BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg Yogyakarta Berdirinya benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti yang membelah Mataram menjadi dua. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu. Perjanjian yang berhasil dikeluarkan karena campur tangan VOC selalu mempunyai tujuan akhir memecah belah dan mengadu domba pihak-pihak yang bersangkutan. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti tersebut adalah Nicolaas Harting, yang menjabat Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa (Gouverneur en Directeur van Java’s noordkust) sejak bulan Maret 1754 (Agus Sulistya, 2001:5). Pada hakekatnya perjanjian tersebut adalah perwujudan dari usaha untuk membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Untuk selanjutnya Kasultanan Yogyakarta diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alogo Adul
27
Rachman Sayidin Panata Gama Khalifatulah I. Sedang Kasunanan Surakarta diperintah oleh Paku Buwono III. Dalam Babad Giyanti disebutkan bahwa yang dipilih menjadi kraton sebagai pusat kerajaan Yogyakarta adalah hutan Beringin. Sri Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta. Hutan ini mula-mula adalah tempat peristirahatan Sunan Pakubuwono II dengan nama pesanggrahan Garjitowati, untuk selanjutnya beliau menggantinya dengan nama Ayogya atau Ngayogya. Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”. Kata “a” berarti tidak dan “yuda” berarti perang, jadi Ayuda mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta” memiliki pengertian aman dan tentram, jadi Ngayogyakarta dapat diartikan sebagai kota yang aman dan tentram (Agus Sulistya, 2001:6). Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Setelah kraton mulai ditempati kemudian segera dibangun bangunan pendukung lainnya. Kemajuan kraton semakin pesat sehingga hal ini membawa kekhawatiran bagi pihak Belanda. Oleh karena itu pihak Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pada tahun 1760 mulai dibangun sebuah bangunan yang digunakan sebagai benteng kompeni. Pembangunan benteng ini pada mulanya masih sangat sederhana, dan pada tahun 1767 oleh gubernur pantai Utara Jawa di Semarang meminta kepada Sultan agar
28
benteng kompeni itu dibangun lebih kuat untuk menjamin keamanan orang-orang Belanda. Akan tetapi dalam perkembangannya pembangunan tersebut mengalami kelambatan. Menurut Gubernur J. Vos pada tahun 1771 pembangunan benteng di Yogyakarta belum banyak yang terselesaikan. Pada tahun 1774 di bawah pimpinan Gubernur J. R. Van Den Burg mengusahakan untuk mendesak Sultan agar pembangunan benteng segera terselesaikan. Pembangunan benteng selesai pada tahun 1787 dan dibawah pimpinan Gubernur Johannes Sieberg diresmikan menjadi benteng kompeni atau benteng VOC dengan nama Rustenburgh atau tempat beristirahat (Tashadi, dkk, 1993:12). Pembangunan benteng tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. akan tetapi dibalik dalih tersebut, Belanda mempunyai maksud tersendiri yaitu untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dengan kata lain bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan mengkhianati Belanda dan berubah memusuhi Belanda. Pada tanggal 31 Desember 1799 kantor dagang Belanda di India Timur mengalami kebangkrutan. Maka dari itu benteng berada dalam
29
kekuasaan Bataavsche Republiek (Republik Bataf) di bawah Gubernur Van den Berg hingga tahun 1807. Namun tidak lama kemudian pada tahun 1811 diambil alih oleh Koninklijk Holland (Kerajaan Belanda) di bawah Gubernur Daendels. Hal ini karena Napoleon Bonaparte diangkat sebagai kaisar Perancis, sedangkan Louis Napoleon diangkat sebagai raja Belanda yang waktu itu menjadi jajahan Perancis (Suharja, 2011:25). Dalam upaya mewujudkan
kekuatan
politik
Eropa,
Daendels
memerintahkan
pembangunan rumah Residen. Residen diubah menjadi minister sebagai wakil pemerintahan Belanda. Lokasi yang dipilih untuk pembangunan rumah bagi minister adalah berada di depan benteng Rustenburg. Pasukan yang berada di dalam benteng Rustenburg memiliki tugas untuk menjaga keselamatan minister. Di bidang pertahanan, Daendels juga memperkuat posisi pasukan. Benteng Rustenburg yang terbuat dari kayu tidak lagi layak untuk menjadi simbol kekuatan militer pemerintahan Belanda, sehingga benteng diubah menjadi bangunan batu dengan bentuk segi empat. Pada setiap sudutnya dibangun sebuah kubu tempat penjagaan para petugas jaga dengan lubang menembak. Bangunan benteng dibuat lebih tinggi dan lebih tebal, hal ini difungsikan untuk bisa mengawasi lingkungan sekitar benteng dan juga mengawasi kompleks kraton Yogyakarta. Benteng Rustenburg mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan pada tahun 1867 di Yogyakarta mengalami gempa bumi sehingga benteng memerlukan perbaikan. Setelah
30
pemugaran selesai oleh Daendels nama benteng Rustenburg dirubah menjadi benteng Vredeburg (benteng perdamaian). B. Perkembangan Benteng Vredeburg dari Masa ke Masa Pada masa pemerintahan Belanda benteng Vredeburg ditempati oleh 500 orang prajurit, tenaga medis, dan juga para residen karena sering digunakan sebagai tempat berlindung para residen yang bertugas di Yogyakarta. Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia dari waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan status tanah dan bangunan benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya (1760) sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda (1942) adalah sebagai berikut : 1) Tahun 1760-1788 Pada tahun 1760 benteng VOC di Yogyakarta masih sangat sederhana. Secara de facto pemanfaatan benteng adalah oleh VOC namun secara de yure tanah adalah milik kesultanan, sehingga pembangunan benteng harus mendapat izin Sultan. Dari tahun ke tahun pembangunan benteng belum juga mengalami penyempurnaan. Pembangunan benteng yang sangat lambat ini di pengaruhi oleh ketidaksetujuan Sultan yang merupakan penyumbang segala meterial dan pekerja, meskipun akhirnya diberi izin oleh pihak Sultan namun dalam perkembangannya Sultan selalu menghambat pembangunan
31
