BAB IV DINAMIKA PERDAGANGAN DI PASAR BARU BANDUNG
Bab ini merupakan analisis dari hasil penelitian di Pasar Baru Bandung dalam menjawab permasalahan yang diuraikan pada bab sebelumnya. Adapun masalah yang dibahas adalah bagaimana Pasar Baru Bandung dapat tetap bertahan menjadi pusat perdagangan selama 32 tahun. Pada bagian pertama, penulis membahas tentang gambaran umum Kota Bandung yaitu letak geografis dan administratif serta gambaran singkat mengenai perkembangan awal Pasar Baru Bandung. Bagian kedua, kondisi Pasar Baru Bandung tahun 1971-2003, dapat dilihat dari perdagangan meliputi permodalan, komoditas, distribusi, sarana dan prasarana di Pasar Baru Bandung. Bagian ketiga, upaya yang dilakukan pedagang dalam mengembangkan usahanya di Pasar Baru Bandung yaitu etos kerja pedagang, hubungan kerjasama antar pedagang dan peran koperasi dalam membantu usaha pedagang. Bagian keempat adalah peran pemerintah daerah dalam mengembangkan Pasar Baru Bandung. Dalam hal mekanisme dan pengelolaan Pasar Baru dan renovasi bangunan pasar. Bagian terakhir mengenai kontribusi Pasar Baru Bandung terhadap perubahan sosial ekonomi pedagang. Meliputi tingkat kesejahteraan pedagang dan mobilitas sosial.
47
48
4.1 Gambaran Umum Pasar Baru Bandung 4.1.1 Letak Geografis dan Administratif Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis terletak diantara 6º55' LS dan 107º BT. Secara geografis, disebelah utara dan timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat. Sebelah selatan dengan Kabupaten Bandung dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cimahi. Luas wilayah Kota Bandung adalah sekitar 16.729,65 Ha. Keadaan Geologis Kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman Kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan gunung Tangkuban Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, dibagian Selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Di bagian Tengah dan Barat tersebar jenis andosol (Bandung dalam Angka Tahun 2003). Secara topografis, Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut. Terletak di sebuah dataran tinggi yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian rata-rata 1200 M. Iklimnya dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terrendah di sebelah Selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian Selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit sehingga merupakan panorama yang indah.
.
49
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bandung Sumber: diolah dari Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Wilayah administratif Kota Bandung terdiri dari enam. Wilayah tersebut terdiri dari Cibeunying, Bojonegara, Tegallega, Karees, Ujungberung dan Gedebage. Kota Bandung memiliki 26 kecamatan, 139 kelurahan, 1.498 Rukun Warga (RW) serta 9.265 Rukun Tetangga (RT) (Bandung dalam Angka Tahun 2003). Pasar Baru Bandung terletak di Jalan Oto Iskandardinata No.70 Kota Bandung. Pasar ini termasuk dalam kelurahan Kebon Jeruk, kecamatan Andir dan termasuk wilayah Bojonagara bagian dari Kota Bandung.
50
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Andir dan Kelurahan Kebon Jeruk Kota Bandung Sumber: diolah dari Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Bandung Skala 1 : 25.000
51
Bangunan Pasar Baru dibatasi oleh beberapa jalan sebagai batas lokasi dan sekaligus sebagai akses masuk menuju pasar, di sebelah timur sebagai pintu utama adalah Jalan Oto Iskandardinata, di sebelah barat adalah Jalan Pasar Barat, di sebelah utara adalah Jalan Pasar Utara serta di sebelah selatan yaitu Jalan Pasar Selatan atau biasa disebut Tamim. Keberadaannya di pusat kota membuat Pasar Baru sangat strategis dan mudah dicapai dari berbagai arah dengan berbagai alat transportasi, jaraknya juga dekat dari alun-alun dan stasiun kereta api. Letaknya yang begitu strategis membuat Pasar Baru menjadi berkembang pesat seperti sekarang. Terutama letaknya berdekatan dengan stasiun kereta api. Sejak zaman Belanda, kereta api digunakan sebagai alat transportasi utama dalam menghubungkan Kota Bandung dengan sekitarnya. Saat ini, kereta api masih digunakan sebagai salah satu transportasi andalan masyarakat dengan berbagai fasilitasnya. Dari segi harga yang terjangkau, juga kenyamanan dalam perjalanan dan bebas dari kemacetan lalu lintas. Begitu mudah akses masuknya sehingga masyarakat dari luar kota banyak yang berkunjung, bekerja dan berwisata ke Kota Bandung. Selain keberadaan stasiun kereta api, dibangunnya hotel-hotel sekitar Jalan Kebon Jati dan Suniaraja membuat daerah Pasar Baru menjadi semakin ramai. Kemudahan alat transportasi umum tepat melewati Pasar Baru menjadi nilai tambah. Semua angkutan umum jurusan stasiun dan bus kota jurusan Leuwi Panjang melewati Pasar Baru. Sehingga setelah pengunjung dapat dengan mudahnya berkunjung dan berbelanja di Pasar Baru. Letaknya yang strategis dapat dilihat pada peta di bawah ini.
