BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Paparan Data dan Temuan Situs 1 di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Pada bagian ini akan dipaparkan data mengenai: (1) Keberadaan public relations di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, (2) Komunikasi yang dijalankan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, (3) Cara membangun citra pondok pesantren Lirboyo Kediri, (4) Proses public relations pondok pesantren Lirboyo Kediri, (5) Temuan penelitian di pondok pesantren Lirboyo Kediri, dan (6) Proposisi yang diperoleh dari pondok pesantren Lirboyo Kediri. 1.
Keberadaan Public Relations di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KebFeradaan public relations dalam fokus penelitian ini, peneliti paparkan data di lapangan secara berturut-turut mengenai keberadaan public relations secara formal dalam institusi pondok pesantren Lirboyo, para pelaku public relations, dan berbagai kegiatan yang mengarah pada public relations. Keberadaan public relations dalam suatu lembaga pendidikan merupakan salah satu bagian dari manajemen yang merupakan komponen penyempurna dari suatu organisasi pendidikan atau pendidikan Islam. Suatu organisasi atau lembaga pendidikan, dalam menjalankan kerjanya sebaiknya melibatkan masyarakat. Merupakan suatu keniscayaan apabila
dalam menjalin hubungan dengan
217
218
masyarakat tanpa adanya public relations. Demikian pula yang terjadi di pondok pesantren. Sebuah pondok pesantren dapat tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat dan era globalisasi sekarang ini, diperlukan pengelolaan fungsi public relations dengan baik, walaupun secara formal tidak nampak. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Maftukhin: Public relations kalau diartikan bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan public, yang meliputi masyarakat secara luas, unsur pemerintah maupun ormas, sebetulnya yang paling sukses dan berhasil adalah justru pondok pesantren. Walaupun pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri dan dalam realitanya, pondok pesantren selama ini mampu berdampingan dengan unsur pemerintah, dan mendapat dukungan dari masyarakat 1 Lebih lanjut Maftukhin menyatakan: …tidak ada pesantren terutama salafi yang pernah mendemo kiai atau kebijakan yang ada di pondok pesantren. Apalagi sampai bertindak anarkhis. Dalam catatan sejarah, belum pernah dijumpai santri yang mendemo kiai atau pondoknya. Hal yang senada juga dijelaskan oleh Mustaghfirin, Publik relations di pondok pesantren secara formal tidak ada. Adanya seksi penerangan, yang memberikan informasi mengenai pondok kepada para santri. Termasuk juga melayani para tamu. Kalau public relations dalam arti yang luas belum ada seksi tersendiri, namun secara fungsi sebenarnya makna public relations telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau masalah perekrutan santri baru, ponpes tidak pernah memasang spanduk ataupun brosur, namun kami melakukan aksi langsung kepada masyarakat. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan secara langsung, namun kami telah menjalankan fungsi-fungsi public relations.2 1 2
Wawancara dengan Maftukhin, Alumni Ponpes Lirboyo, 18 Mei 2011 Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
219
Murtadho juga menjelaskan, bahwa: Secara formal, kehumasan di pondok pesantren memang tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau masalah pencarian santri, ponpes tidak pernah memasang spanduk ataupun brosur, namun kami melakukan aksi langsung kepada masyarakat. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan diri secara langsung, namun ponpes telah menjalankan fungsifungsi kehumasan.3 Lebih lanjut Murtadho menjelaskan: Di ponpes ini yang diutamakan memang menuntut ilmunya. Kalau masalah berkiprah di masyarakat (selama masih menjadi santri di pondok), itu hanya kalau ada yang membutuhkan saja. Karena di sini yang penting bisa merampungkan mengajinya dulu, baru mengajar/menjadi ustadz di madrasah/pesantren di daerahnya masing-masing.4 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa keberadaan public relations secara struktural tidak ditemukan di ponpes Lirboyo. namun public relations jika dimaknai dengan menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat dan pihak manapun, pada hakekatnya pesantren telah melakukan itu. Setiap unsur yang ada di ponpes telah melakukan public relations. Hal ini terbukti dengan adanya jalinan atau hubungan yang baik antara ponpes dengan masyarakat, pemerintah maupun non pemerintah. Terdapat seksi penerangan di ponpes Lirboyo yang bertugas memberikan
3
informasi
mengenai
kebijakan
pondok
dan
juga
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Observasi peneliti terhadap jadual harian pondok menunjukkan bahwa jadual mengaji, sekolah di madrasah, musyawarah dan muhafadhah sangatlah padat. Hanya ada waktu sekitar 6 jam dalam sehari santri bisa istirahat. 4
220
berinteraksi dalam hal pelayanan tamu yang berkunjung ke pondok. Seksi ini bersifat internal pondok, dan belum mengarah pada fungsi dari public relations secara makro. Public relations sendiri adalah bagian dari organisasi yang menjadi ‖jembatan komunikasi‖ antara sebuah institusi dengan publiknya sehingga tercipta pengertian bersama yang berdampak terhadap penciptaan citra positif dan dukungan dari publik terhadap eksistensi ponpes. Dari pernyataan tersebut di atas, santri sebagai bagian dari ponpes, mereka mengutamakan ngaji, menuntut ilmu, dan tidak pernah menunjukkan sikap yang kontroversi dengan pondok, apalagi terhadap kiainya. Adanya sikap santri ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang baik antara santri-pengurus dan kiai, didukung dengan kiprah para santri ketika mereka mengabdi di masyarakat. Hal ini memberikan nilai plus dalam kehidupan masyarakat dan juga merupakan humas yang tidak disadari. Mustaghfirin mengemukakan: Kalau masalah humas ada yang mengurusi, tapi namanya seksi penerangan. Namun seksi penerangan ini tugasnya memberikan informasi baik kepada santri maupun kepada pengurus dan kiai. Baik itu berkaitan dengan persuratan, wesel, undangan, maupun informasi yang harus diketahui baik oleh santri maupun pengurus. Kalau masalah yang berkaitan dengan kebijakan mengenai hubungan dengan masyarakat luar maupun intern (masyarakat sekitar ponpes), itu bukan tugas seksi kehumasan. Selama ini di pondok yang mengurusi masalah luar/publik dimusyawarahkan. Ada permasalahan dimusyawarahkan bersama dengan kiai. Kami di pondok ini tugasnya menuntut ilmu, mengaji, sawir, musyawarah, dan bahtsul masail.5 5
Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Dalam struktur kepengurusan pondok pesantren memang tidak ditemukan bidang public relations
221
Salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Miftahuddin, mengemukakan: Yang namanya public relations itu artinya menjalin hubungan yang baik dengan dunia luar, baik itu masyarakat secara luas, maupun unsur-unsur lain. Walaupun pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut biasanya diperankan oleh para santri, alumni dan juga karisma kiai.6 Adapun mengenai pelaku public relations di pondok pesantren Lirboyo diperankan oleh semua elemen yang ada di pondok pesantren Lirboyo, yang meliputi: kiai, santri dan alumni sebagaimana paparan temuan data di lapangan berikut ini: Mengenai pelaksana syi‘ar atau public relations di pondok pesantren Lirboyo, Mukhlas mengemukakan: Public relations di pondok pesantren secara formal tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Fungsi-fungsi public relations dijalankan dengan baik oleh para santri dan para alumni. Mereka biasanya mengadakan dakwah dalam kegiatan seperti Safari Ramadhan, dan juga menyebar kalender.7 Hal yang senada juga dijelaskan oleh Nasihuddin, dia mengemukakan: Yang saya ketahui kehumasan di pondok pesantren memang tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Kalau dalam masalah santri, saya rasa pondok lirboyo tidak pernah melaksanakan publikasi, namun hanya melalui kiprah tersendiri. Adanya pengurus yang bertugas melayani tamu dan memberikan informasi mengenai pondok ke santri maupun tamu. Hasil observasi peneliti, 27 Sepetember 2011 6 Wawancara dengan Miftahuddin Yasin, Alumni Ponpes Lirboyo, 27 September 2011 7 Wawancara dengan Mukhlas, Alumni Ponpes Lirboyo 8 September 2011
222
alumni. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kami tidak mempublikasikan diri secara langsung, namun ponpes telah menjalankan fungsi-fungsi kehumasan.8 Salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo yang juga menjadi Kiai di Pondok Pesantren Kunir, Asmawi, mengemukakan: Pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-fungsi dari public relations itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut biasanya diperankan oleh para santri, alumni dan juga kharisma kiai. Para alumni seperti saya dan teman-teman yang lain tetap membawa label pondok Lirboyo. Jadi apabila mereka berkiprah di masyarakat, maka almamater pondok pesantren Lirboyo pasti akan melekat.9 Hal yang senada juga dijelaskan oleh Bagus yang sekarang mengelola ponpes Ma‘hadul Ilm wa Amal mengemukakan: Public relations di pondok pesantren secara formal tidak ada namun secara fungsi sebenarnya telah dilaksanakan oleh semua unsur yang ada di pondok pesantren. Fungsi-fungsi itu dijalankan dengan baik oleh para santri dan para alumni. Mereka biasanya mengadakan dakwah dalam kegiatan seperti Safari Ramadhan, dan juga menyebar kalender. Bahkan para alumni banyak yang mempunyai kiprah yang bagus di daerah asalnya. Maka hal itu akan menjadi fungsi public relations tersendiri.10 Hal tersebut diperkuat oleh observasi yang peneliti lakukan, bahwa di Pondok Pesantren Lirboyo secara formal tidak ditemukan adanya organisasi yang menaungi public relations, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan dan dijalankan oleh santri, Kiai dan alumni. Aktifitas kiai di lurah pondok pesantren ataupun sebagai
8
Wawancara dengan Nasihuddin, Alumni Ponpes Lirboyo 8 September 2011 Wawancara dengan Asmawi, Alumni Ponpes Lirboyo, 27 September 2011 10 Wawancara dengan Bagus, Alumni Ponpes Lirboyo 8 September 2011 9
223
muballigh secara tidak langsung membawa almamater pondok pesantrennya, sehingga fungsi public relations dijalankan.11 Selain itu, alumni yang merupakan output dari proses pendidikan, memberikan kontribusi berupa dukungan yang sangat besar bagi pondok pesantren tersebut. Misalnya alumninya ada yang sudah menjadi profesor atau kiai, maka image pesantren tersebut juga akan mendapatkan prestige tersendiri di kalangan masyarakat umum. Jadi, public relations di pondok pesantren tersebut secara formal memang tidak ada, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan oleh elemen-elemen yang ada di pondok pesantren Lirboyo Kediri. Lebih dalam lagi, mengenai hubungan pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat, Reza mengemukakan bahwa pondok pesantren
Lirboyo
menggunakan
strategi-strategi
tertentu
yang
dijalankan melalui suatu pendekatan, yaitu: Pendekatan yang kami lakukan cultural approach, yaitu pendekatan kultur atau budaya. Ponpes lebih melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, kemudian ponpes cenderung melengkapi, dan mengayomi. Jadi ponpes tidak memaksakan masyarakat harus berbuat seperti ini atau itu, tidak memaksa masyarakat untuk mengikuti ini atau itu, tetapi justru mengarahkan masyarakat lewat budayanya. Kedua, religious approach, yaitu pendekatan agama, melalui pendidikan dan sisi sosial, dengan berpegang pada kitab kuning. Lirboyo tidak pernah mengajarkan rumus matematika, kimia, Max Weber, Antonio, dan lain-lain, akan tetapi kandungan-kandungan yang ada dipoles secara Islami sehingga yang diajarkan ponpes Lirboyo asli dari kitab kuning, kitab kuning yang kontekstual.12 11 12
Observasi di Pondok Pesantren Lirboyo, 27 September 2011 Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011
224
Dari penjelasan Reza di atas, memberikan pemahaman bahwa pondok pesantren masih tetap berada dalam ke-natural-annya, yaitu ciri khas salafiyah yang berupa pembelajaran kitab kuning. Dengan tetap berpijak dari kitab kuning ini, santri tidak hanya disuruh membaca kitab dan mengaji saja, akan tetapi juga menelaah masalah-masalah kontekstual yang terjadi di masyarakat. Dengan menelaah kitab kuning dan mempelajarinya secara holistik, maka seorang santri akan mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas yang akhirnya mampu berguna di masyarakat. Ketika santri sudah memiliki bekal yang kuat inilah, maka potensi dan perilaku santri akan berdampak pada pelaksanaan
public
relations
itu
sendiri.
Lebih
lanjut
Reza
mengemukakan: Ya... memang seperti itu. Prinsip kami, berawal dari pembelajaran kitab kuning, lalu kita ajarkan kepada mereka, sehingga berangkat dari pendekatan melalui kitab kuning, lalu masuk ke masyarakat melalui alumni-alumni dengan berpegang teguh pada kitab kuning. Dengan cara tersebut pada hakekatnya menunjukkan dua hal: 1) Ponpes eksis dengan kitab kuning, dan 2) Ponpes mempertahankan kualitas pondok secara istiqomah /eksis dengan kitab kuning. Dari dua hal ini, saya sangat yakin bahwa masyarakat semakin lama semakin butuh, karena sekarang ini mencari orang yang menguasai kitab kuning sudah susah sekali.13 Dari paparan data di atas, memberikan pemahaman bahwa Pondok pesantren Lirboyo merupakan pondok dengan ciri khas
13
Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Dalam pandangan Reza, adanya pengaruh globalisasi dan informasi mendorong masyarakat untuk hidup hedonis dan kapitalis akan menyebabkan masyarakat mencapai titik jenuh. Sekarang ini sudah mulai banyak yang back to nature dalam pendidikan. Apalagi maraknya kasus tawuran antar pelajar, demonstrasi dan sebagainya. Selama ini belum pernah ada santri yang demo maupun terlibat tawuran.
225
salafiyah, yaitu: 1) Pondok pesantren eksis dengan kitab kuning, dan 2) Pondok pesantren mempertahankan kualitas pondok secara istiqamah dengan kitab kuning walaupun juga masih merespon tantangan globalisasi yang berupa penggunaan komputer, internet dan sebagainya. Santri tidak pro aktif dengan aktivitas-aktivitas yang ada di masyarakat. Mereka di pondok pesantren semata-mata memang diproses untuk matang secara keilmuannya dulu. Baru setelah lulus dari madrasah mereka berkiprah sebagai ustadz (mustahiq) di Lirboyo ataupun di masyarakat. Karena secara keilmuan sudah matang, maka masyarakat memandang santri dari lirboyo memiliki kapasitas bagus, bisa berinteraksi dengan masyarakat dan sebagai sosok yang memiliki wawasan pengetahuan agama yang luas, sehingga masyarakat menaruh kepercayaan pada Lirboyo dari hasil kualitas outputnya. Bahkan santri di pondok pesantren Lirboyo juga banyak yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi, namun tradisi kitab kuning selalu dipegang dan digunakan sebagai referensi yang valid untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi. Dari sinilah kegiatan-kegiatan pondok pesantren yang berdampak pada public relations berjalan. Reza mengemukakan: Saya yakin dengan pengaruh globalisasi pendidikan mereka akan mengalami tingkat kejenuhan, sehingga akan back to nature. Dan inilah yang membuat saya tertarik untuk tetap mempertahankan kitab kuning. Walaupun saya juga sudah belajar kitab putih juga (Reza studi lanjut S3 di UGM mengambil jurusan perbandingan agama) saya juga belajar bermacam-macam kitabnya orang Barat, pemikiran-pemikiran tokoh Barat, namun menurut saya tetap memegang prinsip saya, bahwa yang paling
226
bagus tetap kitab kuning. Kitab kuning harus dikuasai santri, masalah selanjutnya mau dilebarkan, dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang aktual. Namun tetap berpegang teguh pada ajaran yang ada di kitab kuning.14 Ia juga menambahkan: Saya yakin santri mengaktualisasikan kitab kuning. Dan saat ini santri sudah dikader. Setiap alumni sebelum tamat diharuskan untuk membuat karya ilmiah. Sebelum mereka keluar, mereka diwajibkan untuk membuat suatu produk karya ilmiah. Ini contohnya, yang kemudian dibukukan, dan dijual bebas, diterbitkan oleh Lirboyo sendiri, Lirboyo Press. Ini adalah hasil dari Bahtsul Masail. Intelektual mereka, sekolah mulai awal hingga akhir menjelang tamat, mereka kita rangsang untuk mengamati kehidupan sosial yang sifatnya faktual aktual, kemudian kita diskusikan bersama dalam bahtsul masail, hasilnya ditulis dalam bentuk karya ilmiah, kemudian dibukukan. Ini sama halnya dengan mahasiswa mengerjakan tugas akhir skripsi ataupun tesis.15 Jadi santri yang ada di pondok pesantren Lirboyo tersebut dikader untuk mempelajari kitab kuning secara holistik dan akan menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat. Jika suatu pondok pesantren mempunyai alumni yang berguna dan mampu menerbitkan karya ilmiah, maka pondok pesantren tersebut dengan sendirinya akan dipercaya
oleh masyarakat
sebagai
lembaga
pendidikan yang
berkualitas. Maka secara tidak langsung, pondok pesantren Lirboyo tersebut telah mengadakan public relations, walaupun secara formal tidak terdapat organisasi khusus yang menangani hal tersebut. Akhirnya dapat dikatakan, public relations di pondok pesantren Lirboyo ini bersifat natural atau pure, karena seluruh elemen yang ada di pondok 14
Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011 Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Saat itu pula peneliti melakukan observasi terhadap beberapa buku sebagai karya santri salaf Lirboyo. Bukubuku tersebut telah ada di beberapa toko buku yang ada di kota Kediri. 15
227
pesantren, mulai dari Kiai sampai dengan santri, bahkan alumninya secara otomatis telah menjalankan fungsi public relations tatkala mereka melakukan tugas pokok dan fungsinya, baik di internal maupun eksternal pondok pesantren. Figur kiai, bertugas sebagai guru, muballigh, dan manajer. Ketika sebagai guru, kiai menekankan pada kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitarnya agar memiliki kepribadian Muslim yang utama. Sebagai muballigh, kiai berupaya menyampaikan ajaran Islam
kepada
siapapun
yang
ditemui
berdasarkan
prinsip
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma'rûf nahi munkar-ta'murûna bi al-ma'rûf watanhauna 'an al-munkar). Sebagai manajer, kiai memerankan pengendalian pada bawahannya. Hal inilah yang menjadikan kiai mendapat posisi yang terhormat di kalangan masyarakat. Tatkala menjalankan tugasnya tersebut, kiai menunjukkan perilaku yang bisa dijadikan uswah hasanah dan sekaligus menanamkan nilai-nilai kultural yang secara alamiah akan berdampak terhadap pelaksanaan fungsi public relations. Demikian pula santri dengan penguasaan kitab kuning, aktivitas dalam setiap seksi seperti: penerangan, pendidikan, dakwah, sosial, kesehatan dan lain-lain disertai perilaku taat dan tawadlu, secara otomatis berdampak pula pada public relations. Tidak hanya itu, alumni dengan aktivitasnya di masyarakat seperti: pengajian rutin, safari ramadhan, komunitas
228
jaringan juga berdampak pada public relations. Dan inilah yang merupakan bentuk kegiatan public relations di pondok pesantren. Fenomena tersebut di atas dikatakan public relations yang bersifat
natural,
karena
fungsi
public
relations
dijalankan dengan sendirinya secara alamiah walaupun tidak ada komando secara langsung dari top manajer untuk menjalankan public relations. Fungsi public relations telah melekat dan dijalankan dalam aktivitas sehari-hari lebih karena adanya kewajiban moral dari semua elemen yang ada di pondok pesantren salafiyah tersebut. 2.
Komunikasi yang Dijalankan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Humas atau public relations adalah salah satu cabang ilmu komunikasi yang sangat penting. Komunikasi diperlukan pada pondok pesantren supaya tidak terjadi salah paham dengan berujung pada konflik sebagai akibat perbedaan persepsi yang disebabkan tidak dikelolanya
komunikasi
dengan
baik.
Komunikasi
yang
baik
menghasilkan iklim organisasi yang demokratis dan lebih menghargai sesama anggota. Setiap pondok pesantren pasti melakukan fungsi humas baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun organisasi, dan masyarakat, karena komunikasi merupakan induk dari humas atau public relations. Dengan komunikasi yang baik, maka public relations juga akan berjalan dengan baik. Adapun komunikasi yang dijalankan oleh pondok pesantren Lirboyo meliputi komunikasi internal dan
229
eksternal, yang peneliti paparkan berdasar temuan data di lapangan sebagai berikut. Komunikasi eksternal pondok pesantren salafiyah Lirboyo sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh Murtadho dan Mustaghfirin sebagai berikut: Untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, mengenai kegiatan (event) keagamaan, kami mempublikasikan kegiatan tersebut baik melalui spanduk, brosur, di internet, dari mulut ke mulut, dan lain-lain. Sedangkan untuk promosi pondok kami tidak pernah pasang spanduk, namun kami menyediakan brosur sederhana sekadar informasi bagi para orang tua atau masyarakat luas yang ingin memondokkan anaknya disini. Itupun hanya sekadar satu lembar foto copi saja.16 Jadi
mengenai
komunikasi
dengan
masyarakat,
yang
berkenaan dengan informasi tentang pondok pesantren, pihak ponpes Lirboyo tidak selalu aktif dalam melakukan komunikasi secara personal, namun pondok pesantren melakukan komunikasi tersebut melalui event yang mendatangkan perhatian masyarakat banyak dan biasanya pondok pesantren Lirboyo membentuk kepanitiaan untuk mengurusi hal tersebut. Mengenai komunikasi pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat luas dan mengenalkan pondok pesantren dengan masyarakat, pondok pesantren Lirboyo menggunakan selebaran yang isinya profil pondok pesantren dan dibagikan kepada masyarakat yang ingin memondokkan anaknya di Pondok Pesantren Lirboyo.
16
Wawancara dengan Mustaghfirin dan Murtadho, Lurah Ponpes Lirboyo 27 September 2011. Peneliti mengecek informasi tersebut melalui surat masuk dan keluar maupun brosur, spanduk dan baligho yang ada. Hasil observasi dan cross check data peneliti menemukannya.
230
Di samping itu, pondok pesantren Lirboyo juga tidak kalah dalam hal komunikasi lewat dunia maya, karena pondok pesantren Lirboyo sudah mempunyai website sendiri, dan setiap aktifitas yang dijalankan ponpes selalu di-update melalui website. Sarana komunikasi ponpes melalui website ini bisa bermanfaat pada masyarakat luas, karena kesan elitis ponpes akan mulai bergeser dengan adanya media ini. Selama ini masyarakat yang ingin mengetahui banyak tentang ponpes seolah ada batasan karena kesan ekslusif dari ponpes itu sendiri. Apalagi pengaruh kharisma kiai menjadikan masyarakat yang ingin mengetahui banyak tentang ponpes, mereka harus datang sendiri ke ponpes atau bahkan pernah hidup di ponpes. Dengan adanya website ponpes bisa menghilangkan kesan eksklusif dan elitis tersebut.17 Terlebih lagi dengan adanya saluran-saluran kegiatan keagamaan bisa menjadikan komunikasi eksternal ponpes dengan masyarakat menjadi semakin baik. Di samping hal-hal tersebut di atas, komunikasi eksternal pondok pesantren Lirboyo dengan masyarakat dipengaruhi juga oleh kharisma kiainya. Reza mengemukakan: Kalau masalah komunikasi dengan masyarakat, ini terjadi dengan sendirinya. Kami tidak pernah meminta ataupun mengomando masyarakat untuk berbondong-bondong tawadlu’/patuh dengan kiai, saya kira itu semua karena ilmu dan perilaku kiai itu sendiri. Mereka sebagai uswah di masyarakat.18
17
Observasi peneliti, terhadap kunjungan publik pada website ponpes lirboyo, 12 Oktober
2011 18
Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011
231
Mengenai kharisma kiai, Reza menjelaskan: ...disadari ataupun tidak, kharisma kiai itu memang iya adanya. Jangankan kiai, para Gus sendiri juga disadari ataupun tidak, bisa pula dikatakan sebagai publikator. Karena nama pondok akan melekat pada diri mereka, dan apapun aktivitas yang dilakukan, nama besar pondok melekat pada diri mereka19 Jadi komunikasi masyarakat dengan pondok pesantren di Lirboyo secara tidak langsung dipengaruhi oleh kharisma seorang kiai. Kiai tersebut menjadi panutan masyarakat baik dalam tingkah laku maupun perihal keagamaan, bahkan dianut perkataan-perkataannya. Selain dipengaruhi oleh kharisma seorang kiai, komunikasi pondok pesantren dengan pihak luar juga dipengaruhi oleh reality action yang dilakukan oleh santri maupun para alumni, yang tersebar di pelosok-pelosok Nusantara, bahkan sudah ada yang mampu mendirikan pondok pesantren. Reza mengemukakan: Selain kharisma figur, kita sebenarnya juga memakai publikasi, yaitu dengan cara memanfaatkan para alumni di berbagai daerah, karena yang paling kuat adalah melalui jaringan alumni, sehingga dalam waktu dekat sudah terpublikasi dengan sendirinya. Di samping itu, kami memakai media elektronik, via TV walau bersifat lokal, website, facebook alumni, dan lain-lain. Namun sebenarnya yang paling kuat adalah jaringan alumni. Sebagai contoh, secara riil kami tetap memiliki informasi dari tiap HIMASAL (Himpunan Alumni Santri Lirboyo). Satu hal yang menarik, ketika kita menempatkan para alumni-alumni untuk aktif di HIMASAL, mereka selalu mengedepankan prinsip-prinsip yang telah diajarkan di ponpes dulu dan selalu berpegang teguh pada petuah-petuah dari kiai.20
19
Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011 Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011. Keaktifan Himmasal di masyarakat terbukti dengan mapannya program yang dijalankan oleh Himmasal berupa ‗dzikir jauzan‘ dan ‗dalail‘ setiap selapan (36 hari) dan juga safari ramadhan. (observasi peneliti terhadap alumni santri Lirboyo di wilayah Tulungagung dan Kediri. 20
232
Berdasarkan penjelasan di atas, saluran-saluran komunikasi eksternal yang digunakan pondok pesantren Lirboyo melalui berbagai macam kegiatan public relations yaitu: melalui jaringan media elektronik, website, facebook, jaringan alumni dan kharisma kiai. Sedangkan komunikasi internal pondok pesantren Lirboyo dijalankan secara prosedural dan bertingkat. Artinya setiap kali komunikasi
dilihat
dulu
konteks
dan
situasinya,
tingkat
masalah/problemnya, dan dimusyawarahkan dalam tingkat apa. Untuk menampung ini semua, maka pondok pesantren Lirboyo membentuk badan khusus, sebagaimana penjelasan yang tertera di buku Pondok Pesantren Lirboyo: Badan Penasehat Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK-P2L) membawahi dua organisasi besar yang berada di kawasan Ponpes Lirboyo sebagai wadah pusat terbesar yang mewadahi sistem organisasi pemerintahan sekaligus meninjau secara langsung keberlangsungan dan kesejahteraan pondokpondok unit. Selain itu juga sebagai pengontrol pusat semua komunitas organisasi yang berdiri di bawah naungan lembaga ponpes Lirboyo maupun dalam lembaga Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, baik yang sifatnya resmi atau otonom.21 Anggota dari BPK-P2L adalah: KH. Ahmad Idris Marzuqi, KH. Moh. Anwar Manshur, KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, KH. M. Abd. Aziz Manshur, KH. Imam Yahya Mahrus, KH. A. Habibulloh Zaini, KH. Thohir Marzuqi, KH. Rofi‘i Ya‘qub, KH. Maftuh Basthul Birri, KH. A. Mahin Thoha, KH. Hasan Zamzami Mahrus, KH. An‘im Falahuddin Mahrus, KH. Athoillah S. Anwar, KH. Nurul Huda Ahmad, KH. Nurhamid Zainuri, K. Abdul Kholiq Ridlwan, Agus H. Ali Ya‘lu Anwar, Agus H. Badrul Huda Zainal Abidin, Agus Dahlan Ridlwan, Agus H. Reza Ahmad Zahid.22 21
Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 September
2011 22
Tim, TAP BPK-P2L 1, (tk: tp, 2010), h. 11. Hal senada juga disampaikan oleh M. Ibrahim Hafidz, bahwa anggota BPK-P2L adalah perwakilan dari dzurriyyah KH. Abdul Karim, tidak ada batasan yang pasti tentang keterwakilan tiap bani dari dzurriyyah KH. Abdul Karim, selama mempunyai kredebilitas tinggi serta niat untuk memajukan Ponpes Lirboyo, maka
233
Komunikasi baik internal maupun eksternal di Ponpes Lirboyo tidak semata dilakukan oleh Pengasuh. Artinya adalah, bahwa para pengurus turut pula menentukan kegiatan perencanaan tersebut. Hal ini terjadi karena pengurus tidak lain adalah pelaksana teknis dari tugastugas para pengasuh.23 Tentunya dengan demikian peran serta para pengurus menjadi mutlak diperlukan. Hanya saja tidak semua pengurus dapat mengikuti sidang BPK ini, pengurus yang dapat mengikuti sidang BPK adalah pengurus harian yang terdiri dari Ketua Umum, Ketua Satu sampai Empat, dan Sekretaris Umum.24 BPK-P2L memiliki agenda rapat rutin tiga kali dalam satu tahun, rapat tersebut memang tidak direncanakan secara persis kapan dilaksanakan mengingat kesibukan yang dijalani oleh para pengasuh Lirboyo, namun rapat tersebut diselenggarakan pada beberapa bulan yang telah disepakati. M. Ibrahim Hafidz menyatakan: Untuk sidang pertama BPK biasanya dilakukan pada bulan Selo, Syawal, dan Besar. Sidang kedua BPK dilakukan antara bulan Syura dan Safar, sidang ketiga BPK dilakukan pada Jumadil Akhir. Sidang BPK-P2L tersebut memiliki muatan isi tersendiri. Kalau sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua berisi tentang jawaban atau juga keputusan dari para masyayekh terkait beberapa pertanyaan atau juga masukan dari para santri dan juga pengurus, serta reshuffle pengurus untuk periode mendatang, dan laporan pertanggung jawaban bendahara pondok. Sedangkan sidang ketiga BPK-P2L berisi usulan pengurus baru serta laporan pertanggung jawaban bendahara pondok.25 keberadaannya akan dapat diterima. Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 September 2011. 23 Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011 24 Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011. 25 Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011
234
Hal senada juga disampaikan oleh Imam Mustaghfirin AK: Bahwa sidang BPK-P2L dalam setiap tahunnya dilakukan tiga kali. Hanya saja waktunya tidak dapat ditentukan, mengingat kesibukan dari masyayikh (para Pengasuh), selain itu pula ada rapat BPK-P2L yang tidak teragendakan, misalnya terkait sosialisasi program dari pemerintah atau juga permasalahan mendesak yang perlu dipecahkan bersama-sama. Pengajuan untuk mengadakan sidang tersebut dalam bentuk formal, yaitu surat yang oleh pengurus Ponpes diberikan kepada KH. Aziz Paculgowang Jombang yang termasuk salah satu anggota BPK-P2L. setelah itu pengurus menunggu kepastian jawaban dari para Masyayikh.26 Meski demikian, sidang yang diagendakan setahun tiga kali tersebut
tetap berjalan tanpa
kendala. M.