benteng sehingga pada tahun 1781 bangunan benteng masih juga belum sempurna. Untuk mempercepat penyempurnaan benteng, VOC memberikan pinjaman kepada Sultan sehingga pembangunan benteng dipercepat. Pada tahun 1785, Johannes Siberg meresmikan dengan nama Rustenburg. 2) 1788-1799 Pada periode ini, benteng Rustenburg di manfaatkan oleh VOC sebagai benteng pertahanan. Segala aktivitas VOC yang berhubungan dengan politik di Yogyakarta dikerjakan di benteng Rustenburg. Hingga pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran. Korupsi dan kecurangan pegawai menjadikan keuangan VOC mengalami kebangkrutan. Peperangan di berbagai daerah yang banyak menyedot anggaran keuangan juga membawa dampak yang cukup signifikan bagi kebangkrutan VOC. Selain itu pengeluaran gaji yang besar karena luasnya wilayah kekuasaan VOC, pembayaran devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan keuangan VOC. Keadaan ini juga diperparah dengan bertambahnya persaingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis. Selain itu juga perubahan politik Belanda dengan berdirinya republik Bataf 1795 yang demokratis dan liberal yang menganjurkan perdagangan bebas. Hal itu sangat memberatkan eksistensi VOC di Indonesia, sehingga dengan alasan tersebut VOC resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Sedangkan kekayaan yang ditinggalkan yaitu berupa
32
kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta daerah kekuasaan di Indonesia (Suharja, Agus Sulistya, 2011:36). 3) Tahun 1799-1807 Pada tahun 1795 terjadi perubahan politik di Belanda, yang akhirnya terjadinya pembentukan negara baru yang diberi nama Republik Bataf (Bataavsche Republiek) pada 19 Januari 1795. Pada periode ini, benteng dikuasai dan dimanfaatkan oleh Republik Bataf. Fungsinya masih sama yaitu sebagai tempat pertahanan. 4) Tahun 1807-1811 Pada periode ini penguasaan benteng di Yogyakarta dikuasai oleh Koninklijk Holland (Kerajaan Belanda). Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels dilantik menjadi Gubernur Jendral dan ditugaskan untuk memerintah di Hindia Belanda. Dalam upaya melakukan reorganisasi pemerintahan di pantai Timur Laut Jawa, mulailah dilakukan penurunan jabatan pada pegawai pemerintahan di pantai Timur Laut Jawa serta mengganti pangkat residen untuk daerah Surakarta dan Yogyakarta dirubah dengan minister. Selain itu Daendels mengadakan perkuatan angkatan perang, salah satunya adalah perkuatan benteng sehingga benteng Rustenburg mengalami pembangunan ke bentuk yang kokoh dan kuat. Setelah mengalami pembangunan, Daendels mengganti nama benteng ini dengan nama Vredeburg (benteng perdamaian).
33
5) Tahun 1811-1816 Pada bulan Mei 1811 kedudukan Daendels digantikan oleh Jan Williem Jansen. Namun pemerintahannya tidak lama karena terjadi serbuan Inggris yang mendaratkan pasukannya tanggal 4 Agustus 1811. Meskipun dibantu oleh pasukan-pasukan raja-raja Jawa, tetapi serangan dari pasukan Inggris tidak dapat ditangkis sehingga pada tanggal 18 September 1911 Gubernur Jansen menyerah. Sehingga Jawa berada dibawah penguasaan Inggris dengan Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jendral. Oleh karena itu benteng berada dibawah penguasaan Inggris. Fungsi benteng tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebagai benteng pertahanan dan markas pasukan. Raffles melakukan penyerbuan kedalam Kraton Yogyakarta dengan merampas barang-barang yang ada di dalam kraton. Barangbarang hasil rampasan tersebut diangkut ke Loji besar. Loji besar adalah sebutan bagi Benteng Vredeburg. Sedangkan barang-barang berupa surat dibawa ke Loji kebon (Gedung Agung). Selain itu Sultan Hamengkubuwana II berhasil ditangkap dan ditawan di dalam benteng Vredeburg. 6) Tahun 1816-1942 Pada periode ini benteng Vredeburg kembali dikuasai oleh Belanda, setelah lepas dari kekuasaan Inggris. Pada masa ini di sekitar benteng banyak digunakan sebagai tempat pemukiman bagi orang-
34
orang Belanda. Benteng Vredeburg digunakan sebagai markas pasukan dan perlengkapan perang kompeni belanda. Pada saat pemberontakan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta, Yogyakarta berhasil dikuasainya dan mengisolasinya. Dalam waktu itu Sultan Hamengku Buwana V berhasil diselamatkan dan diamankan di dalam Benteng Vredeburg (Suharja, Agus Sulistya, 2011:44). Setelah berakhirnya Perang Diponegoro, hampir tidak ada konflik antara pihak kasultanan dengan VOC. Hal ini membawa pengaruh terhadap fungsi benteng yang semula berfungsi sebagai markas pertahanan sudah bergeser menjadi hunian. Sarana hiburan di dalam benteng juga telah dibangun, hal ini dikuatkan dengan adanya societeit di dalam kompleks benteng yang diperkirakan ada sejak tahun 1838 menyusul terjadinya pembongkaran anjungan timur laut benteng Vredeburg. Selain itu terjadi pemugaran akibat gempa bumi di Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 1867 yang membawa dampak terhadap elemen bangunan yang semula sebagai benteng pertahanan mulai berubah ke elemen-elemen hunian. Parit sebagai sarana pertahanan di sebelah utara sudah mulai dihilangkan dan kemudian dibuat jalan tembus ke utara benteng untuk mengadakan akses sarana dan prasarana pendukung benteng. 7) Tahun 1942-1945 Dalam periode ini, Jepang berhasil menguasai wilayah Indonesia. Di Yogyakarta pusat kekuatan tentara Jepang disamping
35
ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam. Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang ditangkap. Kaum politisi Indonesia juga berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Jepang. Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan, terlebih dulu disimpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut Timur Laut. Hal itu dengan pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin. Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah di saat terjadi perang secara mendadak. Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan (V. Agus Sulistya 2011:35). 8) Pada masa kemerdekaan Benteng Vredeburg pada masa kemerdekaan banyak mengalami peralihan
fungsi.
