BAB IV HASIL PENELITIAN
IV.1.
Gambaran Umum Objek Penelitian Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah indeks harga saham gabungan
(JSX dan IDX), indeks Dow Jones (DJIA), indeks FTSE (FTSE), indeks Nikkei (N225), indeks StraitTimes (STI), dan Indeks Hangseng (HANGSENG) sejak 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2008 untuk JSX dan kurun waktu yang digunakan untuk penelitian dengan variable tetap IDX dilakukan sejak 1 Januari 2009 sampai dengan 30 Juni 2009. Data harian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dimana indeks DJIA, indeks FTSE, indeks N225, indeks STI, indeks HANGSENG dan indeks JSX serta indeks IDX sama-sama mengalami pergerakan. Data tidak dipakai apabila ada salah satu indeks tersebut tidak aktif (hari libur) dan data mengenai indeks DJIA, indeks FTSE, indeks N225, indeks STI, indeks HANGSENG dan indeks JSX serta indeks IDX pada saat harga penutupan yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.
IV.2.
Analisis dan Pembahasan
IV.2.1.
Analisis Statistik Deskriptif
Statistika deskriptif merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan data sampel yang digunakan dalam penelitian ini sehingga dapat diketahui nilai rata-rata, maksimum, minimum, standar deviasi dan keterangan lainnya dari data indeks JSX, indeks IDX, indeks DJIA, indeks FTSE, indeks N225, indeks STI, dan indeks HANGSENG.
75
76
Analisis ini berguna sebagai alat untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan sampel yang telah ada tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Hasil pengujian dapat dilihat berikut ini: Tabel IV.1 Statistik Deskriptif untuk JSX dan IDX
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Jarque-Bera Probability Observations
Y_JSX DJI FTSE 1893.987 11946.56 5899.446 1816.990 12168.42 6011.200 2830.260 14164.53 6732.400 1111.390 7552.290 3781.000 489.9158 1309.269 607.7539 1.620134 1.5422119 1.281426 0.123472 0.064803 0.132238 648 648 648
N225 15114.48 15887.97 18261.98 7162.900 2503.594 1.235919 0.098820 648
STI HANGSENG 2885.013 20296.15 2920.255 20296.74 3875.770 31638.22 1600.280 11015.84 521.0015 4146.585 1.870411 1.251985 0.238370 0.122344 648 648
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Jarque-Bera Probability Observations
IDX 1591.338 1464.245 2108.810 1256.110 285.4641 0.951306 0.210985 108
N225 8640.550 8723.060 10135.82 7054.980 857.6669 0.747637 0.051844 108
STI HANGSENG 1906.482 15099.67 1813.510 14550.40 2396.350 18889.68 1485.750 11694.05 289.7854 2231.891 1.95793 1.408144 0.094174 0.206469 108 108
DJI 8034.810 8100.580 9015.100 6594.440 559.7429 1.223643 0.116378 108
FTSE 4139.168 4165.750 4638.900 3512.100 259.1928 1.259029 0.118895 108
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan hasil pengujian di atas tampak bahwa Observations = 648 dan 108 berarti jumlah data yang valid adalah 648 sampel JSX, DJIA, FTSE, N225, STI, dan HANGSENG serta 108 sampel IDX, DJIA, FTSE, N225, STI, dan HANGSENG. Mean adalah nilai rata-rata dari sejumlah data yang dianalisis pada periode tertentu, nilai ini menunjukan nilai dari indeks ketika berada dalam kondisi yang stabil. Nilai maksimum adalah nilai tertinggi dari indeks yang merupakan puncak dari fase bullish pada periode tertentu. Nilai minimum adalah nilai terendah dari indeks yang merupakan bottom
77
dari fase bearish pada suatu periode tertentu. Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukkan variasi, penyimpangan atau dispersi nilai indeks yang dianalisis pada periode tertentu. Pada tabel IV.1 terlihat nilai rata-rata (mean) JSX dari sampel yang diteliti adalah sebesar 1,893.987. Nilai maksimum JSX adalah 2,830.26 yaitu pada 9 Januari 2008, sedangkan nilai minimum JSX adalah 1,111.39 yaitu pada 28 Oktober 2008. Standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari JSX sebesar 489.9158. Nilai indeks Dow Jones mempunyai nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 11,946.56. Nilai maksimum sebesar 14,164.53 seperti yang tercatat pada tanggal 21 September 2007, kemudian memiliki nilai minimum 7,552.29 yaitu pada tanggal 20 November 2008. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari Dow Jones sebesar 1,309.269. Nilai Indeks FTSE memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 5,899.446. Nilai maksimum sebesar 6,732.4 yaitu pada 29 Mei 2007, kemudian nilai minimum 3,781 yaitu pada 21 November 2008. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari FTSE sebesar 607.7539. Nilai Indeks N225 memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 15,114.48. Nilai maksimum sebesar 18,281.98 yaitu pada 9 Juli 2007, kemudian nilai minimum 7,162.9 yaitu pada 27 Oktober 2008. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari N225 sebesar 2,503.594. Nilai Indeks STI memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 2,885.013. Nilai maksimum sebesar 3,875.77 yaitu pada 11 Oktober 2007,
78
kemudian nilai minimum 1,600.28 yaitu pada 24 Oktober 2008. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari STI sebesar 521.0015. Nilai HANGSENG memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 20,296.15. Nilai maksimum sebesar 31,638.22 yaitu pada 17 Oktober 2007, nilai minimum 11,015.84 yaitu pada 23 Oktober 2008. Besarnya Standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari HANGSENG sebesar 4,146.585 dimana angka tersebut adalah yang terbesar diantara indeks lain yang menandakan indeks HANGSENG memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibanding indeks lainnya. Sedangkan untuk penelitian dalam jangka waktu IDX, terlihat nilai rata-rata (mean) IDX dari sampel yang diteliti adalah sebesar 1,591.338. Nilai maksimum IDX adalah 2,108.81 yaitu pada 10 Juni 2009, sedangkan nilai minimum IDX adalah 1,256.11 yaitu pada 2 Maret 2009. Standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari IDX sebesar 285.4641. Nilai Indeks Dow Jones mempunyai nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 8034.81. Nilai maksimum sebesar 9,015.1 yaitu pada 6 Januari 2009, kemudian memiliki nilai minimum 6,594.44 yaitu pada 5 Maret 2009. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari Dow Jones sebesar 559.7429. Nilai Indeks FTSE memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 4,139.168. Nilai maksimum sebesar 4,638.9 yaitu pada 6 Januari 2009, kemudian nilai minimum 3,512.1 yaitu pada 3 Maret 2009. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari FTSE sebesar 259.1928. Nilai Indeks N225 memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 8,640.55. Nilai maksimum sebesar 10,135.82 yaitu pada 12 Juni 2009, kemudian
79
nilai minimum 7,054.98 yaitu pada 10 Maret 2009. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari N225 sebesar 857.6669. Nilai Indeks STI memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 1,906.482. Nilai maksimum sebesar 2,396.35 yaitu pada 5 Juni 2009, kemudian nilai minimum 1,485.75 yaitu pada 10 Maret 2009. Besarnya standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari STI sebesar 289.7854. Nilai HANGSENG memiliki nilai rata-rata (mean) dari sampel yang diteliti adalah sebesar 15,099.67. Nilai maksimum sebesar 18,889.68 yaitu pada 12 Juni 2009, nilai minimum 11,694.05 yaitu pada 10 Maret 2009. Besarnya Standar deviasi atau penyimpangan yang terjadi dari HANGSENG sebesar 2,231.891, yaitu yang paling tinggi dibanding indeks lain dan sejalan dengan penelitian dengan rentang waktu JSX sehingga indeks HANGSENG memiliki risiko penyimpangan yang lebih besar dibanding indeks lainnya.
IV.2.2.
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menguji kelayakan penggunaan model regresi dan kelayakan variabel bebas. Menurut Winarno (2007:5.1) masalah yang sering dijumpai dalam analisis regresi dan korelasi adalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Dengan software EViews 5.1 uji asumsi klasik dapat dilakukan secara terintegrasi dengan pengujian model yang bersangkutan. Hal ini jelas sangat memudahkan pengguna dan meningkatkan efisiensi. Untuk uji normalitas, dalam Eviews 5.1 uji tersebut sudah digabungkan dengan uji statistic deskriptif yang dapat dilihat dari nilai probabilitas
80
Jarque-Bera yang harus lebih besar dari 0.05 dengan tingkat keyakinan 95%. Dan nilai Jarque-Bera yang lebih kecil dari 2. Dari tabel IV.1. dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera untuk JSX menunjukkan bahwa data telah normal: Jarque-Bera Probability
1.620134 1.5422119 1.281426 0.123472 0.064803 0.132238
1.235919 0.098820
1.870411 0.238370
1.251985 0.122344
Sama halnya dengan nilai probabilitas Jarque-Bera untuk IDX yang menunjukkan data telah normal: Jarque-Bera Probability
IV.2.2.1.