52
Gambar 4.3 Peta Lokasi Pasar Baru Bandung Sumber: diolah dari http://maps.google.com/?he. Luas tanah Pasar Baru sebelum peremajaan tahun 1971 secara keseluruhan adalah 9.102 m² dengan bangunan fisik 7.252 m² serta untuk jalan dan gang-gang seluas 1.850 m². Sejalan dengan berbagai renovasi yang dilakukan, luas bangunan
53
bertambah menjadi 7.525 m² sehingga jalan dan gang menjadi lebih sempit, yaitu 1.075 m². Sedangkan saat ini luas tanah dan bangunan adalah 8.700 m² dengan 12 lantai serta ketingginnya dari Jalan Oto Iskandardinata mencapai 50 meter. Sebagai salah satu pusat perdagangan, Pasar Baru juga merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kota Bandung. Kegiatan mata pencaharian penduduk di Kota Bandung sangat beragam. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Bandung menyediakan sejumlah lapangan kerja bagi penduduknya. Baik penduduk asli maupun pendatang yang jumlahnya semakin banyak. Mata pencaharian umumnya berhubungan dengan tingkat pendapatan dan pendidikan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin banyak keahlian yang dapat diusahakannya. Sehingga pendapatannya juga semakin meningkat. Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat dua penggolongan data jumlah penduduk menurut lapangan usahanya. Data tahun 1989-1999 dengan penggolongan, yaitu: pegawai negeri, ABRI, swasta, petani, pedagang, pelajar, mahasiswa, pensiunan dan lain-lain. Sedangkan tahun 1998-2003, yaitu pertanian, pertambangan, industri, listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan, transportasi dan komunikasi, keuangan, jasa serta lain-lain. Pada penggolongan yang kedua didasarkan pada jumlah penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha utama di Kota Bandung. Tabel di bawah ini memperlihatkan jumlah penduduk Kota Bandung menurut mata pencahariannya dari tahun 19712003.
54
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Mata Pencaharian Tahun 1971-2003 Mata Pencaharian 1989 1991 1992 1999 Pegawai negeri 135.621 136.830 136.226 139.656 ABRI 48.618 49.259 49.061 49.983 Swasta 212.411 213.455 212513 219.409 Petani 38.348 38.312 38.163 39.610 Pedagang 168.236 169.669 168.920 173.607 Pelajar 391.730 349.070 349.167 404.619 Mahasiswa 120.382 120.410 121693 124.282 Pensiunan 76.730 76.625 76.286 79.240 Lain-lain 609.923 625.769 619.376 638.098 Mata Pencaharian 1998 2001 2002 2003 Pertanian 6.215 7.820 9.354 10.640 Pertambangan 3.390 890 26.598 Industri 238.928 204.240 208.016 224.741 Listrik, gas dan air 9.263 3.220 2.226 5.914 Konstruksi 56.262 49.220 31.637 46.149 Perdagangan 243.790 289.800 277.099 294.597 Transportasi dan 51.980 60.576 42.009 58.983 komunikasi Keuangan 24.689 39.100 39.210 32.528 Jasa 253.038 181.240 172.878 139.608 Lain-lain 1.130 2.672 591 Sumber: diolah dari Bandung Dalam Angka Tahun 1989-1998, Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat Tahun 2000-2003.
Berdasarkan tabel di atas, mata pencaharian yang paling dominan adalah industri, perdagangan dan jasa. Jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan
dengan
pertumbuhan
penduduk.
Meningkatnya
jumlah
tersebut
berhubungan dengan mata pencaharian yang bersifat dinamis. Perubahan mata pencaharian seseorang dapat disebabkan oleh berpindahnya dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Hal tersebut dapat didasari oleh motif yang berbeda, yaitu
55
pemutusan hubungan kerja, sistem kontrak, pendapatan tidak mencukupi kebutuhan hidup, serta lowongan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan sebelumnya. Perdagangan di Pasar Baru Bandung merupakan salah satu mata pencaharian yang dapat menciptakan lapangan kerja sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pemerintah Kota Bandung telah membangun Pasar baru dalam bentuk bangunan bertingkat. Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja sebagai pedagang, pengelola, pemelihara gedung, pegawai PD. Pasar, koperasi hingga petugas parkir dan lain sebagainya.