Dibawah
Instansi
Militer
yang
kemudian
36
dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam pasukan dengan kode Staf “Q” dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu dll. Pada tahun 1946 di dalam kompleks Benteng Vredeburg didirikan Rumah Sakit Tentara untuk melayani korban pertempuran. Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan sebagai markas tentara Belanda yang tergabung dalam Informatie Voor Geheimen (IVG), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Disamping itu Benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga dipakai untuk menyimpan senjata berat seperti tank, panser dan kendaraan militer lainnya. Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI bersama dengan TNI masih ada, Benteng Vredeburg menjadi salah satu sasaran di antara bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda. Pada tanggal 5 November 1984, bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan
37
bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. C. Museum Benteng Vredeburg Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan museum khusus sejarah perjuangan nasional. Keberadaan Museum Benteng Vredeburg merupakan predikat yang disandang oleh kota Yogyakarta yaitu sebagai kota sejarah, kota wisata, dan kota pendidikan, (V. Agus Sulistya 2011:2). Museum Benteng Vredeburg terletak di ujung Selatan Jalan Malioboro, di depan Gedung Agung salah satu dari tujuh istana kepresidenan di Indonesia dan Istana Sultan Yogyakarta Hadiningrat atau Kraton. Benteng Vredeburg ini memiliki denah berbentuk persegi dan menghadap barat. Sebelum memasuki pintu gerbang utama terdapat sebuah jembatan sebagai jalan penghubung utama arus keluar masuk Benteng Vredeburg. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang masih bisa terlihat sampai sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau di keempat sudutnya. Kubu atau bastion berada di keempat sudut benteng. Keempat bastion itu diberi nama Jayawisesa (Barat Laut), Jayapurusa (Timur Laut), Jayaprokosaningprang (Barat Daya), dan Jayaprayitna (Tenggara). Pada bagian dalam benteng Vredeburg terdapat bangunan yang disebut gedung Pengapit Utara dan Selatan. Bangunan ini
38
pada mulanya diperkirakan digunakan sebagai kantor administrasi (Suharjo, 2011:32). Koleksi Museum Benteng Yogyakarta menyajikan beberapa jenis koleksi : 1). Bangunan-bangunan peninggalan Belanda, yang dipugar sesuai bentuk aslinya, 2). Diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan sebelum Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan masa Orde Baru, 3). Koleksi benda-benda bersejarah, foto-foto, dan lukisan tentang perjuangan
nasional
dalam
merintis,
mencapai,
mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan Indonesia. D. Museum Benteng Vredeburg Sebagai Sumber belajar Sejarah Pendidikan sejarah memiliki arti penting dalam pembangunan bangsa. Dengan mempelajari sejarah berarti mampu melihat kekurangan dan keberhasilan masa yang telah silam untuk dijadikan pelajaran di masa mendatang. Nilai-nilai kesejarahan dapat berupa cadi, monumen, museum dan lain sebagainya. Museum memberi manfaat edukatif, inovatif, rekreatif, dan imajinatif kepada masyarakat pada umumnya dan kepada siswa SMA pada khususnya. Di dalam Museum Benteng Vredeburg terdapat berbagai koleksi pameran diorama yang sangat bermanfaat dalam media pembelajaran atau sebagai sumber belajar sejarah. Dalam menyampaikan materi sejarah media pendidikan sangatlah penting, oleh karena itu pemanfaatan diorama
39
dalam museum akan menambah kajian sumber belajar sejarah di SMA. Peserta didik akan lebih tertarik dalam mempelajari materi sejarah dengan demikian tujuan pendidikan di SMA akan tercapai secara optimal. Pemanfaatan koleksi maupun diorama museum harus sesuai dengan standart kompetensi dan kompetensi dasar materi sejarah di SMA. Pendidik harus dapat mengklasifikasikan pameran diorama-diorama untuk kemudian disesuaikan dengan silabus dan kurikulum SMA yang didalamnya
terdapat
Standar
kompetensi
dan
kompetensi
dasar.
Kurikulum pada tingkatan pertama sebagai serangkaian tujuan pendidikan yang menggambarkan sebagai kemampuan pengetahuan dan ketrampilan, nilai dan sikap yang harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik dari suatu satuan jenjang pendidikan. Pada tingkatan kedua merupakan kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari para pelajar untuk menguasai serangkaian kemampuan, nilai, dan sikap yang secara institusional harus dikuasai oleh para pelajar setelah selesai dengan pendidikannya. Pada tingkatan ketiga kurikulum diartikan sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih untuk dijadikan objek belajar. Pada tingkatan keempat adalah panduan dan buku pelajaran yang harus disusun untuk menunjang terjadinya proses belajar mengajar (Soedijarto 1993:10). Dalam menyampaikan materi yang berkaitan pemanfaatan diorama museum, pendidik harus bisa memilah-milah dan menyesuaikan diorama sebagai sumber belajar dengan kurikulum yang ada. Hal ini bertujuan
40