Fahmi
Al-Hakimi
menegaskan, pelaksanaan dari sidang BPK tersebut memang tidak dapat ditentukan, namun biasanya sebelum melakukan sidang, para pengurus mengajukan surat permohonan dua minggu sebelumnya kepada masyayikh terkait pelaksanaan sidang. 27 Keberadaan BPK-P2L sebagai wadah tertinggi di Lirboyo memainkan peran penting dengan demikian dapat dipahami. Selain sebagai sebuah badan yang mensinergikan hubungan antara organisasi di bawahnya, BPK-P2L juga berfungsi sebagai peredam konflik internal. Terkait perencanaan komunikasi, memang para pengurus pondok dan masyayikh yang tergabung dalam anggota BPK-P2L memiliki serta merencanakan agenda-agenda komunikasi yang disetujui bersama. Perencanaan tersebut berguna untuk lebih memaksimalkan hasil dalam sidang yang ada. Semua lembaga yang berada di bawah 26
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
27
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
2011 2011
235
BPK-P2L juga melakukan atau mengadakan perencanaan sidang dengan BPK-P2L supaya komunikasi yang ada tetap berjalan serta adanya masukan demi perbaikan lembaga itu sendiri. M. Thohari Muslim dalam sebuah wawancara menegaskan: Dalam Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien juga memiliki sidang, biasanya dilakukan setiap satu kuartal sekali. Adapun satu kuartal itu adalah empat bulan, sehingga satu tahun Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien memiliki tiga sidang besar. Dalam rapat yang diselenggarakan oleh pengurus Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, pada rapat puncak Masyayikh juga hadir untuk memberikan petunjuk. Selain memberikan saran-saran terkait kendala yang dihadapi, yang paling penting adalah pengasuh menjadi penentu kebijakan dalam setiap permasalahan yang ada.28 Tidak hanya Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, lembaga di bawah BPK-P2L yang berdiri semi otonom seperti LIM (Lembaga Ittihadul Muballighin)
29
juga memiliki perencanaan sidang besar tiga
kali dalam setahun. Perencanaan tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya benturan dengan agenda yang lain. 30 Hal ini wajar saja mengingat kesibukan para pengasuh dalam kesehariannya, serta agenda-agenda baik dari pondok maupun madrasah yang sangat padat. Untuk
mengatur/membuat
jadwal
dalam
wilayah
manajemen
komunikasi khususnya perencanaan, tentunya dibutuhkan kesabaran 28
Wawancara dengan M. Thohari Muslim, Mudier Empat Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo, 19 April 2011. 29 Lembaga Ittihadul Muballighin (LIM) atau juga Safari Ramadhan adalah Lembaga semi otonom yang secara hakiki sudah ada semenjak zaman KH. Abdul Karim, lembaga tersebut sebagai media dakwah Ponpes Lirboyo kepada masyarakat luas, terkait hukum sebuah masalah, atau menyiarkan hasil bahtsul masail yang dilakukan oleh Ponpes Lirboyo. Fungsi LIM kemudian tidak sebatas pada penyampaian fatwa hasil bahtsul masail semata, namun juga mengirimkan para ustadz ke ponpes lain serta mengisi dakwah pada moment puasa di sekolah-sekolah atau instansi yang menghendaki. KH. Idris Marzuqi, Pengasuh Ponpes Lirboyo, dalam, CD dokumentasi Mengenal Lirboyo, Kediri: Panitia Pusat Peringatan Satu Abad Lirboyo, 1431 H/2010. 30 Wawancara dengan Ainul Hakim, Penasehat Aktif Lembaga Ittihadul Muballighin, 24 April 2011.
236
dalam menunggu waktu senggang yang ada supaya hasil sidang itu nanti benar-benar membawa manfaat bagi semua orang yang berada di lingkungan ponpes Lirboyo. Hal itu menunjukkan bahwa komunikasi internal yang ada berjalan secara prosedural dan bertingkat, dimulai dari rapat bulanan, kuartal dan tahunan. Suasana dalam rapat menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan sopan santun, baik dalam menyampaikan pertanyaan, pernyataan maupun argumentasi, menyanggah maupun memberi masukan. Apalagi kalau waktu itu kiai hadir, kami menyampaikan kepada kiai dengan bahasa yang sesopan mungkin.31 Sebelum mengadakan rapat BPK-P2L yang diagendakan tiga kali dalam satu tahun, para pengurus pondok juga mengadakan rapatrapat kecil. Hal itu dimulai dari para seksi yang tugasnya membantu para ketua. M. Fahmi Al-Hakimi menjelaskan, rapat seksi tersebut secara formalitas juga memberikan surat pemberitahuan kepada sekretaris umum ponpes Lirboyo, biasanya 2 minggu sebelum para seksi mengadakan rapat internal seksi. Rapat seksi tersebut nantinya menghasilkan beberapa item yang akan dibawa ke tingkatan di atasnya, yaitu sidang ketua seksi dan dewan harian, dan setiap rapat kecil ada notulen tersendiri untuk melatih wilayah administrasi organisasi. Di sinilah terjadi komunikasi antar santri, ustadz maupun pengelola. 32
31
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 32
2011.
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
237
Santri diberikan hak untuk menyuarakan pendapat maupun usul yang membangun, demikian pula ustadz ataupun pengelola, namun dengan tetap memperhatikan adab. M. Mustaghfirin AK. Menegaskan: Sebelum menuju sidang BPK-P2L, rapat dalam Ponpes Lirboyo dimulai dari rapat kecil atau rapat para seksi. Yang mana seksi-seksi di Lirboyo ada dua belas seksi. Semua seksi yang ada juga mengadakan rapat kecil selama tiga kali dalam setahun. Rapat kecil tersebut mengundang ketua yang membawahinya. Masalah-masalah yang dibicarakan terkait kendala pelaksanaan program kerja, kemajuan yang telah dicapai, dan beberapa kebutuhan yang diperlukan oleh seksi itu sendiri. Semua data yang diperoleh berdasar dari hasil komunikasi yang telah berjalan di ponpes. Adapun Notulen diperlukan sebagai bahan rujukan ke rapat atau sidang yang lebih tinggi di atasnya. 33 Ulin Nuha menyatakan, rapat seksi juga berguna sebagai alat komunikasi antara ketua yang membawahinya dengan para anggota seksi. Terlebih memang ada sebuah seksi yang wilayahnya tidak semata pada pondok induk saja. Seperti seksi Pramuka, ruang lingkup kerja mereka juga pada pondok unit yang ada di kawasan Lirboyo, sehingga dengan adanya rapat seksi sangat membantu dalam menjaga komunikasi serta memecahkan masalah yang terjadi.34 Sementara menurut Arifin Bukhori, di awal tahun rapat seksi biasanya berisi tentang program kerja yang akan dilakukan, serta evaluasi atas kinerja tahun kemarin. Untuk rapat seksi kedua membahas hambatan dan evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan, serta catatan-catatan lain.
33
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
34
Wawancara dengan Ulin Nuha, Ketua Seksi Pramuka Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.
2011.
238
Dan untuk rapat seksi yang terakhir persiapan membuat laporan pertanggungjawaban seksi.35 Rapat atau sidang di atas rapat seksi adalah sidang Kasie. Sidang Kasie adalah sidang yang dihadiri oleh seluruh Ketua Seksi yang ada dengan para ketua yang membawahi. Dalam sidang ini, membahas beberapa persoalan, terutama point-point penting yang menjadi rekomendasi dari rapat seksi. Sidang Kasie juga membahas tentang hambatan, kemajuan, saran dan kritik terhadap kinerja yang ada.36 M. Mustaghfirin AK. menegaskan: Sidang Kasie adalah kelanjutan dari rapat seksi, yang dihadiri oleh pengurus dewan harian ponpes Lirboyo. Sidang ini membahas beberapa permasalahan yang tidak dapat diselesaikan pada tingkatan rapat seksi, atau membahas beberapa usulan dari tiap seksi. Apabila permasalahan belum berhasil mencapai titik temu, maka permasalahan akan dibawa menuju tingkat yang lebih tinggi, yaitu sidang Rapim.37 M. Ibrahim Hafidz juga memberikan pernyataan yang serupa: Sidang Kasie ini merupakan sidang dari keseluruhan seksi yang ada di Ponpes Lirboyo. Dalam sidang Kasie membahas segala hal yang terkait dengan permasalahan seksi itu sendiri. Ketua hanya mencoba memberikan masukan serta saran. Karena sebelum sidang diadakan telah ada laporan yang diperoleh para ketua, baik laporan tersebut tertulis maupun tidak tertulis. Sidang Kasie, secara formalitas merupakan pertemuan dewan harian dengan para ketua seksi untuk menindaklanjuti problem di wilayah seksi-seksi yang ada di ponpes Lirboyo.38
35 36
Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011. Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
2011 37
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 38
Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011
239
Sidang Kasie adalah bentuk pertemuan sebagai kelanjutan dari rapat seksi. Karena dalam rapat seksi mungkin pemecahan atas sebuah masalah tidak bisa diselesaikan sendiri. Atau bisa jadi pula anggota seksi memiliki usulan-usulan terkait program kerja atau beberapa hal yang diyakini mampu memperbaiki kinerja seksi mereka. Tentunya usulan tersebut akan disalurkan melalui sidang yang lebih tinggi di atas mereka, yaitu sidang Kasie. Setelah sidang Kasie, akan ada sidang lagi yang bernama sidang Rapim. M. Ibrahim Hafidz menjelaskan bahwa: Sidang Rapim adalah sidang yang dihadiri pimpinan atau ketua Ponpes Lirboyo, mulai dari pondok induk, unit, serta cabang Lirboyo yang ada di tiga wilayah, yaitu Desa Pagung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, cabang Turen Malang, cabang Bakung Blitar. Selain itu pula akan datang pimpinan dari badan semi otonom seperti majalah Misykat, Lembaga Ittihadul Muballighin, Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, dan Rumah Sakit Umum Ar-Risalah. Sidang ini juga membahas beberapa permasalahan pokok. Misalnya untuk pondok cabang yang jauh dari Lirboyo diminta laporan mereka sebelum sidang Rapim ini diadakan, sehingga ketika pelaksanaan sidang, pengurus pusat hanya akan memberikan masukan serta mendengarkan saran yang disampaikan. Sedangkan untuk pondok unit, para ketua pondok menyampaikan laporan perkembangan terakhir serta mungkin juga mengajukan usulan.39 Sidang Rapim merupakan lanjutan dari sidang Kasie, segala persoalan yang belum secara tuntas diselesaikan dalam sidang Kasie akan juga dibawa pada sidang ini. Namun karena sidang ini sudah merambah pada wilayah yang lebih luas, yaitu dengan adanya partisipasi para ketua dari pondok unit maupun cabang, serta lembaga
39
Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011
240
semi otonom di Ponpes Lirboyo, maka materi sidang yang ada benarbenar diperhatikan supaya nantinya tidak melebar dan tepat sasaran. Pertimbangan
efektif
dan
efisien
ternyata
benar-benar
diterapkan dalam sidang Rapim ini. M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan: Sebelum sidang Rapim ini dimulai, pengurus yang dalam hal ini sekretaris umum Ponpes Lirboyo mengirimkan surat undangan sekaligus pemberitahuan kepada para pimpinan pondok unit, cabang, serta lembaga semi otonom yang dimiliki Ponpes Lirboyo. Khusus untuk wilayah Bakung Blitar dan Turen Malang, mereka biasanya jarang hadir dikarenakan jauh jaraknya. Namun laporan tetap masuk serta komunikasi via telephon juga dilakukan sehari sebelum pelaksanaan sidang Rapim. Hal ini dilakukan supaya para ketua dari pondok unit, pondok cabang, dan lembaga semi otonom mengerti akan ketidakhadiran dari dua cabang Ponpes Lirboyo tersebut. Dan semua memaklumi atas ketidakhadiran dua pondok cabang, karena kalau ada waktu senggang, ketua dari dua pondok cabang tersebut sering melakukan kunjungan ke Ponpes Lirboyo.40 Sidang Rapim memang hanya dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris dari pondok induk, pondok unit, pondok cabang, serta lembaga semi otonom yang dimiliki oleh Ponpes Lirboyo. 41 Hal ini karena beberapa permasalahan yang ada pada tiap-tiap pondok telah dibicarakan pada tingkat yang paling rendah, yaitu rapat seksi, sehingga sidang Rapim ini lebih kepada tujuan sharing dan pemberian masukan atas beberapa kendala yang ada. Meski tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal baru seperti saran dan masukan dari beberapa ketua pondok yang hadir. Arif Bukhori menyatakan, bahwa pada sidang Rapim tersebut sifatnya koordinasi antara para pimpinan atau ketua 40
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
41
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 2011.
241
pondok induk, unit, cabang, dan lembaga semi otonom yang dimiliki Ponpes Lirboyo.42 Sidang selanjutnya sebagai kelanjutan dari sidang Rapim adalah sidang harian. Dalam sidang harian ini, dewan harian atau pengurus harian Ponpes Lirboyo mengumpulkan data-data, problem, saran, masukan, atau beberapa hal yang menjadi rekomendasi dari sidang Rapim. Ketika dalam sidang harian beberapa masalah sudah dapat dipecahkan oleh peserta sidang, maka pengurus harian tidak akan membawa hal tersebut ke sidang besar BPK-P2L, namun apabila ternyata mulai dari rapat seksi sampai sidang Rapim ada sebuah masalah yang belum dapat terpecahkan, maka pengurus harian akan membawa masalah tersebut ke sidang BPK-P2L. M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan bahwa sidang harian atau pimpinan harian ini menggodok atau mengolah beberapa hal yang menjadi keputusan dari Rapim. Juga memuat hasil-hasil sidang Rapim. Dari sini nanti akan dijadikan sebagai dasar pijakan untuk diajukan ke BPK-P2L.43 Senada dengan apa yang disampaikan oleh M. Fahmi AlHakim, M. Mustaghfirin menegaskan bahwa dalam sidang harian yang dilakukan adalah untuk menggodok materi yang akan dibawa ke BPKP2L, sedangkan materi-materi tersebut diambil dari sidang-sidang sebelumnya. Materi yang dibawa menuju sidang BPK-P2L adalah
42 43
2011
Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011 Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
242
beberapa hal yang mungkin membutuhkan pandangan dan keputusan dari Masyayikh.44 Sidang harian ini khusus dihadiri oleh Ketua umum, Ketua satu sampai empat, dan sekretaris. M. Ibrahim Hafidz menjelaskan: Bahwa, peserta sidang dalam sidang harian memang hanya terdiri dari ketua dan sekretaris saja. Pokok penting dari sidang tersebut adalah menyimpulkan hasil dan rekomendasi mulai dari rapat seksi sampai Rapim. Hanya saja kesimpulan tersebut diambil yang menjadi point penting saja serta beberapa hal yang dianggap perlu untuk meminta pandangan serta keputusan dari masyayikh. Setelah sidang harian dilaksanakan dan membawa point-point penting yang dijadikan rujukan untuk dibawa ke sidang BPK-P2L, maka biasanya sekretaris mengajukan permohonan kepada sekretaris BPK-P2L untuk meminta diadakan sidang BPK-P2L.45 Sidang harian dengan demikian memiliki fungsi penting untuk menjadi penyaring terakhir dari segala bentuk permasalahan yang ada di dalam Ponpes Lirboyo. Entah itu terkait usulan, saran, kritik, dan kebutuhan lain yang dianggap perlu oleh para santri, pengurus seksi, dan atau bahkan para pengurus harian itu sendiri. Sidang harian ini sifatnya penting karena dalam sidang harian ini akan ditentukan masalah-masalah yang akan dibawa ke BPK-P2L, sehingga dibutuhkan ketelitian dan kecermatan pengurus harian dalam membidik masalah yang akan dibawa ke BPK-P2L tersebut. Belum lagi keterbatasan waktu dan kesibukan Masyayikh yang sangat padat. Sidang BPK-P2L merupakan sidang tertinggi di Ponpes Lirboyo, dalam sidang tersebut bertemulah Masyayikh dengan 44
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
45
Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011
2011.
243
perwakilan santri, yang dalam hal ini diwakili oleh pengurus harian. Sidang BPK-P2L dalam satu tahun diagendakan dan dilaksanakan selama tiga kali. Dalam sidang ini membahas banyak hal, sebagaimana yang dijelaskan oleh M. Ibrahim Hafidz, sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua berisi tentang jawaban atau juga keputusan dari para masyayikh terkait beberapa pertanyaan atau juga masukan dari para santri dan juga pengurus, serta reshuffle pengurus untuk periode mendatang, dan laporan pertanggung jawaban bendahara pondok. Sedangkan sidang ketiga BPK-P2L berisi usulan pengurus baru serta laporan pertanggung jawaban bendahara pondok.46 M. Mustaghfirin juga memberikan pernyataan yang senada, bahwa sidang BPK-P2L berisi agenda antara lain membahas beberapa usulan dari para santri atau pengasuh, usulan pengurus baru, dan laporan pertanggungjawaban bendahara. Biasanya sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua masalah yang dibahas sama, yaitu Masyayikh mencoba menanggapi dan memberikan arahan kepada pengurus. Namun untuk sidang BPK-P2L ketiga ada perbedaan, karena di samping pembacaan laporan keuangan bendahara, biasanya ada usulan untuk calon pengurus baru.47 Sidang BPK-P2L ini juga ditemukan fakta menarik bahwa berhubung sifatnya yang sangat rahasia, terlebih sidang BPK-P2L yang ketiga. Maka para pengurus dilarang untuk memberikan pernyataan 46 47
2011
Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011. Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
244
sebelum hasil sidang BPK-P2L itu diumumkan melalui sidang pleno. M. Thohari Muslim menyatakan: Bahwa sidang BPK-P2L bersifat tertutup dan rahasia, terlebih pada masalah usulan mustahiq (guru) dan pengurus, baik pengurus pondok maupun madrasah. Hal ini untuk menghindari kecemburuan sosial dan meyakinkan para santri yang lain bahwa keputusan yang diambil dalam sidang BPK-P2L benar-benar objektif. Sebelum akhir tahun memang para mustahiq kelas tiga aliyah telah memberikan selembar kertas kepada para santri yang menyatakan apakah setelah lulus nanti mereka akan tetap di ponpes Lirboyo atau pulang. Keterangan yang sifatnya pribadi ini menjadi acuan dalam sidang BPK-P2L untuk memutuskan apakah santri tersebut layak menjadi pengurus pondok, pengurus madrasah, mustahiq, atau ditempatkan pada lembaga lain di wilayah Ponpes Lirboyo. Senada dengan M. Thohari Muslim, M. Fahmi Al-Hakim menyatakan: Sidang BPK-P2L yang paling menarik adalah terkait pengusulan pengurus baru. Yang mana dalam sidang ini berusaha memilah usulan dari para santri atau pengurus untuk kepengurusan yang akan datang. Meskipun sebenarnya tidak ada batasan untuk menjadi pengurus, artinya selama pengurus tersebut masih mampu untuk khidmah di ponpes dan melakukan pengabdian yang baik, ia akan tetap menduduki jabatan tersebut. Atau apabila memang ia telah merasa kesulitan membagi waktu, maka ia akan mencoba mencari figur penggantinya supaya dapat meneruskan pengabdiannya. Dalam sidang BPK-P2L yang membicarakan masalah reshuffle pengurus, semua pengurus memang merahasiakan hal ini. Karena untuk menghindari kecemburuan social di antara para santri. Meskipun setelah diumumkan dalam sidang pleno siapa saja nanti yang akan jadi pengurus oleh Masyayikh semuanya dapat menerima dengan lapang dada tanpa ada curiga.48 M. Mustaghfirin AK menyatakan, bahwa sidang BPK-P2L yang pertama dan kedua hampir tidak ada perubahan di dalamnya,
48
2011
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
245
namun pada sidang BPK-P2L yang ketiga, terdapat usulan pengurus baru, dalam pengusulan tersebut disertakan bad record dari siswa yang ada.49 Ainul Hakim menegaskan bahwa, berasal dari bad record tersebut nantinya para masyayikh akan memutuskan pengurus baru untuk periode mendatang.50 Sidang BPK-P2L, sebagai sidang tertinggi dan terbatas, artinya tidak semua santri dan pengelola bisa mengikuti rapat ini, namun bukan berarti tidak adanya unsur-unsur demokratis. M. Fahmi Al-Hakim menjelaskan, dalam sidang tersebut, Masyayikh terlebih dahulu mendengarkan pemaparan dari pengurus, kemudian melihat tanggapan dari pengurus terkait masalah tersebut, dan kemudian sebuah masalah diputuskan dengan bersama-sama. Meski kadang dalam beberapa hal Masyayikh telah memutuskan terlebih dahulu, hal tersebut terjadi karena Masyayikh telah lebih dahulu mengerti pokok masalahnya. Biasanya berangkat dari pengalamannya dengan para pengurus sebelumnya.51 Setelah sidang BPK-P2L berakhir, untuk mengetahui hasil dari sidang tersebut, selain dibuat sebuah buku yang menjadi pedoman para pengurus, biasanya juga diadakan sidang pleno.52 Sidang pleno ini 49
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 50
Wawancara dengan Ainul Hakim, Penasehat Aktif Lembaga Ittihadul Muballighin, 24 April 2011. 51 Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April 2011. 52 Buku-buku yang memuat segala keputusan BPK-P2L ini menjadi buku pegangan bagi pengurus dalam menjalankan kepengurusan mereka. Selain itu pula, buku keputusan BPK-P2L menjadi alat komunikasi yang efektif dari masyarakat internal Ponpes Lirboyo. Ketika mereka
246
dengan menghadirkan perwakilan seluruh elemen yang ada di Ponpes Lirboyo, mulai seksi, perwakilan pondok unit, pondok cabang, dan lembaga semi otonom di bawah naungan Ponpes Lirboyo. M. Ibrahim Hafidz menjelaskan, sidang pleno merupakan sidang yang bertujuan membacakan hasil sidang BPK-P2L, dalam sidang ini perwakilan dari seluruh seksi, pondok unit dan cabang, serta perwakilan lembaga semi otonom di Lirboyo juga datang untuk mendengarkan pembacaan hasil sidang BPK-P2L.53 Lebih lanjut tugas seksi humas dan logistik internal ponpes Lirboyo adalah: 1. Menyampaikan surat kepada si alamat; 2. Menyampaikan i‘anah selambat-lambatnya seminggu setelah diterima; 3. Mengusahakan konsumsi sidang/rapat dan konsumsi kantor ketika jam kerja; 4. Mengatur dan membersihkan tempat rapat; 5. Mengatur dan menyimpan alat-alat konsumsi dan akomodasi; 6. Melaporkan aktifitas dan inventaris kepada koordinator.54 Pembagian tugas yang diterima oleh pengurus dan susunan pengurus terdapat pada TAP BPK-P2L yang pertama pada setiap tahunnya. Dengan demikian, buku pedoman sekaligus tata cara kerja pengurus tentunya termaktub dalam buku TAP BPK-P2L yang pertama. Buku pedoman tersebut sebagai pegangan pengurus dalam menjalankan
merasa kesulitan dalam memutuskan sebuah masalah terkait pembagian kerja di tingkatan pengurus, mereka kemudian langsung saja membuka buku BPK-P2L yang berisi reshuffle pengurus dan job discribtion dari para pengurus itu sendiri. Dan hal ini juga diterapkan oleh lembaga lain dalam Ponpes Lirboyo seperti Madrasah Hidayatul Mubtadi-en, Misykat, serta Lembaga Ittihadul Muballighin. 53 Wawancara dengan M. Ibrahim Hafidz, Ketua umum ponpes Lirboyo, 21 April 2011. 54 Dokumentasi tupoksi kepengurusan ponpes Lirboyo Kediri.
247
masa khidmah mereka, sebagai bentuk langkah awal pelaksanaan komunikasi dalam Ponpes Lirboyo. Hal ini dapat diamati dari pola komunikasi yang sudah memberikan kewenangan tersendiri kepada ketua satu sampai empat terkait otoritas dan kewenangannya terhadap beberapa seksi dibawahnya. Hal ini bisa juga dilihat dari sisi pengorganisasian sebuah wilayah kerja. Hanya saja dalam wilayah komunikasi, ini nanti akan sangat berguna ketika terjadi sebuah bentuk komunikasi formal (misalkan rapat seksi). Tidak semua ketua bisa langsung mengikuti rapat yang diadakan internal sebuah seksi atau lembaga semi otonom di Lirboyo, hal ini memang telah sesuai dengan pembagian wilayah wewenang dan pembagian kerja yang ada. Pembagian wilayah wewenang dan pembagian wilayah kerja ini nanti sekaligus memberikan pemahaman bahwa arus komunikasi di Ponpes Lirboyo telah menemukan tempatnya. Arus komunikasi dimulai dari rapat tiap seksi, sebagaimana dijelaskan oleh Ulin Nuha yang menyatakan: Bahwa pada rapat seksi yang diadakan oleh seksi pramuka, maka yang menghadiri rapat tersebut adalah anggota seksi pramuka dengan ketua empat yang notabene memang membawahi seksi pramuka. Jarang sekali kalau memang tidak ada halangan, ketua empat kehadirannya digantikan oleh ketua tiga atau ketua dua. Selain itu pula, kalau ketua empat digantikan oleh yang lain, pola komunikasi tentunya menjadi berbeda. Berbeda dengan apabila rapat seksi tersebut memang dihadir oleh ketua yang memang benar-benar membawahinya.55
55
Wawancara dengan Ulin Nuha, Ketua Seksi Pramuka Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.
248
Pelaksanaan rapat seksi memang tidak terlepas dari peran ketua yang langsung membawahi tiap seksi yang ada di Ponpes Lirboyo. Dengan kehadiran ketua pada rapat seksi, selain membantu menyelesaikan masalah, juga menjadi motivator bagi tiap anggota seksi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Arifin Bukhori bahwa dalam rapat seksi ketua hadir tidak sebatas memberikan masukan, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Selain itu pula ketua menjadi motivator bagi kami untuk melakukan tugas tersebut dengan ihklas.56 Pelaksanaan rapat seksi seperti yang pernah dijelaskan oleh M. Fahmi Al-Hakimi, bahwa sebelum pelaksanaan rapat tersebut para pengurus seksi membuat surat atau pemberitahuan kepada pengurus harian dengan maksud supaya nanti ada sebuah jadwal terencana, sehingga rapat tersebut berjalan sesuai rencana dan tidak menemukan kendala yang berarti.57 Para ketua yang bertugas mengawal para seksi yang menjadi wewenangnya juga melihat bahwa rapat seksi adalah embrio dari arus komunikasi yang harus disalurkan dengan cara yang benar. Artinya, dari para seksi ini dapat digali informasi, saran, masukan, dan beberapa hal yang berhubungan langsung dengan kondisi riil Ponpes Lirboyo. Karena para anggota seksi merupakan tokoh pertama yang bersinggungan langsung dengan para santri. Rapat seksi di Ponpes Lirboyo dalam sisi pelaksanaanya, selain sudah terorganisir serta terencana dengan baik, mampu 56 57
2011.
Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011. Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
249
menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk ditujukan kepada rapat atau juga sidang yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu sidang Kasie. Hal ini menandakan bahwa pelaksanaan komunikasi organisasi memang telah berjalan meskipun dalam konsep dan batasan yang sederhana. Sidang Kasie sebagai kelanjutan dari rapat seksi juga telah terencana dan terlaksana dengan baik pula. Dalam sidang ini berkumpul seluruh ketua seksi serta ketua yang membawahi seksi-seksi tersebut. Selain sebagai sidang lanjutan, sidang Kasie penting untuk menjadi penyaring sekaligus menjawab dan memberi saran-saran terkait problem di tingkatan rapat seksi yang mungkin ada beberapa permasalahan yang belum tuntas diselesaikan. Semakin ke tingkat yang lebih tinggi, sidang yang diagendakan akan semakin fokus dalam membahas sebuah permasalahan. Hal ini dikarenakan bahwa semenjak rapat Seksi telah dicatat beberapa rujukan penting yang dipakai sebagai rekomendasi buat sidang selanjutnya. Dengan memakai rekomendasi tersebut, pelaksanaan sidang selanjutnya lebih fokus dan sistematis. Akibatnya
pelaksanaan
komunikasi
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan berjalan secara baik. Evaluasi yang dilakukan para pengurus Ponpes Lirboyo untuk melihat kinerja mereka sendiri dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Sementara parameter mereka untuk mengadakan evaluasi adalah petunjuk kerja yang telah disepakati dan
250
diagendakan bersama. Petunjuk kerja setiap pengurus ada dalam buku TAP I BPK-P2L yang dikeluarkan setiap awal tahun sekali. Dari sana para pengurus Ponpes Lirboyo mengetahui wilayah dan pembagian kerja masing-masing. Dengan berdasar wilayah maupun pembagian tersebut, mereka kemudian mejadi mengerti tugas-tugas yang menjadi kewajiban mereka. M. Mustahgfirin AK. Menegaskan: Untuk mengetahui atau menjalankan evaluasi terhadap pihak pengurus maupun seksi yang ada, ada dua langkah yang digunakan oleh pengurus harian. Pertama, mendatangi langsung seksi-seksi yang menjadi tanggungjawabnya. Pembicaraan yang ada memang terkesan tidak formal, namun dari hal semacam tersebut ketua bisa mengetahui bahwa kondisi dan kinerja yang dilakukan para seksi maksimal atau tidak. Kedua, melalui laporan tertulis dari para seksi sebagai langkah administrasi. Data yang diterima akan dicocokkan, antara data yang didapat dengan hasil komunikasi lisan juga dipertemukan, sehingga dalam rapat seksi itu nanti tidak terkesan membuang waktu.58 M. Fahmi Al-Hakimi menjelaskan: Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan apakah ada kendala yang ditemui selama menjalankan tugasnya, ketua yang membawahi sebuah seksi biasanya langsung menemui ketua seksi atau anggotanya untuk mengetahui secara langsung. Komunikasi yang dipakai adalah komunikasi lisan. Meski demikian, ketua seksi juga melaporkan kegiatan mereka tiap bulan kepada para pengurus dalam bentuk laporan tertulis. Dua hal inilah yang menjadi alat evaluasi sederhana sebelum mengadakan evaluasi yang sifatnya umum dan khusus pada rapat seksi.59 Ulin Nuha menegaskan bahwa selain para ketua yang membawahi langsung seksi-seksi dalam Ponpes Lirboyo sering 58
Wawancara dengan Imam Mustaghfirin AK, Ketua Empat Ponpes Lirboyo, 19 April
59
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 2011.
251
mengunjungi mereka, biasanya dari pihak seksi sendiri setiap bulan membuat laporan tertulis sebagai bentuk ketertiban administrasi. Dari dua metode evaluasi yang ada akan sangat membantu dalam mengevaluasi secara umum dalam rapat para seksi.60 Arifin Bukhori rupanya juga memberikan jawaban yang sama, bahwa selain para ketua seksi membuat laporan tertulis setiap bulan, para ketua yang membawahi seksi akan mengadakan kunjungan untuk mengetahui kondisi seksi tersebut.61 Ketika semua persiapan sudah matang, terkait bahan-bahan yang akan dijadikan rapat sudah cukup serta pemberitahuan kepada pengurus harian sudah masuk, sebenarnya dalam wilayah evaluasi sekadar memberikan control dalam batas yang sangat sederhana sekali. Yakni para ketua melihat dan mencoba memberikan beberapa masukan yang mungkin tidak terdapat dalam laporan tertulis serta luput dibahas dalam rapat tersebut. Ini terjadi karena wilayah administrasi pengurus mulai dari seksi sampai pengurus harian sudah tertata dengan baik. Tidak banyak evaluasi ataupun kontrol yang dilakukan oleh ketua dalam rapat seksi karena semua bahan sebelum rapat diadakan sudah dipelajari dan dipahami, sehingga dalam rapat seksi lebih banyak terjadi sharing, dengar pendapat demi kebaikan kinerja seksi itu sendiri ke depan. Sedangkan dalam sidang Kasie, memang terjadi pertemuan antara para seksi dalam Ponpes Lirboyo dengan para ketua yang 60 61
Wawancara dengan Ulin Nuha, Ketua Seksi Pramuka Ponpes Lirboyo, 24 April 2011. Wawancara dengan Arifin Bukhori, Seksi Perweselan Ponpes Lirboyo, 24 April 2011.
252
membawahinya. Dalam wilayah sidang Kasie ini juga, evaluasi berjalan kurang atau lemah karena wilayah adminitrasi telah dikerjakan sebelum sidang ini diadakan. Dalam sidang Kasie yang paling sering terjadi adalah pembacaan rujukan dari rapat seksi, serta bagaimana tanggapan dari seksi-seksi lain terhadap masalah yang ada supaya masalah tersebut dapat terpecahkan dengan baik. Evaluasi atau pengawasan dalam sidang ini ditandai dengan adanya campur tangan seksi lain untuk memberi masukan kepada seksi yang merasa memiliki hambatan dan kendala pada rapat seksi. Evaluasi di sini bukan berarti sifatnya menghakimi, namun lebih kepada tujuan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai perspektif. Karena bisa jadi ada sebuah metode yang tidak mampu dibaca oleh seksi yang bermasalah namun dapat diurai dari seksi yang lain. Dengan demikian pada prinsipnya, evaluasi bisa terjadi dalam proses komunikasi yang tengah dijalin antara para pengurus dalam sebuah komunikasi formal maupun non formal. Evaluasi terhadap proses komunikasi pada Ponpes Lirboyo juga dilakukan dalam bentuk mencatat segala kelemahan, kekurangan, serta beberapa hal yang menjadi rekomendasi sebuah sidang. Kelemahan, kekurangan dan rekomendasi tersebut dibicarakan dan dibahas pada sidang yang lebih tinggi, misalnya pada rapat seksi terdapat banyak kendala, kekurangan dan rekomendasi. Selain membahas beberapa rekomendasi, sidang Kasie yang notabene sebagai
253
sidang di atas rapat seksi juga mengevaluasi jalannya rapat seksi, sehingga kedepan jika diadakan rapat seksi, akan terjadi perubahan yang signifikan. Demikian juga akan sidang Kasie yang akan dievaluasi oleh sidang Rapim. Kemudian sidang rapim dievaluasi oleh sidang harian. Sementara sidang harian selain mengevaluasi keseluruhan sidang, juga menyiapkan beberapa materi yang akan dipersiapkan dalam sidang BPK-P2L.62 Lebih lanjut M. Thohari Muslim menambahkan: Bahwa selain sidang BPK-P2L, evaluasi dilakukan oleh sidang selanjutnya, namun sidang BPK-P2L berada pada posisi yang berbeda. Karena selain meminta petunjuk dan ketetapan dari masyayikh, sidang BPK-P2L adalah forum yang sebenarnya para masyayikh ingin mengetahui laporan dan kinerja para pengurus baik pondok maupun madrasah. Para masyayikh dahulu adalah kebanyakan juga mantan lurah pondok, dengan demikian berdasarkan pengalaman dan pertimbangan yang telah matang tentunya para pengurus merasa perlu dan membutuhkan pendapat serta keputusan dari masyayikh.63 Berdasarkan berbagai keterangan di atas, dapat dikemukakan bahwa di pondok pesantren Lirboyo terdapat organisasi yang mengatur penyampaian aspirasi, yaitu BPK-P2L. Melalui organisasi itulah, pondok pesantren Lirboyo mengadakan komunikasi dengan santri atau bahkan alumni dan masyarakat. Organisasi tersebut hanya mewadahi rapat-rapat yang digelar dalam rangka musyawarah. Namun secara teknis hasil rapat tersebut disosialisasikan kepada para santri dan para wali santri. Uniknya lagi di pondok pesantren Lirboyo itu, masyarakat 62
Wawancara dengan M. Fahmi Al-Hakimi, sekretaris umum Ponpes Lirboyo, 19 April
2011. 63
Wawancara dengan M. Thohari Muslim, Mudier Empat Madrasah Hidayatul Mubtadiien Lirboyo, 19 April 2011.
254
atau wali santri juga alumni dapat berperan dalam musyawarah dengan menyampaikan aspirasinya pada sidang pertama dan kedua BPK-P2L. Dengan demikian komunikasi yang terjadi di pondok pesantren Lirboyo adalah komunikasi dua arah, yang bersifat horisontal. Pondok pesantren Lirboyo menerapkan komunikasi yang bersifat
prosedural
mengkomunikasikan
dengan hal-hal
menjalankan yang
sudah
musyawarah, dilakukannya
dan
kepada
masyarakat. Jadi komunikasi yang ada di intern pondok pesantren Lirboyo tidak hanya bersifat sebagai promosi saja namun lebih pada hal yang bersifat pemberitahuan. Dari paparan tersebut di atas, benang merah yang dapat ditarik adalah komunikasi yang ada di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri adalah bersifat prosedural dan bertingkat. Komunikasi prosedural maksudnya komunikasi intern di ponpes yang dijalankan secara runtut sistematis, mulai dari komunikasi antar santri, baru kemudian di lanjutkan ke mustahiq dan pengelola, setelah itu diteruskan ke rapatrapat. Namun dalam hal ini bukan berarti aliran komunikasi yang dijalankan bukan dari atas ke bawah atau sebaliknya dari bawah ke atas, namun antara komunikan dengan komunikator mempunyai kedudukan yang sama. Hanya saja memang penyampaian komunikasinya tetap dalam adab yang baik. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi prosedural yang memperhatikan situasi dan kondisi serta nilai-nilai tata krama atau kesopanan. Sedangkan bertingkat maksudnya tidak serta
255
merta santri bisa langsung berkomunikasi dengan kiai, namun selama komunikasi itu bisa diselesaikan ditingkat pengurus, maka tidak harus ke kiai atau pengasuh pondok pesantren Sedangkan komunikasi dalam lingkup ekstern ponpes dengan masyarakat, pihak ponpes mampu menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat awam, stakeholder, instansi pemerintah, lembaga pendidikan formal, politikus dan lain sebagainya. Komunikasi esktern pondok pesantren Lirboyo tersebut sifatnya juga two way asymmetric, maksudnya adalah ketika publik atau masyarakat meminta informasi atau ingin mengetahui tentang pondok pesantren Lirboyo, masyarakat harus datang sendiri ke pondok pesantren Lirboyo tersebut. Informasi dari pondok pesantren selalu tersedia bagi orang-orang yang datang ke pondok pesantren tersebut, namun pondok pesantren tidak melakukan promosi kepada masyarakat secara terang-terangan, baik melalui media, maupun melalui orang per orang (word of mouth).64 Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren Lirboyo tetap melakukan publisitas, namun sebatas menggunakan kharisma seorang kiai dan menyampaikan informasi mengenai pondok pesantren Lirboyo di website dan media cetak.
64
Word of mouth adalah bentuk komunikasi penyampaian pesan secara berantai dari satu individu ke individu. Chandra, Handi, Marketing untuk Orang Awam, (Bandung: Penerbit Maxicom, 2008).
256
3.
Cara Membangun Citra Pondok Pesantren Salafiyah Lirboyo Kediri Cara membangun citra pondok pesantren salafiyah Lirboyo Kediri melalui tokoh pendiri, kharisma kiai dan pengabdian langsung di masyarakat, terutama para alumni dan santri. Hal ini sebagaimana temuan data di lapangan, yang peneliti paparkan berikut di bawah ini. Karakteristik public relations di lembaga pendidikan sangat berbeda dengan public relations di perusahaan, instansi pemerintah, dan BUMN. Public relations lembaga pendidikan bukan produk yang bisa langsung dipasarkan, namun produk public relations di lembaga pendidikan adalah mendukung kegiatan pendidikan yang menghasilkan output yang berkualitas, hasil penelitian yang bisa diterapkan pada dunia usaha dan lainnya serta kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat yang bisa membentuk citra positif lembaga lembaga pendidikan. Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau instansi, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan perilaku dan etika instansi tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi. Dalam teori manajemen, pembangunan citra (image) merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari strategi marketing. Maka lembaga pendidikan
257
harus berusaha membangun citranya supaya mendapat perhatian masyarakat dan pada akhirnya diminati oleh masyarakat. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus selalu berusaha membangun citranya, sehingga sebuah pesantren mempunyai nilai yang plus di mata masyarakat. Citra dapat dibangun dengan cara publikasi yang konkrit dan bukan hanya bersifat promosi. Murtadho dan Mustaghfirin menjelaskan: Publikasi yang kami jalankan adalah publikasi yang tidak resmi. Secara otomatis seluruh alumni tanpa kita minta mereka telah mempublikasikan lirboyo, karena mereka para alumni itu juga tokoh masyarakat. Dan lagi nama besar lirboyo ini sudah dipandang masyarakat pada umumnya. Kami juga memiliki website, walaupun kami belajar itu secara otodidak, karena belum pernah ada kursus ataupun pelatihan tentang ICT. Sebetulnya kami telah usul supaya kami bisa disekolahkan/dikursuskan untuk belajar IT, namun pihak ponpes belum mengijinkan. Memang taqdirnya Lirboyo itu ke arah keilmuan (agama) saja. Pernah kita coba ke arah ekonomi dengan membuat kopontren, tapi juga tidak jalan. Memang Lirboyo ditakdirkan untuk ke arah keilmuan.65 Dengan
demikian
pondok
pesantren
Lirboyo
tidak
mengadakan publikasi, namun image pondok pesantren tersebut juga dibangun oleh alumni yang secara tidak resmi melakukan publikasi. Hal itu dikarenakan banyak alumni yang menjadi tokoh masyarakat atau orang yang penting. Padahal biasanya untuk membangun citra suatu lembaga pendidikan, dalam hal ini pondok pesantren, diperlukan suatu bangunan atau tempat khusus yang memberikan jasa kepada masyarakat. Namun ini semua tidak ada pada pondok pesantren
65
Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
258
Lirboyo. Murtadho, ketika ditanya oleh peneliti mengenai saluransaluran publikasi di pondok pesantren, menjelaskan: Saluran-saluran yang secara tidak langsung bisa ditafsiri sebagai publikasi, misalnya kami memiliki rumah sakit. Rumah sakit ini akan dijadikan rujukan santri dan masyarakat secara luas, sehingga masyarakat akan mengetahui ada rumah sakit yang bisa dimanfaatkan oleh ponpes dan masyarakat. Lirboyo juga memiliki Lirboyo Press sendiri. Buku hasil bahtsul masail maupun buku lain yang kami cetak, kami distribusikan ke ponpes-ponpes lain dan bisa diakses oleh masyarakat umum dengan harga yang sangat terjangkau. Selain itu, kiprah alumni di masyarakat juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap kualitas ponpes, sehingga tidak ada niatan dari pondok untuk publikasi sama sekali, tetapi masyarakat mengetahui dengan sendirinya.66 Berdasarkan keterangan di atas, publikasi secara terangterangan tidak dilakukan oleh ponpes Lirboyo, namun secara tidak langsung terdapat saluran publikasi, seperti halnya saluran publikasi melalui jasa rumah sakit ponpes. Selain itu, saluran publikasi juga bisa didapat melalui Lirboyo press. Pondok pesantren Lirboyo memiliki lembaga press sendiri untuk mencetak karya sendiri. Buku-buku hasil bahtsul masail dan buku-buku hasil santri serta ustadz Lirboyo dicetak baik dalam bahasa Indonesia maupun Arab, dan dipasarkan dengan harga yang cukup murah dan terjangkau. Tujuan dari kegiatan press ini adalah mempublikasikan hasil diskusi dari materi bahtsul masail yang dibukukan kepada masyarakat luas supaya bisa dimanfaatkan oleh 66
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011. Hasil observasi peneliti didapatkan bahwa buku dengan judul Pesantren Lirboyo: Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda, dicetak oleh Lirboyo Press dengan tebal 714 halaman, dengan ongkos ganti cetak Rp. 45.000,-. Harga itu tidaklah sebanding dengan biaya cetak, namun karena misinya bukan untuk profit semata maka tidaklah berpengaruh bagi ponpes. Hanya saja dalam pengamatan peneliti Lirboyo kurang begitu produktif dalam karya buku tersebut. Karena buku ini dicetak tahun 2010 dan hingga saat observasi ini belum ada lagi produksi buku yang baru.
259
mereka. Hal ini berarti pondok pesantren Lirboyo menyuguhkan sesuatu yang riil pada masyarakat bukan hanya sekadar promosi. Hal ini sebagaimana pernyataan Maftukhin yang menjelaskan: Ponpes menyuguhi apa yang ada bukan apa yang seharusnya ada. Apa yang ada di ponpes itulah yang diinformasikan dan bisa diakses oleh publik, bukan sekadar kamuflase saja. Contoh suatu lembaga yang menawarkan/memberikan jaminan bahwa peserta didik mampu berbahasa Arab dan Inggris. Hal ini perlu dipertanyakan dan diverifikasi kebenarannya. Apakah kenyataannya para peserta didik benar-benar menguasai bahasa Arab/Inggris. Sementara di ponpes tidak pernah ada pernyataan seperti itu, apalagi penawaran. Masyarakat akan menilai para santri/alumni, ternyata mereka mahir dalam bahasa Arab setelah masyarakat mengetahui sendiri kemampuan santri dalam berkiprah di masyarakat. Inilah yang dinamakan apa yang diinformasikan dari ponpes pastilah sesuai kenyataan, bukan sekadar propaganda ataupun publikasi, bahkan iklan.67 Dari paparan tersebut di atas, pondok pesantren Lirboyo menyuguhi apa yang ada bukan apa yang seharusnya ada. Apa yang ada di ponpes itulah yang diinformasikan dan bisa diakses ke publik, bukan sekadar kamuflase saja. Apa yang diinformasikan dari ponpes pastilah sesuai kenyataan, bukan sekadar propaganda ataupun publikasi, bahkan iklan. Lantaran itu, tidak heran apabila masyarakat menaruh kepercayaan penuh pada pondok pesantren.Lirboyo. Selain pondok pesantren Lirboyo mempunyai alumni yang tersebar di Nusantara, pondok pesantren Lirboyo juga mempunyai alumni yang tersebar di luar negeri. Para alumni tersebut biasanya memohon agar ada pihak pondok pesantren yang mengisi pengajian
67
Wawancara dengan Maftukhin, Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, 14 Oktober 2011
260
kitab kuning kepada mereka. Hal ini berarti citra pondok pesantren Lirboyo akan menjadi baik di mata masyarakat Islam di Luar Negeri. Murtadho menjelaskan Kami juga memiliki komunitas di luar negeri. Komunitas ini berawal dari alumni kami yang berada di luar negeri (Hongkong). Ada permintaan untuk tetap mengaji kitab kuning melalui telephone, dan itu masih berjalan sampai sekarang. Namun pihak pondok tidak menjadualkan secara rutin, itu terserah pada komunitas alumni yang ada di luar negeri karena yang menanggung semua pembiayaan dari mereka.68 Keterangan tersebut di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren juga mengadakan pengajian di luar daerah atas permintaan para alumni, bahkan sampai luar negeri. Pengajian-pengajian seperti ini sesungguhnya disadari atau tidak sangat baik untuk membangun citra pondok pesantren. Jadi pondok pesantren melakukan kegiatan dalam bentuk konkrit terlebih dahulu baru kemudian menginformasikannya ke masyarakat luas. Dengan pola komunikasi yang seperti itulah, maka masyarakat menaruh kepercayaan dan memberikan image yang positif kepada pondok pesantren Lirboyo. Bahkan, permintaan untuk mengaji di masyarakat, sampai memenuhi kuota santri yang bertugas. Murtadho menjelaskan: ...mengenai kiprah di masyarakat, kami kekurangan tenaga untuk santri yang mengabdi di masyarakat. Sebenarnya permintaan banyak, namun kami kekurangan tenaga. Karena santri di sini niatnya mengaji, dan kalau sudah tamat mereka kebanyakan pulang ke daerahnya masing-masing untuk mengamalkan ilmu di daerahnya. Sedangkan kegiatan di ponpes
68
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
261
sendiri juga penuh, sehingga kami sering kekurangan tenaga untuk mengaji di masyarakat.69 Murtadho melanjutkan penjelasannya: Sebenarnya mengaji di masyarakat itu adalah atas permintaan masyarakat di daerah yang minus akan agama. Kami mengabdi di masyarakat dengan tujuan selain untuk mengamalkan ilmu juga untuk berdakwah. Sebetulnya kalau sudah jalan 2-3 bulan bisa ditinggal karena sudah jalan dan sudah mengkader penduduk lokal, namun ternyata kepercayaan dan ketergantungan masyarakat pada santri sangat tinggi. Mereka lebih percaya kalau yang membina itu santri dari Lirboyo. Begitulah kebergantungan masyarakat masih tinggi. 70 Adanya kebergantungan dan rasa percaya masyarakat yang tinggi terhadap ponpes Lirboyo menunjukkan bahwa ponpes mampu berkomunikasi baik dengan masyarakat, sehingga ponpes mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Selain itu cara pondok pesantren Lirboyo berperan
langsung
dalam
masyarakat,
menjadikan
masyarakat
memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kiprah pondok tersebut. Pondok pesantren juga tidak menarik biaya terhadap masyarakat yang mengundang santri untuk melakukan pengajian, bahkan santrinya sendiri tidak diberi upah oleh pondok sendiri, sehingga semuanya dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha Allah. Mustaghfirin menjelaskan: Masalah pembiayaan ke masyarakat, kami tidak memberi bisyaroh kepada santri yang ngabdi, namun kami hanya memberi sekadar transport. Sampai saat ini masih banyak daerah yang meminta khotbah, ngaji, dan lain-lain. Kami juga mengadakan safari daerah, ada daerah-daerah yang sudah menjadi tujuan dari pihak ponpes sebagai tempat mengabdi santri.71 69
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 71 Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 70
262
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa titik tekan pengabdian santri kepada masyarakat adalah untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh pondok pesantren Lirboyo dan hanya untuk mencari ridho Allah. Dengan modal ikhlas tersebut, masyarakat menjadi tertarik dan berusaha ingin memondokkan anaknya di pondok pesantren Lirboyo. Selain itu, pondok pesantren Lirboyo juga memiliki channel yang menjadi donatur tetap, dan menjalankan hubungan dengan berbagai elemen dalam hal penggalian dana dengan mengajukan proposal. Mustaghfirin menjelaskan: ‖Relasi dengan instansi lain baik pemerintah maupun non pemerintah, kami masih menjalankan secara formal, yaitu melalui pengajuan proposal. Sampai dengan saat ini ponpes belum memiliki donatur tetap dari pihak manapun kecuali Gudang Garam. Kalau Gudang Garam memang sebagai donatur tetap Lirboyo sejak dulu. Saya tidak tahu kapan mulainya, namun itu sejak saya di pondok ini sudah seperti itu.‖72 Dengan demikian, sebagai pondok pesantren yang besar, untuk membangun dan memajukan pondok pesantren, tentu saja tidak hanya mengandalkan iuran santrinya saja, namun juga menggali dari berbagai elemen dan direspon oleh banyak pihak. Hal ini menunjukkan bahwa pondok pesantren Lirboyo mempunyai citra yang baik di mata masyarakat umum. 72
Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
263
Citra pondok pesantren Lirboyo juga dibangun dengan menggunakan pelayanan jasa terhadap masyarakat, yaitu dengan cara mendirikan rumah sakit. Murtadho mengemukakan: ‖ Rumah sakit itu untuk umum, bisa untuk santri dan masyarakat umum, tapi itu miliknya pondok. Lembaganya sudah mandiri, namun yayasannya milik ponpes.‖73 Masyarakat bisa memperoleh jasa pengobatan melalui rumah sakit yang statusnya adalah miliknya yayasan pondok pesantren Lirboyo. Dengan demikian, masyarakat akan memberikan label pada pondok pesantren itu juga. Jadi pembangunan citra dapat dilakukan dengan mendirikan suatu tempat pelayanan jasa yang memberikan jasa kepada masyarakat. Sebenarnya citra pondok pesantren Lirboyo terbentuk dengan sendirinya karena tidak bisa dipungkiri karena kharisma seorang kiai. Kiai yang besar dan mempunyai wibawa yang besar akan membuat masyarakat memberi label plus terhadap pondok pesantren yang dipimpinnya. Mustaghfirin menjelaskan: ‖Citra pondok Lirboyo itu sebenarnya terbentuk dari kiai. Karena orang selalu melihat nama besar kiai Lirboyo. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena masyarakat NU itu sendiri, kalau sudah kiai menghendaki demikian, rata-rata seluruh masyarakat mengikutinya. Termasuk juga di daerah sekitar sini.‖74
73 74
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
264
Dari sini, selanjutnya masyarakat banyak yang memondokkan anak-anaknya di pondok pesantren tersebut. Karena masyarakat percaya dan mengikuti semua yang dikatakan oleh seorang Kiai, terutama kiai yang memimpin pondok pesantren yang besar seperti Lirboyo. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa citra yang demikian disebut pembangunan citra melalui kharisma, dan itu merupakan salah satu komunikasi two way asymetris atau dalam perkembangannya image building by personal. Dalam hal citra pondok pesantren Lirboyo, nampaknya juga tidak dapat dilepaskan dari akhlak karimah yang ditampilkan oleh santri baik ketika di pondok pesantren maupun di masyarakat, juga kesuksesan alumni. Di samping itu, alumni-alumni pondok pesantren Lirboyo masih senang jika disebut santri dan selalu berhubungan dengan pondok pesantren Lirboyo tersebut, baik melalui HIMMASAL maupun pengajian kiai. Mustaghfirin menjelaskan: Sejak 1998 kalau tidak salah mulai diadakan mengaji khusus alumni supaya merasa menjadi santri kembali atau memperbaharui ilmu kembali tiap ahad legi. Sekarang masih tetap jalan, namun akhirnya berkembang tidak hanya untuk alumni namun masyarakat luas yang menginginkan ngaji dipersilahkan untuk bergabung.75 Jadi alumni dapat berhubungan dengan pondok pesantren secara terus menerus dengan cara mengikuti pengajian selapanan atau 40 hari sekali. Di samping itu, hal itu juga merupakan upaya pemantauan pondok pesantren terhadap alumni. 75
Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
265
Adapun akhlak santri dapat dipantau oleh pondok pesantren dengan cara model pembelajaran dimana salah satu guru atau ustadz yang menjadi wali kelas mengikuti santri mulai dari awal sampai akhir, sebagaimana penjelasan Murtadho: Model pembelajaran di sini, ustadz ngikuti terus santrinya mulai kelas awal hingga kenaikan kelas, ustadznya tetap mengikuti. Hal ini bertujuan supaya ustadznya mengetahui secara persis bagaimana karakter pribadi santri seutuhnya, sehingga bisa memberlakukan, membantu dan memfasilitasi santri-santrinya yang kemampuan dan karakternya berbeda-beda pula. Ketika mengajar ini kami mengistilahkan dengan ustadz sekolah lagi, karena mengikuti terus santrinya mulai dari awal, yang otomatis yang seperti belajar nyantri lagi.76 Dengan demikian, akhlak para santri akan dapat diawasi dan dipantau dengan baik, sehingga pada akhirnya santri memiliki akhlak karimah dalam kehidupan sehari-harinya yang pada akhirnya ketika terjun di masyarakat dan menjadi alumni bisa menunjukkan akhlak tersebut kepada masyarakat bahkan sampai menjadi seorang Kiai juga. Hal itulah yang menjadikan masyarakat memberi label yang baik kepada pondok pesantren Lirboyo. Mustaghfirin menjelaskan: Letak perbedaan yang sangat mencolok pesantren dengan umum adalah masalah akhlak. Kami tidak menjamin hubungan dhahir saja, namun kami memiliki hubungan batin (emosional) yang tidak bisa diutarakan. Seseorang yang pernah nyantri di sini saya bisa menjamin setelah mereka alumni pasti tetap sambung dengan ustadznya, apalagi dengan Lirboyo. Ustadz mengikuti santri mulai sekolah di kelas awal, memantau 24 jam perkembangan santri, memahami karakter santri, sehingga sebetulnya yang dikatakan sekolah full day itu ya ponpes ini. Adanya hubungan full day inilah yang menyebabkan antara santri dengan santri lain dengan ustadznya memiliki hubungan emosional yang tinggi. Dan kalau sudah alumni, mereka memiliki loyalitas 76
Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
266
yang tinggi, sehingga setiap kali ponpes mengadakan acara secara otomatis para alumni akan terketuk hatinya dan tanpa diminta pun mereka akan menyumbangkan segala hal baik itu materiil maupun spirituil. Cara kami untuk koordinasi dengan alumni adalah dengan menggunakan simpul-simpul di daerah-daerah. kami memiliki titik-titik simpul komunitas di tiap daerah-daerah.77 Lebih lanjut lagi Murtadho menjelaskan: ‖Yang berpengaruh besar adalah orang-orang yang memiliki nama, yaitu para alumni yang sudah menjadi kiai ataupun tokoh masyarakat. Dari sinilah masyarakat menaruh kepercayaan dan akhirnya tertarik dengan Lirboyo. Kunci utama kami adalah akhlak yang baik.‖78 Akhlak yang baik yang ditunjukkan para santri dan alumni dari pondok pesantren Lirboyo secara tidak langsung mampu membangun citra pondok pesantren Lirboyo. Seperti sebuah teori apabila prosesnya baik, maka outputnya juga akan baik dan hal itu akan menarik pelanggan dengan sendirinya bahkan mampu membangun jaringan (network). Di samping itu, kompetensi yang dimiliki oleh seorang santri dan alumni pondok pesantren Lirboyo juga merupakan media untuk membangun citra pondok pesantren Lirboyo. Maftukhin menjelaskan: Kalau kita amati, sebetulnya hal yang seperti itu adalah dalam rangka untuk membangun image ponpes itu sendiri. Inilah inti dari jiwa enterpreneurship. Berawal dari membangun potensi yang ada pada diri sendiri untuk selanjutnya disuguhkan kepada publik, yang goal-nya adalah membangun citra lembaga. Masyarakat akan berkomentar, ternyata santri fasih membaca kitab kuning, bisa berkhutbah, mengisi kajian-kajian agama, memiliki wawasan yang luas soal kajian fiqh, dan lain-lain. Intinya 77 78
Wawancara dengan Mustaghfirin, Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011 Wawancara dengan Murtadho, Wakil Lurah Ponpes Lirboyo 8 September 2011
267
masyarakat akan mencitrakan ponpes berdasar apa direalisasikan oleh para santri, alumni apalagi kiainya. 79
yang
Pandangan masyarakat umum terhadap kompetensi yang dimiliki santri akan menjadikan masyarakat mampu melakukan penilaian dan akhirnya image yang baik akan terbangun dengan sendirinya. Dan biasanya alumni tersebut membentuk jaringan alumni karena sudah kokohnya citra yang dibangun. Akhirnya, network yang dibangun oleh para alumni di pondok pesantren Lirboyo dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Network bersifat personal, bukan network yang berorientasi pada perolehan keuntungan. Person yang menjalankan network untuk pondok pesantren didominasi oleh para alumni yang mana para alumni ini karena sudah pernah tinggal di pondok selama sekian tahun, sehingga mereka bisa menceritakan realitas aktifitas yang dilaksanakan di ponpes tanpa ada sesuatu yang dilebihkan ataupun dikurangi. Di samping itu, network-nya terbangun karena adanya kharisma seorang kiai, dimana kiai menjadi figur santri dan masyarakat sekitarnya. b. Network quality product. Para alumni lulusan dari ponpes memiliki kiprah di masyarakat. Kebanyakan dari alumni santri minimal mereka sebagai figur yang disegani di masyarakat karena keilmuannya. Peran serta para alumni di masyarakat turut memberikan corak dan penilaian tersendiri bagi orang lain, 79
Wawancara dengan Maftukhin, Alumni Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011
268
sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk tertarik dengan ponpes. 4.