0.951306 0.210985
1.223643 0.116378
1.259029 0.118895
0.747637 0.051844
1.95793 0.094174
1.408144 0.206469
Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen, model regresi yang baik seharusnya tidak mengandung multikolinearitas. Jika korelasi kuat terjadi antara variabel independen maka terjadi masalah multikolinearitas. Dalam penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen dilakukan dengan correlation matrix test. Dasar pengambilan keputusan dalam uji multikolinearitas adalah : 1. Dalam model regresi berganda tidak terdapat multikolinearitas, apabila memiliki nilai korelasi kurang dari 0,5 dalam correlation matrix test. 2. Dalam model regresi berganda terdapat multikolinearitas, apabila memiliki nilai korelasi lebih dari 0,5 dalam correlation matrix test. Hasil correlation matrix test dapat dilihat pada Tabel IV.2
81
Tabel IV.2 Correlation Matrix Test untuk JSX dan IDX
Y_JSX DJI FTSE HANGSENG N225 STI
Y_JSX 1.000000 0.714761 0.447994 0.947933 0.096269 0.790649
DJI 0.714761 1.000000 0.916329 0.792532 0.715918 0.963278
FTSE HANGSENG 0.447994 0.947933 0.916329 0.792532 1.000000 0.571947 0.571947 1.000000 0.902912 0.235322 0.841632 0.853805
IDX DJI FTSE N225 STI HANGSENG
IDX 1.000000 0.707900 0.659609 0.933575 0.973445 0.979279
DJI 0.707900 1.000000 0.944909 0.849108 0.805824 0.780677
FTSE 0.659609 0.944909 1.000000 0.768944 0.779505 0.743217
N225 0.933575 0.849108 0.768944 1.000000 0.948739 0.963284
N225 0.096269 0.715918 0.902912 0.235322 1.000000 0.629861
STI 0.790649 0.963278 0.841632 0.853805 0.629861 1.000000
STI HANGSENG 0.973445 0.979279 0.805824 0.780677 0.779505 0.743217 0.948739 0.963284 1.000000 0.986370 0.986370 1.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Hasilnya menunjukan terjadi multikolinearitas, karena nilai korelasi pada penelitian periode waktu JSX antara: DJIA dengan FTSE sebesar 0,916329, DJIA dengan HANGSENG sebesar 0.792532, DJIA dengan N225 sebesar 0.715918, DJIA dengan STI sebesar 0.963278, FTSE dengan HANGSENG sebesar 0.571947, FTSE dengan N225 sebesar 0.902912, FTSE dengan STI sebesar 0.841632, HANGSENG dengan STI sebesar 0.853805, dan N225 dengan STI sebesar 0.629861, serta nilai korelasi pada penelitian periode waktu IDX antara: DJIA dengan FTSE sebesar 0,944909, DJIA dengan HANGSENG sebesar 0.780677, DJIA dengan N225 sebesar 0.849108, DJIA dengan STI sebesar 0.805824, FTSE dengan HANGSENG sebesar 0.743217, FTSE dengan N225 sebesar 0.768944, FTSE dengan STI sebesar 0.779505, HANGSENG dengan N225 sebesar 0.963284, HANGSENG dengan STI sebesar 0.986370, dan N225 dengan STI sebesar 0.948739. Dengan terdeteksinya multikolinearitas, untuk mengetahui pengaruh indeks
82
DJIA, indeks FTSE, indeks N225, indeks STI dan indeks HANGSENG terhadap JSX dan IDX pemodelan dibuat untuk masing-masing indeks terhadap JSX dan IDX, sebagai berikut: JSX = α + β1 DJIA + e
IDX = α + β1 DJIA + e
JSX = α + β2 FTSE + e
IDX = α + β2 FTSE + e
JSX = α + β3 N225 + e
IDX = α + β3 N225 + e
JSX = α + β4 STI + e
IDX = α + β4 STI + e
JSX = α + β5 HANGSENG + e
IDX = α + β5 HANGSENG + e
IV.2.2.2.
Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dan residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Suatu model regresi yang baik adalah regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi terdapat heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilakukan uji white. Dasar pengambilan keputusan dapat dilihat dari nilai probability untuk Obs*Rsquared, jika nilai probability lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat heteroskedastis. Untuk pengolahan dengan software EViews 5.1 masalah heteroskedastisitas dapat di atasi dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pemodelan ARCH (Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity) atau GARCH (Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity). Pemodelan dengan ARCH/GARCH secara langsung dapat mengatasi
83
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji hipothesis pada sub bab IV.2.3.2. IV.2.2.3.
Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Panduan yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dipakai besaran DurbinWatson (D-W) yang secara umum dapat diambil patokan: 1. angka D-W; 0 – 1,10 berarti ada autokorelasi yang positif 2. angka D-W; 1,54 – 2,46 berarti tidak ada autokorelasi 3. angka D-W; 2,90 - 4 berarti ada autokorelasi negatif. Untuk uji autokorelasi dengan EViews 5.1 nilai D-W terintegrasi dengan output dari model regresi yang bersangkutan, jadi tidak perlu dilakukan pengujian secara khusus.
IV.2.3.
Uji hipotesis
IV.2.3.1.
Granger Causality Test
Uji kausalitas granger merupakan pengujian untuk melihat bentuk hubungan antar variabel (searah atau simultan). Pengujian ini dilakukan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Dasar yang dapat digunakan untuk menentukan apakah terjadi hubungan searah atau simultan yaitu nilai probability untuk uji yang bersangkutan. Jika kedua nilai probability lebih kecil dari 0.05 maka hasilnya adalah
84
hubungan yang simultan. Jika hanya salah satu nilai probability yang lebih kecil dari 0.05 maka hasilnya adalah hubungan searah. IV.2.3.1.1.
Analisa hubungan JSX, IDX dan DJIA
Hasil granger causality test untuk JSX, IDX, dan DJIA dapat dilihat pada Tabel IV.3 berikut ini: Tabel IV.3 Granger Causality Test JSX, IDX dan DJIA Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 648 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
DJI does not Granger Cause Y_JSX Y_JSX does not Granger Cause DJI
646
29.6213 1.80251
5.0E-13 0.16572
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
DJI does not Granger Cause IDX IDX does not Granger Cause DJI
106
6.68523 4.27290
0.00188 0.01654
Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 108 Lags: 2
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger (granger causality test) dapat disimpulkan bahwa DJIA mempunyai pengaruh terhadap JSX pada α = 5%, dimana nilai probability = 5.0E-13; lebih kecil dari 0,05. Sedangkan JSX tidak mempunyai pengaruh terhadap DJIA, dimana nilai probability = 0,16572; lebih besar dari 0,05. Sedangkan untuk pengujian granger pada variabel IDX dapat disimpulkan bahwa IDX dan DJIA saling
85
mempengaruhi (hubungan pengaruh 2 arah) yang dinilai dari hasil probabilitas DJIA terhadap IDX pada α = 5%, dimana nilai probability = 0.00188; lebih kecil dari 0,05 dan hasil probabilitas IDX terhadap DJIA pada α = 5%, dimana nilai probability = 0,01654; juga lebih kecil dari 0,05. Dari output EViews pada Tabel IV.3 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara DJIA dan JSX adalah searah dan tidak simultan. Dengan demikian pemodelan yang akan digunakan untuk menunjukkan hubungan tersebut adalah model regresi dan hubungan antara DJIA dan IDX adalah dua arah dan dengan demikian pemodelan yang digunakan adalah model Vector Auto Regression (VAR). Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2008), dimana developed market mempengaruhi emerging market sesuai contagion effect theory. Indonesia sebagai salah satu emerging market tentunya belum memiliki kemampuan untuk mempengaruhi Amerika Serikat (AS) sebagai developed market. Hal ini terlihat dari Indeks Dow Jones (DJIA) yang secara jelas mempengaruhi pergerakan JSX, tetapi JSX tidak dapat mempengaruhi DJIA. Hal itu dikarenakan New York Stock Exchange (NYSE) sebagai acuan utama dari bursa efek lain di seluruh dunia memiliki kapitalisasi pasar yang jauh lebih besar daripada BEI, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Perekonomian AS tidak dipengaruhi oleh Indonesia, sedangkan Indonesia secara makro sangat tergantung pada AS, karena AS sampai saat ini masih merupakan salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, jadi secara tidak langsung terjadi ketergantungan BEI terhadap NYSE. Namun, perlu ditambahkan bahwa saat terjadi kerontokan bursa saham seperti yang terjadi pada pertengahan pertama tahun 2009 menyebabkan NYSE mengalami penurunan dan IDX mengalami kestabilan sehingga menyebabkan pengaruh yang semula hanya searah berubah menjadi dua arah saling mempengaruhi antara Indonesia dan Amerika.
86
Dari artikel yang didapat yang berjudul “Ekonomi Asia Lebih Tahan Krisis” (http://internasional.tvone.co.id/) menyatakan bahwa ekonomi negara-negara di Asia terutama Asia Tenggara setelah terjadinya kasus Subprime Mortgage tidak terlalu bergantung dari Ekspor ke negara-negara maju sehingga saat krisis terjadi lebih cepat pulih dan dapat mempengaruhi pemulihan ekonomi di negara maju dengan angka impor negaranegara Asia Tenggara yang meningkat seiring pemulihan ekonomi yang meningkat. IV.2.3.1.2.
Analisa hubungan JSX, IDX dan FTSE
Hasil granger causality test untuk JSX, IDX, dan FTSE dapat dilihat pada Tabel IV.4 Tabel IV.4 Granger Causality Test JSX, IDX dan FTSE Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 648 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
FTSE does not Granger Cause Y_JSX Y_JSX does not Granger Cause FTSE
646
8.58819 1.33593
0.00021 0.26365
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
FTSE does not Granger Cause IDX IDX does not Granger Cause FTSE
106
1.86172 2.75194
0.16070 0.04859
Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 108 Lags: 2
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger (granger causality test) dapat disimpulkan bahwa FTSE mempunyai pengaruh terhadap JSX pada α = 5%;dimana nilai
87
probability = 0,00021; lebih kecil dari 0,05. Sedangkan JSX tidak mempunyai pengaruh terhadap FTSE; dimana nilai probability = 0,26365, lebih besar dari 0,05. Dari output EViews pada Tabel IV.4 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara FTSE dan JSX adalah searah dan tidak simultan. Dengan demikian pemodelan yang akan digunakan untuk menunjukkan hubungan tersebut adalah model regresi. Lain halnya dengan hubungan antara IDX dan FTSE dimana IDX lah yang memiliki pengaruh terhadap FTSE sebagaimana ditunjukkan dari hasil uji granger bahwa dapat disimpulkan bahwa pengaruh FTSE terhadap IDX pada α = 5%; dimana nilai probability = 0,16070; lebih besar dari 0,05 dan pengaruh IDX terhadap FTSE; dimana nilai probability = 0,04859, lebih kecil dari 0,05. Pemodelan yang digunakan untuk menganalisa adalah model regresi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2008), dimana developed market mempengaruhi emerging market. Sama seperti hubungan JSX dan DJIA, Indonesia sebagai salah satu emerging market belum memiliki kemampuan untuk mempengaruhi Inggris yang juga merupakan developed market. Inggris sebagai leader di bidang ekonomi untuk kawasan Eropa tentunya tidak akan terpengaruh oleh perekonomian Indonesia, selain karena perbedaaan kapitalisasi yang timpang, hubungan ekonomi diantara keduanya juga tidak signifikan. Namun sejak tahun 2009, dimana Indonesia memiliki pemulihan ekonomi yang lebih baik dibandingkan Inggris, sebagaimana terlihat dari resistensi harga indeks Indonesia yang mengalami kenaikan signifikan dipenghujung pertengahan tahun 2009.