untuk membentuk kesinambungan antara diorama yang ditentukan dengan materi pelajaran. Penyajian diorama didalam museum akan memberikan manfaat edukatif bagi pendidikan, yaitu sebagai sumber belajar sejarah dan sebagai media pembelajaran dengan tujuan mengkomunikasikan sejarah yang ada. Hal ini akan terlihat lebih jelas dan mudah dipahami dalam mempelajari sejarah. Museum Benteng Vredeburg menyajikan koleksi-koleksi museum dalam bentuk pameran untuk mengkomunikasikan koleksi museum. Baik tata pameran tetap maupun tata pameran temporer yang mengangkat tematema tertentu yang kadang hanya terkait dengan suatu peristiwa tertentu. Tata pameran di Museum Benteng Vredeburg secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tata pemeran luar gedung dan tata pemeran di dalam gedung. Tata pameran di luar gedung adalah gedunggedung Benteng Vredeburg yang berdiri sedemikian rupa sehingga menjadi satu bentuk tata bangunan yang kompleks sebagai bangunan peninggalan masa kolonial Belanda di Yogyakarta. Sedangkan tata pameran di dalam gedung adalah tata pameran yang disajikan di dalam gedung (Djamal Marsudi, 1985:26). Museum
Benteng
Vredeburg
mengalami
pemugaran
yang
membawa dampak bagi kualitas museum itu sendiri. Pemugaran pertama kali pada tanggal 16 April 1985 untuk dijadikan Museum Perjuangan. Pemugaran pada bangunan museum dilakukan beberapa kali hingga pada tanggal 23 November 1992 Benteng Vredeburg resmi menjadi Museum
41
Perjuangan Nasional. Pemugaran selanjutnya dilakukan pada tahun 2011, yaitu berupa revitalisasi ruangan yang menyajikan tampilan lebih modern dan berteknologi. Penambahan koleksi berupa tampilan perangkat LCD frame digital dan LED Touch Screen, pembuatan panel dan elemenelemen baru berupa photospot. Dengan adanya penambahan koleksi museum akan menambah minat dan kunjungan para pelajar serta pendidik dan bagi khalayak umum. Revitalisasi museum yang kearah modern ini akan membawa nilai tambah bagi masyarakat dan pendidikan khususnya, yaitu sebagai media informasi, media edukasi dan rekreasi. Hal ini akan menambahkan minat dan wawasan bagi peserta didik. E. Koleksi Museum Benteng Vredeburg dan Kaitannya Dengan Materi Sejarah SMA Berikut adalah koleksi pameran diorama yang sesuai dengan Standart kompetensi di SMA. 1. Ruang Pameran Diorama I. Diorama ini sesuai dengan Standar Kompetensi : menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang. Kompetensi Dasar : Menganalisis hubungan antara perkembangan paham-paham baru dan transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan. Untuk kelas XI program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah sebagai berikut:
42
a. Kongres Budi Utomo di Yogyakarta Lokasi
:
Ruang makan Kweekschool Yogyakarta (SMU 11, Jl. AM. Sangaji Yogyakarta).
Waktu
:
3 s.d. 5 Oktober 1908.
Adegan
:
Sutomo sedang menyampaikan gagasannya di konggres 1 Boedi Oetomo di Gedung Kweekschool Yogyakarta yang dipimpin oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo.
Uraian singkat
:
Boedi Oetomo merupakan organisasi pergerakan nasional Indonesia modern pertama kali berdiri. Organisasi tersebut lahir pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta. Pada tanggal 8 Agustus 1908 diadakan pertemuan guna membicarakan Kongres pertama Boedi Oetomo. Dalam pertemuaan tersebut telah disepakati bahwa kongres akan diadakan di kota Yogyakarta. Kongres dibuka dengan resmi pada tanggal 3 Oktober 1908 dan berlangsung hingga tanggal 5 Oktober 1908 bertempat di Gendung Kweekschool, Jetis Yogyakarta. Kongres dihadiri 400 peserta. Hasil dari kongres tersebut antara lain : 1) Tujuan dari perkumpulan ialah mengusahakan kemajuan yang selaras untuk negeri dan bangsa, terutama memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik, industri dan kebudayaan.
43
2) Menetapkan ketua pengurus besar yang pertama yaitu RTA Tirto Koesoemo (Bupati Karang Anyar) dan wakilnya Dr. Wahidin Soedirohoesodo. b. Lahirnya Organisasi Muhammadiyah Lokasi
:
Kauman, Gondomanan Yogyakarta.
Waktu
:
18 November 1912.
Adegan
:
Kyai Haji Ahmad Dahlan sedang menyampaikan gagasannya dalam pertemuan saat berdirinya
organisasi
diputuskan
Muhammadiyah
di
Yogyakarta. Uraian singkat: Pada tanggal 18 November 1912. Kyai Haji Ahmad Dahlan sedang menyampaikan gagasannya dalam pertemuan saat diputuskan berdirinya Organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan berupaya untuk mengadakan usaha Tajdid (reformasi), yaitu pembaharuan pengalaman kehidupan Islam di Indonesia, yang dikembalikan kepada kemurnian sumber aslinya (Al Quran dan AsSunnah). Gagasan ini kemudian didukung oleh para ulama antara lain KH. Muhammad, KH. R. Jaelani, KH. Anies dan KH. R. Fekih. Sebagai ketua adalah KH. Ahmad Dahlan dan sekertarisnya KH. Abdullah Siraj. Organisasi ini bertumpu pada cita-cita agama. Sebagian aliran modernis Islam, organisasi ini ingin memperbaiki agama dan umat Islam Indonesia.
44
c. Berdirinya Taman Siswa Lokasi
:
Jl. Tanjung No.23 (sekarang Jl. Gadjah Mada No.32) Yogyakarta.
Waktu
:
Tanggal 3 Juli 1922
Adegan
:
Ki
Hadjar
Dewantara
sedang
menyampaikan
gagasannya pada saat dicetuskannya berdirinya National Onderwijs Instituut Tamansiswa. Uraian singkat: Taman Siswa berlokasi di Jl. Tanjung No. 32 (sekarang Jl. Gajah Mada No.32) Yogyakarta. Pada tanggal 3 Juli 1922. Ki Hadjar Dewantara sedang menyampaikan gagasannya pada saat dicetuskan berdirinya
National
Onderwijs
Instituut
Tamansiswa.
Sistem
pendidikan yang ada didalamnya menganut sistem Among, yang mendasarkan pada Kemerdekaan dan Kodrat Alam. Berbeda dengan BU, Tamansiswa (TS) yang lahir 14 tahun kemudian merupakan organisasi yang bertujuan mengembangkan edukasi dan cultural. d. Kongres Perempuan Indonesia I Lokasi
:
Dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (sekarang Jl. Brigjen Katamso 23 Yogyakarta)
Waktu
:
Tanggal 22 s.d. 25 Desember 1928
Adegan
:
Pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta dipimpin oleh Ny. Soekonto.
