BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN
A.
Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap PSK dapat
dikategorikan juga sebagai suatu persepsi. Persepsi di sini adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Prosesnya adalah, stimulus yang diindera oleh individu kemudian diorganisasikan dan diintepretasikan, sehingga individu menyadari/mengerti tentang apa yang diindera tersebut dan tujuan dari pengintepretasian/penafsiran ketika individu mempersepsikan sesuatu adalah agar stimulus itu dapat memberi makna kepada lingkungan mereka. Dengan demikian, maka cara pandang pimpinan Gereja GBI Bandungan akan mempengaruhi stimulus atau pesan yang Warga Jemaat Gereja Bandungan tangkap dan mempengaruhi makna yang Warga Jemaat Gereja Bandungan berikan kepada PSK. Namun, individu pada dasarnya menerima bermacam-macam stimulus dari lingkungannya, namun tidak semua stimulus akan ditanggapi atau direspon oleh individu. Dalam hal ini, maka setiap Warga Jemaat di dalam Gereja GBI Bandungan akan melakukan proses seleksi stimulus karena cenderung hanya akan merespon stimulus yang menarik bagi dirinya. Dalam hal ini, keadaan psikologis dan lingkungan Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan menjadi sangat berperan dalam proses intepretasi atau penafsiran terhadap PSK di Bandungan, sehingga sangat mungkin persepsi setiap Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan akan berbeda dengan Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan, meskipun objek/stimulusnya sama yaitu PSK.
Keragaman pandangan Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan terhadap PSK di Bandungan karena adanya keragaman faktor personal, seperti pengalaman, motivasi dan kepribadian. Pengalaman merupakan guru yang utama. Pengalaman akan menjadi cermin bagi seseorang untuk mempersepsikan sesuatu termasuk pelacuran. Motivasi seseorang juga akan menentukan bagaimana persepsinya terhadap sesuatu. Motivasi merupakan fungsi dari kepentingan. Hal terlihat dari keragaman pandangan dari Warga Jemaat GBI Bandungan. Ada perbedaan pandangan dari mereka yang berkata bahwa keberadaan PSK di Bandungan tidak perlu diberantas, namun ada juga yang mengatakan bahwa keberadaan PSK di Bandungan perlu diberantas. Selanjutnya pada Bab II, Pareek mengemukakan ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi, yaitu: pertama, tentang perhatian, terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek yang menarik bagi kita. Dalam hal ini Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan akan memiliki cara pandang yang netral, jika baginya pembahasan mengenai PSK bukan sesuatu yang menarik baginya.
Kedua, tentang kebutuhan, setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat. Dalam hal ini persepsi Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan terhadap PSK di Bandungan akan sarat dengan kebutuhan atau kepentingannya. Sehingga perbedaan pandangan Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan terhadap PSK di Bandungan akan terlihat jelas. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan pandangan dua Warga Jemaat GBI Bandungan yang berbeda. Wahyu, salah satu Warga Jemaat GBI Bandungan,