88
IV.2.3.1.3.
Analisa hubungan JSX, IDX dan N225
Hasil granger causality test untuk JSX, IDX, dan Nikkei dapat dilihat pada Tabel IV.5 berikut: Tabel IV.5 Granger Causality Test JSX, IDX dan N225 Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 648 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
N225 does not Granger Cause Y_JSX Y_JSX does not Granger Cause N225
646
3.00634 5.29999
0.05017 0.00521
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
N225 does not Granger Cause IDX IDX does not Granger Cause N225
106
2.29282 10.6906
0.10621 6.1E-05
Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 108 Lags: 2
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger (granger causality test) dapat disimpulkan bahwa N225 tidak mempunyai pengaruh terhadap JSX pada α = 5%;dimana nilai probability = 0,05017; lebih besar dari 0,05. Sedangkan JSX mempunyai pengaruh terhadap N225; dimana nilai probability = 0,00521, lebih besar dari 0,05. Dari output EViews pada Tabel IV.5 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara FTSE dan JSX adalah searah dan tidak simultan. Dengan demikian pemodelan yang akan digunakan untuk menunjukkan hubungan tersebut adalah model regresi. Sama halnya dengan hubungan antara IDX dan N225 dimana IDX lah yang memiliki pengaruh terhadap N225
89
sebagaimana ditunjukkan dari hasil uji granger bahwa dapat disimpulkan bahwa pengaruh N225 terhadap IDX pada α = 5%; dimana nilai probability = 0,10621; lebih besar dari 0,05 dan pengaruh IDX terhadap N225; dimana nilai probability = 0,000061, lebih kecil dari 0,05. Pemodelan yang digunakan untuk menganalisa adalah model regresi. Sejalan dengan hasil uji Granger tersebut di atas, Indonesia jelas memiliki dampak dan pengaruh terhadap bursa Jepang karena seperti yang disebutkan dalam artikel yang berjudul “Revitalisasi hubungan dua bangsa” (http://citraku.com) yang mengatakan bahwa ada lebih dari 1,000 perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia. Selain itu, Jepang juga memiliki ketergantungan bahan baku yang harus diimpor dari Indonesia sehingga secara tidak langsung perekonomian Indonesia mempengaruhi bursa Jepang (N225).
IV.2.3.1.4.
Analisa hubungan JSX, IDX dan STI
Hasil granger causality test untuk JSX, IDX dan StraitTimes dapat dilihat pada Tabel IV.6 berikut:
Tabel IV.6 Granger Causality Test JSX, IDX dan STI Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 648 Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
STI does not Granger Cause Y_JSX Y_JSX does not Granger Cause STI
646
6.31527 5.31090
0.00192 0.00516
90
Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 108 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
STI does not Granger Cause IDX IDX does not Granger Cause STI
106
0.62664 3.92293
0.53645 0.02287
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger (granger causality test) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara STI dan JSX dimana STI mempengaruhi JSX pada α = 5%; dimana nilai probability = 0,00192; lebih kecil dari 0,05. JSX juga mempunyai pengaruh terhadap STI; dimana nilai probability = 0,00516, lebih besar dari 0,05. Dari output EViews pada Tabel IV.6 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara STI dan JSX adalah dua arah maka dengan demikian pemodelan yang akan digunakan untuk menunjukkan hubungan tersebut adalah model Vector Auto Regression (VAR). Hubungan antara IDX dan STI menunjukkan bahwa IDX lah yang memiliki pengaruh terhadap STI sebagaimana ditunjukkan dari hasil uji granger bahwa dapat disimpulkan bahwa pengaruh STI terhadap IDX pada α = 5%; dimana nilai probability = 0,53645; lebih besar dari 0,05 dan pengaruh IDX terhadap STI; dimana nilai probability = 0,02287, lebih kecil dari 0,05. Pemodelan yang digunakan untuk menganalisa adalah model regresi. Pada kondisi ekonomi yang seimbang Singapura dan Indonesia saling mempengaruhi secara ekonomi (dilihat dari keterkaitan indeks bursa saham kedua negara) karena pada beberapa perusahaan di Indonesia terdapat kepemilikan saham dari perusahaan Singapura sehingga kondisi ekonomi di Indonesia secara tidak langsung akan mempengaruhi bursa
91
Singapura. Sebaliknya kondisi ekonomi Singapura juga mempengaruhi bursa saham Indonesia (JSX) karena beberapa perusahaan Indonesia memiliki perwakilan atau kantor cabang di Singapura untuk pasar Singapura dan negara lainnya, sehingga saat kondisi ekonomi Singapura memburuk akan mempengaruhi kinerja perusahaan Indonesia yang mengakibatkan dampak negative terhadap bursa Indonesia (JSX) juga. Tidak demikian dengan kondisi saat awal tahun 2009 dimana Singapura tidak lagi memiliki pengaruh terhadap bursa Indonesia yang ditandai dengan kondisi bursa saham Singapura yang turun dan penguatan bursa Indonesia (IDX). Sebaliknya Indonesia mempengaruhi bursa Singapura yang terlihat dari fluktuasi bursa Singapura seiring dengan kenaikan dan penurunan IDX. Seperti yang disadur dari artikel yang berjudul “Peluang Dari Perjanjian Perbatasan Indonesia-Singapura” (http://damnthetorpedo.blogspot.com/) hal tersebut di atas disebabkan oleh pasang surutnya hubungan kedua negara dan pada tahun 2009 hubungan keduanya sedang tidak baik seiring permasalahan perluasan wilayah Singapura dengan reklamasi pantai yang mempengaruhi batas wilayah laut kedua negara dan pasir yang tergerus di Riau akibat penjualan secara besar-besaran ke Singapura. Karena hubungan tidak baik tersebut maka hubungan ekonomi kedua negara melambat sehingga berpengaruh terhadap bursa kedua negara yang tidak lagi saling mempengaruhi, kecuali Indonesia yang masih mempengaruhi Singapura karena impor dari Indonesia tetap dibutuhkan oleh Singapura yang memiliki keterbatasan sumber daya.
92
IV.2.3.1.5.
Analisa hubungan JSX, IDX dan HANGSENG
Hasil granger causality test untuk JSX, IDX dan HANGSENG dapat dilihat pada Tabel IV.7 berikut: Tabel IV.7 Granger Causality Test JSX, IDX dan HANGSENG Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 648 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
HANGSENG does not Granger Cause Y_JSX Y_JSX does not Granger Cause HANGSENG
646
7.88469 0.69853
0.00041 0.49770
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
HANGSENG does not Granger Cause IDX IDX does not Granger Cause HANGSENG
106
1.30880 7.18400
0.27469 0.00121
Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1 108 Lags: 2
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas granger dapat disimpulkan bahwa HANGSENG mempunyai pengaruh terhadap JSX pada α = 5%, dimana nilai probability = 0,00041; lebih kecil dari 0,05; sedangkan JSX tidak mempunyai pengaruh terhadap HANGSENG; dimana nilai probability = 0.49770; lebih besar dari 0,05. Dari output EViews pada Tabel IV.7 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara HANGSENG dan JSX adalah searah dan tidak simultan. Lain halnya dengan hasil uji granger yang ditunjukkan pada periode waktu IDX dimana IDX lah yang memiliki pengaruh terhadap HANGSENG dengan nilai
93
probabilitas = 0.00121 dan HANGSENG tidak memiliki pengaruh terhadap IDX dimana nilai probabilitas HANGSENG terhadap IDX di bawah 0.05, yaitu 0.27469. Dengan demikian pemodelan yang akan digunakan untuk menunjukkan hubungan JSX, IDX dengan HANGSENG adalah model regresi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2008), dimana pasar modal negara yang berada dalam satu regional yang berdekatan akan cenderung saling mempengaruhi. JSX dan HANGSENG berada pada regional yang sama, tentunya memiliki hubungan ekonomi yang lebih erat, memiliki kondisi pasar yang cenderung serupa, dan struktur pasar yang sejenis sehingga keduanya dapat saling mempengaruhi. Jam buka bursa keduanya memiliki waktu yang sangat berdekatan, otomatis peristiwa ekonomi yang terjadi dapat langsung direspon oleh keduanya secara bersamaan, tetapi setelah tahun 2009 hal tersebut berbalik dimana IDX lebih mempengaruhi HANGSENG. Penguatan bursa Indonesia yang puncaknya terjadi pada tanggal 10 Juni 2009 mempengaruhi penguatan indeks HANGSENG yang mencapai titik tertingginya dua hari kemudian pada tanggal 12 Juni 2009.
IV.2.3.2.
Perumusan model
Berdasarkan pengujian kausalitas granger tersebut di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hubungan antar pasar saham regional dengan pasar saham Indonesia tidak saling mempengaruhi, kecuali untuk IDX dengan DJIA dan JSX dengan STI yang saling mempengaruhi (dua arah). Berdasarkan kondisi ini khusus untuk IDX dan DJIA serta JSX dengan STI dibuat dengan pendekatan model VAR (Vector Auto Regression) sedangkan untuk hubungan lainnya digunakan pendekatan model regresi.