45
Uraian singkat: Kongres Perempuan Indonesia I ini diprakasai oleh Ny. Soekonto (dari wanita Utomo), Ny. Hadjar Dewantoro (dari wanita Taman Siswa) dan Ny. Sujatin (dari Putri Indonesia) dan didukung oleh tujuh organisassi wanita, antara lain : Wanita Utomo, Wanita Taman Siswa, Putri Indonesia, Wanita Katholik, Jong Java bagian gadis-gadis, Aisyah dan Jong Islamieted Bond Dames Afdeling (JIBDA). Setelah diadakannya kongres yang berlangsung pada tanggal 22 s.d. 25 Desember 1928, kongres berhasil memutuskan : 1) Mendirikan badan federasi bersama Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). 2) Menerbitkan surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI. 3) Mendirikan Studie Fonds yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu. 4) Memperkuat pendidikan kepanduan putri. 5) Mencegah perkawinan anak-anak. Mengirimkan mosi kepada pemerintah (Hindia Belanda) agar secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak, Tunjangan kepada pensiun jangan dicabut, sekolah-sekolah putri diperbanyak. e. Kongres Jong Java di Yogyakarta Lokasi
:
Dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (sekarang Jl. Brigjen Katamso 23 Yogyakarta).
46
Waktu
:
Tanggal 25 s.d. 31 Desember 1928.
Adegan
:
Pelaksanaan
Kongres
Jong
Java
di
Dalem
Joyodipuran Yogyakarta. Uraian singkat: Kongres Jong Java berlokasi di dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (sekarang Jl. Brigjen Katamso 23 Yogyakarta). Pada tanggal 25 sampai dengan 31 Desember 1928. Dimana pelaksanaan kongres Jong Java ke XI di dalem Joyodipuran Yogyakarta. Kongres ini sangat penting karena memutuskan Jong Java bersedia mengadakan fusi dengan Organisasi lain. Dalam kongres ke XII di Semarang tanggal 23-29 Desember 1929 Jong Java mengadakan fusi dengan organisasi lain dan melebur ke dalam Indonesia Muda. Diorama yang ini sesuai dengan Standar kompetensi : menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh barat sampai dengan pendudukan Jepang. Kompetensi dasar : Menganalisis proses interaksi Indonesia-Jepangdan dampak pendudukan militer Jepang terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk kelas XI program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah : f. Masuknya Jepang Di Yogyakarta Lokasi
:
Perempatan Tugu, Jetis, Yogyakarta.
Waktu
:
6 Maret 1942.
Adegan
:
Pasukan Jepang memasuki kota Yogyakarta dari arah Timur (Jl. Solo).
47
Uraian singkat: Jepang mulai memasuki Yogyakarta dari jalan Solo menuju Jl.Malioboro. Guna menarik simpati rakyat Yogyakarta para serdadu Jepang menyerukan “Nippon Indonesia”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Secara demonstratif membawa gambar Ratu Belanda dan kemudian ditusuk-tusuk dengan bayonet. Lagu Indonesia Raya diperbolehkan berkumandang, bahkan Merah Putihpun bebas berkibar. Hal itu tidak lain hanya untuk menarik simpati rakyat agar tidak menyusahkan usahanya dalam melumpuhkan Belanda di Indonesia. g. Latihan militer PETA/ HEIHO/ Anak-anak sekolah/ Seinendan/ Keibodan. Lokasi
:
Lapangan Bumijo, Jl. Tentara Pelajar (depan Gedung SMU 17 I).
Waktu
:
Tahun 1942-1945.
Adegan
:
Pelaksanaan latihan kemiliteran bagi anak-anak sekolah dan pemuda pada masa pendudukan Jepang di lapangan Bumijo.
Uraian singkat: Sejak tanggal 8 Maret 1942 melalui perjanjian Kalijati, Jepang resmi berkuasa di Indonesia. Dengan sistem militer yang telah dilaksanakan oleh tentara Jepang, sehingga di segala bidang diterapkan sistem miiter. Jepang membentuk sistem organisasi kemiliteran yang antara lain Seinendan, Keibodan, Heiho dan untuk melatih para perwira
48
di kalangan bangsa Indonesia dibentuklah PETA. Ketika Jepang mulai terdesak
dalam
perang
Pasifik,
Jepang
memperkuat
latihan
kemiliterannya sehingga memerlukan dukungan rakyat. Para pelajar dan anak-anak pun turut serta untuk diikutsertakan dalam latihan kemiliteran. 2. Ruang Pameran Diorama II Diorama ini sesuai dengan Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru. Kompetensi Dasar : menganalisis peristiwa sekitar proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia. Untuk kelas XII progam Ilmu Pengetahuan Sosial, semester I adalah sebagai berikut : a. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memimpin rapat dalam rangka dukungan terhadap Proklamasi. Lokasi
:
Gedung Wilis, Kepatihan, Yogyakarta.
Waktu
:
19 Agustus 1945.
Adegan
:
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sedang memimpin rapat yang dihadiri oleh para pemimpin berbagai kelompok pemuda di kepatihan Yogyakarta.
Uraian singkat: Rapat untuk mendukung Proklamasi dihadiri oleh para pemimpin kelompok pemuda dari golongan agama, nasionalis, kepanduan dan keturunan Cina yang berjumlah kurang lebih 100 orang di Keptaihan Yogyakarta.
49
b. Penurunan bendera Hinomaru dan pengibaran bendera Merah Putih di gedung Cokan Kantai (Gedung Agung). Lokasi
:
Gedung Agung Jl. Ahmad Yani Yogyakarta.
Waktu
:
21 September 1945.
Adegan
:
Para pemuda antara lain Slamet, Sutan Ilyas, Supardi, Rusli dan seorang pemudi Siti Ngasiyah
sedang
mengganti
bendera
Hinomaru dengan bendera Merah Putih di atap Gedung Cokan Kantai (Gedung Agung, sekarang). Uraian singkat: Peristiwa itu terjadai pada tanggal 21 September 1945 setelah berita Proklamasi sampai ke Yogyakarta. Pada waktu itu para pemuda antar lain Slamet, Sutan Ilyas, Supardi, Rusli dan Siti Ngaisyah mengganti bendera Hinomaru dengan bendera merah putih di atap Gedung Cokan Kantai. Peristiwa besar ini kemudian dikenal dengan Insiden Bendera Cokan Kantai. c. Pertempuran Kotabaru Lokasi
:
Kotabaru, Yogyakarta dan sekitarnya.