mengemukakan pandangannya ketika penulis bertanya apakah keberadaan PSK di Bandungan perlu diberantas, sebagai berikut: ”Saya rasa tidak perlu diberantas, karena keberadaan mereka membantu mata pencaharian penduduk Bandungan, para pedagang, para pemilik kos.”1 Berbeda dengan pandangan Bapak Yulius, salah satu Warga Jemaat GBI Bandungan, sebagai berikut: ”Perlu diberantas, karena akhir-akhir ini ada banyak pendatang dari luar Bandungan.”2 Apa yang dikemukan oleh Wahyu memang adalah kenyataan sehari-hari yang ada di Bandungan, dalam hal ini justru kehadiran PSK di Bandungan menyemarakkan aktifitas warga Bandungan dalam mencari mata pencaharian dan Wahyu juga mengatakan bahwa ada juga warga Jemaat GBI Bandungan yang rumahnya dipakai untuk kos para PSK tersebut, salah satunya adalah rumahnya. Dari penuturan Wahyu ini terlihat jelas bahwa pandangannya terhadap PSK di Bandungan berdasarkan faktor kebutuhan atau kepentingan. Sedangkan pandangan Bapak Yulius terhadap PSK di Bandungan terkesan negatif dan perlu diberantas, sebab Bapak Yulius tidak memiliki kebutuhan atau kepentingan yang berkaitan dengan PSK di Bandungan. Memang kebanyakan dari mereka yang berprofesi sebagai PSK di Bandungan berasal dari luar Bandungan. Namun seperti dituturkan oleh Ibu Hermin, salah satu
Warga Jemaat GBI
Bandungan: ”Memang di satu sisi kami tidak setuju dengan keberadaan mereka yang sebenarnya bukan penduduk Bandungan asli, tapi mau bagaimana lagi, di sisi lain karena kebanyakan mata pencaharian penduduk di sini adalah bekerja di Hotel, jadi keberadaan mereka juga dibutuhkan. Tapi sekarang peraturannya sudah ketat, tiap enam bulan sekali keberadaan PSK tersebut di data dan mereka harus meminta surat pada daerah asal mereka untuk izin tinggal di Bandungan.”3
1 2
3
Wawancara dengan Wahyu, salah satu warga Jemaat GBI Bandungan, pada tanggal 9 Januari 2011. Wawancara dengan Bapak Yulius, Majelis GBI Bandungan, pada tanggal 9 Januari 2011. Wawancara dengan Ibu Hermin, salah satu warga Jemaat GBI Bandungan, pada tanggal 9 Januari 2011.
Mengenai hal ini Pdt F. A Budhiono, Gembala Sidang Warga Jemaat GBI Bandungan menuturkan: ”Memang mereka melanggar norma, keberadaan mereka perlu dikurangi, tapi jika diberantas total tentu saja tidak bisa, karena keberadaan mereka pada kenyataannya juga dilindungi oleh Pemerintah. Selain itu keberadaan mereka tidak mengganggu Warga Jemaat GBI Bandungan, karena sekarang ada peraturan pemerintah yang menjaga normanorma, supaya tidak menganggu masyarakat. Coba lihat saja di jalan-jalan sekitar Bandungan, akan sulit kita temui keberadaan PSK di jalan-jalan, karena mereka telah ditempatkan di satu kompleks, yaitu daerah Kalinyamat.”4 Dalam hal inilah praktek pelacuran yang berada di Bandungan merupakan suatu problem sosial yang memerlukan penanganan yang bijaksana karena bersifat kompleks dan dilematis. Disebut kompleks karena praktek pelacuran dilatar belakangi oleh berbagai macam faktor yang mendorong seperti ekonomi, moral, penyakit kelainan seks dan lain sebagainya. Dilematis karena di satu sisi beberapa Warga Jemaat GBI Bandungan merasa perlu diberantas. Selain itu praktek pelacuran di Bandungan oleh sebagian Warga Jemaat GBI Bandungan tidak dirasakannya sebagai persoalan, justru sebaliknya dengan praktek pelacuran itu mereka banyak diuntungkan secara ekonomis, misalnya para pedagang makanan dan minuman di sekitar lokalisasi, persewaan rumah oleh beberapa anggota Warga Jemaat GBI Bandungan di sekitar lokalisasi dan lain-lain. Walaupun demikian, pelacuran merupakan problem sosial yang menyangkut ukuran nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat, karena sifatnya sebagai problem sosial perlu penanganan secara serius dan tidak hanya dipandang sebagai problem masyarakat secara sosiologis. Norma-norma sosial secara jelas tidak menyetujui adanya pelacuran, namun masyarakat dari abad ke abad tidak pernah berhasil melenyapkan masalah pelacuran. Ketiga, tentang kesediaan. Kesediaan di sini adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu. Dalam hal ini Jemaat 4
Wawancara dengan Pdt F.A Budhiono, Gembala Sidang GBI Bandungan, pada tanggal 8 Januari 2011.
