan Negara yang kemudian dilanjutkan ke petugas daftar isian 208 yaitu daftar penyelesaian dan pekerjaan pendaftaran tanah guna pemberian nomor warkah
(Kumpulan arsip-arsip yang
dibutuhkan). Selesainya pencatatan pendaftaran pada daftar isian 307 dan daftar isian 208 maka sertipikat dengan pemegang hak yang baru sudah terbit. Untuk pengambilan sertifikat, pemohon datang langsung ke Badan Pertanahan dengan membawa fotokopi KTP pemohon dan surat panggilan dari Badan Pertanahan untuk mengambil sertifikat. Oleh pihak Badan Pertanahan surat panggilan pengambilan sertifikat dikirim via pos. Dalam membuat surat panggilan Badan Pertanahan membuat 4 rangkap dengan rincian sebagai berikut: 1 untuk arsip, 1 untuk tembusan ke kantor kecamatan, 1 untuk tembusan desa dan 1 untuk pemohon sebagai bukti untuk mengambil sertifikat. Apabila pengambilan sertifikat diwakilkan maka harus disertai dengan surat
kuasa dan fotokopi KTP pengambil, selanjutnya petugas loket IV yaitu Pelayanan Pengambilan Sertifikat dicatat dalam buku daftar isian 301 A yaitu daftar penyerahan hasil pekerjaan. Tentang pencatatan peralihan hak dalam buku tanah dan sertifikatnya dilakukan sebegai berikut:4 a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk. b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditanda tangani oleh kepala Kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan. c. Yang tersebut pada huruf a dan b juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama. d. Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari daftar nama pemegang hak lama dan nomor dan identitas tersebut dituliskan pada daftar nama penerima hak. Dengan didaftarkan peralihan hak milik karena jual beli, maka pemegang hak yang baru memperoleh jaminan kepastian hukum. Setelah proses tersebut selesai dengan demikian sertifikat telah berganti nama dengan nama pemegang hak yang baru, kemudian sertipikat tersebut diserahkan kepada pemegang hak yang bersangkutan atau kuasanya.
4
Wawancara Dengan Kepala Seksi Hak Atas Tanah Dan Pendaftran Tanah, Bapak Abubakar Deu, A.Ptnh, pada tanggal 13 November 2012.
1.3 Faktor-faktor Yang Menjadi Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Dikantor Badan Pertanahan Nasional. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data fisik dan data yuridis yang dilakukan pemerintah secara terus menerus dan berkesinambungan, proses ini sebagai salah satu jalan untuk menjamin kepastian hukum hak dari masyarakat tentang hak milik atas tanah. Dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena jual beli kendala-kendalanya adalah :5 a. Kendala yang timbul dari masyarakat : 1) Belum adanya sertipikat hak milik. Anggapan dari sebagian masyarakat bahwa petok letter C sudah cukup sebagai tanda bukti hak kepemilikan meskipun secara hukum bukanlah sebagai tanda bukti hak, namun sebagai bukti pembayaran pajak, sebagian masyarakat mengklaim bahwa itu sebagai hak milik karena disitu terdaftar atas namanya. 2) Tanah sebagai obyek masih menjadi sengketa. Sengketa tentang perolehan hak sering terjadi karena sebagian masyarakat kurang sadar akan perlunya sertipikat yang sah. 3) Masih adanya masyarakat yang belum mengerti atau mengetahui tentang pendaftaran tanah. 4) Kurangnya bukti pemilikan hak atas tanah sebagai syarat pendaftaran peralihan hak milik atas tanah sehingga prosesnya lama. b. Kendala yang timbul dari Badan Pertanahan : 1) Terbatasnya tenaga kerja atau pelaksana. 5
Wawancara Dengan Kepala Sub Seksi Peralihan Pembebanan Hak Dan PPAT, Bapak Dadang Hendarsyah, S.Sos, pada tanggal 15 November 2013.