Waktu
:
7 Oktober 1945.
Adegan
:
Rakyat sebagian besar pemuda pelajar dan BKR mengadakan kontak senjata dengan
50
temtara
Jepang
di
Kotabaru
(markas
Batalyon Kido, atau Kido Butai). Uraian singkat: Para pemuda dan pejuang mengadakan penyerangan terhadap Jepang di Kotabaru. Hal ini terjadi karena Jepang tidak mau menyerahkan senjata-senjatanya kepada pihak pejuang Indonesia. Moh. Saleh dan RP. Sudarsono berhasil masuk dalam tangsi Jepang dan menemui Mayor Otzuka. Kedua pimpinan itu mendesak kepada Mayor Otzuka untuk menyerahkan senjata-senjatanya. Kemudian Mayor Otzuka menyerahkan senjata Jepang tetapi hanya kepada Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX. d. Peristiwa perebutan senjata dari tentara Jepang Oleh Polisi Istimewa, pemuda dan masa rakyat. Lokasi
:
Gayam, Yogyakarta.
Waktu
:
23 September 1945.
Adegan
:
Polisi Istimewa dibawah pimpinan Oni Sastroadmodjo dan masa rakyat melucuti senjata Jepang di Gayam.
Uraian singkat : Pada tanggal 23 September 1945, tentara Jepang secara diamdiam berhasil melucuti senjata kesatuan Polisi Istimewa di Gayam. Selaku komandan kompi Istimewa, Oni Sastroadmodjo segera
51
melaporkan kejadian ini kepada komisaris polisi RP. Sudarsono. Oleh karena itu segera dilakukan perundingan dengan pimpinan Jepang namun perundingan tersebut gagal. Masa rakyat dan polisi mengepung markas dan gudang senjata Jepang di Gayam. Akhirnya senjatasenjata itu dapat direbut kembali. e. Pengangkutan Eks tahanan warga negara Belanda dan Eks tentara Jepang. Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta.
Waktu
:
28 April 1946.
Adegan
:
Bekas tawanan Belanda dan Jepang diangkut dengan
kereta
api
dari
stasiun
Tugu
Yogyakarta menuju Jakarta. Uraian singkat: Pada tanggal 29 September 1945 mulai didaratkan Allied Forces for Netherlands East Indies (AFNEI) di Jakarta. bertujuan untuk melucuti dan mengembalikan tentara Jepang ke daerah asalnya, mengevakuasi Allied Prisoneer War and Interneer (APWI), yaitu tawanan Jepang dan Belanda, mengambil alih daerah dudukan Jepang, dan menjaga keamanan dan ketertiban sehingga pemerintahan sipil berfungsi kembali. Pada tanggal 28 April 1946 dari Yogyakarta diberangkatkan kurang lebih 550 orang tawanan Belanda dan Jepang dengan menggunakan kereta api istimewa dari stasiun Tugu menuju
52
setasiun Manggarai Jakarta. Tugas pengawalan ini dilakukan oleh Kompi Widodo. f. Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Lokasi
:
Markas Besar Umum Tentara Keamanan Rakyat
(TKR)
Yogyakarta,
(sekarang
Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama) Jl. Jendral Soedirman Yogyakarta. Waktu
:
5 Oktober 1945.
Adegan
:
Panglima Besar Soedirman memberi amanat setelah
acara
konferensi
TKR
yang
memutuskan beliau sebagai Panglima Besar. Uraian singkat : Pada tanggal 5 Oktober 1945, dikeluarkan Maklumat yang berbunyi “Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakanlah satu Tentara Keamanan Rakyat (TKR).” Dalam sidang tanggal 15 Oktober 1945 di Jakarta, kabinet memutuskan bahwa Markas Besar Umum (MBU) TKR berkedudukan di Yogyakarta. Tanggal 12 Novenber 1945 diadakan konferensi TKR yang dihadiri oleh para panglima dan komandan divisi se Jawa dan Sumatra di MBU TKR. Hasil Konferensi antara lain memutuskan mengangkat Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar.
53
g. Kongres pemuda di Yogyakarta. Lokasi
:
Alun-Alun Utara Yogyakarta dan Balai Mataram Yogyakarta.
Waktu
:
10 s.d. 11 November 1945.
Adegan
:
Presiden Soekarno menuju mimbar tempat diadakannya rapat raksasa dalam acara Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta.
Uraian singkat : Kongres pemuda dipimpin oleh Chaerul Saleh dan dihadiri oleh 332 utusan dari 30 organisasi pemuda di Indonesia. Dalam kongres itu pula dihadiri oleh Presiden Soekarno, Moh Hatta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Sri Paku Alam VIII sebagai pemberi amanat bagi kongres tersebut. Hasil dari kongres tersebut adalah diadakan penggabungan semua gerakan pemuda dalam satu badan yang dinamakan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI). h. Pemerintahan Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta. Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta
Waktu
:
4 Januari 1946
Adegan
:
Presiden Soekarno dan para pembesar negara yang lain tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta ketika hijrah dari Jakarta.
54
Uraian singkat : Tanggal 4 Januari 1946, Presiden Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan para pemimpin negara lainnya hijrah ke Yogyakarta dengan menggunakan Kereta Api. Hal itu bertujuan untuk mempermudah apabila sewaktu-waktu terjadi perundingan dengan Belanda. Sejak saat itu pula Yogyakarta menjadi ibukota RI. i. Pelantikan Jendral Soedirman sebagai panglima besar TNI. Lokasi
:
Gedung Kepresidenan Yogyakarta (Gedung Agung).