Gereja GBI Bandungan akan melihat apakah harapan mereka terhadap PSK di Bandungan dapat memberikan reaksi pelayanan pastoral bagi PSK. Gereja GBI Bandungan sebenarnya memiliki peran dalam hal pelayanan Pastoral terhadap PSK yang berada di Bandungan, seperti yang dituturkan oleh Pdt F.A. Budhiono sebagai berikut: ”Pelacuran sudah merupakan rahasia umum. Keberadaannya memang tidak menganggu, tapi tetap hal yang hitam. Gereja sebagai garam dan terang mempunyai peran untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain. Tapi kita juga nggak bisa berbuat banyak, karena pemerintah sendiri memebri kesempatan kepada mereka. Pelayanan terhadap PSK yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan biasanya melalui bekerja sama dengan ibu-ibu melaui PKK kelompok Pokja 4, dalam hal ini membina PSK dan membina kesehatan mereka. Gereja kami dulu pada tahun 2007-2008 membuat LSM untuk mengarahkan mereka bertobat, tapi seringkali kendala ekonomi, mereka kembali lagi. Selain itu kami juga mempunyai Kelompok Sel persekutuan yang berada di dekat kompleks, yang diadakan seminggu sekali. Kami berharap mereka yang memiliki agama sama dengan kami dapat tergerak hatinya, ikut persekutuan.”5 Keempat, tentang sistem nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang. Dalam hal ini Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan akan melihat sistem nilai yang berlaku dalam dirinya, dalam suatu masyarakat atau dalam Gerejanya sendiri. Sistem nilai yang dianut oleh Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan akan mempengaruhi pandangan mereka terhadap PSK di Bandungan. Praktek pelacuran yang terjadi di Bandungan telah menjadi bagian sistem nilai dalam masyarakat Bandungan, banyak di antara masyarakat Bandungan yang diuntungkan secara ekonomis, begitu juga dengan Warga Jemaat GBI Bandungan yang mencari nafkah dari keberadaan PSK tersebut—hal inilah yang mempengaruhi pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan dalam melakukan pelayanan pastoral kepada PSK di Bandungan.
B.
Pelayanan Pastoral Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK di Bandungan Dalam Menyikapi Pandangannya 5
Ibid.
Pada Bab II telah dikemukakan bahwa pelayanan pastoral adalah suatu pelayanan yang sangat vital dalam gereja. Pelayanan pastoral memegang peranan yang sangat penting di dalam pertumbuhan sebuah gereja. Salah satu tujuan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh para abdi Allah di dalam gereja adalah membuat suatu transformasi atau perubahan di dalam hidup jemaat yang dilayaninya serta dalam lingkungannya. Oleh sebab itu pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan seharusnya adalah membuat suatu transformasi atau perubahan di dalam hidup jemaat yang dilayaninya serta dalam lingkungannya. Dalam hal ini, maka sasaran utama dari pelayanan pastoral Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan dalam kaitannya terhadap PSK di Bandungan adalah menolongnya untuk mengalami perubahan atau transformasi dalam hidupnya. Sudah barang tentu perubahan yang dimaksud adalah suatu perubahan seseorang yang berprofesi sebagai PSK ke arah yang positif atau yang lebih baik. PSK yang imannya pada awalnya belum memiliki kualitas iman yang sejati, diharapkan dengan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan akan menolong PSK tersebut bertumbuh dalam kualitas imannya. Dalam hal ini, pelayanan pastoral Warga Jemaat GBI Bandungan kepada PSK di Bandungan dapat melalui khotbah dan pembinaan yang juga merupakan dimensi pelayanan pastoral dalam gereja. Beberapa hal pelayanan yang mungkin bisa diberikan Warga Jemaat GBI Bandungan, menurut Bapak Yulius, sebagai berikut: ”Untuk sementara ini paling memberikan penyuluhan dan pengarahan, supaya para PSK tersebut pelan-pelan dapat meninggalkan profesi yang tidak berkenan di hadapan Tuhan itu.”6 Selain pelayanan-pelayanan itu beberapa Warga Jemaat GBI Bandungan menuturkan pelayanan yang mungkin bisa diberikan adalah: konseling secara personal; bekerja sama dengan pihak medis memberikan sosialisasi akan pentingnya kesehatan seksual; juga memberikan 6
Wawancara dengan Bapak Yulius, Ibid.