4.1.2 Perkembangan Awal Pasar Baru Bandung Pasar Baru terletak di Pasar Baroeweg atau Sumedangweg (sekarang Jalan Oto Iskandardinata) adalah pasar tradisional terbesar di kota Bandung. Pasar itu merupakan pengganti Pasar Tjigoeriang (Ciguriang) yang dibangun tahun 1812. Pasar tersebut mengalami musibah kebakaran dalam huru-hara Munanda pada tanggal 30 Desember 1842. Munada adalah seorang Cina-Islam dari Kudus yang tinggal di Cianjur. Setelah pindah ke Bandung Munada mendapatkan kepercayaan dari Asisten Residen saat itu, Nagel, untuk pengadaan alat transportasi kereta angkutan. Namun ternyata Munada berperangai buruk dan menyelewengkan uang kepercayaan dari Nagel untuk berfoya-foya, mabuk, dan main perempuan hingga akhirnya dia dipenjarakan dan disiksa oleh Nagel. Akibatnya Munada mendendam dan dengan bantuan beberapa orang lainnya membakar Pasar Ciguriang. Saat kerusuhan terjadi Munada menyerang Asisten Residen Nagel dengan golok hingga terluka parah dan meninggal keesokan harinya (Wachdiyah, 2009 dalam http://www.mahanagari.com/?page_id=3).
56
Para pedagang dari Pasar Ciguriang menyebar ke daerah Cikapundung, kemudian pada tahun 1884, dibuat penampungan bagi para pedagang di daerah Pecinan. Dalam perkembangannya, para pedagang banyak yang memanfaatkan lahan kosong di sebelah barat Pecinan, yaitu di persimpangan Jalan Raya Barat (Jalan Jenderal Sudirman) dan Sumedangweg (Jalan Oto Iskandardinata) sehingga membuat daerah ini menjadi sangat becek dan kumuh. Terbentuknya pasar di persimpangan jalan tersebut merupakan titik awal terbentuknya Pasar Baru (Data Dinas Pasar Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung). Pada tanggal 1 April 1906, Bandung dinyatakan sebagai gemeente yaitu menjadi daerah otonomi yang berhak mengatur dan mengurus beberapa bidang yang berkaitan dengan urusan internal daerah. Wilayahnya meliputi dua buah onderdistrict (kecamatan), yaitu Kecamatan Bandung Kulon (Barat) dan Bandung Wetan (Timur). Kecamatan Bandung Kulon memiliki delapan desa: Andir, Citepus, Pasar, Cicendo, Suniaraja, Karanganyar, Astana Anyar, dan Regol. Kecamatan Bandung Timur memiliki 6 desa, yaitu Balubur, Kejaksan, Lengkong, Kosambi, Cikawao, dan Gumuruh. Sejak status gemeente disandang, kota Bandung semakin memainkan peranan penting dalam percaturan politik dan ekonomi pemerintah kolonial Belanda (Dienaputra, 2005: 2). Salah satunya dengan dibangunnya pasar dalam bentuk bangunan pasar yang permanen berupa jajaran toko-toko di bagian depan dan los-los pasar di bagian belakangnya. Pada tahun 1916, Pasar Baru mengalami renovasi pertama kali dengan dibangunnya kompleks pasar permanen yang lebih luas dan teratur, serta menggunakan model bangunan Art Decoration. Pada bangunan baru ini terdapat
57
dua buah pos yang mengapit jalan masuk menuju kompleks Pasar Baru. Selain sebagai gerbang masuk, kedua pos ini dipergunakan juga sebagai kantor pengelola pasar dan pos jaga polisi. Atap limas pada kedua pos ini sangat unik karena memakai bahan lembaran karet semacam ebonit yang dipasang secara diagonal dan
hanya
digunakan
untuk
menara
pasar
(Wachdiyah,
2009
dalam
http://www.mahanagari.com/?page_id=3).