Proses Public Relations Pondok Pesantren Salafiyah Lirboyo Kediri Proses public relations yang ada di pondok pesantren salafiyah Lirboyo melalui how to integrate, how to inform, how to perform, how to persuade dan kembali ke how to integrate lagi. Hal ini sebagaimana temuan data di lapangan yang peneliti paparkan berikut dibawah ini. Proses public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo Kediri cukup unik karena leading sector-nya adalah Kiai. Kiai berperan utama dalam proses public relations ini, walaupun juga terdapat peran pembantu, yang diperankan oleh gus-gus, alumni, ustadz dan santri senior. Kiai mampu memberikan contoh suri tauladan dengan menjalankan terlebih dahulu hal-hal yang disampaikan kepada santri, baru kemudian menginformasikannya kepada publik. Informasi yang didukung oleh perform kiai akan menguatkan opini masyarakat sehingga secara tidak disadari masyarakat akan berperan serta ambil bagian sebagai proses Hal ini juga dikemukakan oleh Reza ketika menjelaskan tentang santri dan alumni pondok tersebut: Inilah yang unik di ponpes. Memang di ponpes ini kenyataannya memang seperti itu. Ketika mereka sudah alumni, tetapi predikat santrinya tetap melekat. Ini yang membedakan dengan sekolah umum. Mereka keluar dari kampus saja sudah beda. Walau mereka alumni, bahkan sudah menjadi tokoh, suatu saat mereka menginginkan ke pondok lagi ada kebanggaan untuk bisa mengaji lagi. Wah.. aku jadi santri lagi. Terlepas dari term
269
santri yang dipaparkan oleh Cliffort Geertz, memang pada riilnya mereka tetap merasa bagian dari pondok dan tetap menjadi santri.80 Penjelasan mengenai proses public relations tersebut diperkuat lagi oleh Reza, yang notabene juga mahasiswa S3 UGM. Bahkan menurutnya, Kiai atau Gus itu juga merupakan tokoh public relations utama atau publikator. Ia menjelaskan dengan lugas: Saya kira masalah figur itu memang sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Namun harus dilihat secara personal. Dalam mengadakan hubungan dengan masyarakat, Himmasal, birokrasi, politikus, atau bahkan santri itu sendiri. Ketika kami berhubungan dengan mereka, kami membuka peluang yang sebesar-besarnya dalam komunikasi, namun dengan gaya interaksi yang berbedabeda. Seperti Gus Bidin misalnya, Gus Bidin komunikasi dengan komunitas bela dirinya. Jadi saya sebutkan di awal bahwa ini terjadi dengan natural. Bukannya public relations dengan desain formal. Dari komunitas tersebut akhirnya masyarakat tertarik untuk memondokkan anaknya, ikut istighotsah, bahkan ada yang minta ijazah ke saya untuk bisa membuka tahlil, dan sebagainya. Ini termasuk public relations juga, tetapi secara personal. Diri pribadi kiai/Gus juga sebagai alat public relations. 81 Ia juga mengindentikkan public relations yang terjadi di pondok pesantren Lirboyo ini adalah merupakan public relations yang sifatnya mengandalkan perform dan hanya fungsinya saja, tidak ada lembaga khusus yang menangani hal tersebut. Reza menjelaskan: Kalau saya boleh menambahkan, justru public relations dalam pondok itu ada how to perform. Ini yang membedakan dengan yang lain. Ketika kami berinteraksi kami memiliki style sesuai dengan karakter masing-masing sesuai dengan perform dan komunitasnya. Contohnya saya berkecimpung di dunia akademik, kalau pagi di Tribakti saya pakai performance akademisi, Gus Din dengan komunitasnya bela diri, maka performance-nya ya dengan bela diri. Seharusnya how to perform itu memang harus ada.
80 81
Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011 Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011
270
Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa proses public relations tidak sekedar memberikan informasi kepada publik sebanyakbanyaknya, namun lebih daripada itu publik juga melihat siapa dan bagaimana perilaku dan performa seseorang yang menyampaikan informasi tersebut. Masyarakat akan lebih percaya suatu informasi jika didukung oleh performa orang yang menyampaikan informasi tersebut, karena telah diterapkan dalam aktifitas sehari-hari. Lebih lanjut, publik akan cenderung ingin mengetahui lebih lanjut tentang informasi tersebut, yaitu melalui how to know. Hal ini sebagaimana pernyataan Mukhlas sebagai berikut: Selanjutnya how to know. Inilah yang sifatnya hidden, yang tidak bisa didesain. Artinya figur (baik kiai/gus) secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi personal branding dalam ponpes. Karena kiai diundang ngaji…maka juga membawa nama lembaga. Perform sebetulnya langkah untuk membawa persuasi masyarakat yang kemudian masuk ke image mereka. Setelah publik mengetahui informasi dan didukung oleh performa orang yang memberi informasi, maka persuasi masyarakat akan berubah, dan akhirnya terpengaruh. Dan disinilah how to persuade secara tidak langsung akan muncul, yang akhirnya publik akan turut serta menjalankannya (how to integrate). Hal ini sebagaimana pendapat Reza sebagai berikut: Selanjutnya mereka akan mengadopsi dan akhirnya bisa ambil bagian dan turut serta. Sehingga langkah how to integrate terwujud. Sedangkan bagi santri alat untuk how to perform adalah apa-apa yang telah didapat di pondoknya. Masalah kemudian santri mengajak pihak lain untuk ke pondok saya kira itu masalah yang kesekian. Bahkan saya kira tidak ada santri yang dengan gencarnya
271
mempengaruhi pihak lain untuk ikut serta seperti ―ke pondok…, dan sebagainya‖. Saya kira hal ini dinamakan public relations yang melekat, karena berangkat dari dalam diri masing-masing orang, dan tanpa didesain sebelumnya.82 Berdasarkan paparan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses public relations di pondok pesantren Lirboyo adalah proses
public
relations
yang
integrate
dengan
mengandalkan
performanya masing-masing, dan sifatnya adalah natural. Selama ini kita terjebak pada suatu pemahaman bahwa manajemen public relations ditangani oleh satu unit tertentu, padahal semua elemen yang ada dalam suatu lembaga baik secara langsung maupun tidak langsung akan terlibat dalam fungsi public relations itu sendiri. Setiap santri, ustadz, kiai pada dasarnya adalah alat public relations dengan cara how to inform, how to perform, how to persuade dan how to integrate. Bagi suatu lembaga yang menempatkan public relations tidak sekadar secara struktural semata, maka fungsi public relations akan berjalan semakin kokoh dari pada lembaga yang menempatkan public relations hanya sekadar sebagai formalitas belaka.
5.
Temuan Situs 1 Pondok Pesantren Salafiyah Lirboyo Kediri Berdasarkan uraian data di atas, mengenai manajemen public relations ponpes salafiyah, yaitu di pondok pesantren Lirboyo, maka diperoleh temuan sebagai berikut:
82
Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011
272
a. Temuan yang berkaitan dengan fokus pertama yaitu keberadaan public relations di ponpes salafiyah Lirboyo adalah sebagai berikut. Keberadaan public relations di pondok pesantren tersebut secara legal formal tidak ditemukan, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan oleh elemen-elemen yang ada di ponpes salafiyah Lirboyo Kediri yang berpusat pada seorang kiai. Secara struktur organisasi terdapat seksi kehumasan, namun fungsi seksi ini hanyalah untuk urusan intern ponpes seperti mengurusi keperluan santri, pelayanan tamu yang datang ke ponpes, mengurusi wesel dan informasi-informasi yang harus disampaikan ke santri. Sedangkan akses untuk publik/ekstern bukan merupakan tanggung jawab seksi ini. Kalau public relations dipahami sebagai menjalin hubungan baik internal organisasi maupun eksternal organisasi, maka secara legal formal yang terdapat di ponpes salafiyah Lirboyo hanyalah internal saja. Sedangkan wilayah eksternal yang menjalankan adalah elemen-elemen yang ada di ponpes salafiyah Lirboyo, namun tidak terstrukturkan. Dan inilah yang dinamakan bahwa public relations di ponpes salafiyah Lirboyo secara formalitas tidak ada, namun secara fungsi sudah berjalan. Fungsi dari public relations tersebut dijalankan oleh figur kiai dan para gus, di manapun mereka berada, mereka selalu
273
membawa nama besar ponpes salafiyah Lirboyo. Inilah yang dinamakan dengan personal branding. Selain itu fungsi public relations juga dijalankan oleh para alumni, di mana para alumni ini ketika berkhidmat di masyarakat mereka selalu membawa nama besar almamaternya. Dan yang unik lagi para alumni ini tetap menganggap dirinya sebagai santri walaupun sudah alumni. Selanjutnya fungsi public relations juga dijalankan oleh para ustadz dan santri yang ada di ponpes salafiyah Lirboyo, yaitu dengan cara mereka berkhidmah di masyarakat, dakwah dalam hal agama baik diminta maupun tanpa diminta, menunjukkan sikap dan akhlak yang baik, sehingga ponpes salafiyah Lirboyo mampu menunjukkan quality product secara langsung ke masyarakat. Jadi public relations yang ada di pondok pesantren ini bersifat natural dan tradisional, dengan kiai sebagai center utama. b. Temuan yang berkaitan dengan fokus kedua yaitu sistem komunikasi yang dijalankan di ponpes salafiyah Lirboyo Kediri terdapat dua kategori pokok, yaitu komunikasi internal dan eksternal, sebagai berikut. Komunikasi internal yang dijalankan di ponpes salafiyah Lirboyo Kediri bersifat dua arah. Komunikasi dua arah dilakukan dengan cara perwakilan santri yang mengikuti rapat BPK-P2L atau dengan memasukkan aspirasi pada saat rapat tersebut. Namun perlu diketahui bahwa akhirnya keputusan yang klimaks tetap berada di
274
tangan Kiai. Komunikasi dua arah ini sangat mengutamakan adap dan sopan santun dan juga memperhatikan retorika atau konteks situasi yang sedang berlangsung. Dalam komunikasi intern terdapat tahapan-tahapannya. Dimulai dari komunikasi antar santripengelola dan guru wali/mustahiq, dilanjutkan pada rapat seksi, sidang kasie, sidang pimpinan, sidang BPK-P2L dan sidang pleno. Tahapan inilah yang menjadikan komunikasi di ponpes salafiyah Lirboyo walaupun dua arah namun terdapat hirarkhis yang harus dilalui. Namun, ketika kiai berkomunikasi dengan santri, maka sifatnya tetap one way asymmetric. Sedangkan komunikasi eksternal yang dijalankan ponpes salafiyah Lirboyo Kediri adalah melalui figur kiai yang kharismatik dan juga dengan show of force kepada publik dalam even religi tertentu, interaktif melalui media, baik media cetak (majalah, bukubuku), maupun media maya seperti website: forum santri, alumni, tanya jawab, santri menulis, lajnah bahtsul masail dan lain-lain. Selain itu seluruh elemen yang ada di ponpes yang meliputi kiai, para gus, ustadz, santri maupun alumni juga berkhidmah langsung di masyarakat, dengan memberikan uswah hasanah langsung kepada publik, sehingga proses komunikasinya berjalan melalui word of mouth, namun juga dengan perbuatan. Akan tetapi, jika masyarakat atau siapapun yang ingin mengetahui informasi tentang pondok pesantren, harus datang sendiri ke pondok pesantren
275
tersebut, dan pihak ponpes akan memberikan semua informasi yang dibutuhkan. Komunikasi eksternal seperti ini berpusat pada ponpes (lembaga), dan bersifat public informations. c. Temuan penelitian yang berkaitan dengan fokus ketiga tentang proses ponpes salafiyah Lirboyo membangun citra adalah sebagai berikut. Proses pembangunan citra dimulai dari akhlak yang baik yang ditunjukkan para santri dan alumni dari pondok pesantren Lirboyo. Figur kiai
juga memberikan uswah hasanah dalam
pembentukan pribadi muslim. Hal yang menarik adalah adanya budaya saling memuji antar kiai di forum publik. Ini dilakukan para masyayikh di ponpes Lirboyo sejak periode kedua (kiai Mahrus dan kiai Marzuki) hingga sekarang. Sikap saling memuji antar pimpinan di depan publik menjadikan sangat mempengaruhi tingkat simpati, empati dan trust publik secara tidak langsung yang akhirnya mampu membangun citra pondok pesantren Lirboyo itu sendiri. Selain itu ada hal yang unik bagi alumni, bahwa mereka yang sudah alumni tetap men-justifikasi diri sebagai santri, walau mereka sudah tidak tinggal di ponpes lagi. Jiwa ―santri‖ inilah yang melekat pada diri seseorang yang pernah tinggal di ponpes, hubungan emosional tetap terjaga dan almamater ―Lirboyo‖ melekat kuat dalam dirinya.
276
Beberapa hal tersebut di atas mempengaruhi pandangan positif masyarakat umum terhadap kompetensi yang dimiliki santri, yang akhirnya secara alamiyah/natural menjadikan masyarakat mampu melakukan penilaian dan good image akan terbangun dengan sendirinya. Selanjutnya, para alumni tersebut membentuk jaringan alumni sehingga citra ponpes yang dibangun semakin kokoh. Namun, kebesaran tokoh atau seorang kiai tetap membawa brand image tersendiri bagi pondok pesantren tersebut. Maka dari itu, pembangunan citra pondok pesantren Lirboyo yang paling utama dilakukan oleh seorang kiai. d. Temuan penelitian yang berkaitan dengan proses public relations di ponpes salafiyah Lirboyo adalah sebagai berikut. Public relations di ponpes salafiyah Lirboyo Kediri yang berjalan adalah fungsinya, sehingga manajemen secara formalsistematis
belum
terlaksana
(planning-organizing-actuating-
cotrolling). Proses public relations yang dijalankan masih bersifat personal karena secara de jure tetap dijalankan oleh seorang kiai dan berjalan secara alamiyah (by natural) sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Bukti dari personal public relations di ponpes salafiyah Lirboyo adalah selalu mengutamakan how to perform, baik itu kiai, ustadz, santri maupun alumni semuanya secara sinergi menjaga how to perform tersebut di tengah-tengah masyarakat.
277
Temuan dari keempat fokus penelitian di situs 1 sebagaimana terdapat dalam matrik berikut: Tabel 4.1. Matrik Temuan Situs 1 Ponpes Salafiyah Lirboyo No 1
Fokus Temuan Penelitian Keterangan Keberadaan - Keberadaan public relations di pondok - Fungsi-fungsi public relations pesantren tersebut secara legal formal tidak public relations di pondok ditemukan, namun fungsi public relations jika dijalankan pesantren tersebut telah dilaksanakan oleh elemendengan salafiyah elemen yang ada di ponpes salafiyah maksimal oleh Lirboyo Lirboyo Kediri yang berpusat pada seorang berbagai elemen kiai. organisasi, maka - Secara struktur organisasi terdapat seksi hasilnya bisa humas, namun fungsi seksi ini hanyalah sangat efektif, untuk urusan internal ponpes. kendatipun tidak - Kalau public relations dipahami sebagai terdapat menjalin hubungan baik internal organisasi lembaga public maupun eksternal organisasi, maka secara relations secara legal formal yang terdapat di ponpes formal. salafiyah Lirboyo hanyalah internal saja. Sedangkan wilayah eksternal yang menjalankan adalah elemen-elemen yang ada di ponpes salafiyah Lirboyo, namun tidak terstrukturkan. - Fungsi dari public relations tersebut dijalankan oleh figur kiai dan para gus, di manapun mereka berada, mereka selalu membawa nama besar ponpes salafiyah Lirboyo. Inilah yang dinamakan dengan personal branding. - Fungsi public relations juga dijalankan oleh para alumni, di mana para alumni ini ketika berkhidmat di masyarakat mereka selalu membawa nama besar almamaternya. Dan yang unik lagi para alumni ini tetap menganggap dirinya sebagai santri walaupun sudah alumni. - Fungsi public relations juga dijalankan oleh para ustadz dan santri yang ada di ponpes salafiyah Lirboyo, yaitu dengan cara mereka berkhidmah di masyarakat, dakwah dalam hal agama baik di minta maupun tanpa diminta, menunjukkan sikap dan akhlak yang baik, sehingga ponpes
278
-
2
Sistem komunikasi yang dibangun di pondok pesantren salafiyah Lirboyo
-
-
salafiyah Lirboyo mampu menunjukkan quality product secara langsung ke masyarakat. Jadi public relations yang ada di pondok pesantren ini bersifat natural atau tradisional, karena berjalan secara alamiyah dengan kiai sebagai figur pusat. Komunikasi internal yang dijalankan di - Komunikasi ponpes salafiyah Lirboyo Kediri bersifat akan berjalan dua arah, namun hubungannya bersifat secara efektif kaku dan bertingkat. Komunikasi dilakukan manakala dengan cara perwakilan santri yang ditopang oleh mengikuti rapat BPK-P2L atau dengan personal memasukkan aspirasi pada saat rapat influence dan tersebut. Namun keputusan akhir tetap berbasis pada ditangan Kiai. nilai-nilai yang Komunikasi sangat mengutamakan adab, positif sopan santun dan juga memperhatikan retorika atau konteks situasi yang sedang berlangsung. Dalam komunikasi internal dilaksanakan bertingkat. Dimulai dari komunikasi antar santri-pengelola dan guru wali/mustahiq, dilanjutkan pada rapat seksi, sidang kasie, sidang pimpinan, sidang BPK-P2L dan sidang pleno. Tahapan inilah yang menjadikan komunikasi di ponpes salafiyah Lirboyo walaupun dua arah namun terkesan kaku dan bertingkat. Ketika kiai berkomunikasi dengan santri, sifatnya tetap satu arah (one way asymmetric). Sedangkan komunikasi eksternal yang dijalankan ponpes salafiyah Lirboyo Kediri adalah melalui figur kiai yang kharismatik dan juga dengan show of force kepada publik dalam even religi tertentu, interaktif melalui media, baik media cetak (majalah, buku-buku), maupun media maya seperti website: forum santri, alumni, tanya jawab, santri menulis, lajnah bahtsul masail dan lain-lain. Selain itu seluruh elemen yang ada di ponpes yang meliputi kiai, para gus, ustadz, santri maupun alumni juga berkhidmah langsung di masyarakat, dengan memberikan uswah hasanah langsung kepada publik, sehingga proses
279
3
Pembangunan citra/image melalui manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo
-
-
-
komunikasinya berjalan melalui word of mouth, dan juga melalui perbuatan. Akan tetapi, jika masyarakat atau siapapun yang ingin mengetahui informasi tentang pondok pesantren, harus datang sendiri ke pondok pesantren tersebut. Maka dari itu, komunikasinya bersifat menginformasikan kepada public (public informations). Proses pembangunan citra dimulai dari - Citra positif akhlak yang baik yang ditunjukkan para ponpes santri dan alumni dari pondok pesantren terbangun Lirboyo. Figur kiai juga memberikan dengan uswatun hasanah dalam pembentukan sendirinya pribadi muslim. Hal yang menarik adalah manakala adanya budaya saling memuji antar kiai di terdapat figur forum publik. Ini dilakukan para masyayikh kiai yang di ponpes Lirboyo sejak periode kedua (kiai kharismatik atau Mahrus dan kiai Marzuki) hingga sekarang. personal Sikap saling memuji antar pimpinan di branding, yang depan publik menjadikan sangat kemudian mempengaruhi tingkat simpati, empati dan didukung oleh trust publik secara tidak langsung yang perilaku akhirnya mampu membangun citra pondok akhlakul pesantren Lirboyo itu sendiri. karimah yang Selain itu ada hal yang unik bagi alumni, ditunjukkan para bahwa mereka yang sudah alumni tetap santri, dan peran menjustifikasi sebagai santri, walau mereka alumni di sudah tidak tinggal di ponpes lagi. Jiwa masyarakat. santri inilah yang melekat pada diri seseorang yang pernah tinggal di ponpes, hubungan emosional tetap terjaga dan almamater Lirboyo melekat kuat dalam dirinya. Beberapa hal tersebut di atas mempengaruhi pandangan positif masyarakat umum terhadap kompetensi yang dimiliki santri, yang akhirnya secara alamiyah/natural menjadikan masyarakat mampu melakukan penilaian dan good image akan terbangun dengan sendirinya. Selanjutnya, para alumni tersebut membentuk jaringan alumni sehingga citra ponpes yang dibangun semakin kokoh. Kebesaran tokoh atau seorang kiai tetap membawa brand image tersendiri bagi pondok pesantren tersebut. Maka dari itu,
280
4
pembangunan citra pondok pesantren Lirboyo yang paling utama dilakukan oleh seorang kiai. Proses public - Public relations di ponpes salafiyah - Proses public relations di Lirboyo Kediri yang berjalan adalah fungsi relations yang pondok dari public relations itu sendiri natural berjalan pesantren - Proses public relations yang dijalankan lebih efektif salafiyah masih bersifat personal karena secara de manakala public Lirboyo jure tetap dijalankan oleh seorang kiai dan relations diberjalan secara alamiyah (by natural) sesuai manage sebagai dengan situasi dan kondisi yang ada. Bukti software-nya dari personal public relations di ponpes lembaga bukan salafiyah Lirboyo adalah selalu sekadar mengutamakan how to perform, baik itu hardware-nya kiai, ustadz, santri maupun alumni lembaga. semuanya secara sinergi menjaga how to perform tersebut di tengah-tengah masyarakat. - Proses public relations dijalankan secara circle mulai dari how to integrate-how to inform-how to-how to persuade dan kembali lagi ke how to integrate
281
6.
Proposisi Temuan Situs 1 Pondok Pesantren Liboyo Kediri Proposisi I: Keberadaan public relations akan optimal jika fungsi-fungsinya dijalankan secara maksimal oleh berbagai elemen dalam suatu lembaga, kendatipun tidak terdapat lembaga public relations secara formal Proposisi II Komunikasi internal pondok pesantren cenderung bersifat kaku dan prosedural, namun komunikasi eksternal pondok pesantren akan menjadi lebih terbuka manakala terdapat saluran-saluran kegiatan keagamaan
yang
bisa
menghubungkan
dengan
kebutuhan
masyarakat Proposisi III Citra positif ponpes terbangun dengan sendirinya manakala terdapat figur kiai yang kharismatik atau personal branding, yang kemudian didukung oleh perilaku akhlakul karimah yang ditunjukkan para santri, dan peran alumni di masyarakat Proposisi IV Proses public relations yang natural berjalan lebih efektif manakala public relations di-manage sebagai software lembaga bukan sekadar hardware lembaga
282
B.
Paparan Data dan Temuan Situs 2 Pondok Pesantren Sidogiri Pada bagian ini akan dipaparkan data mengenai: (1) Keberadaan public relations di Pondok Pesantren Sidogiri, (2) Komunikasi yang dijalankan di Pondok Pesantren Sidogiri, (3) Cara membangun citra pondok pesantren Sidogiri, (4) Proses public relations pondok pesantren Sidogiri, (5) Temuan penelitian di pondok pesantren Sidogiri, (6) Proposisi yang diperoleh dari pondok pesantren salafiyah Sidogiri Pasuruan 1.