94
Suatu model dapat disebut sudah baik jika koefisien untuk setiap variabel sudah memiliki nilai yang signifikan secara statistik, hal ini dapat dilihat dari nilai probability dari koefisien yang bersangkutan. Nilai probability harus lebih kecil dari 0.05, barulah koefisien tersebut dapat dianggap signifikan secara statistik. Selain itu diperlukan analisis terhadap koefisien determinasi. Koefisien determinasi (R-squared) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R-squared pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R squared, hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar persentase dari variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai adjusted R-squared yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai adjusted R-squared yang mendekati seratus persen berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Terlebih dahulu akan dicoba pemodelan regresi untuk semua variabel independen secara bersama-sama, hasil output model regresi untuk semua variabel dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut:
95
Tabel IV.8 Pemodelan JSX dan IDX, DJIA, FTSE, N225, STI, dan HANGSENG Dependent Variable: Y_JSX Method: Least Squares Sample: 1 648 Included observations: 648 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DJI FTSE N225 STI HANGSENG
-184.7472 0.089081 -0.006339 -0.083657 0.344268 0.065191
82.58600 0.021743 0.046582 0.008212 0.045784 0.003809
-2.237028 4.096908 -0.136083 -10.18770 7.519427 17.11386
0.0256 0.0000 0.8918 0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.937988 0.937506 122.4735 9629852. -4031.974 0.075963
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1893.987 489.9158 12.46288 12.50431 1942.182 0.000000
Dependent Variable: IDX Method: Least Squares Sample: 1 108 Included observations: 108 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DJI FTSE N225 STI HANGSENG
362.9835 -0.021941 -0.217024 0.026933 0.666343 0.052972
89.91052 0.033052 0.056965 0.026104 0.096564 0.015385
4.037164 -0.663840 -3.809790 1.031733 6.900553 3.442993
0.0001 0.5083 0.0002 0.3046 0.0000 0.0008
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.979157 0.978135 42.21108 181741.1 -554.3685 0.715335
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
1591.338 285.4641 10.37720 10.52620 958.3322 0.000000
96
Berdasarkan hasil output EViews tersebut di atas, dapat disimpulkan hanya FTSE yang tidak signifikan secara statistik sedangkan variabel independen lainnya signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai probability untuk FTSE sebesar 0,8918; dan yang signifikan lainnya adalah DJIA sebesar 0,0000, STI sebesar 0,0000, N225 sebesar 0,0000, dan HANGSENG sebesar 0,0000 dimana keempatnya lebih kecil dari 0,05 dengan tingkat keyakinan 95%; sedangkan untuk IDX, variabel yang berpengaruh adalah FTSE, STI, dan HANGSENG dengan probabilitas masing-masing sebesar 0.0002, 0.0000, dan 0.0008. DJI dan N225 tidak berpengaruh dengan nilai probabilitas 0.5083 dan 0.3046. Dengan banyaknya jumlah variabel independen yang signifikan mengindikasikan tidak terjadi multikolinearitas. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil correlation matrix test pada Tabel IV.8 dimana nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari 0.05 dengan tingkat keyakinan 95% menunjukkan terjadinya multikorelasi. Melihat kondisi seperti ini maka untuk melihat pengaruh indekes-indeks tersebut terhadap JSX dan IDX maka pemodelan akan dibuat untuk masing-masing variabel independen terhadap variabel independen.
IV.2.3.2.1.
Pemodelan Antara JSX, IDX dan DJIA
Untuk melihat hubungan antara JSX dan DJIA, pertama dicoba dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil pemodelan untuk JSX dan DJIA dapat dilihat pada Tabel IV.9 berikut ini:
97
Tabel IV.9 Pemodelan Regresi JSX dan DJIA Dependent Variable: Y_JSX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DJI(-1)
-1346.719 0.271240
122.8927 0.010222
-10.95850 26.53508
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.521907 0.521166 338.7637 74020740 -4686.023 1.022209
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 14.49157 14.50539 704.1106 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Model regresi antara JSX dan DJIA menginformasikan bahwa DJIA t-1 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap JSX, nilai probabilitas untuk DJIA t-1 = 0,0000; lebih kecil dari 0,05. Akan tetapi model tersebut masih mempunyai nilai Durbin Watson (DW) kecil yaitu 1,022209; sehingga dapat disimpulkan masih mengandung autokorelasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2008) dimana untuk model regresi menggunakan Least Squares, belum menghasilkan model yang baik karena masih mengandung autokorelasi. Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat masalah heteroskedastisitas dilakukan uji white. Hasil uji white untuk JSX dan DJIA dapat dilihat pada Tabel IV.8
98
Tabel IV.10 Uji White JSX dan DJIA White Heteroskedasticity Test (JSX): F-statistic Obs*R-squared
27.90075 51.59116
Prob. F(2,644) Prob. Chi-Square(2)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 2 648 Included observations: 647 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DJI(-1) DJI(-1)^2
-1135038. 234.3412 -0.010733
207135.4 36.54726 0.001601
-5.479690 6.412004 -6.705259
0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.079739 0.076881 99534.29 6.38E+12 -8362.392 1.161594
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
114406.1 103596.2 25.85902 25.87976 27.90075 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan white heteroskedasitas test, hasil pengujian menunjukkan bahwa variance error masih heteroskedastis. Hasil pengujian menunjukan nilai probabilitas untuk Obs*Rsquared = 0,000000; lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan pemodelan regresi di atas asumsi bebas autokorelasi dan homoskedastisitas masih dilanggar maka pemodelan dilakukan dengan model ARCH untuk menghilangkan unsur heteroskedastisitas. Model ARCH merupakan model yang dapat digunakan jika residual tidak terbebas dari autokorelasi dan tidak bersifat konstan dari waktu ke waktu.
99
Pada langkah pertama dicoba model ARCH (1) yang merupakan model yang paling sederhana. Setelah dilakukan pengolahan data maka diperoleh output sebagai berikut : Tabel IV.11 Pemodelan ARCH (1) JSX dan DJIA Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 238 iterations Variance backcast: ON
C DJI(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-2735.235 -0.366190
28.95305 0.002380
-94.47139 153.8491
0.0000 0.0000
6.593067 5.323753
0.0000 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
749.7961 0.976091 0.188949 0.185165 441.9155 1.26E+08 -4129.559 1.600217
113.7249 0.183346
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 12.77762 12.80527 49.93280 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan output EViews pada Tabel IV.9, ternyata model ARCH (1) sudah menunjukkan hasil yang baik karena pada model regresinya variabel DJIA pada t-1 mempunyai koefisien yang signifikan secara statistik pada α = 5%; dimana nilai probabilitas = 0,0000; lebih kecil dari 0,05; yang berarti DJIA t-1 mempunyai pengaruh signifikan terhadap JSX. Untuk menganalisa hubungan antara IDX dan DJIA dilakukan
100
pengujian VAR, karena hubungan antara dua variabel tersebut adalah hubungan saling mempengaruhi dua arah seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini: TABEL IV.12 VAR IDX dan DJI Vector Autoregression Estimates Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] IDX
DJI
IDX(-1)
1.009141 (0.01619) [ 62.3257]
0.172604 (0.07042) [ 2.45113]
DJI(-1)
-0.004412 (0.00819) [-0.53887]
0.892165 (0.03561) [ 25.0556]
C
26.43099 (51.0413) [ 0.51784]
587.3180 (221.984) [ 2.64577]
0.986622 0.986365 116327.3 33.44446 3835.000 -525.8628 9.885286 9.960225 1592.777 286.4135
0.932659 0.931364 2200291. 145.4532 720.1841 -683.1494 12.82522 12.90016 8026.230 555.1954
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
21080727 19915201 -1202.827 22.59490 22.74478
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
101
Dari model di atas dapat dinyatakan bahwa antara JSX dan DJIA mempunyai hubungan terbalik (dengan koefisien DJIA negatif -0.366190 seperti pada tabel IV.11), hubungan terbalik ini menunjukan bahwa peningkatan DJIA berakibat buruk terhadap JSX. Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan hubungan terbalik ini berdasarkan analisa penulis yang dihubungkan dengan kondisi ekonomi negara tersebut: 1. Periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2008 merupakan periode yang sangat dipengaruhi oleh adanya krisis subprime mortgage, dimana terjadi anomali pasar. Diawali oleh kenaikan harga saham-saham di NYSE hingga menembus level tertingginya sepanjang sejarah, namun kenaikan ini sama sekali tidak didukung oleh faktor fundamental, seperti perbaikan infrastruktur, efisiensi, maupun perbaikan struktur ekonomi. Kenaikan ini hanya dikarenakan terjadinya pembelanjaan besar-besaran yang mendorong terjadinya permintaan berlebihan untuk waktu sesaat. Pembelanjaan besarbesaran ini disebabkan adanya pasokan kredit yang melimpah, dimana yang dijadikan agunan adalah perumahan. Kondisi yang berbeda terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dimana perputaran ekonomi mulai melambat, harga bahan pokok menjadi semakin tinggi, dan likuiditas berkurang. Jadi ketika AS sedang mengalami peningkatan, Indonesia justru mulai menghadapi penurunan di bidang ekonomi. 2. Sebagai emerging market, Indonesia masih berada dalam tahap perkembangan awal untuk pasar modalnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah emiten, frekuensi transaksi dan kapitalisasi pasar modal. Dalam transaksi harian normal terhitung untuk periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2008, rata-rata nilai transaksi yang terjadi di BEI berkisar di angka Rp 2 triliun, rasio dari jumlah ini jika dibandingkan indikator makro ekonomi seperti Gross Domestic Product dapat dikatakan masih kecil terutama jika
102
dibandingkan dengan negara-negara
maju. Padahal dalam kenyataannya, banyak
investor perorangan atau institusi yang memiliki dana lebih dari 1 triliun rupiah di Indonesia, hal ini tentunya berakibat terjadinya praktek perbandaran saham, dimana untuk saham-saham tertentu pergerakannya dapat diatur oleh investor yang bersangkutan, bahkan dapat berlawanan dengan pasar. 3. Pada saat krisis subprime mortgage sudah mulai terkuak dan memuncak, ditandai dengan bangkrutnya beberapa institusi keuangan raksasa di AS, terjadi arus pemindahan dana investasi. Para institusi keuangan yang semula menempatkan dananya di emerging market, termasuk Indonesia menarik dananya untuk menutupi kerugian investasi di negara asalnya yaitu AS. Tindakan penarikan dana investasi secara serentak ini memicu penurunan bursa saham di negara-negara berkembang. Dilihat dari hasil pemodelan VAR IDX dan DJI pada table IV.12 di atas, terdapat pengaruh signifikan dari IDX terhadap DJI yang berlaku sebaliknya. Model yang didapat dari pemodelan tersebut: 1. Pengaruh DJI terhadap IDX IDX = 26.43099 + 1.009141 IDXt-1 – 0.004412 DJIt-1 Persamaan tersebut di atas diinterpretasikan sebagai berikut: a. Koefisien regresi variabel IDXt-1 sebesar 1.009141 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan IDXt-1 akan menaikkan IDX sebesar 1.009141 satuan, berlaku juga sebaliknya. b. Koefisien regresi variabel DJI
t-1
sebesar -0.004412 dimana setiap kenaikan satu
satuan DJI t-1 akan menurunkan IDX sebesar 0.004412 satuan, yang berarti hubungan
103
negatif antara DJI dan IDX. Semakin tinggi DJI t-1 maka akan semakin menurunkan IDX. 2.