Waktu
:
28 Juni 1947.
Adegan
:
Jenderal Apanglima Soekarno,
Soedirman Besar yang
dilantik
TNI juga
sebagai
oleh
Presiden
disertai
dengan
pelantikan pucuk pimpinan TNI yang lain. Uraian singkat : Pada tanggal 12 November 1945 diadakan konferensi TKR di Yogyakarta yang dihadiri komandan divisi di Jawa dan Sumatra. Hasil konferensi bahwa Kolonel Soedirman terpilih sebagai panglima besar TKR dan Oerip Soemohardjo tetap sebagai kepala staf umum. Kemudian tanggal 3 Juni 1947 Tentara Nasinal Indonesia (TNI) disahkan. Setelah dengan resmi TNI berdiri maka pada tanggal 28 Juni 1947 di istana Presiden Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal
55
Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia. 3. Ruang Pameran Diorama III Diorama dengan Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru. Kompetensi Dasar : menganalisis perkembangan politik dan ekonomi pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950. Untuk kelas XII program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester I adalah sebagai berikut : a.
Agresi Militer Belanda II. Lokasi
:
Jl. Solo Yogyakarta.
Waktu
:
19 Desember 1948.
Adegan
:
Pasukan lapangan
Belanda
setelah
Maguwo
berhasil
(Sekarang
menguasai Adisucipto)
mengadakan sapu bersih terhadap apa yang ditemui di sepanjang jalan menuju kota Yogyakarta. Uraian singkat : Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo. Melancarlah Agresi Militer II. Hal ini memaksa Panglima Besar Sudirman memimpin gerilya ke luar kota melawan pasukan pendudukan dan mengeluarkan Perintah Kilat No. 1/PB/D/1948. Rakyat dengan semangat yang ditiupkan dari Sultan Hamengkubuwana IX dan Panglima Besar Sudirman, kemudian banyak melancarkan aksi perlawanan terhadap
56
Belanda. Namun tentara Belanda berhasil menguasai seluruh kota Yogyakarta. sedangkan Presiden Soekarno, wakil presiden Moh. Hatta, H.Agus S., KSAU Suryadi Suryadarma ditawan Belanda. b. Perlawanan Gerilyawan TNI di Yogyakarta selatan. Lokasi
:
Dusun Mrisi, Kasihan, Bantul.
Waktu
:
19 Februari 1949.
Adegan
:
Penghadangan patroli Belanda di Dusun Mrisi oleh Batalyon Sardjono.
Uraian singkat : Perlawanan gerilya rakyat yang bersifat semesta dari seluruh lapisan rakyat pada permulaan tahun 1949 menyebabkan Belanda kalang kabut, sehingga Belanda melakukan tindakan-tindakan sedikit anarkhis dengan dalih mencari gerilyawan. Nasionalisme rakyat Yogyakarta terlihat pada kesatuan mereka untuk mempertahankan wilayah dari bayang-bayang Belanda. Seperti yang terjadi di Dusun Mrisi, Yogyakarta bagian selatan penghadangan patroli Belanda oleh Batalyon Sadjono sebagai aksi perlawanan Gerilyawan. c. Serangan Umum 1 Maret 1949 Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta, Hotel Tugu (bekas Bank Jakarta).
Waktu
:
1 Maret 1949.
57
Adegan
:
Pasukan gerilyawan TNI serta para pejuang lainnya mengadakan serangan terhadap Hotel Tugu dalam aksi Serangan mum 1 Maret 1949.
Uraian singkat : Akibat adanya Agresi Militer Belanda (AMB) yang kedua, para gerilyawan TNI dan para pejuang lainnya mengadakan serangan umum yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan Umum ini memiliki tujuan, antara lain : 1) Tujuan Politik, yaitu untuk mendukung perjuangan perwakilan RI di Dewan Keamanan PBB, melawan kampanya Belanda yang menyatakan bahwa Aksi Polisionilnya di Indonesia telah berhasil, karena TNI sudah dihancurkan dan Yogyakarta sudah kembali normal. 2) Tujuan Psikologis, yaitu untuk mengobarkan semangat juang rakyat dan TNI. 3) Tujuan militer,
yaitu
untuk
membuktikan kepada dunia
Internasional bahwa TNI masih tetap utuh, selain itu untuk membuktikan bahwa keberadaan Belanda di Yogyakarta adalah tidak sah, dan berpengaruh terhadap tekad kesetiaan TNI. d. Pasukan Gerilya masuk kota Yogyakarta. Lokasi
:
Kampung Pengok, Gondokusuman, Yogyakarta.
Waktu
:
Juni 1949.
58
Adegan
:
Pasukan gerilyawan TNI (MA pimpinan Letnan Wiyogo Admodarminto) masuk kota dari arah Timur melalui kampung Pengok, Gondokusuman Yogyakarta dijemput Sri Paku Alam VII. Tampak Kolonel GPH. Djati Koesoemo dan Mayor Kasno.
Uraian singkat : Pasukan MA yang dipimpin oleh Letnan Wiyogo Atmodarminto masuk kota pada tahap III. sebelumnya mereka menyiapkan diri di Gejayan. Kemudian di Gejayan dijemput oleh Sri Paku Alam VIII. Pasukan mulai masuk kota didampingi oleh Sri Paku Alam VIII dengan rute Pelem kecut–Demangan–Pengok dan kemudian menempatkan pos komandonya untuk sementara di Rumah Sakit Pusat dan dilanjutkan dengan upacara pengibaran bendera Merah Putih di halaman Rumah Sakit. e. Konferensi inter Indonesia Lokasi
:
Hotel Tugu (bekas Bank Jakarta) Jl. Pangeran Mangkubumi.
Waktu
:
19-22 Juli 1949.
Adegan
:
Drs. Mohammad Hatta sedang memimpin sidang Konferensi Indonesia yang pertama di Hotel Tugu Yogyakarta.
59
Uraian singkat : Prinsip-prinsip
dari
hasil
persetujuan
Roem
Royen
yang
ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, menyebutkan antara lain RI akan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan dengan tidak bersyarat. Oleh karena itu sebelum KMB dilaksanakan diperlukan pendekatan antara RI dengan Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BFO) terutama dalam pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk itu diadakan Konferensi Inter Indonesia (KII) yang pertama pada tanggal 19-22 Juli 1949. KII yang pertama ini membicarakan tentang pembentukan RIS terutama tentang susunan dan hak-hak negara bagian atau otonom, bentuk kerjasama RIS dengan Belanda dalam perserikatan Uni, dan masalah kewajiban RIS dan Belanda akibat penyerahan kekuasaan. f. Pelantikan Presiden Republik Indonesia Serikat. Lokasi
:
Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil, Kraton Kasultanan Yogyakarta.