Pasar Baru mengalami renovasi untuk kedua kalinya pada tahun 1930-an dan dijadikan pusat perbelanjaan bagi warga Bandung dan sekitarnya dengan gaya Romantik. Pada saat itu, berbagai macam jenis perdagangan seperti bahan tekstil, pakaian, batik dan terutama makanan-makanan yang khas, juga sayuran, ikan dan lain-lain. Akhirnya, Pasar Baru disebut sebagai pasar yang paling komplit jenis usahanya. Pasar Baru terkenal hingga keseluruh pelosok daerah di Indonesia dan banyak sekali pelanggan yang datang. Haryoto Kunto dalam bukunya Ramadhan di Priangan Tempo doeloe mengatakan Pasar Baru terkenal dengan makanan khasnya sebagai contoh: Gado-gado Bi Atjim, Soto mie orang Tegal di pintu masuk Pasar Baru, Sate Gule Bah Ojie, Soto Santan di seberang Toko Babah Kuya (Kunto, 1996: 29). Dalam bukunya yang lain yaitu Semerbak Bunga di Bandung Raya, Kunto (1996: 838) menyatakan bahwa Pasar Baru saat itu terkenal dengan jualan kainnya, termasuk kain batik dan pakaian (garment). Salah satu pedagang terkenal pada saat itu adalah Babah Shantung. Beberapa pedagang dari Jawa Tengah juga berbaur dengan penduduk asli Bandung dan merekalah cikal bakal yang menurunkan keluarga pedagang yang bermukim di sekitar Pasar Baru. Para saudagar terkenal pada saat itu misalnya: H.
58
Masdoeki, H. Syarif, H. Idris, KH. Thamim, KH. Anang Thayib, KH. Abdul Sukur, Babah Eng Coan, Babah Go Kang Ho dan Babah Tan Djin Gia yang merupakan pedagang-pedagang grosir pertama di Bandung (Kunto, 1996: 850851). Mereka mengumpulkan barang dagangannya di Pasar Baru karena banyaknya pelanggan dan akhirnya memperoleh laba besar. Inilah awal Pasar Baru menjadi pasar grosir bagi para pedagang pasar lainnya. Dari awalnya hanya terima komisi sampai menjadi grosir yang sanggup melayani kebutuhan pasar-pasar lainnya. Toko-toko juga sudah berjejer di sekitar Pasar Baru dengan bangunan permanen yang besar bahkan bertingkat. Pada tahun 1935, Pasar Baru memperoleh predikat pasar terbersih dan tertata apik di Nusantara. Selain itu juga menjadi contoh dalam kerapihan dan kebersihan juga keamanannya.
4.2 Kondisi Pasar Baru Bandung antara Tahun 1971-2003 4.2.1 Perdagangan di Pasar Baru Bandung Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/Mpp/Kep/1/1998). Di Pasar Baru, kegiatan ini dilakukan secara grosir dan eceran. Pasar grosir adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar, sedangkan pasar eceran adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan dalam partai kecil (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/Mpp/Kep/1/1998). Sebagian besar
59
pedagang berjualan secara grosir sehingga para pedagang pun bersaing dengan harga yang kompetitif untuk menarik pembeli, karena 14% tujuan pengunjung berbelanja adalah untuk dijual kembali (http://www.pasarbarutradecenter.co.id.). Oleh karena itu terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Kota Bandung. Selain itu, perdagangan juga dilakukan secara eceran dengan konsep tawar-menawar yang masih dipertahankan hingga saat ini. Walaupun terdapat beberapa pedagang atau toko tertentu yang menggunakan harga pas, tetapi jumlahnya sangat kecil. Hal tersebut tidak berpengaruh terhadap jumlah pengunjung maupun citra sebagai pasar tradisional. Survey membuktikan bahwa 36% alasan pengunjung datang dan berbelanja di Pasar Baru Trade Center dikarenakan harganya yang murah, bahkan dibandingkan Malaysia harganya bisa tiga kali lebih murah. Pengunjung yang setiap harinya datang juga beragam dari berbagai profesi, 25% pengunjung adalah ibu rumah tangga, 19% pegawai menengah dan 10% sisanya adalah tenaga profesional semacam dosen, dokter dan konsultan (http://www.pasarbarutradecenter.co.id.). Salah satu unsur yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Pasar Baru adalah pedagangnya. Pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh laba. Pedagang terdiri dari pedagang besar, pengecer dan informal. Pedagang besar adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri, dan atau atas nama pihak lain yang menunjuknya untuk menjalankan kegiatan dengan cara membeli, menyimpan, dan menjual barang dalam partai
60
besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir. Pedagang pengecer adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. Sedangkan pedagang informal adalah perorangan yang tidak memiliki badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa dalam skala kecil yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri berdasarkan azas kekeluargaan (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/Mpp/Kep/1/1998). Dilihat dari penggolongannya, pedagang Pasar Baru termasuk pedagang pengecer dan informal. Pedagang pengecer dibedakan menjadi pedagang pengecer skala kecil dan pedagang pengecer skala besar. Pedagang pengecer skala kecil harus memenuhi ketentuan, yaitu memiliki modal usaha di luar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih dari 200 juta dan hanya mempekerjakan beberapa orang atau dikerjakan oleh pemilik sendiri dan keluarganya. Sedangkan pedagang informal harus memiliki modal usaha di luar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih dari 5 juta, dikerjakan sendiri atau oleh beberapa orang dan jenis kegiatan usaha yang dijalankan umumnya tidak tetap (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/Mpp/Kep/1/1998). Pedagang Pasar Baru terdiri dari beberapa etnik yang berbeda, yaitu Sunda, Cina, Arab, Minang, Jawa, India dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa pasar bukan hanya sebagai pusat kegiatan ekonomi, tetapi juga terjadi interaksi budaya di antara para pedagangnya. Apabila dulu yang menjadi mayoritas adalah Sunda dan Cina, saat ini mengalami pergeseran dengan pedagang Minang menjadi mayoritas hampir di seluruh jenis perdagangan. Jumlah
61
pedagang sejak tahun 1971 hingga sekarang mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak terlepas dari pembangunan fisiknya yang semula hanya berupa pasar tradisional kemudian berkembang menjadi bangunan bertingkat dengan jumlah ruang dagang yang juga bertambah. Tabel 4.2 Jumlah Pedagang Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003 Tahun
Pedagang
Jumlah Aktif Pasif 1971 1.285 1.285 1984 1.026 1.026 1992 1.161 535 1.696 1995 1.021 469 1.490 1996 1.044 296 1.340 1998 1.622 239 1.861 1999 1.036 486 1.522 2000 1.036 486 1.522 2001 1.387 486 1.873 2002 1.036 486 1.522 2003 1.737 1.737 Sumber: diolah dari Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, Data Pasar Baru Tahun 1992, rekapitulasi pedagang/ruang dagang korwil Pasar Baru Kotamadya Dati II Bandung 1995-1996 dan data pasar pemerintah Kota Bandung PD. Pasar Bermartabat tahun 2008. Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa pada tahun 1971 sebelum pemugaran bangunan Pasar Baru jumlah pedagang adalah 1.285 yang terdiri dari pedagang pribumi sebanyak 688 dan pedagang non pribumi sebanyak 597. Pada tahun 1984 terjadi penurunan jumlah pedagang dikarenakan pembangunan yang tidak kunjung selesai sehingga mengakibatkan penempatan kembali pedagang pada bangunan baru menjadi terhambat. Sedangkan pada tahun 1992-1995 disebabkan oleh permasalahan fisik bangunan yaitu lantai yang bocor, banjir di
62
basement dan tembok yang retak. Hal tersebut secara langsung telah mempengaruhi jumlah pedagang, terutama terhadap volume penjualan dan pendapatannya. Peningkatan yang pesat terjadi pada tahun 2003, bangunan yang semula hanya dua lantai kemudian dibangun dalam 12 lantai dengan sekitar ± 4.000 kios. Pedagang juga dapat dikategorikan sebagai pedagang aktif dan pedagang pasif. Pedagang aktif adalah pedagang yang tercatat sebagai pemilik kios dan menggunakan kios tersebut untuk berdagang. Pedagang pasif yaitu pedagang yang tercatat memiliki kios tetapi kios tersebut tidak digunakannya sendiri untuk berdagang. Kios itu disewakan atau dijuaal kepada pedagang lain dengan ketentuan harga sendiri, tidak berhubungan dengan pengelola pasar (wawancara dengan Ketua PD. Pasar Bermartabat unit Pasar Baru, tanggal 12 Mei 2009).
4.2.1.1 Permodalan Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha perdagangan. Besar kecilnya akan berpengaruh terhadap kondisi usaha dan jumlah barang yang dijual. Semakin besar modal yang digunakan, semakin baik kondisi usaha dan jumlah barang juga lebih banyak. Sebaliknya, jika modal yang digunakan kecil, maka akan berpengaruh terhadap kondisi usaha dan jenis barang menjadi kurang maksimal. Modal dibagi menjadi dua, yaitu modal barang dan modal uang. Bagi para pedagang pasar khususnya Pasar Baru, modal uang digunakan untuk pengadaan barang, sewa kios dan menggaji pegawai. Modal barang terdiri dari komoditas yang akan dijual, alat
63
transportasi yang digunakan untuk pengadaan dan distribusi barang serta kios yang dimiliki. Berikut ini adalah modal pedagang di Pasar Baru Bandung. Tabel 4.3 Modal Pedagang di Pasar Baru Bandung Klasifikasi Pedagang
No.