Pengaruh IDX terhadap DJI DJI = 587.318 + 0.172604 IDXt-1 – 0.892165 DJIt-1 Persamaan tersebut di atas diinterpretasikan sebagai berikut: a. Koefisien regresi variabel IDXt-1 sebesar 0.172604 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan IDXt-1 akan menaikkan DJI sebesar 0.172604 satuan, berlaku juga sebaliknya. b. Koefisien regresi variabel DJIt-1 sebesar -0.892165 dimana setiap kenaikan satu satuan DJIt-1 akan menurunkan DJI sebesar 0.892165 satuan, yang berarti hubungan negatif antara DJI dan DJI t-1. Semakin tinggi DJI t-1 maka akan semakin menurunkan DJI.
Berbanding terbalik dengan hasil regresi JSX dan DJI, hasil korelasi positif antara IDX dan DJI dimana IDXt-1 mempengaruhi kenaikan DJI setiap kenaikan IDXt-1 menunjukkan bahwa Indonesia mempengaruhi keadaan ekonomi Amerika Serikat melalui indeks bursa saham DowJones dan sejalan dengan hasil penelitian yang disampaikan sebelumnya pada penelitian Granger di atas yang menyebutkan bahwa kestabilan ekonomi Indonesia sebagai bagian dari negara-negara di Asia Tenggara mempengaruhi secara positif perekonomian negara maju seperti Amerika Serikat.
104
Indeks DJI
Hubungan dengan JSX
Hubungan dengan IDX
Hubungan 1 arah terbalik dimana Hubungan 2 arah dimana kenaikan kenaikan DJIA akan berpengaruh DJIA mempengaruhi penurunan IDX pada penurunan JSX
dan
sebaliknya
berpengaruh
kenaikan positif
IDX
terhadap
kenaikan DJIA
IV.2.3.2.2.
Pemodelan Antara JSX, IDX Dan FTSE
Untuk melihat hubungan antara JSX dan FTSE, pertama akan dicoba dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil pemodelan untuk JSX dan FTSE dapat dilihat pada Tabel IV.13 berikut: Tabel IV.13 Pemodelan Regresi JSX, IDX dan FTSE Dependent Variable: Y_JSX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FTSE(-1)
-274.6627 0.367636
168.2772 0.028364
-1.632204 12.96117
0.1031 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.206634 0.205404 436.3927 1.23E+08 -4849.869 1.011173
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 14.99805 15.01187 167.9920 0.000000
105
Dependent Variable: IDX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FTSE(-1)
-1368.080 0.715504
338.4837 0.081636
-4.041789 8.764527
0.0001 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.422496 0.416996 218.6902 5021667. -727.2962 1.075194
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 13.63170 13.68166 76.81693 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Model regresi antara JSX, IDX dan FTSE menginformasikan bahwa FTSE t-1 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap JSX dan IDX, nilai probabilitas untuk FTSE t-1 = 0,0000; lebih kecil dari 0,05. Hal ini sejalan dengan hasil uji kausalitas granger, dimana FTSE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap JSX. Tetapi model tersebut masih memiliki nilai Durbin Watson kecil yaitu kurang dari 1.54, sehingga dapat disimpulkan masih mengandung autokorelasi. Untuk model regresi sederhana di atas, ternyata berdasarkan white heteroskedasitas test menunujukkan bahwa variance error masih heteroskedastis (lihat Tabel IV.13); karena nilai probabilitas untuk Obs*R-squared adalah 0,000000; lebih kecil dari 0,05.
106
Tabel IV.14 Uji White JSX, IDX dan FTSE White Heteroskedasticity Test (JSX): F-statistic Obs*R-squared
107.5768 162.0250
Prob. F(2,644) Prob. Chi-Square(2)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 2 648 Included observations: 647 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FTSE(-1) FTSE(-1)^2
-4425513. 1718.169 -0.156971
315311.9 117.2000 0.010769
-14.03535 14.66014 -14.57608
0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.250425 0.248097 142497.4 1.31E+13 -8594.550 0.099877
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
189849.9 164333.5 26.57666 26.59740 107.5768 0.000000
107
White Heteroskedasticity Test (IDX): F-statistic Obs*R-squared
23.57770 33.38040
Prob. F(2,104) Prob. Chi-Square(2)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 2 108 Included observations: 107 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C FTSE(-1) FTSE(-1)^2
1576096. -870.5028 0.120590
1029292. 504.2785 0.061590
1.531243 -1.726234 1.957949
0.1287 0.0873 0.0529
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.311966 0.298735 47310.63 2.33E+11 -1302.105 1.197457
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
46931.47 56496.00 24.39449 24.46943 23.57770 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan pemodelan regresi pada Tabel IV.14 di atas asumsi bebas autokorelasi dan homoskedastisitas masih dilanggar maka pemodelan dilakukan dengan ARCH untuk menghilangkan unsur heteroskedastisitas. Pada langkah pertama dicoba model ARCH (1) yang merupakan model ARCH yang paling sederhana. Setelah dilakukan pengolahan data maka didapat output sebagai berikut :
108
Tabel IV.15 Pemodelan ARCH (1) JSX, IDX dan FTSE Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Failure to improve Likelihood after 11 iterations Variance backcast: ON
C FTSE(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-102.3457 0.327075
300.2333 0.050465
-0.340887 6.481276
0.7332 0.0000
5.989155 1.662918
0.0000 0.0963
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
124721.7 0.514235 0.185323 0.181522 442.9022 1.26E+08 -4778.134 0.009932
20824.59 0.309237
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 14.78248 14.81013 48.75661 0.000000
109
Dependent Variable: IDX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Convergence achieved after 95 iterations Variance backcast: ON
C FTSE(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-1284.090 0.708273
137.5357 0.034217
-9.336417 20.69975
0.0000 0.0000
3.019439 2.062619
0.0025 0.0391
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
2948.063 0.855043 0.386484 0.368615 227.5835 5334808. -680.2738 1.619682
976.3614 0.414542
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 12.79016 12.89008 21.62826 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan output EViews di atas, ternyata model ARCH (1) pada JSX masih belum baik meskipun pada model regresinya, variabel FTSE pada t-1 mempunyai koefisien yang sudah signifikan secara statistik, nilai probabilitas = 0,0000; lebih kecil dari 0,05; yang berarti FTSE t-1 mempunyai pengaruh terhadap JSX. Hal ini tentunya sesuai dengan hasil uji kausalitas granger, tetapi kesalahan terlihat pada nilai Durbin Watson yang masih lebih kecil dari 1.54. Sedangkan untuk model ARCH (1) pada IDX sudah menunjukkan hasil yang baik dan bebas dari autokorelasi (Durbin-Watson stat diantara 1.54 dan 2.46) dan tidak terdapat heteroskedastisitas karena nilai semua probabilitasnya di bawah 0.05 dengan tingkat signifikansi 95%.