Keberadaan Public Relations di Pondok Pesantren Salafiyah Sidogiri Keberadaan public relations dalam fokus penelitian ini, peneliti paparkan data di lapangan secara berturut-turut mengenai keberadaan public relations secara formal dalam institusi pondok pesantren Sidogiri, para pelaku public relations, dan berbagai kegiatan yang mengarah pada public relations. Sebagaimana kita ketahui bahwa organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka. Sebagai sistem yang terbuka, sebuah lembaga pendidikan pasti akan mengadakan hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya begitu juga dengan pondok pesantren Sidogiri. Pondok pesantren Sidogiri juga mengadakan dan menjalankan fungsi public relations, walaupun tidak mengarah pada publikasi dan mempengaruhi orang lain. Ustadz Saifullah Naji menjelaskan: Kalau syi’ar yang mengarah pada publikasi dan mempengaruhi orang lain, kami tegaskan bahwa di ponpes sidogiri ini tidak pernah ada publikasi. Dan itu sudah pesan dari para dewan masyayikh. Kami tidak diperkenankan untuk
283
menyebar brosur, spanduk, dan lain-lain, bahkan nameboard/papan nama untuk ponpes Sidogiri saja kami tidak memiliki.83 Bisa dilihat tidak ada satu pun nameboard tentang ponpes sidogiri. Ini memang pesan dari kiai sejak dahulu.84 Ketika peneliti bertanya mengenai masalah papan nama petunjuk jalan ke ponpes Sidogiri, Saifullah Naji menambahkan dan menguatkan dengan pernyataan sebagai berikut: Petunjuk jalan itu yang membuatkan pemerintah. Kami tidak ada baliho, umbul-umbul, nameboard, leaflet atau apapun bentuk brosur-brosur tentang ponpes. Sebetulnya pondok lalu menjadi nama desa, sehingga duluan pondoknya dari pada desanya. Kalau di ploso ponpes al-Falah Ploso, kalau Lirboyo desa dulu baru nama desa dijadikan nama pondok. Kalau nama madrasahnya miftahul ulum. Inilah perbedaan ponpes Sidogiri dengan dengan pondok lain.85 Hal yang senada juga dikemukakan oleh Abdul Ghafar. Ia mengemukakan: Kami tegaskan bahwa di ponpes Sidogiri ini tidak pernah ada publikasi. Dan itu sudah pesan dari para dewan masyayikh dan merupakan warisan budaya masa lalu. Kami sama sekali tidak diperkenankan untuk menyebar brosur, spanduk, dan lain-lain, bahkan papan nama untuk ponpes Sidogiri saja kami tidak memiliki. Bisa dilihat tidak ada satu pun papan nama tentang ponpes Sidogiri. Ini memang pesan dari kiai sejak dahulu.86 Hal ini diperkuat ungkapan Abdullah sebagai berikut: Yang saya tahu itu larangan dari kiai sepuh (pancawarga). Kalau memang niat mau mengaji di sini pasti akan datang. Dan memang hal-hal yang semacam ini dijadikan landasan. Yang saya tahu pernah pula kiai mengatakan, bahwa pondok tidak boleh terikat dengan pihak manapun, termasuk pihak pemerintah, 83
Peneliti memverifikasi melalui observasi, memang tidak ditemukan papan nama/plamboard tentang identitas ponpes Sidogiri. 16 September 2011 84 Wawancara dengan Ustad Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011 85 Wawancara dengan Ustad Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011 86 Wawancara dengan Abdul Ghofar (Staf sekretaris I), 23 September 2011
284
karena sidogiri harus mandiri. Dan ini adalah pekerjaan rumah bagi pengurus selanjutnya. Secara tidak langsung oleh kiai kita sudah diajari bisnis. Karena pondok harus mandiri tidak boleh terikat oleh pihak manapun.87 Pernyataan tersebut diperkuat dengan observasi peneliti, bahwa memang tidak ada sama sekali hal-hal yang mengarah pada publikasi pondok pesantren Sidogiri kepada masyarakat, baik yang berupa brosur maupun agen promosi. Yang ada hanyalah petunjuk jalan supaya orang-orang yang belum tahu menjadi tahu, sekadar letak pondok pesantren Sidogiri tersebut.88 Data dokumentasi juga tidak ada yang menunjukkan mengenai brosur ataupun selebaran untuk publikasi pondok pesantren Sidogiri. Di sisi lain, adanya bangunan luas yang tinggi berwarna hijau, bagian depan yang menyerupai kubah, membuat persepsi orang yang melintasi jalan tersebut menegaskan bahwa ini adalah bangunan Islami diantara bangunan perumahan lain yang ada di sekitarnya. Observasi ini didukung oleh pernyataan Khoirul sebagai berikut: Pondok dari sini kurang lebih 7 km lagi. Kalau mau kesana lurus saja, sampai menemukan pertigaan yang ada traffict light-nya, lalu belok kiri...ya di situ itu ada bangunan besar warna hijau...ya itu pondoknya.89 Hal senada juga dikemukakan oleh Dedi dan Agus, ketika peneliti menanyakan mengenai pondok Sidogiri sebagai berikut:
87
Wawancara dengan Ustad Abdullah, staf bidang Informasi dan Kehumasan, 11 Pebruari
88
Observasi, 16 September 2011 dan 23 September 2011 Wawancara dengan Khoirul, informan tukang tambal ban yang ada di desa Keraton
2012 89
285
Pondok Sidogiri lurus saja sampai menemukan pertigaan pasar. Nanti ada bangunan hijau tinggi, ya itu pondoknya. 90 Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa pondok pesantren Sidogiri pada hakekatnya juga mengadakan dan menjalankan fungsi public relations. Walaupun publikasi secara terang-terangan tidak dilakukan oleh pihak pondok, namun adanya bangunan tinggi yang
berkesan
Islami
warna
hijau,
adanya
baliho
yang
menginformasikan telah terbitnya bulletin Sidogiri di pinggir jalan tepat menuju arah pondok Sidogiri, adanya bangunan yang bertuliskan UGT BMT Sidogiri, Sidogiri Market, Kopontren Sidogiri 91 secara otomatis adalah publikasi pula, publikasi yang sifatnya tidak terang-terangan. Pelarangan pemasangan papan nama di ponpes Sidogiri, dalam pandangan peneliti seperti halnya pemasangan iklan sebuah rokok. Iklan suatu produk rokok tidak secara terang-terangan menyebutkan merk rokok tersebut, tetapi justru menyembunyikan merk rokok tersebut. Penyembunyian nama produk tersebut bukan tanpa maksud dan tujuan, namun justru dengan cara ini orang akan dikuatkan pada reminding sesuatu yang identik dengan produk tersebut. Sebagai contoh iklan rokok Sampurna Mild: bukan basa basi, ngga ada lu ngga rame, dan lain-lain.92
90
Wawancara dengan Dedi dan Agus, dua siswa SMA yang sedang menunggu angkutan
kota 91
Observasi peneliti, 16 September 2011 Pernyataan ini diperkuat oleh hasil diskusi dengan M. Rizal Kholid, selaku direktur marketing radio Jaya FM Tulungagung, 2010 92
286
Demikian pula di Sidogiri, menyebut nama Sidogiri orang akan identik dengan pondok pesantren salafiyahnya, identik dengan bangunan hijau, identik dengan BMT, identik dengan kopontrennya, identik dengan air mineral ‖santri‖, identik dengan sarung, kopyah, dan lain sebagainya. Dari sini justru nama besar yang menjadi kebanggaan itu akan muncul dengan sebutan ‖Sidogiri‖ saja. Karena dengan sebutan Sidogiri orang akan dikuatkan pada reminding sesuatu yang identik dengan produk yang ada di Sidogiri tersebut. Selanjutnya, Public relations yang ada di pondok pesantren Sidogiri dijalankan dengan cara kiprah/khidmat pada masyarakat sebagai wahana sosialisasi. Ustadz Saifullah menjelaskan: Kami menggunakan cara yang berbeda dengan lembaga umum. Kami tidak pernah melakukan publikasi, namun kami melakukan sosialisasi. Dan sosialisasi kami tidak sama dengan sosialisasi pada umumnya, namun sosialisasi kami istilahkan dengan kiprah atau khidmat. Maksudnya, cara sosialisasi kami adalah langsung berperan serta di masyarakat, menunjukkan apa yang mampu kami berikan kepada masyarakat baik itu berupa ilmu pengetahuan, maupun pengembangan ekonomi. Inilah yang kami istilahkan dengan ‖kami pasif dalam publikasi, namun aktif dalam berkiprah di masyarakat‖.93 Abdul Ghafar juga menjelaskan: Kami tidak pernah melakukan publikasi, namun kami melakukan sosialisasi. Dan sosialisasi kami tidak sama dengan sosialisasi pada umumnya, namun sosialisasi kami istilahkan dengan kiprah. Maksudnya di sini cara sosialisasi kami adalah langsung berperan serta di masyarakat, menunjukkan apa yang mampu kami berikan kepada masyarakat baik itu berupa ilmu pengetahuan, maupun pengembangan ekonomi. Misalnya dalam pemberian zakat, infaq dan shadaqah menjelang idul fitri, 93
2011
Wawancara dengan Ustad Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
287
khitanan massal, ngajari ngaji maupun menangani konsultasi masalah agama, mengajari ngaji, dan lain-lain.94 Samsul Huda menambahkan: ….Sekretaris I menangani humas, publikasi dan informasi; sekretaris II menangani masalah data santri dan pengelola yang sekarang berbasis komputerisasi, sekretaris III
menangani
takmiliyah,
sekretaris
IV
menangani
urusan
korespondensi; sekretaris V bagian pelayanan internal di dalam pondok. Hubungan dengan masyarakat itu masuk tupoksinya sekretaris I.95 lebih lanjut Samsul mengemukakan: Kami (santri) tidak pernah ada event yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Santri yang ada di sini khusus menimba ilmu dan aktifitas intern di dalam ponpes. Kalau yang berhubungan langsung dengan masyarakat yang mengurusi alumni melalui lazizwa, BMT maupun kopontren, dan air minum santri.96 Seksi Informasi dan humas bertanggung jawab terhadap sekretaris I, namun tugas mereka sebatas pada bidang layanan internal pondok dan belum mengarah pada fungsi public relations secara makro. Hal ini sebagaimana pernyataan Samsul Huda sebagai berikut: Memang di sini public relations sebagai organisasi tersendiri yang masuk pada struktur organisasi tidak ada. public relations yang berfungsi sebagai corongnya utama pondok tidak ada. Adanya seksi Informasi dan Kehumasan yang bertanggung jawab kepada Sekretariat I. Namun sebetulnya kami menjalankan public relations itu disetiap seksi, ya melalui khidmah itu. Dan inilah cara ponpes berkomunikasi dengan masyarakat dan pihak luar. Semisal bidang urusan Guru Tugas dan Da‘i akan menjalankan fungsinya sebagai public relations juga, bidang pemberdayaan ekonomi, dengan adanya kopontren, BMT, air 94
Wawancara dengan Abdul Ghofar (Staf sekretaris I), 23 September 2011 Wawancara dengan Ustadz Samsul Huda Sekretaris 1 PP Sidogiri, 16 September 2011 96 Wawancara dengan Ustadz Samsul Huda Sekretaris 1 PP Sidogiri, 16 September 2011 95
288
minum santri, saya kira juga menjalankan fungsinya sebagai public relations pula. Termasuk Pers pesantren yang mengurusi Sidogiri Press (buku, majalah, bulletin, kalender, dan lain-lain termasuk meng-upload-nya di dunia maya, ini juga merupakan bagian dari fungsi public relations. Belum lagi masalah yang berkenaan dengan ubudiyah. Adanya pengajian, bahtsul masail, kuliah syari‘ah, pengajian alumni. Saya kira ini adalah cara pondok mengkomunikasikan dirinya dengan masyarakat luas, dan di sinilah fungsi public relations itu sebetulnya berjalan. Istilahnya ini adalah iklan yang berjalan.97 Berdasarkan berbagai keterangan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa public relations yang ada di pondok pesantren Sidogiri berupa khidmah atau kiprah yang fungsinya adalah untuk sosialisasi pondok pesantren tersebut. Di samping itu, public relations yang ada di pondok pesantren Sidogiri juga dilakukan dengan cara pendekatan ekonomi, yaitu dengan adanya BMT, Kopontren, air minum santri, kalender dan pendekatan pendidikan, yaitu dengan menerbitkan bulletin baik yang dibagi secara gratis maupun yang didistribusikan dengan mengganti ongkos cetak, bahkan mendirikan panti asuhan. Penjelasan lebih lanjut mengenai kiprah dan sosialisasi akan lebih mendalam dibahas dalam sub bab cara membangun citra pondok pesantren Sidogiri. Namun di pondok pesantren Sidogiri, Kiai juga berperan dalam melakukan fungsi public relations. Peran Kiai adalah dengan memakai performa atau kharismanya. Karena seorang kiai sepuh tentu 97
Wawancara dengan Ustadz Samsul Huda, Sekretaris I Pondok Pesantren Salafiyah Sidogiri, tanggal 16 september 2011. Kevalidan data wawancara ini diperkuat observasi peneliti, dimana terdapat buku dan majalah yang ditempatkan dalam almari khusus untuk menginformasikan kepada publik mengenai karya ponpes yang ditebitkan oleh Sidogiri Press. Dari pengamatan peneliti, karya mereka tidak kalah dengan karya ilmiah yang ada di perguruan tinggi. Foto-foto buku dan karya lain bisa dilihat di halaman lampiran.
289
saja dihormati dan ditaati oleh masyarakat sekitarnya, bahkan masyarakat kabupaten Pasuruan juga menaatinya. Jadi melalui personal influence seorang kiai, public relations di ponpes Sidogiri tersebut eksis. Di samping itu, keberadaan public relations di ponpes Sidogiri tersebut memang secara organisasi sudah dibentuk namun hanya bersifat internal saja.
2.
Komunikasi yang Dijalankan di Pondok Pesantren Sidogiri Komunikasi merupakan jiwa dari sebuah public relations. Maka komunikasi harus dikelola dan ditata dengan baik supaya fungsi public relations akan mampu dilaksanakan dengan baik. Komunikasi yang ada di pondok pesantren Sidogiri ada 2 macam, yaitu komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal dijalankan di lingkungan dalam pondok pesantren Sidogiri, sifatnya sudah terstruktur rapi bahkan memakai sistem manajemen modern. Dalam dokumentasi yang peneliti lampirkan di belakang sudah ditulis rinci tentang struktur organisasi kepengurusan di pondok pesantren Sidogiri.98 Mengenai praktek sistem komunikasi internal di pondok pesantren Sidogiri, Saifulloh menjelaskan: Setiap sepekan ada koordinasi kerja, ada rapat pengurus pleno. Apa yang sudah dilakukan kemarin dirapatkan. Setiap bulan dari pengurus ada yang sifatnya fisik ada yang sifatnya surat. Dari pengurus harian wilayahnya melaporkan semua aktifitas ponpes kepada masyaikh, dari sini ada kendala apa, untuk masalah teknis bisa diatasi oleh pengurus pleno, namun
98
Lihat dokumentasi Tamasya Laporan Tahunan Pengurus Pondok Pesantren Sidogiri tahun 1431-1432 H. Observasi tanggal 23 September 2011
290
kalau ada hal masalah yang berkaitan dengan prinsip ini baru kita ajukan kepada majelis keluarga. Majelis keluarga ini ibaratnya MPR nya99 Namun lagi-lagi tidak dapat dielakkan bahwa sistem di sebuah pesantren itu, terlebih lagi di pesantren Sidogiri harus berada di bawah otoritas Kiai walaupun tidak ada ketergantungan penuh dengan Kiai tersebut, akan tetapi kiai dijadikan figur yang dianut dan diikuti. Saifulloh kembali mengemukakan: Ketergantungan kita kepada masyaikh, realitasnya tidak juga, karena disini ada manajemen yang sudah jalan. Cuma masyayikh melihat apakah yang dijalankan pengurus sesuai prinsip apa tidak. Masyayikh tidak kita ajak berpikir terlalu dalam, namun disini masyayikh kita tempatkan sebagai figur yang sangat mengerti tentang kendali ponpes mau dibawa kemana yang sesuai dengan prinsip Sidogiri. Saifullah bahkan mencontohkan: Contohnya ketika kami punya ide membuat warung makan lesehan, semua planning sudah sangat matang, kami mendalami dan kami pengelola dan pengurus sudah siap manajemennya. Ketika kami ajukan ke dewan masyayikh, ternyata tidak disetujui, karena bertentangan dengan prinsip Sidogiri. Disinilah fungsi dari dewan majelis sebagai figur yang bisa meluruskan arah ponpes sidogiri ini sesuai dengan prinsip Sidogiri.100 Semua aktifitas yang berdampak pada public relations sudah melalui manajemen yang baik. Hal ini sebagaimana pernyataan Samsul: Ada mekanisme, ada perencanaan, ada proses dan ada evaluasinya. Seluruh program ada manajemennya. Mulai dari bawah sampai titik ujung. Tidak serta merta bulletin dan majalah itu ada. Namun tidak ada suatu program tanpa persetujuan dewan masyayikh. Namun itu pada waktu perencanaannya dulu. Adapun kalau sudah operasional dewan masyayikh sudah menyerahkan sepenuhnya kepada pengelola. Waktu perencanaan sudah sangat matang, diajukan dewan masyayikh ada perubahan atau tidak. 99
Wawancara dengan Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011 Wawancara dengan Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011
100
291
Sehingga di sini peran figur ini sangatlah kuat, dari sisi manajemen juga kuat. Memang manajemen di sini dibuat sebagai tindak lanjut dari keinginan figur/dewan masyayikh. Inilah yang membedakan dengan lembaga pemerintahan. Di sini masyayikh, menyetujui saja, operasionalnya sudah pertanggungjawabannya masing-masing bidang. Majelis keluarga tidak pernah tahu sama sekali tentang urusan operasional bidang usaha di ponpes sidogiri. Majelis keluarga tidak ikut-ikut sama sekali. Kalau usaha secara struktural ada yang lahir dari pondok, lalu dikelola oleh alumni. Yang lahir struktural dari pondok pesanren ada dua: kopontren dan pustaka sidogiri. Kopontren menjalankan usaha di bidang ritail dan air minum, sedangkan pustaka sidogiri adalah Press-nya sidogiri yang menerbitkan tentang buku-buku, bulletin, majalah. Bentuk usaha yang lain (yang lahir bukan dari struktural ponpes) dikelola oleh alumni adalah BMT, koperasi agro dan PT Hasbi (pengelolaan air limbah) di Jakarta. Semua usaha di ponpes ijin operasionalnya menggunakan koperasi, karena ada banyak keuntungan dengan berkoperasi.101 Jadi pada prinsipnya sistem komunikasi internal yang ada di Ponpes Sidogiri tersebut diatur oleh majelis masyayikh ketika pengambilan suatu kebijakan, sedangkan pihak pengurus harian diberi hak untuk mengajukan usul dan mengajukan sebuah program, akan tetapi keputusan terakhir tetap berada di bawah majelis keluarga. Terdapat hal yang membedakan mengenai komunikasi internal pondok dengan lembaga umum, yaitu mengenai adab atau sopan santun. Pondok pesantren Sidogiri menjunjung nilai-nilai salaf dengan tetap mengutamakan adab dan perilaku santri, pengelola, ustadz, maupun kiai dengan mengutamakan sikap tawadlu.102 Hal ini
101
Wawancara dengan Ustad Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
2011 102
Setiap ada tamu yang datang, santri dan pengelola menunjukkan sikap yang santun dan segera memberikan pelayanan. Sarung hijau dengan cap ―sidogiri‖ baju putih dan kopiyah memberikan nuansa tersendiri ketika memasuki sekretariat pondok pesntren yang bersih dan elegan. Tidak ada kesan kumuh sama sekali. Observasi peneliti, 16 September 2011
292
sebagaimana ungkapan Naji dalam wawancara pendalaman sebagai berikut: Kami memegang dua hal, yaitu siddiq dan amanah. Ini merupakan dua modal terbesar dan terpenting yang kami memiliki. Dua hal ini sudah terbangun, maka bangunan apapun yang ada diatasnya akan terbentuk dengan baik dan membawa manfaat. Begitu pula sebaliknya. Memang ponpes ini lebih banyak membentuk sesuatu itu dari hati dulu. Dengan siddiq dan amanah, kami mengutamakan nilai-nilai tawadlu dulu. Artinya kami berangkat dari spiritual, emosional. Sedang dari intelektualnya itu kalau hati sudah terbentuk. Kalau di luar ponpes itu sebaliknya, dari intelektual dulu baru ke hati. Sebenarnya kedua-duanya itu bagus. Tapi kalau intelektual dulu baru ke hati dan itu tidak kesampaian maka ini yang tidak bagus. Saya melihat kedua peran ini sama-sama bagus, tetapi sidogiri lebih memilih cara yang pertama itu.103 Hal ini diperkuat oleh pernyataan Abdullah yang berpendapat sebagai berikut: Saya berpendapat bahwa santri terkenal dengan budaya sami’na wa ato’na. Mahasiswa terkenal dengan budaya kritisnya. Jadi santri terkenal dengan ruhul inqiyad (jiwa tunduk) dan mahasiswa terkenal dengan ruhul intiqal (jiwa kebangkitan). Dua hal ini kalau bisa digabung ini menjadi malaikat. Hati dengan akal kalau bisa digabung menjadi malaikat. Ini ketika malaikat protes terhadap manusia yang dijadikan khalifah fi al-ardl. Tetapi ketika itu dibuktikan Allah dengan diberikannya ilmu kepada Adam yang dipresentasikan kepada malaikat, maka malaikat kagum. Inilah yang namanya kritis tapi beretika. Kritis saja tidak beretika tidak bagus, beretika saja tanpa kritis juga akan vakum.104 Sedangkan
komunikasi
dengan
luar
dibangun
dengan
menjalankan khidmah dan berbagai aktivitas dalam hal ekonomi. Ustadz Saifulloh menjelaskan: ―Komunikasi dengan masyarakat melalui khidmah. Khidmah Sidogiri terhadap masyarakat. Khidmah kita 103
Wawancara dengan Ustad Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 11 Pebruari
104
Wawancara dengan Ustad Abdullah, staf seksi Informasi dan Kehumasan, 11 Pebruari
2012 2012
293
di masyarakat ada empat.105 Ia melanjutkan keterangan dengan menjabarkan empat hal tersebut dengan rinci, sebagai berikut:. 1.
Khidmah Pendidikan: kami memiliki madrasah diniyah di berbagai titik. Dikatakan mitra bukan, dikatakan anak cabang juga bukan, namun hubungan kami seperti binaan. Gagasan ini berawal dari motivasi ingin bersama-sama menggagas madin. Selama ini kurikulum di madin tidak jelas, honor tidak jelas, manajemen juga tidak jelas, sehingga kami kerjasama dengan madin di masyarakat. Kami membuat semacam madin binaan, dengan kurikulum yang sama, pengelolaan yang sama, bahkan evaluasinya sama. Ustadz-ustadznya tidak harus dari ponpes, dan dalam beberapa hal dia integrasi dengan ponpes, namun dalam hal lain ia mandiri dan dikelola sendiri. Gambarannya seperti masaknya bersama, tetapi tidurnya berbeda. Masaknya bareng-bareng namun kamarnya berbeda. Ada 140 madin di masyarakat seluruh Jatim. Kalau di desanya sudah ada madin binaan itu, dan ada santri mau mondok di sini kami tidak menerimanya, kecuali kalau langsung masuk tingkat Tsanawi. Kami tidak mau monopoli begitu, biarlah diniyah di desanya, namun kalau mau melanjutkan ke Tsanawi silahkan.106 Ponpes tidak memaksakan madin menjadi binaannya. Biarlah
madin memilih sendiri. Yang dikehendaki ponpes adalah sesuatu yang mampu dilakukan. Karena minat masyarakat terhadap madin berkurang, maka kalau dibiarkan terus, madin mengalami penurunan. Ibadah, akidah akhlak dan pengetahuan masyarakat tentang hal itu secara otomatis akan berkurang. Dan pentingnya agama akan semakin surut. Alasan mengenai program ini sebagaimana diungkap oleh Naji sebagai berikut: Yang memotivasi kami hanya prinsip ‖kalau kami diam, maka pengetahuan masyarakat tentang agama secara otomatis akan berkurang‖. Dalam hal ini kami aktif menjemput bola yang kami istilahkan dengan visitasi. Mengenai Pengembangan SDM walau 105 106
Wawancara dengan Saifulloh Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011 Wawancara dengan Naji, tanggal 16 September 2011
294
tidak ada sekolah formalnya kami bisa memaksimalkan potensi dengan jalan, kami belajar otodidak. Ibaratnya kami buatkan lapangannya, silahkan santri memainkan bolanya. Ini ada bahan silahkan dikembangkan sendiri. Namun diawali dengan pelatihanpelatihan selanjutnya dikembangkan sendiri. Dalam pendidikan, walaupun kami salafiyah namun menurut saya paradigma salafiyah sekarang sudah bergeser. Salafiyah bukan dalam hal manajemen, tata kelola maupun metode pembelajaran, namun salafiyah yang kami terapkan adalah dalam hal nilai-nilai yang berbasis pada agama. Ponpes menggunakan sarana ICT lengkap, metode pembelajaran komplek, tidak kumuh, manajemen berbasis komputer informatika. Namun seluruh pengurus, pengelola, bahkan pegawai kami diwajibkan memakai seragam salaf, yaitu memakai sarung. (Sarungnya bercap ―Sidogiri‖—hasil observasi peneliti)107 Mengenai pengembangan SDM, Naji mengemukakan: Kami juga mengirim lulusan santri kami untuk menuntut ilmu keluar negeri, yaitu al-Qarf dan al-Azhar. Untuk tahun ini ada 2 keluar negeri yang dalam negeri tahun lalu ada 10 orang ke Jakarta tahun ini ada 6 orang ke bandung. Itu beasiswa untuk santri yang berprestasi. Ada program giat menabung untuk santri, nanti hasilnya untuk beasiswa peduli pendidikan. Dan ini berjalan baik. Ada 60 anak yang dapat beasiswa dari ponpes. Peduli pendidikan anak tidak mampu di Bekasi dan Surabaya. 70 anak di Surabaya sedangkan di Bekasi ada 400 anak. Free biaya pendidikan. Laporan pengurus ke wali santri ada setiap tahun. Untuk kegiatan ponpes semua ditanggung oleh ponpes. 108 Khidmah selanjutnya adalah khidmah melalui dakwah sebagaimana pernyataan Saifulloh berikut: 2.
Khidmah Dakwah Khidmah kami di bidang dakwah dilakukan dengan cara pengiriman guru-guru ke ponpes di seluruh Indonesia. Lulusan Tsanawi memang diwajibkan untuk mengabdi ke ponpes lain, tetapi untuk lulusan Aliyah hanya anjuran saja. Dalam setiap tahun permintaannya mencapai 700 santri. Nah ini kami kehabisan stok. Masalah pemetaan tempat, berjalan apa adanya, peran alumni sangat membantu, karena banyak alumni yang juga memiliki
107 108
Ibid. Ibid.
295
ponpes atau setidaknya madrasah diniah. Sehingga setiap tahun itu selalu ada yang meminta dijadikan tempat pengabdian bagi santri Sidogiri. Dari Pengabdian guru ini ternyata banyak yang tertarik untuk ikut mondok di Sidogiri. Jadi kami tidak melakukan perekrutan terang-terangan, karena itu justru dilarang. Kami menggunaan pendekatan alumni. Figur alumni dan kiprahnya di masyarakat itulah yang menggiring santri baru untuk mondok di sini. Karena kalau alumni mau mengkomunikasikan ke masyarakat, tanpa dilebih-lebihkan ataupun dikurangi Dakwah kami juga melalui pesantren ramadhan. Menurut saya, nuansa dan budaya pesantren ramadhan tidak dapat, kami justru menganjurkan masuk di ponpes terdekat, namun bukan di Sidogiri. Kalau sekolah tidak berkenan ya kami mengutus santri/ustadz ke sekolah Selain itu setiap bulan ada pengajian alumni keliling. Kita mengajak alumni untuk sejenak menjadi santri kembali. Selama 1 tahun ini sudah terprogram untuk tempatnya. Kiai akan datang ke suatu tempat lokasi/desa alumni tersebut, bisa jadi alumni yang mempunyai pondok ataupun masjid yang dituju. Semua pembiayaan yang menanggung adalah pondok. Ini juga bagian dari syi‘ar. Namanya IASS (Ikatan Alumni Santri Sidogiri) di tiap kabupaten dan kecamatan ada. Setiap satu tahun sekali ada Haul masyayikh. Haul ini merupakan wadah berkumpulnya para alumni untuk saling berkomunikasi. Di sini berkumpulnya alumni, santri, wali santri dan masyarakat. Biaya swadaya santri dan ponpes. Selanjutnya Khidmah sosial. 3.
Khidmah Sosial Khidmah sosial berupa: pengobatan massal; khitan missal; pemberian sembako (setiap jelang hari raya. Tahun kemaren ada sekitar 10.000 paket dengan harga @60-80 ribu rupiah), pemberian modal. Semua disalurkan melalui Laziswa (Lembaga Zakat Infaq, Shadaqah, dan Waqaf); Pemberdayaan masyarakat: dengan jalan pemberian zakat tidak sekadar diberi lantas selesai, namun kita mengenal lebih jauh dengan orang-orang yang menerima zakat, lalu diberi modal untuk usaha dengan memotivasi bahwa kalau tahun ini masih menerima zakat, semoga tahun depan sudah menjadi orang yang mengeluarkan zakat. Jadi zakat dikelola untuk pemberdayaan umat.
4.
Khidmah Ekonomi Khidmah di bidang ekonomi kami memiliki berbagai bidang penguatan ekonomi, seperti Kopontren yang mengurusi masalah usaha retail dan air minum ‗santri‘, BMT, pengelolaan limbah,
296
balai pelatihan untuk penguatan ekonomi dan entrepreneurship, dan lain sebagainya. Semua pengelolanya adalah santri alumni aliyah ponpes Sidogiri.109 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa, komunikasi eksternal yang dilakukan oleh Pondok pesantren Sidogiri tidak ada yang bersifat publikasi namun semata karena khidmah kepada masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah dan sebagainya. Di
samping
itu,
komunikasi
juga
dilakukan
dengan
menggunakan media yang berguna untuk menyampaikan informasi. Media di pondok pesantren Sidogiri ada yang bersifat elektronik atau berbasis WEB dan ada yang bersifat media cetak. Media yang berbasis pada web ditayangkan dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Saat ini sudah selesai programnya dan tinggal penyempurnaan finalnya.110 Prinsip yang dijadikan standar umum dalam pengelolaan media Sidogiri terdapat tiga prinsip yaitu: 1) tidak bertentangan dengan paham ahlusunnah wal jamaah, baik secara akidah, syariah, maupun akhlak; 2) tidak bertentangan dengan tradisi luhur pesantren yang diteladankan oleh para masyayikh Sidogiri; dan 3) tidak rentan menimbulkan keresahan di masyarakat.111
109
Wawancara dengan Saifulloh Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September 2011 Wawancara dengan Ustad Yasir, pimpinan Badan Pers Pesantren, 27 Nopember 2011 111 Badan Pers Pesantren, Menuju Pengelolaan Media Secara Profesional, dalam, Tamasya: Pesantren Tempat Mendidik Hati, (Laporan Tahunan PP Sidogiri, 1431-1432 H) 110
297
Ketiga prinsip tersebut dipegang teguh oleh Badan Pers Pesantren (BPP) sekaligus bertugas untuk mengkoordinir, mengawasi dan mengarahkan media-media pers Sidogiri. Media pers Sidogiri diawali dengan terbitnya majalah Ijtihad yang dikelola MMU Aliyah pada tahun 1994, dan saat ini berkembang menjadi 14 media, terdiri atas 4 majalah, 3 bulletin, 6 majalah dinding dan 1 media online (website), dengan oplah rata-rata tiap bulan sebagai berikut: Tabel 4.2 Media Cetak di Sidogiri NO
SEGMEN Masyarakat umum
PENJAB Sekretariat
ORIENTASI Kajian, refleksi dan informasi
Sekretariat
Kajian, refleksi, diskusi dan informasi
3.
Masyarakat menengah atas Santri dan alumni
Kajian, refleksi dan santai
4.
Kalangan pesantren
OMIM, MMU, Aliyah Kuliah Syari‘ah
5.
Kalangan masyarakat umum Donatur LAZISWA
Ubudiyah
Penyadaran ibadah
Laziswa Sidogiri
Kalangan sendiri
Ikatan Santri Sidogiri (ISS) Perpustakaan Sidogiri OMIM, MMU Aliyah LPBAA Kuliah Syari‘ah Annajah, MMU Tsanawiyah BPS Sidogiri Ikatan Santri Sidogiri (ISS)
Penyadaran sosial dan laporan untuk donatur Gaya hidup Islami (dunia remaja)
1.
NAMA MEDIA 1
2.SIDOGIRI@NET
6.
LAZISWA
7.
MAKTABATI 8.
Kalangan sendiri
9.Mading HIMMAH
Kalangan sendiri
10. Mading IBTIKAR Mading 11. TAFAQQUH Mading 12. MADINAH
Kalangan sendiri Kalangan sendiri Kalangan sendiri
Mading 13. ASH-SHIHAH 14. Mading KOREKSI
Kalangan sendiri Kalangan sendiri
Kajian keislaman.
Dunia buku dan informasi Wahana kreatifitas murid Pengembangan bahasa asing Kajian Islam Sosialisasi Ahlusunnah waljama‘ah Info sehat Problematika keagamaan dan sosial kemasyarakatan
298
Tabel 4.3. Oplah rata-rata Media Cetak PPS
Keempat khidmah (pendidikan, ekonomi, dakwah dan sosial) tersebut di atas, pada dasarnya adalah bentuk komunikasi ponpes dengan masyarakat dan pihak luar. Kalaulah diibaratkan seperti iklan yang berjalan. Iklannya ya aktifitas semua elemen yang ada di pondok pesantren beserta para alumninya ketika mereka berkiprah di masyarakat. Inilah cara sidogiri berkomunikasi. Dari seluruh paparan tersebut di atas, pada hakekatnya ponpes Sidogiri memegang tiga motto utama, yaitu salafi, aktual dan terpadu. Hal ini sebagaimana pejelasan Saifulloh Naji sebagai berikut: Memang kami memiliki motto salaf, aktual, terpadu. Salaf itu prinsipnya, aktual itu manajemennya, karena harus menyesuaikan dengan teknologi, dan terpadu itu adalah programnya. Karena kalau kita ketahui selama ini di sekolah-sekolah formal terpadu itu kurikulumnya, kalau kami tidak...terpadu itu adalah programnya. Maksudnya, program-program kami itu bisa terpadu di semua sektor dalam rangka pemberdayaan SDM 112 Dari keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi yang dijalankan di ponpes Sidogiri sebenarnya adalah bersifat public informations dan menuju ke arah two way asimetris,
112
Wawancara dengan Ustadz Saifullah Naji, tanggal 11 Pebruari 2012
299
namun disini peneliti mendeteksi beberapa perbedaan yang sifatnya agak mencolok dari two way asymmetric murni, yaitu sudah mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami. Akan tetapi, otoritas pondok pesantren tetap lebih besar dan peran kiai sebagai personal figur sangat berpengaruh. 3.