ketrampilan seperti merangkai bunga, tata rias dan membuat kue. Dalam hal ini, pelayananpelayanan semacam tersebut dapat membantu para PSK di Bandungan yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif bagi masa depannya. Pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan memiliki fungsi: 1. Penyembuhan Yang dimaksudkan dengan penyembuhan adalah salah satu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya. Dalam hal inilah pelayanan pastoral yang dilakukan Warga Jemaat GBI Bandungan terhadap PSK di Bandungan adalah mengatasi kerusakan moral dengan cara mengembalikan PSK itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya. 2. Penopangan Penopangan berarti menolong orang yang ”terluka” untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula atau penyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinannya. Dalam proses pemulihan terhadap PSK Bandungan biasanya Warga Jemaat GBI Bandungan melibatkan mereka di dalam doa, menceritakan mengenai pelacur-pelacur dalam cerita Alkitab yang memperoleh pertobatan dan menerima pengampunan seperti: Maria Magdalena dan Rahab. Dari situlah kemudian diadakan proses pemulihan, menuju kepada baptis. 3. Pembimbingan Membantu orang-orang yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan-pilihan demikian dipandang
sebagai yang mempengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan yang akan datang. Dalam hal ini fungsi pelayanan pastoral Warga Jemaat GBI Bandungan terhadap PSK di Bandungan yaitu membantu PSK yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif bagi masa depannya. Beberapa pembimbingan yang dilakukan Warga Jemaat GBI Bandungan kepada PSK Bandungan yaitu: a. Dari sisi rohani: Mengajak mereka ikut ibadah, mendengarkan firman Tuhan, komsel, dan menjelaskan bagaimana menjadi pengikut Tuhan. b. Dari sisi jasmani: mengajak mereka dan mendampingi dalam layanan pemeriksaan kesehatan. c. Dari sisi ketrampilan: membekali mereka dengan ketrampilan-ketrampilan seperti merangkai bunga, tata rias dan membuat kue. 4. Pendamaian Berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan Allah. Secara tradisi perdamaian menggunakan dua bentuk—pengampunan dan disiplin, tentunya dengan didahului oleh pengakuan. Dalam hal ini jika dihubungkan dengan PSK di Bandungan, maka fungsi pastoral ini membangun ulang relasi PSK di Bandungan dengan sesamanya dan antara PSK di Bandungan dengan Allah, dengan begitu maka ada pengampunan bagi PSK di Bandungan yang memiliki keinginan untuk kembali ke masyarakat. Terlepas dari profesinya, PSK juga adalah manusia, yang tak luput dari dosa dan selalu ada pengampunan bagi mereka, seperti yang dikatakan Pdt F.A Budhiono: ”Jelas ada pengampunan untuk mereka, Yesus saja mengampuni seorang pelacur dihadapkan kepadaNya. Sebagai pengikutNya, oleh sebab itu kita juga harus mengikuti apa yang dilakukan Yesus, mengampuni. Dalam hal ini kita tidak menjauhi mereka akan tetapi merangkul mereka.” 7 7
Wawancara dengan Pdt F.A Budhiono, Ibid.
Dalam hal inilah maka pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan untuk membangun ulang relasi PSK Bandungan dengan sesamanya, seperti: a. Perhatian Perhatian yang diberikan Warga Jemaat GBI Bandungan kepada PSK di Bandungan berupa kehadiran, sapaan, senyuman, jabat tangan dan bentuk-bentuk komunikasi sederhana, sebagai tanda tulus, penerimaan dan sentuhan kasih. b. Dukungan Dukungan psikis, moral dan spiritual diberikan oleh Warga Jemaat Gereja GBI Bandungan bagi PSK di Bandungan yang mengalami kepahitan hidup dengan sesamanya. Dukungan ini mencakup memberikan kekuatan lewat konseling, atau bantuan-bantuan kerohanian yang sifatnya menenangkan para PSK di Bandungan agar dapat mempercayai lagi sesamanya. c. Bimbingan Bimbingan diberikan bagi mereka yang mengalami kebingungan dan kegelapan batin untuk dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab, lebih-lebih yang berhubungan dengan pilihan hidup yang mendasar. Dalam hal inilah yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan adalah memberikan mereka ketrampilan. Sedangkan upaya yang dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan dalam membangun ulang relasi PSK Bandungan dengan Allah adalah: a. Penyembuhan luka batin Penyembuhan dilakukan bagi para PSK di Bandungan yang mengalami luka batin yang menghalangi penghayatan emosionalitas, sosialitas dan iman untuk menemukan kembali