110
Pemodelan untuk JSX selanjutnya dilakukan dengan GARCH (1,1), berdasarkan Tabel IV.15, hasilnya menunjukan bahwa model masih belum baik karena nilai Durbin Watson yang masih di bawah 1.54 meskipun nilai koefisien sudah signifikan sebesar 0,0000. Tabel IV.16 Pemodelan GARCH (1) JSX dan FTSE Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 84 iterations Variance backcast: ON
C FTSE(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-169.8464 0.338225
19.95233 0.003626
-8.512610 93.28476
0.0000 0.0000
1.654109 2.275031 3.096132
0.0981 0.0229 0.0020
Variance Equation C ARCH(1) GARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
166.3545 0.548426 0.454373 0.185554 0.180480 443.1841 1.26E+08 -4583.393 1.810183
100.5705 0.241063 0.146755
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 14.18359 14.21816 36.56652 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Selanjutnya dicoba untuk membentuk model transformasi GARCH (1) dan menurunkan variabel independen JSX menjadi JSX t-1. Model yang dipilih adalah ARCH (1) karena
111
nilai koefisien telah signifikan. Hasil pemodelan untuk JSX dan FTSE dapat dilihat pada Tabel IV.17 berikut ini: Tabel IV.17 Pemodelan transformasi GARCH (1) JSX dan FTSE
Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 36 iterations Variance backcast: ON
C Y_JSX(-1) FTSE(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-38.76980 0.988522 -0.009852
13.12563 0.001621 0.002287
-2.953747 609.8394 4.307753
0.0031 0.0000 0.0000
2.851506 6.765011 46.19937
0.0044 0.0000 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) GARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
14.39545 0.168696 0.850778 0.994447 0.994403 36.62375 859772.5 -3140.338 1.942243
5.048368 0.024937 0.018415
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 9.725930 9.767405 22957.64 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Pada Tabel IV.17 hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel independen telah signifikan secara statistik pada α = 5% dan koefisien dari ARCH (1) telah signifikan secara stattistik pada α = 5%. Nilai probabilitas untuk JSX t-1 = 0,0000; FTSE t-1 = 0,0000; dan ARCH(1) = 0,0000; semuanya lebih kecil dari 0,05. Hasil output EViews menunjukan
112
bahwa adjusted R-squared telah memliki nilai yang tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model telah baik. Dari tabel IV.15 dan tabel IV.17 di atas dapat dinyatakan bahwa: 1. Hubungan JSX dan FTSE JSX = -38.7698 + 0.988522 JSXt-1 - 0.009852 FTSEt-1 Dari persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa setiap kenaikan FTSE t-1 sebesar satu satuan akan memberikan dampak penurunan JSX sebesar 0.009852 satuan, yang berarti bahwa hubungan antara JSX dan FTSE adalah hubungan terbalik. Hal ini sejalan dengan keadaan ekonomi Inggris yang memiliki korelasi kuat seperti ditunjukkan pada tabel IV.2 dimana tingkat korelasi indeks Inggris dan Amerika adalah sebesar 0.916329 terhadap JSX, yang berarti keterkaitan atau kesamaan pola hubungan antara Amerika dan Inggris yang dicerminkan melalui indeks masing-masing negara mencapai 91.6329%. Seperti halnya hubungan JSX dan DJI yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ekonomi Inggris mempengaruhi ekonomi Indonesia dilihat dari angka GDP (Gross Domestic Product) Inggris yang jauh lebih besar dibanding Indonesia sehingga dapat terjadi praktek-praktek perbandaran saham seperti yang telah dijelaskan di hubungan JSX dan DJI sebelumnya. 2. Hubungan IDX dan FTSE IDX = -1284.09 + 0.78273 FTSEt-1 Dari persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa setiap kenaikan FTSE t-1 sebesar satu satuan akan memberikan dampak kenaikan IDX sebesar 0.78273 satuan, yang berarti bahwa hubungan antara IDX dan FTSE adalah hubungan searah dimana hal ini sejalan dengan korelasi yang kuat antara ekonomi Inggris yang memiliki karakteristik
113
yang menyerupai Amerika seperti ditunjukkan pada tabel IV.3 dimana tingkat korelasi indeks Inggris dan Amerika adalah sebesar 0.944909 terhadap IDX. Hasil regresi JSX dan FTSE sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2008) dimana hubungan terbalik yang terjadi antara JSX dan FTSE salah satunya dipengaruhi oleh indikator ekonomi makro seperti Gross Domestic Product yang sangat jauh berbeda antara Indonesia dan Inggris sehingga investor yang memiliki dana lebih dari Rp 1 triliun di Indonesia dapat melakukan praktek perbandaran saham (atau istilah yang lebih dikenal adalah penggorengan saham) dimana pergerakan saham domestik dapat diatur oleh investor yang bersangkutan sehingga dapat berlawanan dengan keadaan pasar. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di Inggris yang memiliki kemungkinan lebih kecil terjadinya praktek tersebut. Hasil regresi IDX dengan FTSE menunjukkan fakta yang sebaliknya, dimana kondisi ekonomi Inggris setelah Subprime Mortgage (periode 1 Januari 2009 sampai dengan 30 Juni 2009) yang mengalami keterpurukan karena memiliki saham di bursa Amerika sehingga menyebabkan penarikan dana atas sahamnya di bursa Indonesia untuk menutupi kekurangan dana habis di bursa Amerika yang secara tidak langsung menyebabkan penurunan kinerja bursa saham Indonesia seperti yang diindikasikan dari hasil regresi IDX dan FTSE yang menunjukkan bahwa hubungan antara IDX dan FTSE adalah hubungan searah. Indeks FTSE
Hubungan dengan JSX
Hubungan dengan IDX
Hubungan 1 arah terbalik dimana Hubungan 1 arah searah dimana IDX kenaikan FTSE akan menyebabkan memiliki pengaruh positif terhadap penurunan pada JSX
FTSE
114
IV.2.3.2.3.
Pemodelan antara JSX, IDX dan N225
Untuk melihat hubungan antara JSX dan N225, serta IDX dan N225 dicoba menggunakan model regresi sedehana seperti pada tabel IV.18 berikut: Tabel IV.18 Pemodelan Regresi JSX, IDX dan N225 Dependent Variable: Y_JSX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C N225(-1)
1598.755 0.019590
117.9086 0.007692
13.55927 2.546717
0.0000 0.0111
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.009955 0.008420 487.4927 1.53E+08 -4921.513 1.005784
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 15.21951 15.23334 6.485767 0.011105
Dependent Variable: IDX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C N225(-1)
-1080.555 0.309835
110.3023 0.012723
-9.796302 24.35320
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.849587 0.848155 111.6077 1307910. -655.3209 1.398136
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
1592.777 286.4135 12.28637 12.33633 593.0785 0.000000
115
Dari model regresi di atas dapat dilihat bahwa Nikkei memiliki pengaruh yang signifikan terhadap JSX (probabilitas = 0.0111; lebih kecil dari 0.05) dan IDX (probabilitas = 0.0000; lebih kecil dari 0.05), akan tetapi model tersebut masih memiliki adjusted Rsquared yang kecil kecuali untuk model IDX. Nilai Durbin-Watson kedua model regresi di atas juga masih belum mengindikasikan terbebas dari masalah autokorelasi karena angka Durbin-Watson yang masih di bawah 1.54, dimana hasil regresi ini sejalan dengan yang dilakukan Wondabio (2006) dan Bagus (2008). Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat masalah heteroskedastisitas dilakukan uji white yang hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel IV.19 Uji White JSX, IDX dan N225 White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
53.86310 92.71840
Prob. F(2,644) Prob. Chi-Square(2)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 2 648 Included observations: 647 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C N225(-1) N225(-1)^2
-1064566. 221.6533 -0.008729
170126.4 25.70154 0.000946
-6.257496 8.624125 -9.231459
0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.143305 0.140645 187456.7 2.26E+13 -8771.973 1.406936
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
236914.6 202215.6 27.12511 27.14585 53.86310 0.000000
116
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.747234 1.515795
Prob. F(2,104) Prob. Chi-Square(2)
0.047621 0.468651
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/28/10 Time: 19:52 Sample: 2 108 Included observations: 107 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C N225(-1) N225(-1)^2
-238116.2 57.16796 -0.003232
228503.2 53.43877 0.003101
-1.042070 1.069784 -1.042315
0.2998 0.2872 0.2997
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.014166 -0.004792 20921.11 4.55E+10 -1214.796 1.565140
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
12223.46 20871.16 22.76254 22.83748 0.747234 0.476201
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan hasil uji White di atas variance error masih heteroskedastis untuk variabel JSX, hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas Obs*R-squared yang lebih kecil dari 0.05 (0.0000). Untuk variabel IDX hasil regresi sudah terbebas dari masalah heteroskedastisitas (nilai probabilitas Obs*R-squared lebih besar dari 0.05,yaitu 0.468651) dan autokorelasi (Durbin-Watson ada diantara angka 1.54 sampai 2.46) akan tetapi nilai Adjusted R-squared masih sangat rendah, oleh karena itu kedua pemodelan di atas selanjutnya akan dicoba dengan menggunakan model ARCH(1) seperti yang ditampilkan berikut:
117
Tabel IV.20 Pemodelan ARCH(1) JSX, IDX dan N225 Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Variance backcast: ON Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
825.0856
11.37394
72.54178
0.0000
N225(-1)
0.055355
0.000733
75.47877
0.0000
Variance Equation C
545.7782
156.5380
3.486555
0.0005
ARCH(1)
0.993617
0.234439
4.238270
0.0000
R-squared
-0.249637
Mean dependent var
Adjusted R-squared
-0.255467
S.D. dependent var
489.5582
548.5384
Akaike info criterion
14.16939
S.E. of regression
1895.041
Sum squared resid
1.93E+08
Schwarz criterion
14.19704
Log likelihood
-4579.798
Durbin-Watson stat
2.205131
Dependent Variable: IDX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Variance backcast: ON Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
-1236.985
101.6752
-12.16605
0.0000
N225(-1)
0.329372
0.011776
27.97013
0.0000
Variance Equation C
4731.559
1167.749
4.051864
0.0001
ARCH(1)
0.497586
0.238835
2.083392
0.0372
R-squared
0.844397
Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.839865
S.D. dependent var
286.4135
S.E. of regression
114.6139
Akaike info criterion
11.98009
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1353043. -636.9347 2.042092
Schwarz criterion
12.08001
F-statistic
186.3132
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
1592.777
118