Semakin hari pekerjaan menumpuk, sedangkan penerimaan pegawai tidak seimbang dengan bertambahnya pekerjaan dan kemampuan, oleh karena itu masih mengalami kekurangan. 2) Berkas yang sudah lama sampai di Pertanahan tetapi sampai waktunya yang ditetapkan belum selesai, baru setelah pemohon menanyakan kepada petugas, diperoleh jawaban bahwa masih ada kekurangan yang harus dipenuhi pemohon 3) Kurangnya kedisiplinan dari petugas Badan Pertanahan yaitu masih ada pegawai yang masih terlambat datang ke kantor. 4) Kemampuan petugas Badan Pertanahan masih perlu dididik. c. Kendala yang timbul dari PPAT : Faktor penghambat yang biasanya datang dari pihak PPAT yaitu pada awal tahun sering terjadi Kantor Pajak Bumi Dan Bangunan belum menerbitkan SPPT untuk tahun berjalan, padahal saat itu datang pemohon untuk mengalihkan hak atas tanah, saat itu data NJOP yang diperlukan belum ada, maka dapat terjadi PPAT menunda proses tersebut menunggu sampai terbitnya SPPT dari Kantor PPB. Ada 3 (tiga) faktor yang mendasar di dalam menghambat pelaksanaan Pendaftaran Tanah adalah sebagai berikut : 1. Belum tegasnya mengenai pengertian Pendaftaran Tanah itu sendiri, serta asas-asas dan tujuan penyelenggaraanya. Adapun asas-asasnya adalah berikut ini :6 a. Asas Sederhana Dalam Pendaftaran Tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat di pahami oleh pihak-pihak yang bersengkutan, terutama pemegang hak atas tanah. b. Asas Aman
6
Aartje Tehupeiory, 2012, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Raih Asa Sukses, Jakarta, hal 23
Dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran itu sendiri. c. Asas Mutakhir Dimaksudkan
kelengkapan
memadai
dalam
pelaksanaannya
dan
berkeseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu perubahan yang terjadi dikemudian hari. d. Asas Terbuka Menuntut dipeliharanya data Pendaftaran Tanah secara terus-menerus dan berkesinambangan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. 2. Belum memberikan jaminan yang kuat tentang kepastian hukum atas bukti kepemilikan tanah, hal tersebut dapat dikemukakan tidak menutup kemungkinan seseorang yang menguasai sebidang tanah yang sudah terdaftar dengan suatu hak tertentu (telah bersertifikat) selama lebih dari 5 (lima) tahun, masih dapat digugat, dan dalam sidang pengadilan keputusannya hak atas tanah tersebut dirampas oleh si penggugat. 3. Masih dianggap bahwa pendaftaran hak atas tanah memerlukan biaya tinggi dan urusan yang bertele-tele, dapat diterangkan bahwa biaya akan lebih tinggi jika terdapat tanah yang bersangkutan terjadi masalah/sengketa untuk menentukan diperlukan biaya yang tinggi dan waktu yang lebih lama. Dengan penjelasan tersebut di atas perlu dimengerti khayalak umum/masyarakat supaya tidak lagi ragu untuk melaksanakan pendaftaran tanahnya kepada PPAT yang
ditunjuk Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, karena apabila khayalak umum/masyarakat tersebut tidak melaksanakan Pendaftaran Tanah maka dapat dimungkinkan dikemudian hari terjadi sengketa-sengketa yang hanya merugikan khayalak umum/masyarakat itu sendiri. PPAT dan Kantor Pertanahan akan selalu memberi kesempatan kepada khayalak umum/masyarakat untuk membuka dalam mengajukan pertanyaan yang menyangkut tentang Pendaftaran Tanah, sebab tanpa adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh khalayak umum/masyarakat, sebagai pihak yang berperan penting PPAT dan Kantor Pertanahan tidak dapat mengetahui secara jelas apa yang menghalangi atau menghambat Pendaftaran Tanah tersebut.