jati dirinya sebagai manusia utuh dan unik. Penyembuhan ini biasanya dilakukan oleh Warga Jemaat GBI Bandungan dengan pelayanan konseling. b. Doa Doa diberikan Warga Jemaat GBI Bandungan kepada PSK Bandungan yang membutuhkan baik bagi dampingan yang meminta untuk didoakan. Berdasarkan pelayanan pastoral Warga Jemaat GBI Bandungan, maka diupayakan bagi PSK di Bandungan yang mengalami hubungan retak dengan dirinya sendiri, sesama dan Tuhan untuk membangun ulang hubungan tersebut agar harmoni. Memang tak dapat dipungkiri, dalam melakukan pelayanan pastoral, tentunya banyak kendala yang terjadi, dan terkadang kendala-kendala tersebut justru dari dalam tubuh Gereja sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Pdt F.A Budhiono: “Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak jemaat Kristen, seperti dalam Gereja kami misalnya, yang berpikir secara normatif, dan menekankan prioritas pada kehidupan di Surga. Dalam menghadapi dunia pelacuran, memang ada jemaat yang beranggapan bahwa pelacuran adalah ketidakadilan ekonomi. Akan tetapi, yang mereka lakukan biasanya adalah menyuruh orang untuk pasrah, sambil menekankan bahwa keadilan yang abadi akan mereka dapatkan di akhirat nanti. Untunglah, masih ada jemaat di tempat kami yang meskipun jumlahnya tak seberapa, masih mau berpikir dan berbuat lain melakukan pelayanan pastoral kepada PSK. Dan ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bagian dari tugas Gereja. Mengapa penting? Ini jelas penting karena perhatian Allah itu sendiri bukan kepada surga-Nya, melainkan kepada dunia. AnakNya yang tunggal diberikan bagi dunia, bukan bagi surga.”8 Di sinilah fungsi kritis daripada Gereja GBI Bandungan adalah penting. Artinya, Gereja GBI Bandungan dengan Firman Allah mengukur segala tindakan jemaatnya dengan menyadarkan jemaatnya untuk melakukan pelayanan pastoral di lingkungannya Selain itu kendala yang terjadi adalah adanya kesan negatif pelacuran yang memang terkadang membawa dampak negatif yang menular bagi mereka yang melakukan pelayanan pastoral kepada para PSK. Alih-alih melakukan pelayanan, namun di satu sisi ada juga ketakutan 8
Ibid.
bahwa berdekatan dengan akan diperspektifkan sama juga dengan para PSK tersebut. Seperti dituturkan oleh Pdt F.A Budhiono: ”Hambatan lainnya adalah ada juga Jemaat yang bersikap fundamentalisme. Mereka berpikir dampak negatif yang ada dalam diri PSK dapat menular ke dalam dirinya. Injil yang dulunya bersifat menebus merupakan pesan yang mengubah dunia, kini malah dipersempit menjadi pesan yang menolak dunia. Sehingga mereka yang berpikiran semacam itu menolak kegiatan-kegiatan pastoral yang bersentuhan dengan dunia hitam seperti pelacuran. Sehingga pelayanan pastoral kepada PSK kurang mendapatkan respon yang positif dari Jemaat yang berpandangan semacam itu. Padahal jika kita kaji lebih mendalam: teologi bukan hanya sebagai filsafat dan ilmu, tetapi sebagai kekuatan untuk mengubah dan membebaskan mereka yang jatuh ke dalam dosa, seperti para PSK, salah satunya adalah lewat pelayanan pastoral.”9 Gereja adalah gereja hanya apabila ia hadir untuk orang lain. Demikian juga Allah, Dia adalah Allah yang begitu dekat dengan manusia, yang memasang kemah-Nya di tengah-tengah kemah umat-Nya (Imamat 26:11). Ia hadir dan aktif persis di tengah-tengah peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di dunia. Allah adalah Allah yang mengasihi dunia, untuk itu tugas orang Kristen bukan memisahkan diri dari dunia, tetapi berperan serta dalam usaha Allah untuk mendatangkan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan ke dalam dunia. Begitu juga dengan Gereja GBI Bandungan, melalui pelayanan pastoral bagi lingkungannya, dalam hal ini PSK di Bandungan, maka ia telah berperan serta dalam usaha Allah untuk mendatangkan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan ke dalam dunia.
9
Ibid.