Cara Membangun Citra Pondok Pesantren Sidogiri Cara membangun citra pondok pesantren salafiyah Sidogiri Pasuruan melalui tokoh pendiri, kharisma kiai dan pengabdian langsung di masyarakat, terutama para alumni dan santri. Hal ini sebagaimana temuan data di lapangan, yang peneliti paparkan berikut di bawah ini. Pondok Pesantren Sidogiri sebagai lembaga pesantren tertua di Indonesia selalu berusaha membangun citranya, sehingga sebuah pesantren mempunyai nilai yang plus di mata masyarakat. Citra pondok pesantren Sidogiri tak lepas dari nama besar pendirinya, yaitu Sayid Sulaiman, yang merupakan putra dari Sayid Abdurrahman bin Umar ba Syaiban (Sunan Gunung Jati), seorang Habaib dari Hadratalmaut, Yaman. Hingga sekarang sudah sampai pada generasi ke-8. nama besar dan kharisma pengasuh ponpes salafiyah Sidogiri, KH. Abd. Alim bin Abdul Djalil membawa persepsi dan opini positif tersendiri di kalangan masyarakat. Selanjutnya ponpes salafiyah Sidogiri membangun citra lembaga melalui 5 cara, antara lain: alumni; ekonomi; media; pendidikan; sosial; dan dakwah serta branding. a. Alumni
300
Alumni berperan penting dalam membangun citra di pondok pesantren Sidogiri. Walaupun mereka sudah menjadi alumni, namun hubungan emosional dengan para Kiai masih terjalin. Ustadz Sholeh menjelaskan: Kami memang mendidik dengan hati, sehingga ada hubungan emosional walaupun mereka sudah alumni dari ponpes ini. Bahkan mereka tetap disebut sebagai santri, karena ada waktu untuk tetap mengaji khusus bagi alumni setiap bulan sekali, namun akhirnya berkembang pada masyarakat umum juga ada yang ikut bergabung. Ada kitab khusus yang memang dikaji dalam kajian alumni ini (Fathul Mu‘in). Pengasuh akan datang ke daerah untuk mengaji. Sarana untuk menjaga hubungan emosional ini adalah yang mengaji ada pewakilan dari salah satu dewan masyayikh (majelis keluarga), sehingga ini sebagai sarana untuk menyambung ikatan tesebut dan mendidik hati para santri.113 Bahkan Samsul Huda menjelaskan tentang Ikatan Alumni Santri Sidogiri: Ini memang perbedaan dari lembaga kami. Ada sisi yang memang kita sudah terlepas, dan ada hal-hal yang sepertinya melekat. Memang ikatan santri alumni ini banyak sekali kiprahnya di masyarakat. Ada 4 bidang: ekonomi bisnis, dakwah sosial, bantuan hukum, pendidikan dan pelatihan. Setiap tahun kami ada raker. Kalau pengajian itu di luar bidang kerja alumni tersebut. Kalau pengajian itu langsung dari pengasuh yang memiliki inisiatif, dan dari majelis keluarga pasti ada yang hadir, kalaupun tidak bisa/berhalangan maka pengurus yang hadir114 Bahkan Samsul melanjutkan: Karena pengasuh masih menganggap alumni adalah tanggung jawab dan masih keluarga kita. Sebagai contoh kecil kemaren di Jember ada alumni yang menyeleweng dalam hal ibadahnya, dewan majelis langsung mendatangi untuk memberi tausiyah, dan langsung ke rumahnya. Saya ikut langsung itu. 113 114
Wawancara ustadz Sholeh, Koordinator Guru Tugas, 26 September 2011 Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
301
Bukti alumni masih tanggung jawab dan keluarga kami adalah, kami membentuk 4 bidang kerja alumni, sebagaimana tersebut di atas, sehingga kalaulah ada alumni yang dirasa masih tergolong kurang mampu, kami memfasilitasi melalui bidang kerja tersebut (Ekonomi bisnis, bantuan hukum, dakwah sosial, pendidikan dan pelatihan). Jadi hubungan antara ponpes dengan santri dan alumni masih terjaga. (melatih jiwa enterpreneurship bagi para santri—sebagai tanggung jawab moral ponpes terhadap santri alumni).115 Sholeh, ketika menjelaskan mengenai peran alumni dalam perekrutan dan dakwah, juga menambahkan: Tiap bulan kami ada pengajian alumni keliling. Kita mengajak alumni untuk sejenak menjadi santri kembali. Selama 1 tahun ini sudah terprogram untuk tempatnya. Kiai akan datang ke suatu tempat lokasi/desa alumni tersebut, bisa jadi alumni yang mempunyai pondok ataupun masjid yang dituju. Semua pembiayaan yang menanggung adalah pondok. Ini juga bagian dari syi‘ar. Namanya IASS (Ikatan Alumni Santri Sidogiri) di tiap kabupaten dan kecamatan ada. Tiap satu tahun sekali ada haul masyayikh ini wadah berkumpulnya para alumni untuk saling berkomunikasi. Di sini berkumpulnya alumni, santri, wali santri dan masyarakat. Biaya swadaya santri dan ponpes.116 Jadi Implikasi dari label ‖santri‖ bagi seseorang yang sedang maupun telah selesai menuntut ilmu tersebut berimbas pada loyalitas mereka terhadap figur yang secara otomatis terhadap lembaganya. Hal ini tercermin jika ada kegiatan akbar seperti haul maupun akhirussanah, mereka akan meluangkan waktu, tenaga dan biaya untuk menghadiri acara tersebut, walaupun tanpa ada undangan resmi. Acara ini selain sebagai ajang yang bernuansa religi, secara tidak langsung juga bisa digunakan para santri,
115 116
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011 Wawancara dengan Sholeh, anggota majelis keluarga, 16 September 2011
302
alumnus, masyarakat, tokoh agama, maupun stakeholder untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung tentang segala hal (politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain) sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan masing-masing. Tanpa disadari ini adalah ajang untuk menjalin hubungan yang baik dengan pihak lain, dan hal tersebut merupakan tujuan dari public relations. Branding ‖santri‖ dipertahankan bahkan menjadi icon tersendiri yang membedakan dengan sekolah umum lain (walau sudah alumni namun gelar santri tetap melekat). Hal ini untuk menjaga hubungan/ikatan batin antara santri (baik yang masih ngaji ataupun sudah alumni) dengan kiai. Cara inilah yang dipakai pondok pesantren Sidogiri untuk membangun citranya. b. Ekonomi Pembangunan citra dalam bidang ekonomi ini dilakukan dengan mendirikan BMT, Kopontren117 dan sebagainya yang bergerak dalam bidang ekonomi. Bahkan BMT yang ada di pondok pesantren Sidogiri ini menjadi rujukan yang lain, demikian juga Kopontrennya. Samsul Huda menjelaskan: Kita memprioritaskan anggota BMT adalah alumni santri Sidogiri. Taruhlah BMT kita ada 140 cabang. Setiap cabang ada 7 pegawai. Itu sudah 980 karyawan. Padahal 117
Peneliti menyempatkan diri untuk observasi kopontren yang ada di pondok pesantren Sidogiri. Dalam pengamatan peneliti, kopontren terletak di tempat yang strategis dengan akses terbuka untuk umum. Seluruh petugas yang ada di kopontren memakai seragam Sidogiri. Kopontren menyediakan semua kebutuhan sehari-hari santri dan masyarakat. Selanjutnya peneliti melanjutkan observasi ke UGT Sidogiri. Bangunan UGT Sidogiri telah menggunakan link on line berbasis IT, dengan tata ruang yang sangat rapi setara dengan bank konvensional. Observasi peneliti tanggal 17 September 2011 jam 14.30 WIB
303
alumni kita rata-rata tiap tahun 500-an alumni. Ini masih sangat mencukupi. Belum lagi yang kopontren yang ada di berbagai cabang, dan ke depan kami akan terus mengembangkan cabang-cabang yang ada di daerah. Sekarang ini kami sedang membangun balai pelatihan milik sendiri. Di bidang ekonomi ada 8 orang menangani. Mengenai perekrutan tenaga pekerja, pada dasarnya kami tetap melihat prestasi akademik santri dulu. Namun perekrutan di sini ini modelnya unik. Kadang kami tidak tahu kalau kami mau direkrut untuk bergabung dalam pengurus. Hal ini biasanya penunjukan langsung dari anggota keluarga/kiai. Selain itu juga ada pertimbangan lain selain prestasi akademik. Di ponpes ini juga seringkali diadakan pelatihan kepemimpinan misalnya, dari situ pengelola bisa melihat santri mana yang memiliki potensi. Jadi kami belajar sambil jalan. Kalau saya melihat pengelola itu memegang prinsip bahwa santri itu dapat dipercaya (amanah dan shadiq) itu yang dipegang pertama. Santri sudah memiliki agama yang kuat, baru bekal selanjutnya kami belajar sambil jalan. Dan alhamdulillah teman-teman nyatanya bisa. Kami studi banding dulu, selanjutnya kami belajar baik secara personal maupun mengikuti pelatihan atau di sekolahkan dari lembaga118 Saifulloh juga menjelaskan: Kami menggunakan SDM dari alumni santri yang sudah tamat Aliyah. Walau mereka tidak sekolah formal, tanpa ijazah S1 namun kami memegang prinsip bahwa masalah teknis bisa dipelajari 1, 2 minggu maksimal 1 bulan, selanjutnya sudah bisa berjalan lancar. Masalah perekrutan karyawan kami hanya memegang dua prinsip utama yaitu sidiq (benar/jujur) dan amanah (dapat dipercaya). Kami yakin kalaulah seseorang itu sudah memiliki dua sifat tersebut maka selanjutnya tinggal menggodok fatonah (kecerdasan) dan selanjutnya tableqh (menyampaikan). Dua hal yang terakhir ini bisa didapat by process.119 Hal ini juga didukung observasi yang peneliti lakukan: Beginilah suasana kantor pusat kegiatan ekonomi ponpes Sidogiri. (Kantornya sangat bagus, bersih dan rapi persis seperti kantor 118 119
2011
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011 Wawancara dengan Ustadz Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
304
bank-bank konvensional sudah menggunakan layanan on line dengan sekat-sekat ruang yang sudah tertata jelas, menunjukkan bahwa manajemennya berjalan).120 Mengenai omset dan seputar BMT tersebut, Ustadz Saifulloh juga menjelaskan: Omsetnya per-September kemarin mencapai angka 1 Trilyun. diawali dari 140 juta pada tahun 2000. Sebetulnya awal mula BMT dimulai dari keprihatinan pondok terhadap para masyarakat yang ada di sekeliling pondok yang memiliki usaha kecil (berjualan di sekitar ponpes) yang berhutang kepada rentenir untuk memulai usahanya. Modal dari rentenir, sementara dimakan oleh para santri menimbulkan inisiatif dari pengelola untuk membantu mengentaskan mereka dari para rentenir. Akhirnya muncullah BMT Sidogiri. Awalnya kami membantu memberi modal dengan tanpa laba. Setelah nasabah bisa mandiri akhirnya demi pengembangan BMT pada tahun-tahun seterusnya kami mengelolanya. Sampai dengan saat ini sudah ada 138 cabang BMT di seluruh Indonesia. Nanti jam 14.00 ini ada rapat pertemuan BMT sidogiri se-Indonesia di hotel Semeru Batu.121 Bahkan BMT tersebut dijadikan rujukan oleh BMT yang lain. Saifulloh menjelaskan: Memang BMT ini menjadi rujukan yang lain. Kemarin ada utusan dari PBNU untuk mengadakan pelatihan langsung di sini selama 2 bulan untuk mengkaji tentang konsep Ekonomi Syari‘ah yang dikembangkan oleh UGT ini. Tempatnya ya di sini ini. (Gedung UGT terdiri dari tiga lantai, dengan lantai dasar untuk transaksi, ltu dua untuk ruang perkantoran, dan lantai tiga untuk gedung pertemuan).122
120 121
Observasi tanggal 16 September 2011 Wawancara dengan Ustadz Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
2011 122
2011
Wawancara dengan Ustadz Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
305
Memang pada dasarnya dan awalnya niat dari BMT ini adalah berjuang. Tapi apabila perjuangan tersebut disertai dengan keikhlasan, maka akan membuahkan hasil juga. Saifulloh menjelaskan hal ini panjang lebar sampai pada upah yang diberikan kepada para pegawai, dengan penjelasannya sebagai berikut: Sebetulnya niat kami adalah berjuang. Ada yang berjuang lewat pendidikan, berjuang lewat pengajian (dakwah), dan urusan ekonomi ini kami juga berjuang. Di dunia ini juga butuh hidup. Keluarga bisa menyekolahkan anaknya di pondok juga butuh biaya. Kalaulah kami membantu memberikan modal usaha, semuanya supaya bisa survive di dunia untuk berjuang kembali menjalankan ibadah dan menegakkan agama. Sungguh sangat tragis kalau menengok nasib para ustadz-ustadz madrasah diniyah kita. Mereka hanya digaji sangat tidak seberapa dengan mengharap keikhlasan saja. Ikhlas yang bagaimana kalau satu bulan hanya digaji 50 ribu, sementara mereka memiliki istri dan anak. Dengan sumber daya yang seperti itu bagaimana pengelolaannya? Apalagi peningkatan kualitasnya? Sebetulnya inilah yang menjadi keprihatinan kami. Kalaulah ini dibiarkan terus maka nasib madrasah diniyah akan semakin tidak diminati oleh masyarakat. Kami ingin mengangkat kembali madrasah diniyah. Sekadar informasi saja, untuk karyawan kami yang baru masuk saja kami memberi UMR tertinggi di Jawa Timur, yaitu standar kami Gresik. Karyawan baru kami beri gaji Rp. 1.050.000,-.123 Dari paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa niat pertama kali organisasi ekonomi di pondok pesantren Sidogiri adalah berjuang dan berdakwah. Hal inilah yang justru akhirnya mampu digunakan untuk membangun citra pondok dengan sendirinya.
123
2011
Wawancara dengan Ustadz Saifulloh Naji Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16 September
306
Cara membangun citra yang lain melalui bidang ekonomi selain melalui BMT adalah melalui Kopontren. Kopontren Pondok pesantren
Sidogiri
merupakan
Kopontren
percontohan
se-
Indonesia. Samsul Huda menguraikan: Kalau saya lihat pesantren-pesantren lain kopontren itu miliknya kiai/ustadz. Memang dulu di sini awalnya juga begitu. Namun sejak tahun 1960-an menjadi dikelola oleh pengurus ponpes sehingga manajemennya terpusat. Sejak itu keluarga memiliki saham, yang mengelola pondok, sehingga masing-masing kiai tinggal menerima bagi hasil bersihnya saja, dengan barang-barangnya yang dijual tetap.124 Kopontren yang ada di ponpes Sidogiri dulunya adalah miliknya kiai, namun dalam perkembangannya dikelola dengan manajemen yang baik sehingga mempunyai nama dan sekarang tersebar di seluruh Indonesia. Data mengenai BMT dan Kopontren dapat dilihat di lampiran. c. Media Media merupakan salah satu wahana komunikasi dan membangun citra sebuah lembaga pendidikan, terutama pesantren. Pondok pesantren Sidogiri mempunyai beberapa media yang digunakan sebagai wahana komunikasi eksternal dengan cara memberikan informasi-informasi seputar perkembangan pondok pesantren Sidogiri dan seputar pendidikan juga pengetahuan. Tedapat 14 nama media komunikasi di pondok pesantren Sidogiri dengan sasaran yang berbeda-beda. Satu diantaranya merupakan
124
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
307
media elektronik, enam diantaranya diperuntukkan untuk kalangan umum
sedangkan
delapan
untuk kalangan
intern
pondok
pesantren.125 Mengenai materi dari bulletin-bulletin tersebut, Samsul Huda mengemukakan: Itu awalnya ketika kami memfasilitasi teman-teman
yang
memiliki
mengadakan
pelatihan
bakat
jurnalistik.
tulis-menulis. Karena
santri
Kami tidak
diperkenankan membawa laptop, maka santri diperkenankan menulis secara manual, lalu diserahkan ke pengurus. Pengguna komputer kami membolehkan yang sudah kelas aliyah, dan itu pun tertentu, tidak semua.126 Jadi santri memperoleh materi bulletin secara otodidak, lalu menulis secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Namun materi bulletin yang akan diterbitkan harus melewati BPPS terlebih dahulu. Ketua BPPS mengemukakan: Isi bulletin yang banyak tentang kajian keislaman kalau berita tidak begitu banyak. Kajian keislaman yang bisa masuk tergantung pada pengelolaan bidang masing-masing. Misalnya bidang perpustakaan memiliki mading sendiri, materinya tergantung pada pengelolaan bidang tersebut. Ada mading al-Ittihad yang dikelola oleh laboratorium bahasa Arab, sehingga topiknya berkenaan dengan bahasa Arab. Ada mading as-Shihah yang dikelola oleh bidang kesehatan/balai pengobatan. Tugas utama BPPS adalah pembinaan dan pendampingan. Kami menjadi atasan media itu bukan secara struktural tetapi fungsional. Secara fungsional ya berada di bawah naungan bidang masing-masing, namun secara 125 126
Nama-nama media dapat dilihat di lampiran. Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
308
struktural yang berada di bawah naungan pepustakaan, kami mendampingi dan mengoreksi. Setiap kali ada media yang akan terbit kami harus mengoreksi. Kami merekom, namun penebitannya kami kembalikan pada bidang masing-masing. Ibarat buku kami ini ISBN-nya. Kami mengontrol, karena tulisan santri terkadang ada istilah-istilah yang tidak diperkenankan atau dipandang tidak pantas, maka kami yang mengedit dan merevisinya.127 Bulletin-bulletin tersebut terbit dengan waktu yang berbedabeda. Bulletin Sidogiri terbit setiap 2 minggu sekali, sedangkan Tau’iyah terbit setiap hari jum‘at. Abdul Ghafar mengemukakan: ‖ Majalah khusus untuk sidogiri, laziswa, tamasya – laporan tahunan ponpes sidogiri, yang terbit setiap 2 Jum‘at (Tau’iyah) diberikan secara gratis ke mushola/masjid berisi tentang dakwah keislaman dan forum tanya jawab‖128. Sedangkan pendistribusian bulletinbulletin tersebut dilakukan oleh Alumni. Ahyat mengemukakan: Cara mendistribusikan melalui jaringan alumni yang bersedia. Dan alhamdulillah kebanyakan mereka bersedia, karena alumni yang sudah di masyarakat, rata-rata pendidikan dan pengalamannya semakin bertambah, sehingga komunikasinya dengan masyarakat semakin luas. Kami juga mempertimbangkan waktu dan tenaga. Artinya, alumni selain memiliki ikatan batin dengan ponpes, tapi kami juga tidak Cuma-cuma, artinya kami menghargai waktu dan tenaganya. Kami memberikan 40% dari harga jual bagi yang mendistribusikan. Pemasarannya melalui alumni, namun ada juga yang bukan alumni. Pendistribusian mulai daerah Probolinggo, Bali, Madura, Surabaya, Jakarta, Kalimantan dan lain-lain mencapai puluhan kota. Rata-rata tiap distributor meminta 500 eksemplar. Misalnya di Bangkalan, di sini terdapat hanya satu distributor, namun menguasai 2 kabupaten, Bangkalan dan Sampang. Sehingga masingmasing distributor ini memiliki segmen pelanggan tersendiri. Kami sengaja memiliki distributor satu saja di tiap titik kota. 127 128
Wawancara dengan Ustad Yasir ketua BPPS, 24 September 2011 Wawancara dengan Abdul Ghofar (Staf sekretaris I), 23 sept 2011
309
Distributor yang di Bangkalan tidak boleh menjual di Pamekasan. Kami memberikan 40% dari harga jual itu untuk distributor. Selanjutnya distributor membaginya dengan agen. Rata-rata tiap agen dapat 15-20%.129 Ahyat juga menambahkan: Rata-rata kami menerbitkan sekitar 7.000-10.000 oplah, dengan distribusi mencapai 90% habis terjual. Karena kami memiliki kesepakatan dengan distributor, bahwa barang yang sudah dibawa tidak boleh kembali. Mereka sudah memiliki pasar dan pelanggan yang ada di daerah-daerah, sehingga tidak pernah ada bulletin yang kembali, semuanya habis terjual. Distributor-distributor biasanya meminta sekitar 500. kalaulah mereka meminta lebih dari 500, misalnya 510 begitu, maka ya yang 10 itu tidak boleh kembali.130 Yasir menambahkan: ‖Bulletin mulai cetak tahun 2005. dengan terbit setiap bulan sekali. Dibagikan ke masyarakat luas, melalui distibutor yang sudah ada di beberapa kota, yang kebanyakan adalah para alumni. Namun jika bulan liburan atau ramadhan biasanya digabung sehingga dua bulan terbit sekali. Bulletin terbit satu bulan sekali cuman pada waktu liburan digabungkan dua bulan sekalian bulan ramadlon dan syawal. Pendistribusiannya lewat alumni dan distributor‖131 Akhyat juga menjelaskan peranan bulletin-bulletin tersebut dengan ungkapannya: ‖Peranan bulletin penting sekali, karena otomatis masyarakat akan memandang ponpes ini. Tujuan bulletin: Menyambung komunikasi ponpes dengan alumni dan masyarakat, Memperluas jaringan dakwah, dengan alumni ataupun masyarakat.
129
Wawancara dengan Akhyat (Ketua Bulletin Sidogiri-BS), 24 September 2011 Wawancara dengan Akhyat (Ketua Bulletin Sidogiri-BS), 24 September 2011 131 Wawancara dengan Ustad Yasir ketua BPPS, 24 September 2011. Ketika wawancara peneliti berada di kantor BPPS. Ruangan sekitar 4x5m² ini dijadikan sekretariat . namun tidak ada bulletin, majalah, buku ataupun berkas lain yang berserakan. Semuanya tertata dengan rapi, begitu pula dengan laporan pengiriman dan pendistribusiannya. (Observasi peneliti, 24 September 2011, pukul 11.30 WIB) 130
310
Paling tidak masyarakat mengetahui tentang insitusi/lembaga ponpes‖132 Dari berbagai penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan bulletin adalah menyambung komunikasi ponpes dengan alumni dan masyarakat, memperluas jaringan dakwah dan pendidikan dengan alumni ataupun masyarakat. Selain media cetak atau bulletin, di Pondok pesantren Sidogiri juga terdapat website yang bisa dikunjungi siapapun di dunia maya. Samsul Huda mengemukakan: Informasi untuk tahun ini sedang meningkatkan teknologi berbasis IT. SDM-nya sudah kami persiapkan. Website juga kami operasionalkan. SDM-nya dari santri yang masih aktif, cuman kita kerjasama dengan alumni. Sekarang kita sedang mengubah tampilan di website dengan 3 bahasa. Yang menggarap kerjasama dengan alumni. Santri dari Sidogiri yang disekolahkan ke Bandung kembali ke ponpes menggarap informasi IT. Untuk sementara teman-teman yang di sini belajar autodidak sebanyak 2 orang yang sangat fokus. Kami telah berhasil membuat data base santri yang rencananya akan di link ke semua bidang. Data base santri bisa di link ke bidang kesehatan, perpustakaan dan presensi. Termasuk catatan-catatan akademik santri bisa langsung diakses melalui web. Untuk program ini, kami sudah ditawari 150 juta, tapi alhamdulillah kami bisa belajar autodidak. Kondisi santri gimana, kesehatannya gimana? Catatan akademiknya gimana? Bisa langsung dilihat di web kami. Kami membuatnya sekitar 3 tahunan dan alhamdulillah mulai tahun ini sudah bisa dioperasikan 133 Samsul juga mengakui bahwa sebenarnya tahun ini belum sepenuhnya berbasis WEB, namun sudah dioperasionalkan. Ia menguraikan sebagai berikut: 132 133
Wawancara dengan Akhyat (Ketua Bulletin Sidogiri-BS), 24 September 2011 Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
311
Kita masih belum berbasis web sepenuhnya, tapi masih di link secara intern di bidang-bidang yang ada di pesantren ini. Antara madrasah (terkait dengan pelajaran) dengan daerah (kegiatan ma‘hadiyah). Ada menu-menu yang akan tampil di link tersebut. Kita ada koordinasi per-instansi (bidang). Ada rapat bulanan, per semester, tahunan. Yang rutin bulanan. Sebenarnya semuanya sudah berjalan rutin di sini, namun kalau melalui link internet khan bisa dideteksi secara global dan cepat.134 Akhyat menambahkan: ‖Di dalam website kami juga menayangkan. Profile, logo, simbol institusi muncul di dalam website http://www.sidogiri@com. Kami selalu meng-update setiap kali ada email yang masuk ataupun kajian-kajian khazanah keilmuan keislaman, materi bulletin, materi khotbah jum‘ah, dan lain-lain, dengan tujuan supaya masyarakat luas yang mengakses website kami bisa mengikuti seluruh informasi dan aktifitas yang ada di dalam ponpes.‖135 Jika sudah masuk ke dalam website maka seluruh dunia akan mengetahui informasi seputar pondok pesantren Sidogiri tersebut. Maka dari itu, pondok pesantren Sidogiri selalu berusaha mengembangkan IT dan membina santrinya untuk belajar IT secara lebih intensif sehingga mempunyai kompetensi khusus dalam bidang website. Kami memiliki prinsip, bahwa media adalah ‗dalang‘. Ibarat pertunjukan wayang, siapa yang memberikan informasi, dan mau dibawa ke mana informasi/cerita
tersebut,
judul apa yang akan dijadikan cerita dalam pertunjukkan tersebut, 134 135
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011 Wawancara dengan Akhyat (Ketua Bulletin Sidogiri-BS), 24 September 2011
312
semuanya tergantung pada dalangnya. Demikian pula media massa. Masyarakat luas bisa mengetahui informasi tanpa batas, ruang dan waktu melalui media, baik elektronik maupun non elektronik. Sehingga kami berpedoman bahwa media adalah dalang. Dan ini bisa dibuktikan kami memiliki 14 macam media. Informasi melalui dunia maya akan lebih cepat diakses dan dibaca oleh berbagai kalangan di berbagai negara di belahan dunia ini. Dengan demikian, citra pondok pesantren Sidogiri akan terbangun dengan sendirinya, dengan memberikan informasi yang konkrit melalui website. Selain hal-hal di atas, di Pondok pesantren Sidogiri juga terdapat kalender yang diedarkan kepada masyarakat, yang juga melewati santri yang pulang kampung dan alumni. Abdul Ghafar mengemukakan: Pendistribusian setiap bulan ramadhan, setiap santri minimal 5 kalender. Maksimal terserah santri. Untuk kedaerah sudah kami bagi-bagi sesuai dengan permintaan daerah, Kalau lebih langsung ke bendahara satu. Kalau ingin membeli datang langsung ke sini atau ke santri-santri. Biasanya santri yang pulang membawa kelender, dan para alumni juga banyak yang meminta.136 Hal ini juga diperkuat dengan observasi peneliti yang pada saat itu juga disertai peneliti telah membeli kalender sebagai oleholeh penelitian, seharga Rp. 19.400,-.137 Dengan adanya pembagian dan penjualan kalender yang terdapat identitas pondok pesantren 136 137
Wawancara dengan Abdul Ghofar (Staf sekretaris I), 23 sept 2011 Observasi 24 September 2011
313
Sidogiri, maka pondok pesantren Sidogiri telah membangun citra positif di masyarakat. d. Sosial, Pendidikan dan dakwah Kegiatan pembangunan citra dengan pendekatan sosial dilakukan oleh jaringan Ikatan Santri Sidogiri. Samsul Huda menjelaskan: ―Kami ada ISS (Ikatan Santri Sidogiri), yang diberi kebebasan pelatihan
untuk
mengadakan
komputer,
kegiatan-kegiatan.
kaligrafi,
nyablon,
misalnya bidang
peternakan/pertanian, dan lain-lain, diberikan kebebasan untuk mengadakan aktifitas. Kemarin ada khitanan masal, bakti sosial, dan lain-lain‖138. Hal ini juga diperkuat oleh dokumentasi laporan tahunan pengurus Pondok Pesantren Sidogiri.139 Samsul Huda menambahkan: Kita juga menyiapkan dana sosial yang kita tarik pada santri tiap minggu, untuk mengajak melatih shadaqah untuk dana sosial. Ternyata juga dapatnya lumayan. Ini kita salurkan kalau ada musibah ataupun kegiatan sosial yang lain yang kembali untuk kepentingan santri pula. Kalau ada acara haul masyayikh masyarakat juga diundang, namun untuk kegiatan apapun yang berkait dengan ponpes, masyarakat tidak pernah ditarik dalam bentuk apapun. Namun ada kesadaran para alumni untuk ikut handarbeni.140 Dengan adanya terjun langsung dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial yang sifatnya memasyarakat akan lebih dapat membangun image yang baik. Karena sesuai dengan sebuah kaidah lisan al-hal afdholu min lisan al-maqal. 138
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011 Lihat Lampiran Dokumentasi Kegiatan-kegiatan Sosial. 140 Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011 139
314
Sedangkan dalam bidang pendidikan, hal ini berupa bahtsul masail, lajnah muroja’ah dan guru tugas. Bahtsul masail merupakan kajian bidang fiqih terhadap berbagai masalah-masalah fiqih kontemporer yang dihadapi masyarakat. Sedangkan lajnah muroja’ah merupakan aktivitas mengaji langsung kepada kiai untuk menuntut ilmu dari kiai tersebut. Yasir mengemukakan: Bahstul masail bersifat intern dua kali setahun, JawaMadura. Biaya untuk pelaksanaan Bathsul Masail sudah ada anggaran dari pondok, namun juga mendapat bantuan dari ponpes. Dana itu semuanya dihandel oleh ponpes. Namanya bathsul masail wusto, tempatnya selalu di ponpes ini. Yang pertama dari santri Jawa-Madua, yang kedua dari alumni. Pada bulan muharam mengadakan bathsul masail tingkat Jawa Madua. Ini memang sudah menjadi agenda tahunan. Yang alumni nanti ketika ada imtihad pondok, sekitar 17-18 Sya‘ban. Yang mengurusi ada bagian tersendiri. Yang alumni adalah kelanjutan dari yang petama. Hasil bathsul masail itu dibukukan. Lalu mencetaknya dan dikirim kepada seluruh anggota yang mengikuti bahtsul masail. Kalau untuk diperjualbelikan secara bebas tidak, sehingga kami mencetaknya terbatas.141 Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa bahtsul masail merupakan kegiatan rutin pondok pesantren Sidogiri dan merupakan ciri khas pondok pesantren salafiyah. Hasil dari bahtsul masail tidak diperjualbelikan secara umum, namun didistribusikan secara terbatas. Hal ini akan menambah keakuratan hasil dan menjadi citra yang baik di pandangan masyarakat. Adapun yang menjadi ciri khas pondok pesantren Sidogiri adalah lajnah muroja’ah. Yasir mengemukakan:
141
Wawancara dengan Yasir-Ghofar, 24 September 2011.