Berdasarkan output Eviews di atas, hasil model ARCH(1) ternyata telah menunjukkan hasil yang baik karena semua nilai probabilitasnya tidak lebih dari 0.05 dengan tingkat signifikansi α = 5%. Selain itu, nilai Adjusted R-squared yang tinggi dan nilai DurbinWatson yang tidak menunjukkan adanya autokorelasi pada IDX menunjukkan bahwa model di atas sudah valid, akan tetapi untuk pemodelan JSX tidak dapat menggunakan model di atas dikarenakan nilai Adjusted R-squared yang negatif, oleh karena itu dicoba menggunakan pemodelan GARCH. Tabel IV.21 Pemodelan GARCH (1,1) JSX dan N225 Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 329 iterations Variance backcast: ON
C N225(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
1020.460 0.044155
50.96251 0.003699
20.02374 11.93786
0.0000 0.0000
4.956156 3.019124 -6.318675
0.0000 0.0025 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) GARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
57164.54 1.423673 -0.734249 -0.184375 -0.191755 534.4386 1.83E+08 -4727.387
11534.05 0.471552 0.116203
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
1895.041 489.5582 14.62871 14.66327 0.005170
119
Pemodelan GARCH untuk JSX masih belum mencerminkan hasil yang baik ditandai dengan nilai Adjusted R-squared yang masih negatif. Selanjutnya dicoba dengan menggunakan model transformasi GARCH. Tabel IV.22 Pemodelan Transformasi GARCH (1,1) JSX dan N225 Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 45 iterations Variance backcast: ON
C Y_JSX(-1) N225(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-5.875705 0.992344 0.001242
9.994215 0.001671 0.000519
-0.587911 594.0129 2.394549
0.0466 0.0000 0.0166
2.970733 6.899484 47.87404
0.0030 0.0000 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) GARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
15.41698 0.167883 0.850152 0.994397 0.994353 36.78826 867514.1 -3144.591 1.924796
5.189623 0.024333 0.017758
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 9.739075 9.780550 22751.63 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Hasil pemodelan JSX dan N225 di atas telah menunjukkan hasil yang baik ditandai dengan nilai probabilitas keseluruhan yang tidak lebih dari 0.05, nilai Durbin-Watson yang
120
berada dalam lingkup yang diterima, serta nilai Adjusted R-squared yang besar yang mengindikasikan model ini sudah dapat digunakan untuk menganalisa hubungan JSX dan Nikkei. Untuk menganalisa hubungan IDX dan Nikkei dapat dilihat dari hasil uji regresi pada tabel IV.20, dimana persamaan yang didapat adalah: IDX = -1,236.985 + 0.329372 N225t-1 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan indeks saham Nikkei t-1 sebesar satu satuan akan berdampak bagi kenaikan IDX sebesar 0.329372 satuan, dan berlaku sebaliknya apabila indeks Nikkei t-1 mengalami penurunan sebesar satu satuan akan mempengaruhi penurunan IDX sebesar 0.329372 satuan. Sedangkan untuk menganalisa hubungan JSX dan Nikkei dapat dilihat dari hasil uji regresi pada tabel IV.22 sehingga didapat persamaan sebagai berikut: JSX = -5.875705 + 0.992344 JSXt-1 + 0.001242 N225 t-1 Persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa setiap kenaikan indeks N225t-1 sebesar satu satuan akan berdampak pada kenaikan JSX sebesar 0.001242 satuan, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, hubungan IDX dan JSX adalah hubungan yang searah dengan tingkat pengaruh indeks Nikkei terhadap IDX lebih besar dibanding terhadap JSX, hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai satuan yang berdampak bagi IDX yaitu sekitar 265 kali lipat (0.329372 dibagi 0.001242) lebih besar dibanding pengaruh indeks Nikkei terhadap IDX. Mendukung data tersebut, kenaikan pengaruh indeks Jepang terhadap indeks Indonesia yang sangat tajam ini salah satunya disebabkan oleh Kehadiran UKM Jepang lebih
121
terbuka bagi terjalinnya kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lokal, pernyataan tersebut disadur
dari
artikel
yang
berjudul
“Hubungan
Ekonomi
Indonesia-Jepang”
(http://ekonomi.kompasiana.com/). Sehingga, pengembangan industri di Indonesia berpeluang untuk makin beragam dan tersebar, yang menyebabkan bursa Indonesia (IDX) mengalami peningkatan yang memberikan pengaruh kepada bursa Jepang karena perusahaan-perusahaan Indonesia mendapatkan bantuan dari perusahaan-perusahaan Jepang sehingga mendorong faktor regional Indonesia yang meningkat seiring dengan peningkatan bursa Indonesia yang menyebabkan peningkatan bursa Jepang.
Indeks N225
Hubungan dengan JSX
Hubungan dengan IDX
Hubungan 1 arah searah dimana Hubungan 1 arah searah dimana kenaikan JSX berpengaruh terhadap kenaikan IDX berpengaruh terhadap kenaikan N225
IV.2.3.2.4.
kenaikan N225
Pemodelan antara JSX, IDX dan STI
Pemodelan JSX dan STI menggunakan model VAR karena hubungan saling mempengaruhi seperti yang dibuktikan pada uji Granger pada tabel IV.6 sebelumnya.
122
Tabel IV.23 Pemodelan VAR JSX dan STI Vector Autoregression Estimates Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Y_JSX
STI
Y_JSX(-1)
0.982876 (0.00478) [ 205.757]
-0.017276 (0.00584) [-2.95855]
STI(-1)
0.016385 (0.00450) [ 3.63821]
1.012012 (0.00551) [ 183.823]
C
-14.63072 (8.18181) [-1.78820]
-2.888228 (10.0017) [-0.28877]
0.994483 0.994466 854225.1 36.42028 58039.28 -3242.596 10.03275 10.05349 1895.041 489.5582
0.992721 0.992699 1276497. 44.52122 43916.10 -3372.540 10.43443 10.45517 2885.788 521.0315
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1354202. 1341673. -6400.506 19.80373 19.84520
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Dilihat dari hasil pemodelan VAR JSX dan STI pada table IV.23 di atas, terdapat pengaruh signifikan dari JSX terhadap STI yang berlaku sebaliknya. Model yang didapat dari pemodelan tersebut:
123
1. Pengaruh STI terhadap JSX JSX = -14.63072 + 0.982876 JSXt-1 + 0.016385 STIt-1 Persamaan tersebut di atas diinterpretasikan sebagai berikut: a. Koefisien regresi variabel JSXt-1 sebesar 0.982876 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan JSXt-1 akan menaikkan JSX sebesar 0.982876 satuan, berlaku juga sebaliknya. b. Koefisien regresi variabel STI
t-1
sebesar 0.016385 dimana setiap kenaikan satu
satuan STIt-1 akan menambah JSX sebesar 0.016385 satuan, yang berarti hubungan positif antara STI dan JSX. Semakin tinggi STI t-1 maka akan semakin menaikkan JSX. 2. Pengaruh JSX terhadap STI STI = -2.888228 - 0.017276 JSXt-1 + 1.012012 STIt-1 Persamaan tersebut di atas diinterpretasikan sebagai berikut: a. Koefisien regresi variabel JSXt-1 sebesar -0.017276 yang berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan JSXt-1 akan menurunkan STI sebesar 0.017276 satuan, berlaku juga sebaliknya. b. Koefisien regresi variabel STIt-1 sebesar 1.012012 dimana setiap kenaikan satu satuan STIt-1 akan memberikan dampak kenaikan STI sebesar 1.012012 satuan, yang berarti hubungan positif searah antara STI dan STI t-1. Semakin tinggi STI t-1 maka akan semakin meningkatkan STI.
124
Berikut adalah pemodelan regresi sederhana untuk IDX dan STI: Tabel IV.24 Pemodelan Regresi IDX dan STI Dependent Variable: IDX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C STI(-1)
-230.0019 0.958099
49.67072 0.025816
-4.630533 37.11192
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.929164 0.928489 76.59126 615953.2 -615.0346 1.523767
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 11.53336 11.58332 1377.294 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data telah baik dengan nilai probabilitas di bawah 0.05 (α=5%), angka Durbin-Watson yang sesuai yang menandakan bahwa data terbebas dari masalah autokorelasi dan nilai Adjusted R-squared yang tinggi. Untuk mengetahui apakah terdapat masalah heteroskedastisitas dilakukan uji White berikut ini:
125
Tabel IV.25 Uji White IDX dan STI White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
4.804637 9.050250
Prob. F(2,104) Prob. Chi-Square(2)
0.010098 0.010833
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 2 108 Included observations: 107 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C STI(-1) STI(-1)^2
-127148.8 142.0216 -0.037088
50660.53 52.50460 0.013337
-2.509819 2.704936 -2.780822
0.0136 0.0080 0.0064
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.084582 0.066978 8191.955 6.98E+09 -1114.472 1.814967
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
5756.572 8480.892 20.88733 20.96227 4.804637 0.010098
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Dari hasil uji White di atas, ternyata variance error masih heteroskedastis, karena menunjukkan nilai Obs*R-squared yang lebih kecil dari 0.05 (α=5%) sehingga untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas tersebut dan untuk mendapatkan model yang sesuai dilakukan uji pemodelan ARCH(1) yang merupakan model solusi yang paling sederhana seperti di bawah ini:
126
Tabel IV.26 Pemodelan ARCH(1) IDX dan STI Dependent Variable: IDX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Convergence achieved after 47 iterations Variance backcast: ON
C STI(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-207.9626 0.954440
40.80564 0.020630
-5.096418 46.26355
0.0000 0.0000
2.217337 2.474981
0.0266 0.0133
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1988.678 0.672687 0.926353 0.924208 78.85056 640393.3 -603.6421 2.201162
896.8769 0.271795
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 11.35780 11.45771 431.8557 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Berdasarkan output di atas, disimpulkan bahwa model sudah baik, dengan indikasi nilai probabilitas semuanya yang lebih kecil dari 0.05 (α=5%), nilai Adjusted R-squared yang besar, dan angka Durbin-watson yang menunjukkan bahwa model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi, sehingga didapat persamaan: IDX = -207.9626 + 0.954440 STIt-1 Persamaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu satuan STIt-1 akan memberikan dampak positif bagi IDX dengan kenaikan sebesar 0.954440 satuan yang
127
menunjukkan hubungan keduanya yang searah. Dengan pengaruh indeks STIt-1 yang sebesar 95.444% tersebut menandakan bahwa IDX memiliki pengaruh yang kuat terhadap STI sehingga hasil pemodelan ini sejalan dengan hasil uji Granger pada tabel IV.6. Indeks STI
Hubungan dengan JSX
Hubungan dengan IDX
Hubungan 2 arah dimana JSX dan STI Hubungan saling mempengaruhi secara positif dimana dimana setiap kenaikan JSX berdampak pada berpengaruh
1
arah
searah
kenaikan
IDX
pada
kenaikan
kenaikan STI dan kenaikan STI berdampak STI pada kenaikan JSX
IV.2.3.2.5.