Modal (Rp)
Besar 5.000.000 s/d 7.000.000 s/d 10.000.000 s/d 1. Kebutuhan Pokok 10.000.000 15.000.000 20.000.000 25.000.000 s/d 30.000.000 s/d 50.000.000 s/d 2. Tekstil 50.000.000 75.000.000 100.000.000 30.000.000 s/d 50.000.000 s/d 75.000.000 s/d 3. Pakaian Jadi 75.000.000 50.000.000 100.000.000 3.000.000 s/d 7.500.000 s/d 5.000.0000 s/d 4. Makanan 7.500.000 10.000.000 5.000.000 10.000.000 s/d 25.000.000 s/d 50.000.000 s/d 5. Lain-lain 50.000.000 25.000.000 100.000.000 Sumber: diolah dari wawancara dengan pedagang pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2009, wawancara dengan bendahara Himpunan Pedagang Pasar Baru tanggal 14 Februari 2010. Kecil
Menengah
Berdasarkan data tabel tersebut dapat diketahui bahwa pedagang Pasar Baru diklasifikasikan menurut komoditas barang yang diperjualbelikan. Hal tersebut dikarenakan setiap komoditas mempunyai jumlah modal yang berbeda. Pedagang juga terbagi menjadi tiga golongan, yaitu pedagang besar, pedagang menengah dan pedagang kecil. Pedagang besar memiliki modal yang cukup besar dengan perdagangan secara grosir, pendapatan yang besar serta memiliki jumlah kios yang lebih banyak. Pedagang kecil memiliki modal yang lebih kecil dan hanya memiliki satu kios, sedangkan pedagang menengah berada diantara keduanya.
64
Pedagang tekstil dan pakaian jadi harus mempunyai modal yang besar dibandingkan dengan pedagang kebutuhan pokok dan makanan. Modal yang besar tersebut yaitu Rp. 25.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000 digunakan untuk pengadaan barang dan menyewa atau membeli kios. Pengadaan barang dengan biaya yang besar dan membutuhkan kios dengan ukuran yang besar juga. Walaupun setiap komoditas dibagi menjadi pedagang kecil, menengah dan besar, bagi pedagang tersebut tetap membutuhkan modal yang besar. Terutama untuk pakaian jadi yang setiap minggu atau bulan harus mengikuti tren dan mode yang terus berubah. Sehingga harus mengganti barang yang kurang diminati konsumen dengan barang-barang yang terbaru. Bagi pedagang kebutuhan pokok dan makanan membutuhkan modal yang lebih kecil dibandingkan dengan tekstil, pakaian jadi dan lain-lain. Modal tersebut yaitu Rp. 5.000.000 sampai Rp. 20.000.000 digunakan untuk pengadaan barang yang biasanya tidak tahan lama. Oleh karena itu disebut dengan pedagang basahan. Setiap hari pedagang harus selalu melakukan pengadaan barang yang jumlahnya disesuaikan untuk hari tersebut. Sebagai contoh, pedagang daging yang membeli sapi atau kambing sejumlah lima ekor kemudian dipotong dan dijual dalam bentuk daging. Setiap harinya, pedagang mempunyai perkiraan berapa jumlah barang yang akan dijual. Selain itu, modal digunakan untuk menyewa atau membeli meja, menggaji pegawai dan transportasi pengadaan dan distribusi barang (wawancara dengan pedagang basahan, tanggal 14 Februari 2010).