315
Lajnah muroja’ah (mengaji langsung dengan kiai bertempat di mushola pondok) Secara garis besar kuliah itu membawahi naib I, II dan III. Naib I bertugas urusan syuro, kajian kiai langsung, naib II urusan Lajnah Muroja‘ah, naib III kajian keislaman dan bulletin. Secara tidak disengaja masyarakat akan tahu bahwa di sana itu ada ponpes. Dengan adanya berbagai media cetak ini masyarakat akan mengenal Sidogiri justru pada aktivitas-aktivitas riil yang yang dilaksanakan pondok pesantren atau sering kita sebut dengan kiprah.142 Lajnah muroja’ah merupakan aktivitas dimana santri mengaji kepada kiai secara langsung. Dan hal itu hanya terjadi di pondok pesantren Salafiyah. Selain lajnah muroja’ah juga ada pengembangan bahasa di daerah bahasa. Jadi walaupun santri pondok pesantren salafiyah diharapkan juga mampu menerapkan bahasa Arab dan Inggris dalam bahasa sehari-hari. Samsul Huda mengemukakan: Penggolongan bahasa bukan berdasar daerah asal, namun penggolongan daerah berdasar kemampuan dan minat potensinya. Misalnya daerah bahasa, daerah hafidz. Untuk bahasa ada kamar pendalaman bahasa Inggris dan kamar pendalaman bahasa Arab. Mereka praktek 24 jam. Bagi teman yang tidak tinggal di daerah itu, maka harus mengikuti aturan kamar tersebut. Kalau mau tidak memakai bahasa Arab/Inggris ya harus keluar dari kawasan tersebut. Ada batasan lama tinggal di daerah ini yaitu selama 3 tahun. Jadi kami sudah tidak mengklasifikasikan kamar berdasar daerah asal, melainkan berdasar kemampuan potensi dan minatnya.143 Dengan adanya kamar pendalaman bahasa tersebut, maka diharapkan santri tamat dari pondok pesantren Sidogiri bisa berbicara dengan minimal 3 bahasa, Indonesia, Arab dan Inggris. 142 143
Wawancara dengan Yasir-Ghofar (24 September 2011) Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
316
Selain skala internal, aktivitas membangun citra dalam bidang pendidikan juga meliputi skala eksternal, yaitu guru tugas. Guru tugas rata-rata mengabdi 1 tahun di suatu madrasah tertentu dan atas permohonan madrasah yang ditempati tersebut. Ustadz Sholeh mengemukakan: Sekarang sampai 600 an tiap tahunnya. Pengiriman ke pulau Jawa: Jawa timur, Jawa tengah, Jabar, Jakarta, Bali, Sulawesi Barat, Selatan, Tengah, Kalbar, Kalimantan tengah, Sumatera yang paling banyak, dan penah pula ke Aceh. Untuk tahun ini tanggal 14 syawal sudah terplanning (setiap tanggal 14 syawal) kami memberangkatkan guru tugas. Dasarnya adalah dasar pemohonan dai daerah. Cara koordinasinya tergantung pada permohonan daerah yang ditempati. Kalau mintanya sedikit yang kami kirim yang sesuai permintaan tersebut.144 Sholeh menambahkan: Permohonan GT selama bertahun-tahun ini tidak pernah terpenuhi. Pemohonan lebih banyak dari jumlah santri kami. Tahun ini lulusan tsanawiyah ada sekitar 500, permintaan ada 600 lebih. GT ini sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah. Bagi yang tahun ini belum bisa GT, diperbolehkan untuk mengikuti GT tahun berikutnya. Tahun ini daerah yang meminta GT dikenai biaya operasional 400 ribu selama 1 tahun, kami gunakan untuk survey, membuat laporan, dan sebagainya untuk biaya operasional. GT ini wajib bagi lulusan tsanawiyah yang menginginkan ijazah. Selama setahun mulai 14 Syawal sd 15 Sya‘ban. Dalam setahun pulang sekali pada bulan robiul awal. Yang aliyah namanya juga guru tugas, kalau memang dia mau guru tugas, tapi tidak wajib. Prosesnya daerah yang menjemput santri GT di pondok pada bulan Syawal dan pada bulan Sya‘ban daerah pula yang mengembalikan 145 Untuk guru tugas, setiap kabupaten yang ditempati terdapat koordinator yang tugasnya memantau kegiatan-kegiatan guru tugas, 144 145
Wawancara ustadz sholeh, 26 September 2011 Wawancara ustadz sholeh, 26 September 2011
317
selain itu guru tugas yang bersangkutan diharuskan membuat laporan individu. Ustadz sholeh mengemukakan: Tiap-tiap kabupaten ada koordinatornya. Di setiap tempat ada namanya yang betanggung jawab (PJGT) adalah orang yang diangkat di kota/kab tempat yang ditempati guru tugas. PJGT betugas membeikan jaminan keamanan dan konsumsi kesehatan, tiap bulan membeikan bisyaroh minim pada tahun ini 150rb/santri. Namun kenyataannya lebih banyak dari itu. Pada tiap tahunnya kami membeli perangko, karena tiap bulan GT kami haruskan untuk membuat laporan. Ini sudah latihan disiplin manajerial sejak dini. Yang mensurvey tempat tugas dari pengurus. Majelis keluarga sudah mempercayakan kepada pengurus ponpes, kami (majelis keluarga) mengetahui laporan dari pengurus. Pada tiap Bulan muharram kita keliling untuk rapat bersama, kami berkumpul di satu tempat untuk koordinasi dan evaluasi. Kami membagi job keliling ke Jember, Bondowoso Situbondo, Pasuruan, Probolinggo, Malang Surabaya, Madura, Bangkalan untuk koordinasi dan evaluasi secara langsung. Di atasnya PJGT ada koordinator. Di tiap-tiap kab/kota ini memiliki koordinator GT. Koordinator ini harus membuat laporan setahun dua kali. Kalau PJGT membuat laporan tiap 3 bulan, kalau GT setiap bulan membuat laporan146 Dari penjelasan tersebut di atas, guru tugas adalah guru yang berasal dari tamatan Tsanawiyah pondok pesantren Sidogiri yang ditugaskan di madrasah-madrasah di seluruh Indonesia, atas dasar permintaan madrasah-madrasah tersebut. Keberadaan guru tugas sebenarnya memiliki tujuan dan manfaat tertentu. Hal ini sebagaimana pernyataan ustadz Sholeh yang mengemukakan sebagai berikut: Tujuan GT adalah untuk menghasilkan maslahah, maslahah kepada masyarakat dan maslahah kepada tempat tugas, pesanten ini. Dengan adanya guru tugas ini diharapkan 146
Wawancara ustadz sholeh, 26 September 2011
318
lulusan Tsanawiyah biasa menambah ilmu, menyebarkan ilmunya, menjadi uswah dibidang pengembangan agama, bisa belajar bermasyarakat. Kepada ponpes, dengan adanya GT ponpes sudah menjalankan misinya sebagai penyebar ilmu agama melalui santri-santrinya, memberikan informasi yang terkait dengan ponpes Sidogiri melalui GT. Tempat tugas, kegiatan-kegiatan di tempat tugas bisa menjadi lancar.147 Adapun mengenai manfaatnya, Samsul Huda menjelaskan: Banyaknya madrasah yang ada di daerah yang memang semakin merosot keberadaannya. Ada 3 manfaat: maslahah pada tempat tugas, maslahah pada santri sendiri, dan maslahah pada ponpes.148 Bahkan ustadz Muhbir menjelaskan manfaat tersebut dengan pengalamannya. Ia menguraikan: Saya ditugasi Kiai untuk pengabdian pendidikan di sekolah umum. Maksudnya ada program ponpes untuk memasukkan pelajaran al-Qur‘an dan agama di sekolah umum. Saat ini yang dijadikan tempat adalah SDN II Tembokrejo. Lokasinya di daerah perumahan elite. Program ini sudah berjalan selama 4 tahun dan hasilnya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, baik pihak sekolah sendiri bahkan para wali murid. Hal ini disebabkan walaupun di SD ini ada tambahan kurikulum agama, namun hasil nilai UAN tinggi, tidak kalah dengan SD lain yang tidak ada tambahan kurikulum agama. Kami memulai pengabdian pendidikan dengan memasukkan materi agama dalam kurikulum SDN ini awalnya melalui pressure kebijakan Walikota. Alhamdulillah sekarang sudah membawa hasil, karena pihak sekolah maupun wali murid sangat mendukung. Prkatek yang kami jalankan sebagai berikut: 1) Pelajaran al-Qur‘an dan agama dimulai jam 05.45-06.45 WIB. 2) 15 menit untuk baca tulis al-Qur‘an dan 15 menit untuk materi fiqh, ibadah, akidah, akhlak 3) Walau hanya setengah jam, namun membawa hasil. 147 148
Wawancara ustadz sholeh, 26 September 2011 Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
319
4) Sistem pembelajaran yang proaktif dengan wali murid, artinya wali murid juga dilibatkan langsung dalam pengawasan ibadah anak di rumah. Contoh: setiap hari ada laporan apakah tadi pagi dibangunkan oleh orang tua untuk shalat subuh?. Ini adalah salah cara untuk mengontrol peran serta orang tua dalam pembentukan karakter kepribadian anak. 5) Presensi kedatangan, kami tidak menggunakan tanda titik melainkan menit kedatangan murid. Hal ini untuk melatih kedisiplinan murid149 Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa manfaat guru tugas sangat besar, terutama bagi madrasah yang ditempati. Program guru tugas juga termasuk bagian pembangunan image dengan berdakwah, akan tetapi dakwahnya di pesantren atau madrasah tertentu yang meminta. Selain program guru tugas, dakwah juga dilaksanakan karena panggilan jiwa dan jihat. Tujuan yang hidden, yaitu untuk membangun citra dan memberi informasi kepada masyarakat tentang Pondok pesantren Sidogiri. Bedanya dengan guru tugas, kalau program Dai ini diadakan dan ditempatkan di daerah terpencil. Sholeh mengemukakan: Untuk program dai ini, kami memang mencari daerah yang belum ada madrasahnya, belum ada musholanya dan masyarakat sekitar minus tehadap agama. Maka kami mengirim walau tanpa ada permohonan dari tempat/daerah. Mereka ini lulusan aliyah, ada juga lulusan tsanawi tetapi yang sudah dianggap mampu untuk mengaji/berdakwah. (mulai 10 tahun terakhir ini). Program Dai ini mulai akhir syawal sd 25 ramadhan. Tahun ini 33 dai, namun diharapkan
149
Wawancara dg UStadz Muhbir/Khabir (bag Pendidikan), 17 September 2011
320
bisa 40 orang. Para santri di tugaskan di Bali, Malang Selatan, Blitar, dan Trenggalek.150 Program Dai sengaja ditempatkan di daerah minus agama Islam supaya mereka dapat melakukan tugasnya, melakukan pembinaan agama terhadap masyarakat secara langsung. e. Branding Hal yang menarik di pondok pesantren Sidogiri adalah adanya branding atau label tertentu yang mencerminkan ciri khas pondok pesantren Sidogiri, misalnya dalam hal sarung, air minum dan lain-lain. Samsul Huda menjelaskan: Masalah merk/label, sebetulnya niat awal bukan untuk publikasi, itu adalah hasil kreatifitas kopontren. Itu pada baju, sarung, celana, dan lain-lain memang kami beri label. Dulu Merknya ada dua, antara ‗santri‘ dan ‗sidogiri‘. Karena santri sudah dipakai untuk merek air minum, maka sekarang merknya sidogiri. Mereka bekerja sama dengan home industri/pabriknya yang kemudian sampai di pondok diberi label sidogiri. Ya sebetulnya ini bisa juga untuk sarana publikasi dan menumbuhkan rasa loyalitas santri pada ponpes (branding-red)151 Dengan adanya pembangunan citra yang dilakukan dengan kiprah, maka citra yang baik akan terbangun di Pondok pesantren Sidogiri. Banyak santri yang datang dan mondok di pondok pesantren Sidogiri. Samsul Huda menjelaskan: Untuk tahun ini perkembangan santri baru luar biasa. Sekarang sudah mencapai 1000 santri. Padahal tahun-tahun kemaren angkanya sampai 600 sampai maksimal 700 santri. Santri domisili dinamakan santri ini santri mukim. Kalau yang hanya sekolah, ini namanya murid. Murid, mereka laju dan 150 151
Wawancara ustadz sholeh, 26 September 2011 Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
321
tidak berdomisili di ponpes. Sehingga kami mengeluarkan 2 aturan. Satu aturan untuk santri dan yang satu untuk murid. Aturan untuk santri dikenakan bagi santri saja tidak untuk murid, namun aturan bagi murid kenakan bagi santri pula. Asal santri rata-rata dari daerah tapal kuda. Dari pasuruan juga lumayan banyak. Tapi yang paling banyak daerah tapal kuda. Surabaya, Madura, Probolinggo, Situbondo, dan lainlain.152 Pernyataan
tersebut
di
atas
menunjukkan
bahwa
perkembangan santri pada tahun ini sungguh sangat pesat dan mencerminkan bahwa pondok pesantren yang salafiyah, namun di model modern dalam manajemennya akan mampu berkembang dengan baik. Selain branding yang berupa produk khas ponpes Sidogiri, kiai sebagai pengasuh ponpes juga memiliki branding tersendiri, bahkan cukup besar. Kiai merupakan figur yang berperan sebagai panutan di pondok pesantren Sidogiri tersebut. Dengan demikian personal
kiai
juga
merupakan
branding
tersendiri
untuk
membangun citra pondok pesantren. 4.
Proses Public Relations Pondok Pesantren Sidogiri Pondok pesantren Sidogiri adalah pondok pesantren salafiyah dengan menggunakan sistem manajemen modern. Bahkan para pengasuh di pondok pesantren tersebut memahami bagaimana cara membangun citra baik di mata publik. Akhyat mengemukakan: Kami melihat Sidogiri adalah salafiyah. Tapi sistem dan metodenya sudah
152
Wawancara dengan sekret I (Samsul Huda), 17 September 2011
322
modern, dilihat dari sistem manajemen yang kami gunakan semuanya terpusat komputerisasi, metodenya, penggunaan laboratorium (40 unit). Salafiyah kami gunakan dalam nilai-nilainya, namun dalam hal manajerial dan metode kami menggunakan sistem modern.153 Publik mempersepsikan pondok pesantren berdasarkan fakta (aktifitas yang dilakukan ponpes). Dari fakta yang ada, publik akhirnya trust pada ponpes. Percaya berdasarkan fakta yang ada (trust based on fact). Sehingga fakta yang baik akan memberikan persepsi yang baik sehingga kepercayaan publik diperoleh, begitu pula sebaliknya. Semakin baik faktanya semakin baik pula persepsi masyarakat dan semakin meningkat pula tingkat trustdari masyarakat. Dari pengamatan peneliti proses public relations ponpes berjalan dalam kapasitasnya sebagai software nya dari institusi, sehingga yang berjalan bukan public relations sebagai institusi melainkan fungsi dari public relations itu sendiri. Every one is marketer. Bahkan alumni pun masih berfungsi sebagai marketer juga. Hal inilah yang dalam kaca mata peneliti disebut dengan public relations yang melekat (adhering public relations), melekat pada semua orang yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan ponpes, termasuk santri itu sendiri, kiai, pengurus/pengelola ponpes, alumni maupun masyarakat.154
153
Wawancara dengan Akhyat (Ketua Bulletin Sidogiri-BS), 24 September 2011 Observasi peneliti menjelang pelaksanaan pemberangkatan guru tugas. Semua elemen yang ada di ponpes, mulai santri, pengurus, kiai, alumni dan stakeholders turut serta berpartisipasi aktif mulai dari proses sampai dengan pelaksanaannya. Stakeholders konfimasi secara aktif, 154
323
Adapun public relations yang dilaksanakan di ponpes Sidogiri bisa dilihat dari berbagai sudut pandang: a. Dari segi kualitas, masyarakat disuguhi kiprah para santri berdasar kualitas keilmuannya b. Dari segi jaringan alumni, masyarakat mengenal dan mengetahui Sidogiri melalui kiprah para alumni baik dalam hal religi, ekonomi maupun sosial c. Dari segi branding, statement ‖santri‖ dipertahankan bahkan mejadi icon tersendiri yang membedakan dengan sekolah umum lain (walau sudah alumni namun gelar santri tetap melekat), hal ini untuk menjaga hubungan/ikatan batin antara santri (baik yang masih ngaji ataupun sudah alumni) dengan kiai. Sementara itu jika dilihat dari person yang menjalankan suatu institusi, maka di dalam ponpes Sidogiri terdapat kekuasaan yang mampu menggerakkan ponpes, baik secara personal maupun kolektif. Dalam ponpes kiai mewakili personal, sedangkan pengasuh, pengelola, santri dan alumni mewakili kolektif. Dalam kasus ponpes sidogiri sosok kiai dijadikan sebagai figur, sehingga performance kiai di manapun ia berada sekaligus membawa insitusinya. Kiai diposisikan sebagai decicion maker, bukan pada teknis operasional. Dalam hal ini kiai yang memegang palu boleh-tidaknya, bisa-tidaknya, halal-haramnya, lanjutstopnya suatu aktivitas baik di ponpes maupun luar ponpes. Namun kiai melakukan penjemputan ke ponpes, menyediakan tempat untuk aktualisasi diri santri, sekaligus menginformasikan ke publik. Observasi partisipan peneliti, tanggal 1 Oktober 2011.
324
memberikan kebebasan kepada pengurus dan pengelola untuk melaksanakan komitmen yang telah disepakati tadi, dan kiai tidak akan intervensi. Kiai juga tidak melaksanakan controlling secara parsial, namun kiai turut berperan serta melaksanakan controlling secara integrated dengan mengetahui goal-nya dibawa ke mana yang ini disampaikan setiap satu tahun sekali. Jadi controlling secara keseluruhan (integrated). Manajemen seperti ini dalam kaca mata penulis adalah model desentralisasi manajemen. Sedangkan pada branding ‘santri‘, pada hakekatnya memiliki nilai-nilai dasar, yaitu: a. Santri merasa satisfied ketika ia mendapat sebutan sebagai ―santri‖ b. Adanya testimony masyarakat yang tinggi terhadap sebutan ‖santri‖ ketika mereka (santri) berkumpul dengan komunitasnya di masyarakat, ada kebanggaan terhadap institusi. c. Adanya pengakuan dari kiai sebagai santri merupakan legitimasi yang luar biasa dan membanggakan d. Label ‖santri‖ lebih mujarab menarik publik dari pada label yang lain Dari beberapa hal tersebut di atas, nilai-nilai branding yang diusung berdasar dari satisfaction user kiprah testimony masyarakat pengakuan dari kiai trust masyarakat. Berdasarkan data dan berbagai keterangan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa proses public relations yang berjalan di pondok pesantren Sidogiri
325
adalah proses public relations yang sifatnya terintegrasi, karena dimulai dari how to integrate, yaitu seluruh elemen yang ada di ponpes Sidogri menjalankan aktifitas ponpes yang berdampak pada public relations, selanjutnya how to inform, yaitu menginformasikan kepada publik, how to perform, seluruh elemen terutama kiai sebagai figur sentral yang karismatik menunjukkan perfom nya kepada masyarakat. Di sisi lain para santri dan alumni menunjukkan perform nya melalui kiprah di masyarakat, baru kemudian how to persuade, yaitu secara tidak langsung mempengaruhi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ponpes, dan kembali lagi how to integrate, yaitu menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga apa yang ada dan dilakukan di pondok itulah adanya, yang diinformasikan kepada masyarakat luas. 5.
Temuan Situs 2 Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan Berdasarkan uraian data di atas, maka diperoleh temuan sebagai berikut. a. Keberadaan Public relations di pondok pesantren Sidogiri secara legal formal sebagai pusat dan corong terdepan organisasi tidak ditemukan. Namun kiprah seluruh elemen ponpes diaktualisasikan dalam bentuk khidmah, dan telah menjalankan fungsinya sebagai public relations. Secara internal ditemukan seksi kehumasan dan informasi di bawah sekretaris I, dengan tugas melayani tamu, memberikan informasi yang dibutuhkan, melayani urusan administrasi santri,
326
menjalin hubungan dengan pihak lain, melaksanakan organizer event intern santri. Sedangkan tupoksi yang lain adalah penanganan khusus website, desain grafis, dan informasi-informasi penting lainnya Hal
yang
menarik
di
ponpes
ini
adalah
tidak
diperkenankannya publikasi oleh dewan masyayikh, sehingga ponpes ini tidak memiliki name board, spanduk, dan lain-lain, namun dewan masyayikh menganjurkan untuk sosialisasi langsung ke masyarakat. Pondok pesantren salafiyah Sidogiri lebih memilih tidak menggunakan mesin yang menderu-deru namun jalannya lambat, melainkan lebih memilih mesin yang tenang namun jalannya secepat kilat. Cara public relations yang dilakukan pondok pesantren Sidogiri melalui beberapa saluran seperti: 1) pendekatan ekonomi, yaitu dengan adanya BMT, pengolahan air limbah, Kopontren, air minum ‖santri‖, kalender dan, 2) pendekatan pendidikan, yaitu dengan adanya
guru tugas,
menerbitkan bulletin baik yang dibagi secara gratis maupun yang didistribusikan dengan mengganti ongkos cetak bahkan mendirikan panti asuhan. Akan tetapi Kiai juga berperan dalam melakukan fungsi public relations. Peran Kiai adalah dengan menggunakan performance atau kharismanya. Karena seorang kiai sepuh dita‘dzimkan oleh seluruh masyarakat Sidogiri pada khususnya,
327
mulai dari masyarakat tingkat bawah sampai dengan pejabat dari unsur pemerintah maupun non pemerintah. Peran kiai dihormati dan ditaati oleh masyarakat sekitarnya, bahkan masyarakat kabupaten Pasuruan juga mentaatinya. Jadi melalui personal influence seorang kiai, public relations di ponpes Sidogiri tersebut eksis. Di samping itu, keberadaan public relations di ponpes Sidogiri secara eksplisit sudah terbentuk dan berjalan sesuai dengan program-program yang ada dalam kegiatan-kegiatan atau event yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. b. Temuan penelitian pada fokus kedua mengenai sistem komunikasi yang dibangun di ponpes salafiyah Sidogiri adalah sebagai berikut: Komunikasi internal yang dijalankan di Ponpes Sidogiri ditemukan secara bertingkat, diawali komunikasi antar santri-pengelola dan ustadz selanjutnya ke kiai. Namun tidak menutup kemungkinan santri mengadakan hubungan komunikasi langsung dengan kiai. Komunikasi yang dibangun tetap sangat mengutamakan adab dan juga memperhatikan situasi dan kondisi yang ada. Adapun penggunaan bahasa yang dilakukan di ponpes Sidogiri tergolong modern, karena telah menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam waktu 24 jam (khusus untuk daerah/kamar bahasa) dan juga bahasa Indonesia, Jawa, dan Madura. Ini adalah komunikasi dalam bahasa lesan. Sedangkan komunikasi yang lain adalah komunikasi berbasis media. Terdapat
328
14 media pers (Bulletin Sidogiri, Sidogiri@net, Ijtihad, Istinbat, Tau‘iyah, Laziswa, Nasyith, Maktabati, Mading Himmah, Mading Ibtikar, Mading Tafaqquh, mading Madinah, mading Ash-Shihah dan mading Koreksi) di ponpes Sidogiri yang di publikasikan di kalangan intern maupun ekstern. Media pers ini merupakan upaya untuk pembelajaran reading-writing, sekaligus untuk mengikis pandangan negatif selama ini bahwa santri hanya bisa readingspeaking. Sedangkan
komunikasi
dalam
sidang majelis,
pola
komunikasi telah dimanaj oleh majelis masyayikh. Adapun pihak pengurus harian bisa mengajukan usul dan mengajukan sebuah program, akan tetapi ketok palu terakhir tetap berada di bawah majelis masyayikh. Posisi dewan masyayikh sebagai MPR. Komunikasi eksternal yang dilakukan oleh Pondok pesantren Sidogiri tidak ada yang bersifat publikasi murni155 namun semata karena khidmah kepada masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah dan sebagainya. Di samping itu, komunikasi juga dilakukan dengan menggunakan media yang berguna untuk menyampaikan informasi. Media di pondok pesantren Sidogiri ada yang bersifat elektronik atau berbasis WEB
155
Maksud dari publikasi murni di sini adalah usaha secara aktif menjual suatu produk tertentu dengan tujuan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat melalui pesan ataupun kesan yang sengaja diciptakan . Website Sidogiri@net merupakan pusat informasi mengenai pondok pesantren dengan segala aktifitasnya, bertujuan untuk memberikan informasi secara umum mengenai ponpes kepada khalayak, cenderung sifatnya ke arah dakwah, sehingga berbasis pada nilai-nilai keagamaan.
329
dan ada yang bersifat media cetak. Pesan informasi yang disampaikan kepada masyarakat umum bisa diakses melalui media elektronik tersebut. Selain itu juga bisa di dapat melalui bulletin ataupun majalah. Semua media tersebut terdapat kolom ataupun ruang untuk komunikasi secara interaktif dengan masyarakat umum. Komunikasi yang dijalankan di ponpes Sidogiri sebenarnya adalah bersifat public information yaitu memberikan informasi kepada publik mengenai pondok pesantrennya dan menuju ke arah two way asymmetric, namun disini peneliti mendeteksi beberapa perbedaan yang sifatnya agak mencolok dari two way asymmetric murni, yaitu mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami. Akan tetapi, otoritas penuh tetap berada di pondok pesantren dan peran
personal
figur juga
sangat
berpengaruh c. Temuan penelitian fokus ketiga mengenai citra ponpes salafiyah Sidogiri dibangun melalui 5 cara, antara lain: alumni, ekonomi, media, pendidikan-sosial-dakwah dan branding. Pembangunan citra melalui alumni merupakan jaringan yang sangat kuat dan berdampak pada positive image masyarakat. Di setiap kota/daerah memiliki koordinator alumni santri sidogiri yang dinamakan Ikatan Santri Alumni Sidogiri (ISAS). Aktifitas santri alumni mampu
330
memberikan
nilai
kepuasan
kepada
masyarakat,
sehingga
almamater ‖sidogiri‖ menjadi terbangun. Pembangunan citra selanjutnya melalui bidang ekonomi. BMT sebagai icon ekonomi di ponpes Sidogiri berawal dari keprihatinan kiai terhadap maraknya rentenir, sekarang BMT Sidogiri mampu sebagai pelopor penerapan ekonomi syari‘ah dengan memegang prinsip pada amanah dan shidiq yang diutamakan, selanjutnya merambah pada fatonah dan tableq. Selain itu melalui kopontren Sidogiri (usaha retail-kebutuhan sehari-hari) dengan cabangnya sebanyak 140 unit, di-manage secara terpusat dijadikan masyarakat sebagai rujukan utama. Bidang produktif yang lain adalah air minum santri, selain mampu merekrut tenaga kerja yang cukup banyak, juga mengkonsumsi air minum ‖santri‖ dipandang mampu memberikan barakah tersendiri, karena ada barakah do‘a dari kiai dan juga pembelian air minum tersebut sekaligus bisa shadaqah untuk pengembangan ponpes. Sedangkan pembangunan citra melalui pendidikan, dakwah dan sosial dilaksanakan melalui penugasan da‘i di daerah terpencil, mengadakan kerjasama filial madrasah diniah, pengiriman guru tugas, pelaksanaan program religi kerjasama dengan sekolah formal aktivitas-aktivitas sosial keagamaan melalui LAZISWA, dan lain sebagainya. Dari serangkaian aktivitas nyata yang dilakukan
331
ponpes salafiyah berdampak positif terhadap masyarakat, sehingga citra positif ponpes terbangun secara alamiyah. Selain branding yang berupa produk khas ponpes Sidogiri, kiai sebagai pengasuh ponpes juga memiliki branding tersendiri, bahkan cukup besar. Kiai merupakan figur yang berperan sebagai panutan di pondok pesantren Sidogiri tersebut. Dengan demikian personal
kiai
juga
merupakan
branding
tersendiri
untuk
membangun citra pondok pesantren. d. Temuan penelitian yang berkaitan dengan fokus keempat, mengenai proses public relations yang digunakan di pondok pesantren Sidogiri adalah sebagai berikut: Public relations di ponpes salafiyah Sidogiri Pasuruan yang berjalan adalah fungsinya, keberadaan public relations secara khusus sebagai corongnya lembaga belum ditemukan. Keberadaan public relations diterjemahkan dalam seksi kehumasan dan informasi yang menangani urusan intern ponpes dan juga ekstern, namun dalam hubungan ekstern ini keputusan akhir adalah di dewan masyayikh, sehingga hakekat public relations yang dijalankan masih bersifat natural atau dikatakan masih tradisional, karena secara formal legalitas tidak ada, namun secara fungsi berjalan. Namun sifat tradisional di sini bukan berarti tanpa adanya desain. Karena setiap nasehat maupun petuah dari kiai dan para ustadz pada hakekatnya adalah desain yang paling utama terhadap
332
pembentukan karakter pribadi santri, dan inilah yang diistilahkan dengan mendidik dengan hati pada setiap elemen yang ada di ponpes salafiyah. Selain itu yang menarik di ponpes ini adalah penggunaan perangkat public relations yang sudah berbasis IT (media pers, administrasi ponpes, data base santri, penggunaan bahasa bilingual) didukung oleh peningkatan sumber daya manusia, santri sendiri. Inilah yang menurut peneliti integrated based on IT. Di sisi lain penerapan media salafiyah tetap dilaksanakan, seperti mengutamakan how to perform, yaitu perilaku akhlakul karimah, baik itu kiai, ustadz, santri maupun alumni semuanya secara sinergi menjaga how to perform tersebut di tengah-tengah masyarakat. Pendekatan public relations yang lain adalah melalui kuatnya jaringan alumni, kuatnya sumber-sumber produksi berbasis entrepreneurship, sehingga para santri selain telah matang dalam hal ilmu agamanya juga memiliki jiwa entrepreneurship untuk selanjutnya mampu bersaing dengan tantangan kehidupan di masyarakat. Kiai dan ustadz dengan perfomanya juga merupakan pelaksana fungsi public relations. Jadi personal influence juga sangat berpengaruh di sini. Sehingga proses public relations yang dikembangkan di sini adalah proses yang bersifat natural integrated menuju pada komunikasi yang two way asymmetric.
