MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG KEWENANGAN MENANDATANGANI BUKU TANAH, SURAT UKUR DAN SERTIPIKAT MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
Menimbang : a.
bahwa dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan ketentuan-ketentuan operasional pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah;
b. bahwa untuk lebih memperjelas ketentuan-ketentuan operasional tersebut dan sekaligus meningkatkan pela yanan di bidang pendaftaran tanah, perlu mengatur ke-wenangan menandatangani buku tanah, surat ukur dan sertipikat dalam berbagai bentuk pelayanan pendaftaran tanah dalam satu Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional; Mengingat
: 1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
4.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
5.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
6.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Perta-nahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG KEWENANGAN MENANDATANGANI BUKU TANAH, SURAT UKUR DAN SERTIPIKAT.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1
Buku Tanah, sertipikat dan surat ukur adalah sebagai-mana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
2.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Badan Perta-nahan Nasional Propinsi.
3.
Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabu-paten/Kotamadya.
BAB II KEWENANGAN MENANDATANGANI BUKU TANAH, SERTIPIKAT DAN SURAT UKUR DALAM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK Pasal 2 (1)
Buku tanah, sertipikat dan surat ukur dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik ditanda-tangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan.
(2)
Penandatanganan buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah yang telah didaftar untuk pertama kali secara sistematik dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan atau atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, sepanjang hal tersebut dilakukan sebelum penyerahan hasil kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Perta-nahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
Pasal 3 (1) Surat Ukur dalam pendaftaran Tanah untuk pertama kali secara sistematik ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. (2) Surat Ukur yang merupakan bagian dari sertipikat ditan-datangani oleh pejabat yang menandatangani sertipikat.
BAB III KEWENANGAN MENANDATANGANI BUKU TANAH, SERTIPIKAT DAN SURAT UKUR DALAM PENDAFTARAN TANAH SECARA SPORADIK Pasal 4 (1)
Buku tanah dan sertipikat dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilaksanakan secara sporadik ditanda-tangani oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(2)
Penandatanganan buku tanah dan sertipikat dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah kecuali yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 5
(1)
Dalam hal Kepala Kantor Pertanahan berhalangan karena dinas, cuti, sakit atau sebab lain untuk waktu lebih dari 6 (enam) hari dan tidak ditunjuk pejabat atau pelaksana tugas Kepala Kantor Pertanahan, penanda-tanganan buku tanah dan sertipikat sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 4 wajib dilimpahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
(2)
Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan Surat Kuasa Menanda-tangani Buku Tanah dan Sertipikat dari Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
(3)
Tembusan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan kepada Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional. Pasal 6
(1)
Dalam hal Kantor Pertanahan mempunyai beban peker-jaan pendaftaran tanah melebihi 1000 (seribu) kegiatan pendaftaran tanah setiap bulan yang meliputi pendaftaran tanah untuk pertama
kali maupun pendaftaran dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka sebagian kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dilimpahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah. (2)
Kewenangan penandatanganan buku tanah dan sertipikat yang harus dilimpahkan karena beban pekerjaan yang melebihi rata-rata 1000 (seribu) kegiatan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah seluruh atau sebagian kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat dalam rangka pelayanan pendaftaran : a.
b.
hak atas tanah yang semula sudah dipunyai oleh pemegang hak dengan hak yang lain jenisnya dan sudah ada sertipikatnya termasuk pendaftaran hapusnya hak semula (perubahan hak atas tanah); Hak Tanggungan;
c. d. e. f. g. h.
perpanjangan jangka waktu hak; peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat; peralihan Hak Tanggungan karena cessie dan subrogasi; hapusnya Hak Tanggungan; pencatatan sita, pengampunan dan perwalian mengenai tanah yang sudah bersertipikat; perubahan (ganti) nama; Pasal 7
(1)
Beban pekerjaan rata-rata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditentukan dengan menghitung rata-rata kegiatan pelayanan pendaftaran tanah selama 12 bulan terakhir.
(2)
Hasil penghitungan beban pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan suatu Kepu-tusan Kepala Kantor Wilayah.
(3)
Berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah sebagai-mana dimaksud pada ayat (2) Kepala Kantor Pertanahan melimpahkan kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dengan membuat Surat Kuasa Menandatangani Buku Tanah dan Sertipikat.
(4)
Tembusan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepada Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional.
(5)
Kepala Kantor Wilayah mengambil atau mengusulkan tindakan administrative terhadap Kepala Kantor Perta-nahan yang tidak melakukan pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 8 (1)
Selain pelimpahan kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat yang diharuskan sebagaimana di-maksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Kepala Kantor Per-tanahan melimpahkan kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat tertentu kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dengan membuat Surat Kuasa Menandatangani Buku Tanah dan Sertipikat. Apabila berdasarkan perhitungan beban pekerjaan yang dilakukannya sendiri akan tidak dapat menyelesaikan semua permohonan pelayanan pendaf-taran tanah dengan baik dan tepat waktu.
(2)
Tembusan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepada Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional.
Pasal 9 (1)
Surat ukur ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran tanah.
(2)
Surat ukur yang merupakan bagian dari sertipikat ditan-datangani oleh pejabat yang menandatangani sertipikat. Pasal 10
(1)
Apabila Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah berhalangan karena dinas, cuti, sakit atau sebab lainnya untuk waktu lebih dari 6 (enam) hari dan tidak ditunjuk pejabat atau pelaksana tugas Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, maka surat ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) ditanda-tangani oleh Kepala Sub Seksi Pengukuran, Pemetaan dan Konversi atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah berdasarkan Surat Keputusan Penun-jukan Petugas Penandatanganan Surat Ukur yang ditetap-kan oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(2)
Tembusan Surat Keputusan Penunjukan Petugas Penan-datangan Surat Ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah. Pasal 11
(1)
Dalam hal beban pekerjaan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dianggap dapat menghambat kelancaran pelaksanaan pelayanan, maka Kepala Kantor Pertanahan menentukan bahwa penandatanganan Surat Ukur tertentu dilakukan oleh Kepala Seksi Sub Seksi Pengukuran, Pemetaan dan Konversi.
(2)
Penugasan penandatanganan tersebut dilakukan dengan Surat Keputusan Penunjukan Petugas Penandatanganan Surat Ukur yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Perta-nahan. Tembusan Surat Keputusan Penunjukan Petugas Penan-datanganan Surat Ukur sebagaimana pada ayat (2) di-sampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah.
(3)
BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 12 Dalam hal ada pelimpahan kewenangan penandatanganan buku tanah, sertipikat atau surat ukur sebagaimana diatur dalam peraturan ini, maka penandatanganan atau pembubuh-an paraf pada catatan dalam daftar umum atau warkah pen-daftaran tanah lainnya disesuaikan dengan pelimpahan kewenangan tersebut. Pasal 13 Dengan berlakunya peraturan ini, maka : a. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1989 tentang Penandatanganan Buku Tanah dan Sertipikat, dan b.
ketentuan-ketentuan dalam peraturan, keputusan dan surat edaran yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 14
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 28 September 1998 MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL ttd. HASAN BASRI DURIN