Waktu
:
17 Desember 1949.
Adegan
:
Pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh ketua Mahkamah Agung Mr. Kusuma Admaja.
60
Uraian singkat : Pada tanggal 15-16 Desember 1949, sesudah hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) diterima
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia segera diadakan sidang pemilihan Presiden RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 bertempat di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil, Kraton Ksultanan Yogyakarta, Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh ketua Mahkamah Agung Mr. Kusuma Admaja dengan disaksikan para tamu undangan yang hadir. g. Pemerintah Republik Indonesia Serikat pindah ke Jakarta. Lokasi
:
Lapangan terbang Maguwo (sekarang Adisucipto) Yogyakarta.
Waktu
:
28 Desember 1949
Adegan
:
Presiden Soekarno menginspeksi pasukan menjelang keberangkatannya ke Jakarta untuk memangku jabatannya yang baru sebagai Presiden RIS.
Uraian singkat : Sebagai Presiden RIS maka Ir. Soekarno harus kembali ke Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Maka keesokan harinya tanggal 28 Desember 1949, dari lapangan terbang Maguwo. Presiden Soekarno berangkat menuju Jakarta. Sebelumnya berkenan pula menginpeksi pasukan yang mengantarkan keberangkatannya ke Jakarta. Menjelang keberangkatannya ke Jakarta, beliau berkenan menuliskan kesannya atas kota Yogyakarta yang berbunyi sebagai berikut:
61
“Yogyakarta menjadi termashur oleh karena jiwa kemerdekaannya. Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaan itu.” Soekarno 28 Desember 1949 4. Ruang Pameran Diorama IV Diorama ini sesuai dengan Standar kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru. Kompetensi dasar : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain : PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30 S/PKI 1965). Untuk kelas XII program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester I adalah sebagai berikut : a. Konferensi Rencana Colombo tahun 1959. Lokasi
:
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Waktu
:
26 Oktober s.d. 14 November 1959.
Adegan :
Presiden Soekarno membuka Konferensi tingkat Menteri pada tanggal 11 November 1959, dalam rangkaian Konferensi Rencana Colombo XI.
Uraian singkat : Konferensi Rencana Colombo 1959 dilaksanakan di Indonesia. Yogyakarta dipilih sebagai kota yang nantinya ditunjuk dalam penyelenggaraan Konferensi Rencana Colombo. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Yogyakarta sampai saat itu telah dua kali
62
menyelanggarakan konferensi Internasional. Konferensi Rencana Colombo XI di Yogyakarta diikuti kurang lebih 150 orang delegasi dari 21 negara. b. Tri Komando Rakyat. Lokasi
:
Alun-alun Utara, Yogyakarta.
Waktu
:
19 Desember 1961.
Adegan :
Presiden Soekarno berpidato dan mencetuskan Tri Komando
Rakyat
(TRIKORA)
dalam
rangka
pembebasan Irian Barat dari kekuasaan Belanda. Uraian singkat : Dalam sidang Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) tanggal 14 Desember 1961 diputuskan untuk membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Untuk lebih meningkatkan perjuangan, Depertan merumuskan Tri Komando rakyat (TRIKORA). Trikora dicetuskan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961. Isi dari Trikora tersebut ialah : 1)
Gagalkan pembentukan negara boneka Papua bikinan Belanda kolonial.
2)
Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
3)
Bersiaplah untuk mobilisasi umum.
c. Peristiwa G30 S/PKI di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi
:
Kentungan, Yogyakarta.
Waktu
:
Oktober 1965.
63
Adegan :
Penggalian jenazah Pahlawan Revolusi Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono di kompleks Batalyon I, Kentungan.
Uraian singkat : Tanggal 1 Oktober 1965 Yogyakarta telah dikuasai oleh pemberontak. Markas Korem 072 diduduki oleh pemberontak dan Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono diculik oleh pemberontak dan dibunuh di kompleks Batalyon L Kentungan. Setelah dilakukan penyelidikan lokasi penguburan Jenazah kedua Perwira TNI AD, pada tanggal 20 Oktober 1965 baru dimulai penggalian Jenazah. Setelah terbukti jenazah masih ditemukan maka ditimbun kembali. Kemudian untuk penggalian dan pengangkatan jenazah dilakukan pada tanggal 21 Oktober 1965. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka dilokasi terjadinya pembunuhan dibangun sebuah monumen dengan nama Monumen Pahlawan Pancasila. d. Penumpasan G 30 S/PKI serta rapat kebulatan tekat di Alun-alun Utara Yogyakarta. Lokasi :
Alun-alun Utara Yogyakarta.
Waktu
20 Oktober 1965.
:
Adegan :
Kolonel Widodo sedang menyampaikan amanatnya dalam rapat kebualatan tekad mengutuk PKI di Alun-alun Utara Yogyakarta.
64
Uraian singkat : Pemberontakan yang dilakukan PKI dengan G 30 S/PKI nya di Jakarta berhasil ditumpas oleh pasukan Angkatan Darat dan kesatuan lainnya. Setelah Jakarta maka sasaran selanjutnya dalam operasi penumpasan G 30 S/PKI adalah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Guna menyambut kedatangan pasukan tersebut maka partai-partai Islam dan organisasi-organisasi Islam segera mempersiapkan diri, yaitu dengan mempersiapkan rapat akbar umat Islam untuk mengganyang G 30 S/PKI. Hasil
dari
rapat
tersebut
adalah
rapat
akbar
akan
diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 1965. Dalam rapat tersebut akan dicetuskan kebulatan tekad yang menyatakan mengutuk G 30 S/PKI dan Dewan Revolusi. 4. Koleksi Museum Beberapa koleksi museum yang sesuai dengan Standar kompetensi : Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang. Kompetensi dasar : Menganalisis perkembangan pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat di indonesia pada masa kolonial. Untuk kelas XI program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah berupa koleksi mata uang peninggalan pada masa kependudukan Belanda dan Jepang. Selain itu berupa koleksi lukisan-lukisan masa perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah.
65