333
Adapun Temuan dari keempat fokus penelitian di situs 2 sebagaimana terdapat dalam matrik berikut: Tabel 4.4. Matrik Temuan Situs 2 Ponpes Salafiyah Sidogiri No 1
Fokus Temuan Penelitian Keterangan Keberadaan - Keberadaan Public relations di pondok - Keberadaan public public relations pesantren Sidogiri secara legal formal relations di pondok di pondok sebagai pusat dan corong terdepan pesantren akan pesantren organisasi tidak ditemukan. Namun semakin kokoh salafiyah kiprah seluruh elemen ponpes manakala seluruh Sidogiri diaktualisasikan dalam bentuk khidmah, elemen ponpes telah menjalankan fungsinya sebagai mengaktualisasikan public relations. diri dalam bentuk - Secara internal ditemukan seksi khidmah dengan kehumasan dan informasi di bawah memegang prinsip sekretaris I, dengan tugas melayani salafiyah sebagai tamu, memberikan informasi yang nilainya, aktual dalam dibutuhkan, melayani urusan manajemennya dan administrasi santri, menjalin hubungan terpadu dalam dengan pihak lain, melaksanakan even menjalankan organizer intern santri. Sedangkan programnya. tupoksi yang lain adalah penanganan khusus website, desain grafis, dan informasi-informasi penting lainnya - Hal yang menarik di ponpes ini adalah tidak diperkenankannya publikasi oleh dewan masyayikh, sehingga ponpes ini tidak memiliki name board, spanduk, dan lain-lain, namun dewan masyayikh menganjurkan untuk sosialisasi langsung ke masyarakat. Cara yang dilakukan pondok pesantren Sidogiri melalui pendekatan ekonomi, yaitu dengan adanya BMT, pengolahan air limbah, Kopontren, air minum ‖santri‖, kalender dan pendekatan pendidikan, yaitu dengan adanya guru tugas, menerbitkan bulletin baik yang dibagi secara gratis maupun yang didistribusikan dengan mengganti ongkos cetak bahkan mendirikan panti asuhan. - Akan tetapi Kiai juga berperan dalam melakukan fungsi public relations. Peran Kiai adalah dengan memakai performa
334
2
atau kharismanya. Karena seorang kiai sepuh tentu saja dihormati dan ditaati oleh masyarakat sekitarnya, bahkan masyarakat kabupaten Pasuruan juga menaatinya. Jadi melalui personal influence seorang kiai, public relations di ponpes Sidogiri tersebut bertahan. Di samping itu, keberadaan public relations di ponpes Sidogiri tersebut memang secara organisasi sudah dibentuk dan berjalan sesuai dengan program namun bersifat internal (seksi humas dan informasi). Sistem - Sistem komunikasi yang dibangun di - Komunikasi akan komunikasi yang ponpes salafiyah Sidogiri adalah sebagai terbangun lebih efektif dibangun di berikut: Komunikasi internal yang ketika suatu lembaga pondok dijalankan di Ponpes Sidogiri ditemukan memiliki personal pesantren komunikasi antar santri-pengelola dan influence dan salafiyah ustadz selanjutnya ke kiai. Namun tidak menjunjung tinggi Sidogiri menutup kemungkinan santri adab dan situasi mengadakan hubungan komunikasi konteks yang tercipta. langsung dengan kiai. Komunikasi yang dibangun tetap sangat mengutamakan adab dan juga memperhatikan situasi yang terjadi - Adapun penggunaan bahasa yang dilakukan di ponpes Sidogiri tergolong modern, karena telah menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam waktu 24 jam (khusus untuk daerah/kamar bahasa) dan juga bahasa Indonesia, Jawa, dan Madura. Ini adalah komunikasi dalam bahasa lesan - Komunikasi yang lain adalah komunikasi berbasis media. Terdapat 14 media pers (Bulletin Sidogiri, Sidogiri@net, Ijtihad, Istinbat, Tau‘iyah, Laziswa, Nasyith, Maktabati, Mading Himmah, Mading Ibtikar, Mading Tafaqquh, mading Madinah, mading Ash-Shihah dan mading Koreksi) di ponpes Sidogiri yang di publikasikan di kalangan intern maupun ekstern. Media pers ini merupakan upaya untuk pembelajaran reading-writing, sekaligus untuk mengikis pandangan negatif
335
-
-
-
3
Pembangunan citra/image melalui manajemen
-
selama ini bahwa santri hanya bisa reading-speaking. Komunikasi dalam sidang majelis, pola komunikasi telah di-manage oleh majelis masyayikh. Adapun pihak pengurus harian bisa mengajukan usul dan mengajukan sebuah program, akan tetapi ketok palu terakhir tetap berada di bawah majelis masyayikh. Posisi dewan masyayikh sebagai MPR. Komunikasi eksternal yang dilakukan oleh Pondok pesantren Sidogiri tidak ada yang bersifat publikasi murni namun semata karena khidmah kepada masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah dan sebagainya. Di samping itu, komunikasi juga dilakukan dengan menggunakan media yang berguna untuk menyampaikan informasi. Media di pondok pesantren Sidogiri ada yang bersifat elektronik atau berbasis WEB dan ada yang bersifat media cetak. Pesan informasi yang disampaikan kepada masyarakat umum bisa diakses melalui media elektronik tersebut. Selain itu juga bisa di dapat melalui bulletin ataupun majalah. Semua media tersebut terdapat kolom ataupun ruang untuk komunikasi secara interaktif dengan masyarakat umum. Komunikasi yang dijalankan di ponpes Sidogiri sebenarnya adalah bersifat public information dan menuju ke arah two way asymmetric, namun disini peneliti mendeteksi beberapa perbedaan yang sifatnya agak mencolok dari two way asymmetric murni, yaitu sudah mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami. Akan tetapi, otoritas pondok pesantren tetap lebih besar dan peran personal figur juga sangat berpengaruh Citra ponpes salafiyah Sidogiri dibangun - Citra positif lembaga melalui 5 cara, antara lain: alumni, akan tercipta dengan ekonomi, media, pendidikan-sosial- sendirinya manakala dakwah dan branding. Pembangunan suatu lembaga tidak
336
public relations di pondok pesantren salafiyah Sidogiri
citra melalui alumni merupakan jaringan yang sangat kuat dan berdampak pada positive image masyarakat. Di setiap kota/daerah memiliki koordinator alumni santri sidogiri yang dinamakan Ikatan Santri Alumni Sidogiri (ISAS). Aktifitas santri alumni mampu memberikan nilai satisfaction kepada masyarakat, sehingga almamater ‖sidogiri‖ menjadi terbangun. - Pembangunan citra selanjutnya melalui bidang ekonomi. BMT sebagai icon ekonomi di ponpes Sidogiri berawal dari keprihatinan kiai terhadap maraknya rentenir, sekarang BMT Sidogiri mampu sebagai pelopor penerapan ekonomi syari‘ah dengan memegang prinsip pada amanah dan shidiq yang diutamakan, selanjutnya merambah pada fatonah dan tableq. Selain itu melalui kopontren Sidogiri (usaha retail-kebutuhan seharihari) dengan cabangnya sebanyak 120 unit, di manaje secara terpusat dijadikan masyarakat sebagai rujukan utama. Bidang produktif yang lain adalah air minum santri, selain mampu merekrut tenaga kerja yang cukup banyak, juga mengkonsumsi air minum ‖santri‖ dipandang mampu memberikan barakah tersendiri, karena ada barakah do‘a dari kiai dan juga pembelian air minum tersebut sekaligus bisa shadaqah untuk pengembangan ponpes. - Sedangkan pembangunan citra melalui pendidikan, dakwah dan sosial dilaksanakan melalui penugasan da‘i di daerah terpensil, mengadakan kerjasama filial madrasah diniah, pengiriman guru tugas, pelaksanaan program religi kerjasama dengan sekolah formal aktivitas-aktivitas sosial keagamaan melalui LAZISWA, dan lain sebagainya. Dari serangkaian aktivitas nyata yang dilakukan ponpes salafiyah berdampak positif terhadap masyarakat, sehingga citra positif ponpes terbangun secara
melupakan sejarah pendirinya dan berkiprah secara langsung di masyarakat melalui berbagai bidang dan jaringan, seperti: alumni, ekonomi, media, pendidikansosial-dakwah dan branding
337
4
alamiyah. - Selain branding yang berupa produk khas ponpes Sidogiri, kiai sebagai pengasuh ponpes juga memiliki branding tersendiri, bahkan cukup besar. Kiai merupakan figur yang berperan sebagai panutan di pondok pesantren Sidogiri tersebut. Dengan demikian personal kiai juga merupakan branding tersendiri untuk membangun citra pondok pesantren Proses public - Public relations di ponpes salafiyah relations di Sidogiri Pasuruan yang berjalan adalah pondok fungsinya, keberadaan public relations pesantren secara khusus sebagai corongnya salafiyah lembaga belum ditemukan. Keberadaan Sidogiri public relations diterjemahkan dalam seksi kehumasan dan informasi yang menangani urusan intern ponpes dan juga ekstern, namun dalam hubungan ekstern ini keputusan akhir adalah di dewan masyayikh, sehingga hakekat public relations yang dijalankan masih bersifat natural atau tradisional, karena secara formal legalitas tidak ada, namun secara fungsi berjalan. Namun sifat tradisional di sini bukan berarti tanpa adanya desain. Karena setiap nasehat maupun petuah dari kiai dan para ustadz pada hakekatnya adalah desain yang paling utama terhadap pembentukan karakter pribadi santri, dan inilah yang diistilahkan mendidik dengan hati pada setiap elemen yang ada di ponpes salafiyah. Selain itu yang menarik di ponpes ini adalah penggunaan perangkat public relations yang sudah berbasis IT (media pers, administrasi ponpes, data base santri, penggunaan bahasa bilingual) didukung oleh peningkatan sumber daya manusia, santri sendiri. Inilah yang menurut peneliti integrated based on IT. Di sisi lain penerapan media salafiyah tetap dilaksanakan, seperti how to inform, dan mengutamakan how to perform, yaitu
Proses public relations yang berjalan secara alamiah akan lebih kokoh manakala fungsi public relations dimanage sebagai software-nya lembaga bukan sekadar hardware-nya lembaga. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban moral dalam diri setiap anggota walaupun secara langsung tidak ada setting/komando formal dari pimpinan.
338
perilaku akhlakul karimah, baik itu kiai, ustadz, santri maupun alumni semuanya secara sinergi menjaga how to perform tersebut di tengah-tengah masyarakat, lalu secara tidak langsung akan terjadi how to persuade, yaitu mempengaruhi opini masyarakat dan akhirnya akan dilaksanakanny, yaitu how to integrate - Pendekatan public relations yang lain adalah melalui kuatnya jaringan alumni, kuatnya sumber-sumber produksi berbasis entrepreneurship, sehingga para santri selain telah matang dalam hal ilmu agamanya juga memiliki jiwa entrepreneurship untuk selanjutnya mampu bersaing dengan tantangan kehidupan di masyarakat. - Kiai dan ustadz dengan perfomanya juga merupakan pelaksana fungsi public relations. Jadi personal influence juga sangat berpengaruh di sini. Sehingga proses public relations yang dikembangkan disini adalah proses yang bersifat public information, namun sudah menuju kepada two way asymmetric.
6. Proposisi Temuan Situs 2 Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan Proposisi I: Keberadaan public relations di pondok pesantren akan semakin kokoh manakala seluruh elemen ponpes mengaktualisasikan diri dalam bentuk khidmah dengan memegang prinsip salafiyah sebagai nilainya, aktual dalam manajemennya dan terpadu dalam menjalankan programnya.
339
Proposisi II Komunikasi internal pondok pesantren berjalan agak kaku dan sifatnya berlapis, namun komunikasi eksternal bersifat lebih terbuka manakala pondok pesantren memiliki saluran-saluran tertentu yang dapat menghubungkan secara langsung dengan masyarakat. Proposisi III Citra positif lembaga akan tercipta dengan sendirinya manakala suatu lembaga tidak melupakan sejarah pendirinya dan berkiprah secara langsung di masyarakat melalui berbagai bidang dan jaringan, seperti: alumni, ekonomi, media, pendidikan-sosialdakwah dan branding Proposisi IV Proses public relations yang berjalan secara alamiah akan lebih kokoh manakala fungsi public relations di-manage sebagai software lembaga bukan sekadar hardware lembaga. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban moral dalam diri setiap anggota walaupun secara langsung tidak ada setting/komando formal dari pimpinan
340
C. Temuan Lintas Situs Dari perbandingan temuan penelitian di atas, secara deskriptif bisa peneliti uraikan sebagai berikut: Pertama, keberadaan public relations di pondok pesantren. Terdapat kesamaan antara ponpes salafiyah Lirboyo dan Sidogiri. Keberadaan public relations di kedua ponpes tersebut secara legal formal tidak ditemukan, namun fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan oleh seluruh elemen yang ada di pondok pesantren, baik santri, alumni, namun tetap berpusat pada figur seorang kiai sebuah pondok pesantren. Kedua, komunikasi yang dibangun di pondok pesantren terbagi menjadi 2 macam, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Sistem komunikasi yang dibangun di ponpes salafiyah Lirboyo, secara internal terjadi antara santri-pengurus-kiai dengan mengutamakan adab dan memperhatikan situasi kondisi. Sedangkan komunikasi eksternal dilakukan dengan cara menyampaikan pesan melalui figur kiai yang kharismatik. Selain itu dari pihak ponpes salafiyah juga melakukan komunikasi dengan cara menyampaikan pesan melalui majalah, buku dan internet sampai pada khidmah di masyarakat. Komunikasi esktern pondok pesantren tersebut sifatnya public information atau one way symmetric, maksudnya adalah pondok pesantren memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aktifitas yang dilaksanakan di ponpes, namun bagi publik atau masyarakat yang ingin mengetahui informasi tentang pondok pesantren, maka masyarakat yang harus datang sendiri ke pondok pesantren.
341
Adapun perbedaaannya dengan ponpes salafiyah Sidogiri ádalah sistem komunikasi yang dibangun di ponpes salafiyah lebih menerapkan manajemen modern berbasis IT. Komunikasi internal yang dijalankan di ponpes salafiyah Sidogiri ditemukan komunikasi antar santri-pengelola dan ustadz selanjutnya ke kiai. Namun tidak menutup kemungkinan santri mengadakan hubungan komunikasi langsung dengan kiai. Komunikasi yang dibangun tetap sangat mengutamakan adab dan retorika. Komunikasi eksternal yang dilakukan oleh Pondok pesantren tidak ada yang bersifat publikasi murni namun pondok pesantren salafiyah Sidogiri lebih memilih cara sosialisasi dengan melakukan khidmah di masyarakat, melalui saluransaluran komunikasi dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah, sosial, dan sebagainya. Komunikasi
ini merupakan memberikan informasi kepada
publik selama dibutuhkan dan menuju ke arah menjawab kebutuhan masyarakat akan hal-hal yang bersifat religius maupun penguatan ekonomi, yaitu model two way asymmetric. Hanya saja terdapat perbedaan yang sifatnya agak mencolok dari two way asymmetric murni, dimana sudah mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami, Akan tetapi, otoritas pondok pesantren tetap mendominasi dan peran personal figur sangat berpengaruh. Selanjutnya ketiga, cara membangun citra ponpes salafiyah Lirboyo tak lepas dari peran tokoh pendiri pondok pesantren salafiyah berikut keturunannya. Gambaran positif terhadap peran tokoh pendiri ponpes salafiyah telah ada dan melekat dalam benak publik, dan hal ini berjalan
342
dalam kurun waktu yang lama. Selain itu, cara membangun citra ponpes salafiyah didapatkan melalui figur kiai yang kharismatik atau personalia kiai, atau personal branding kiai, kemudian diikuti oleh perilaku akhlakul karimah yang ditunjukkan para santri, dan peran alumni di masyarakat. Hal ini senada dengan proses membangun citra di ponpes salafiyah Sidogiri. Hanya saja di ponpes salafiyah Sidogiri lebih tersistematis, dimana cara membangun citra dilakukan melalui 5 cara yaitu, melalui alumni, ekonomi, media, pendidikan-sosial-dakwah dan branding. Pembangunan citra melalui alumni merupakan jaringan yang sangat kuat dan berdampak pada positive image masyarakat. Pembangunan citra selanjutnya melalui bidang ekonomi. BMT sebagai icon ekonomi di ponpes Sedangkan pembangunan citra melalui pendidikan, dakwah dan sosial dilaksanakan melalui penugasan da‘i di daerah terpencil. Walapun tujuan utama dari penugasan da‘i bukan semata-mata untuk publisitas, Namun dampak dari pelaksanaan tugas tersebut akan mengangkat citra ponpes menjadi good image di masyarakat. Hal ini disebabkan diperolehnya satisfaction pada masyarakat. Selain itu mengadakan kerjasama filial madrasah diniah, pengiriman guru tugas, pelaksanaan program religi kerjasama dengan sekolah formal aktivitasaktivitas sosial keagamaan. Dari semua saluran untuk membangun citra ponpes tersebut, tak bisa dipungkiri, kiai sebagai pengasuh ponpes memberikan testimony kepada seluruh pelaksana di ponpes dan memiliki branding tersendiri, bahkan cukup besar. Kiai merupakan figur yang berperan sebagai panutan di pondok pesantren Sidogiri. Dengan demikian
343
personal kiai juga merupakan branding tersendiri untuk membangun citra pondok pesantren. Kesamaan dari kedua ponpes salafiyah tersebut dalam membangun citra ponpesnya adalah prinsip yang dijalankan, bahwa image pondok pesantren akan terbangun dengan sendirinya jika pondok pesantren tersebut mempunyai kiprah dan nilai guna di masyarakat. Keempat, proses public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dilaksanakan secara natural dan traditional. Hal ini disebabkan secara legal formal tidak ditemukan, namun secara fungsi public relations berjalan, yaitu model public relations yang langsung terjun ke masyarakat, penyampaian informasi selanjutnya berjalan secara alamiah by word of mouth. Pelaksanaan public relations di ponpes salafiyah Lirboyo ini selalu berpusat pada seorang kiai sebagai personal dan leader pondok pesantren, dengan performance-nya yang khas. Hal ini tidak berbeda jauh dengan proses public relations di pondok pesantren salafiyah Sidogiri. Hanya saja yang membedakan adalah proses public relations
di pondok pesantren
salafiyah sudah berbasis IT dan membuka saluran-saluran produksi yang berbasis pada penguatan ekonomi, dan hal ini mendapat penguatan dari Kiai. Figur kiai dengan performance-nya juga merupakan pelaksana dari fungsi public relations, menjadi personal influence tersendiri. Maka proses public relations yang dikembangkan adalah proses yang bersifat public information namun sudah menuju kepada two way asymmetric.
344
Kesamaan dari proses public relations pada kedua ponpes salafiyah tersebut adalah proses public relations berjalan secara natural, namun dalam implementasinya walaupun semua yang ada di ponpes terlibat dan berperan serta akan tetapi masih tetap mengandalkan personalia kiai. Jadi proses public relations di pondok pesantren salafiyah sifatnya adalah natural-personal public relations. Untuk mempermudah melakukan analisis lintas situs, peneliti akan membandingkan temuan yang didapat dari kedua situs dalam tabel berikut ini:
345
Tabel 4.5. Komparasi Temuan di Situs 1 dan Situs 2 No 1
Fokus Situs Lirboyo Situs Sidogiri Keterangan Penelitian Keberadaa - Keberadaan public - Keberadaan public public Keberadaan n Public di pondok relations relations di pondok relations bersifat relations di pesantren secara legal pesantren secara legal natural dan ponpes formal sebagai pusat dan formal keberadaannya tradisional, salafiyah tidak ditemukan, namun corong terdepan organisasi diperankan oleh kiai fungsi public relations tidak ditemukan. Namun sebagai figur center, telah dilaksanakan oleh kiprah seluruh elemen walaupun diaktualisasikan kapasitasnya elemen-elemen yang ada ponpes dan berpusat pada dalam bentuk khidmah, berbeda-beda dan telah menjalankan seorang kiai. Kalau diperankan oleh public relations fungsinya sebagai public seluruh elemen yang Kiai juga ada dipahami sebagai relations. di pondok menjalin hubungan baik berperan dalam melakukan pesantren internal organisasi fungsi public relations. maupun eksternal Peran Kiai adalah dengan - Keberadaan organisasi, maka secara memakai performan atau public relations di legal formal hanya kharismanya. Jadi melalui suatu lembaga internal saja. Sedangkan personal influence seorang akan semakin wilayah eksternal yang kiai, public relations di kokoh manakala menjalankan adalah pondok pesantren eksis. elemen public seluruh elemen-elemen pondok Keberadaan menjalankan di pondok pesantren yang relations pesantren yang fungsinya sebagai berpusatkan pada Kiai, relations manajemen public namun tidak menerapkan cara terstrukturkan. Fungsi modern memang secara dengan dari public relations organisasi sudah dibentuk mengaktualisasik tersebut dijalankan oleh dan berjalan sesuai dengan an diri dan figur kiai dan para gus, program namun bersifat berkhidmah di manapun mereka internal (seksi humas dan langsung di Selain itu masyarakat berada dengan personal informasi). branding. Fungsi public ustadz, santri dan alumni menjalankan relations juga dijalankan juga oleh para alumni, di fungsinya sebagai public mana para alumni ini relations, tatkala mereka ketika berkhidmat di menjalankan aktifitasnya yang masyarakat, para ustadz sehari-hari langsung dan santri namun berhubungan dibawah naungan kiai dengan masyarakat. sebagai center utama.
346
2
Sistem komunikasi yang dijalankan oleh ponpes salafiyah
Komunikasi internal di pondok pesantren terjadi antara santri-penguruskiai dengan mengutamakan adab dan situasi kondisi yang ada. Komunikasi eksternal dilakukan dengan cara menyampaikan pesan melalui figur kiai yang kharismatik. Komunikasi eksternal dilakukan dengan cara menyampaikan pesan melalui majalah, buku dan internet sampai pada khidmah di masyarakat. Komunikasi esktern pondok pesantren tersebut sifatnya two way asymetris, maksudnya adalah ketika publik atau masyarakat meminta informasi atau ingin mengetahui tentang pondok pesantren, masyarakat harus datang sendiri ke pondok pesantren tersebut.
Sistem komunikasi yang - Sistem komunikasi di dibangun di ponpes pondok pesantren salafiyah yang menerapkan sifatnya lebih pada manajemen modern adalah komunikasi sebagai berikut: persuasif, kharisma Komunikasi internal yang kiai berpengaruh dijalankan adalah secara signifikan komunikasi antar santri- terhadap jalannya pengelola dan ustadz komunikasi dan selanjutnya ke kiai. Namun menggunakan tidak menutup pendekatan public kemungkinan santri information, mengadakan hubungan walaupun dalam hal komunikasi langsung tertentu sudah dengan kiai. Komunikasi mengarah pada two yang dibangun way asymmetric mengutamakan adab dan kontekstual. Komunikasi - Komunikasi akan dapat dibagi menjadi dua, terbangun lebih yaitu lesan dan tertulis. efektif ketika Komunikasi eksternal tidak suatu lembaga ada yang bersifat publikasi memiliki personal murni namun semata dan karena khidmah kepada influence masyarakat, baik dalam memiliki saluranbidang ekonomi, saluran pendidikan, dakwah dan komunikasi yang diakses sebagainya. Komunikasi bisa yang dijalankan adalah secara langsung bersifat public information oleh masyarakat dan mengarah ke two way asymmetric, namun terdapat perbedaan yang sifatnya agak mencolok dari two way asimetris murni, yaitu sudah mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami. Akan tetapi, otoritas pondok pesantren tetap lebih besar dan peran personal figure juga sangat berpengaruh.
347
3
Cara membangu n citra ponpes salafiyah
Melalui figur kiai yang kharismatik atau personalia kiai, atau personal branding, kemudian diikuti oleh perilaku akhlakul karimah yang ditunjukkan para santri, dan peran alumni di masyarakat.
Melalui 5 cara, antara lain: - Citra dibangun alumni, ekonomi, media, dengan personal pendidikan-sosial-dakwah branding kiai dan dan branding. pendirinya, santri, Pembangunan citra melalui dan alumni serta alumni merupakan jaringan kiprah yang yang sangat kuat dan dilaksanakan di berdampak pada positive masyarakat. image masyarakat. Pembangunan citra - Citra positif selanjutnya melalui bidang lembaga akan ekonomi. BMT sebagai tercipta dengan icon ekonomi di ponpes sendirinya Sedangkan pembangunan manakala suatu citra melalui pendidikan, tidak dakwah dan sosial lembaga dilaksanakan melalui melupakan penugasan da‘i di daerah sejarah terpencil, mengadakan pendirinya, figur kerjasama filial madrasah memiliki diniah, pengiriman guru pimpinan yang tugas, pelaksanaan kharismatik dan program religi kerjasama mampu dengan sekolah formal berkiprah secara aktivitas-aktivitas sosial langsung di keagamaan. Namun, kiai masyarakat sebagai pengasuh ponpes juga memiliki branding tersendiri, bahkan cukup besar. Kiai merupakan figur yang berperan sebagai panutan di pondok pesantren Sidogiri tersebut. Dengan demikian personal kiai juga merupakan branding tersendiri untuk membangun citra pondok pesantren.
348
4
Proses public relations ponpes salafiyah
- Proses public relations yang dijalankan masih bersifat personal karena secara de jure tetap dijalankan oleh seorang kiai dan berjalan secara alamiyah (by natural) sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Bukti dari personal public relations di ponpes salafiyah Lirboyo adalah selalu mengutamakan how to perform, baik itu kiai, ustadz, santri maupun alumni semuanya secara sinergi menjaga how to perform tersebut di tengah-tengah masyarakat. - Proses public relations dijalankan secara circle mulai dari how to integrate-how to informhow to persuade dan kembali lagi ke how to integrate
Public relations di ponpes - Proses public salafiyah yang berjalan relations di pondok adalah fungsinya, pesantren salafiyah keberadaan public bersifat natural, relations secara khusus personal influence, sebagai corongnya yang dimulai dari lembaga belum ditemukan. how to integrate, Hakekat public relations how to inform, how yang dijalankan masih to perform, how to bersifat natural dan masih persuade dan tradisional, namun kembali ke how to didesain. Public relations integrate juga dilaksanakan dengan berbasis teknologi dan performance. Kiai dan Proses public ustadz dengan relations yang performance-nya juga berjalan secara merupakan pelaksana alamiah akan fungsi public relations lebih kokoh sehingga menjadi personal manakala fungsi influence. Maka proses public relations public relations yang dikembangkan adalah di-manage proses yang bersifat public sebagai softwarelembaga information, namun sudah nya menuju lepada two way bukan sekadar asymmetric, dimulai dari hardware-nya how to integrate, how to lembaga. Dengan inform, how to perform, manajemen public how to persuade dan relations sebagai kembali ke how to software-nya integrate
lembaga, akan muncul kewajiban moral dalam diri setiap anggota untuk menjalankan fungsi public relations walaupun secara langsung tidak ada setting/komando secara formal dari pimpinan.