65
Hampir sama dengan kebutuhan pokok, pedagang makanan terdiri dari pedagang makanan siap saji dan oleh-oleh Bandung. Pedagang itu biasanya menempati kios yang ukurannya lebih kecil. Letaknya berada di depan Jalan Pasar Utara. Kios-kios ini disebut dengan blok oncom sebagai ciri khas oleh-oleh Bandung (wawancara dengan Ketua PD. Pasar Bermartabat unit Pasar Baru, tanggal 12 Mei 2009). Jadi pedagang menggunakan modal untuk pengadaan barang berupa makanan ringan dan untuk keperluan distribusinya. Bagi pedagang makanan siap saji, kini disediakan food court sebagai area khusus makan. Sehingga setelah pengunjung lelah berbelanja dapat langsung menyantap makanan di lantai 6. Pedagang
lainnya
adalah
pedagang
tas
wanita
dan
anak-anak,
perlengkapan haji dan umroh, sepatu, seprei dan bed cover, mas perhiasan serta masih banyak lagi. Modal yang dibutuhkan juga cukup besar yaitu Rp. 10.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000. Para pedagang tersebut adalah pedagang baru yang berjualan sekitar tahun 2003. Berbeda dengan pedagang lama, pedagang baru menempati kios yang baru dengan fasilitas yang lengkap sehingga harga jual kiosnya juga bervariasi. Modal tersebut juga digunakan untuk Pengadaan barang dan menggaji pegawai yang jumlahnya lebih dari tiga orang. Modal usaha yang digunakan oleh pedagang bersumber dari modal milik pribadi dan pinjaman, baik dari pihak keluarga, koperasi, Bank dan lain sebagainya. Modal milik pribadi biasanya merupakan modal bersama antara dua pedagang yang mempunyai hubungan keluarga. Kedua pedagang ini bekerjasama
66
membangun usaha dalam perdagangan di Pasar Baru. Tidak semua pedagang yang menjadi anggota koperasi, sehingga banyak juga yang melakukan pinjaman kepada bank. Pedagang yang menjadi anggota koperasi sebagian besar adalah pedagang lama yang merupakan pedagang basahan (wawancara dengan pedagang, tanggal 8-9 Oktober dan 14 Februari 2010). Sejak tahun 1971-2001 terdapat Bank Pasar yang berada di dalam Pasar Baru, tetapi sekarang sudah digantikan dengan bank-bank negara maupun swasta. Tepat di depan Pasar Baru terdapat Bank BRI, Bank Mayapada, Bank Mega dan lain sebagainya. Bank tersebut yang mempermudah para pedagang untuk memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya berdagang di Pasar Baru (wawancara dengan Ketua PD. Pasar Bermartabat unit Pasar Baru, tanggal 12 Mei 2009).
4.2.1.2 Komoditas Pada awal berdirinya, Pasar Baru hanya menjual berbagai barang kebutuhan pokok sehari-hari sebagaimana layaknya pasar tradisional. Kemudian dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan masyarakat dan perubahan fisik bangunan pasar maka komoditas atau barang-barang yang diperdagangkan menjadi lebih beragam. Di mulai dengan menjual barang kebutuhan sehari-hari berupa bahan pokok dan sayur-sayuran, kemudian berkembang perdagangan tekstil dan pakaian jadi dalam jumlah besar atau dengan cara grosir. Macam-macam barang yang dijual akan menarik minat pelanggan untuk selalu berbelanja di Pasar Baru karena hanya dengan mengunjungi satu tempat pelanggan akan mendapatkan segala macam hal yang dibutuhkannya.
67
Berikut ini adalah jenis komoditas yang dijual di Pasar Baru Bandung sejak awal berdirinya hingga saat ini ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 4.4 Jenis komoditas di Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003 Komoditas Tahun Kebutuhan Pakaian LainTekstil Makanan Pokok Jadi lain 1971 697 468 27 135 58 1984 404 315 57 124 26 1992 535 237 277 73 38 1995 495 197 227 65 37 1998 597 290 662 65 48 2000 325 276 345 54 36 2003 277 314 586 131 429 Sumber: diolah dari Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, Data Pasar Baru Tahun 1992, data teknis proyek Pasar Baru Bandung dan wawancara dengan pedagang tanggal 8-9 Oktober 2009 dan 14 Februari 2010. Dari
tabel
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa komoditas
yang
diperjualbelikan di Pasar Baru dikategorikan dalam beberapa kelompok. Pertama, kebutuhan pokok terdiri dari bumbu, kelontong, beras, ayam potong, ikan, daging, ikan, rampe, telur, kopi, tahu/tempe, buah-buahan dan sayuran. Penempatan komoditas kebutuhan pokok berada di basement. Kedua, pakaian jadi terdiri dari baju, baik baju muslim maupun fashion, celana, jaket dan batik. Ketiga, makanan yaitu masakan yang dijual dan oleh-oleh Bandung yang disebut dengan blok oncom. Lainnya yaitu tas wanita dan anak-anak, perlengkapan haji dan umroh, sepatu dan jasa. Jumlah komoditas di Pasar Baru mengalami peningkatan pada tahun 1992, 1998 dan 2003. Hal tersebut disebabkan bertambahnya jumlah pedagang dan komoditasnya. Pada tahun 2003, peningkatan disebabkan renovasi pasar dari