Pemodelan Antara JSX, IDX dan HANGSENG
Untuk melihat hubungan antara JSX, IDX, dan HANGSENG akan dicoba dengan menggunakan metode regresi sederhana seperti yang terdapat pada tabel IV.25 di bawah ini:
128
Tabel IV.27 Pemodelan Regresi JSX, IDX dan HANGSENG Dependent Variable: Y_JSX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C HANGSENG(-1)
-381.4341 0.112111
30.47187 0.001470
-12.51758 76.24419
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.900127 0.899972 154.8338 15462904 -4179.453 1.160588
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 12.92567 12.93949 5813.176 0.000000
Dependent Variable: IDX Method: Least Squares Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C HANGSENG(-1)
-293.6291 0.125184
46.57732 0.003058
-6.304121 40.93341
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.941029 0.940468 69.88277 512778.2 -605.2266 1.801930
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 11.35003 11.39999 1675.544 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1 Hasil pemodelan regresi sederhana di atas sudah sejalan dengan uji Granger pada tabel IV.7 sebelumnya, akan tetapi pada pemodelan JSX dan HANGSENG masih terdapat masalah autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson yang di bawah 1.54, berbeda halnya
129
dengan pemodelan IDX dan HANGSENG yang telah menunjukkan model yang baik. Untuk memastikan apakah kedua model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas dan mengatasi masalah autokorelasi yang terdapat pada pemodelan JSX dan HANGSENG di atas, dilakukan uji White yang dilanjutkan dengan pemodelan ARCH(1) untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi tersebut. Hasil uji White untuk JSX, IDX, dan HANGSENG dapat dilihat dari tabel IV.26 di bawah ini: Tabel IV.28 Uji White JSX, IDX dan HANGSENG White Heteroskedasticity Test (JSX): F-statistic Obs*R-squared
61.47855 103.7258
Prob. F(2,644) Prob. Chi-Square(2)
0.000000 0.000000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/29/10 Time: 11:18 Sample: 2 648 Included observations: 647 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C HANGSENG(-1) HANGSENG(-1)^2
94680.03 -10.56825 0.000335
32547.55 3.138931 7.36E-05
2.908976 -3.366832 4.546919
0.0038 0.0008 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.160318 0.157710 37602.43 9.11E+11 -7732.581 1.301678
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
23899.39 40971.82 23.91215 23.93289 61.47855 0.000000
130
White Heteroskedasticity Test(IDX): F-statistic Obs*R-squared
2.323262 4.576106
Prob. F(2,104) Prob. Chi-Square(2)
0.103017 0.101464
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/29/10 Time: 11:31 Sample: 2 108 Included observations: 107 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C HANGSENG(-1) HANGSENG(-1)^2
-110176.3 15.37404 -0.000503
56097.37 7.384221 0.000239
-1.964020 2.082013 -2.108864
0.0522 0.0398 0.0374
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.042767 0.243596 9012.905 8.45E+09 -1124.691 1.828106
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4792.320 9124.724 21.07834 21.15328 2.323262 0.103017
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Dari hasil uji White di atas, model regresi sebelumnya belum terbebas dari masalah heteroskedastisitas karena tidak semua nilai probabilitas lebih dari 0.05 (α=5%), serta masih terdapat masalah autokorelasi pada model regresi JSX dan HANGSENG. Untuk itu dilakukanlah pemodelan ARCH(1) seperti yang terdapat pada tabel IV.27 berikut ini:
131
Tabel IV.29 Pemodelan ARCH(1) JSX, IDX dan HANGSENG Dependent Variable: Y_JSX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 648 Included observations: 647 after adjustments Convergence achieved after 131 iterations Variance backcast: ON
C HANGSENG(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-547.9335 0.117316
10.56263 0.000532
-51.87472 220.4083
0.0000 0.0000
11.02431 7.548487
0.0000 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1471.871 1.048811 0.882735 0.882187 168.0352 18155631 -3920.825 1. 554184
133.5114 0.138943
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1895.041 489.5582 12.13238 12.16003 1613.429 0.000000
132
Dependent Variable: IDX Method: ML - ARCH (Marquardt) Sample (adjusted): 2 108 Included observations: 107 after adjustments Convergence achieved after 24 iterations Variance backcast: ON
C HANGSENG(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-332.0875 0.127380
42.37988 0.002711
-7.835970 46.98609
0.0000 0.0000
4.705839 2.395715
0.0000 0.0166
Variance Equation C ARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
2044.509 0.544784 0.940385 0.938649 70.94212 518376.8 -590.1970 1.812781
434.4622 0.227399
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1592.777 286.4135 11.10649 11.20640 541.5882 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan EViews 5.1
Berdasarkan output di atas, disimpulkan bahwa model sudah baik, dengan indikasi nilai probabilitas semuanya yang lebih kecil dari 0.05 (α=5%), nilai Adjusted R-squared yang besar, dan angka Durbin-watson yang menunjukkan bahwa model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi, sehingga didapat persamaan-persamaan: JSX = -547.9335 + 0.117316 HANGSENGt-1 IDX = -332.0875 + 0.127380 HANGSENGt-1 Sejalan dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji Granger pada tabel IV.7 sebelumnya, pengaruh Indonesia melalui indeks saham IDX lebih kuat terhadap indeks saham
133
HANGSENG dilihat dari nilai persentase pengaruh HANGSENGt-1 terhadap IDX lebih besar 1.0064% dibanding pengaruh HANGSENGt-1 terhadap JSX, yang mengartikan bahwa pengaruh IDX lebih besar terhadap HANGSENG dibandingkan pengaruh JSX terhadap HANGSENG, karena stabilitas ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan Hongkong (China). Negara yang memiliki stabilitas ekonomi yang lebih baik akan dapat memberikan pengaruh terhadap ekonomi negara lain yang berhubungan dagang karena dengan terjaganya stabilitas maka terjaga pula nilai ekspor dan impor negara tersebut. Sehingga di saat China sedang mengalami krisis ekonomi ditandai dengan ditutupnya banyak perusahaan dengan capital menengah kebawah dari berbagai industry dan Indonesia sudah mencapai kestabilan maka indeks saham Indonesia akan mempengaruhi indeks saham China melalui impor Indonesia dari China yang mulai meningkat kembali selepas krisis ekonomi sebagai dampak dari Subprime Mortgage. Indeks HANGSENG
Hubungan dengan JSX
Hubungan dengan IDX
Hubungan 1 arah searah dimana Hubugan 1 arah searah dimana kenaikan
HANGSENG kenaikan IDX berpengaruh positif
berdampak pada kenaikan JSX
terhadap kenaikan HANGSENG
IV.3. Summary Hubungan dengan indeks internasional yang berada dalam regional yang berbeda dapat dilihat dari tabel berikut ini:
134
Tabel IV.30 Hubungan indeks internasional beda regional No.
Indeks
1. DJI
Hubungan dengan JSX Hubungan
1
arah
Hubungan dengan IDX
terbalik Hubungan
2
arah
dimana
dimana kenaikan DJIA akan kenaikan DJIA mempengaruhi berpengaruh pada penurunan penurunan IDX dan sebaliknya kenaikan
JSX
IDX
berpengaruh
positif terhadap kenaikan DJIA 2. FTSE
Hubungan
1
arah
terbalik Hubungan
1
arah
searah
dimana kenaikan FTSE akan dimana
IDX
memiliki
menyebabkan penurunan pada pengaruh
positif
terhadap
JSX
FTSE
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan indeks internasional yang berbeda regional dengan Indonesia memiliki hubungan terbalik dengan JSX dan IDX memberikan pengaruh yang positif terhadap indeks tersebut. Hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi saat terjadi Subprime Mortgage JSX terpengaruh secara negatif karena saat indeks luar tersebut mengalami kenaikan, kondisi ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia sedang mengalami perlambatan ditandai dengan meningkatnya harga bahan pokok dan likuiditas yang berkurang.
135
Hubungan dengan indeks internasional yang berada dalam satu regional dapat dilihat dari tebel berikut: Tabel IV.31 Hubungan indeks internasional dalam satu regional No.
Indeks
1. N225
Hubungan dengan JSX Hubungan
1
arah
dimana
kenaikan
Hubungan dengan IDX searah Hubungan
1
JSX dimana
arah
searah
kenaikan
IDX
berpengaruh terhadap kenaikan berpengaruh terhadap kenaikan N225
N225 2. STI
Hubungan 2 arah dimana JSX Hubungan
1
dan STI saling mempengaruhi dimana
arah
searah
kenaikan
IDX
secara positif dimana setiap berpengaruh
pada
kenaikan
kenaikan JSX berdampak pada STI kenaikan STI dan kenaikan STI berdampak pada kenaikan JSX 3. HANGSENG Hubungan
1
arah
searah Hubugan 1 arah searah dimana
dimana kenaikan HANGSENG kenaikan berdampak pada kenaikan JSX
positif
IDX terhadap
HANGSENG
berpengaruh kenaikan
136
Sedangkan untuk indeks dalam satu regional yang sama terjadi hubungan yang searah dikarenakan kemiripan kondisi ekonomi dan hubungan kerjasama yang erat antara negaranegara dalam regional yang sama. Pengaruh Indonesia yang menguat terhadap negaranegara lain dalam satu regional Asia disebabkan karena ketahanan ekonomi Indonesia yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain, yang salah satunya dapat dinilai dari terpilihnya menteri keuangan Indonesia menjadi yang terbaik di Asia.