68
bangunan empat lantai menjadi 12 lantai. Ruang dagang menjadi sekitar kios yang dipasarkan. Penurunan jumlah komoditas terjadi pada tahun 1984, 1995 dan 2000. Pada tahun 1984, Pasar Baru hasil renovasi 1971 baru selesai dibangun sehingga banyak pedagang lama yang belum ditempatkan di bangunan baru. Hal berbeda terjadi pada tahun 2000, ketika wacana renovasi pasar menjadi konflik intern antara Pemerintah Daerah sebagai pengelola dengan pedagang yang menolak renovasi (wawancara dengan pedagang, tanggal 14 Februari 2010). Jenis komoditas yang diperdagangkan di Pasar Baru Bandung sejak tahun 1971 hingga sekarang mengalami peningkatan yang sangat pesat. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari komoditasnya yang semakin beragam, juga jenisnya tidak hanya bahan pokok kebutuhan sehari-hari. Pada tahun 1971, komoditas yang diperdagangkan masih di dominasi oleh bahan pokok dibandingkan dengan tekstil dan pakaian jadi.. Pada tahun 2003 hingga sekarang, komoditasnya lebih beragam dilihat dari pembagian lantai berdasarkan komoditas yang diperdagangkan. Komoditas basahan atau sayuran hanya ditempatkan di basement 2 dan setengah dari basement 1, sedangkan komoditas lainnya dimulai dari basement 2 hingga lantai 6. Diantara berbagai komoditas yang diperjualbelikan di Pasar Baru, pakaian jadi menjadi komoditas andalan. Komoditas yang paling banyak dicari pembeli dan menjadi ciri khas yaitu busana muslim (wawancara dengan Ketua PD. Pasar Bermartabat unit Pasar Baru, tanggal 12 Mei 2009). Harga dan kualitas yang sangat bervariasi, membuat pembeli dapat memilih barang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
69
4.2.1.3 Distribusi Distribusi merupakan kegiatan ekonomi yang menjadi jembatan kegiatan produksi dan konsumsi. Berkat distribusi, barang dapat sampai dari tangan produsen ke tangan konsumen. Bagi konsumen, distribusi memungkinkan untuk memperoleh barang yang diperlukan. Bagi produsen, memungkinkan untuk memasarkan atau menjual barang hasil produksinya. Peranan distribusi sangat berkaitan dengan peran pasar. Oleh karena itu, pasar merupakan wadah bagi kegiatan distribusi. Adapun terdapat empat komponen strategi dan kiat pemasaran dari sudut pandang penjual yaitu produk yang bermutu (product), harga yang kompetitif (price), tempat yang strategis (place) dan promosi yang gencar (promotion) (Buchari Alma, 1998: 158). 1.
Produk yang bermutu Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan
atau keinginan pelanggan. Produk disini diartikan sebagai komoditas atau barang yang dijual oleh pedagang di Pasar Baru Bandung. Komoditas yang dijual di Pasar Baru relatif sangat beragam, mulai dari bahan kebutuhan pokok sehari-hari hingga barang bernilai ekspor tinggi seperti tekstil. Barang-barang tersebut mempunyai kualitas yang bagus dengan harga yang murah. Dalam memilih barang, para pedagang cenderung memiliki alasan yang berbeda-beda. Salah satunya Bapak A. Eddy sebagai pedagang seragam sekolah mengatakan bahwa alasan beliau menjual seragam sekolah adalah karena pakaian ini tidak dipengaruhi oleh mode yang terus-menerus berubah seiring
70
perkembangan zaman. Sedangkan Ibu Indra Yeni sebagai pedagang pakaian jadi yang mengkhususkan diri menjual celana pendek mengatakan bahwa ia adalah orang pertama yang menjualnya di Pasar Baru (Wawancara dengan pedagang seragam sekolah dan pakaian jadi, 8 dan 9 Oktober 2009). Jadi, selain strategi dalam memilih barang yang bermutu dan sesuai dengan keinginan pelanggan, inovasi juga menjadi hal penting dalam menjalankan usaha perdagangan. 2.
Harga yang kompetitif Dalam menentukan harga suatu barang, pedagang Pasar Baru cenderung
menentukan sendiri dilihat dari modal yang dikeluarkan dengan mengambil keuntungan dari setiap jenisnya. Akan tetapi penentu harga yang sebenarnya terjadi ketika transaksi jual beli yaitu melalui proses tawar menawar diantara penjual dan pembeli sampai tercapai harga yang disepakati keduanya. Harga barang yang ditawarkan lebih murah dibandingkan di pasar yang lain, apalagi bila membeli barang dengan jumlah yang banyak (grosir). 3.
Tempat yang strategis Pasar Baru Bandung merupakan tempat berdagang yang menjanjikan
keuntungan yang besar terhadap para pedagangnya. Alasan yang dikemukan pedagang yang memilih berjualan disini dikarenakan ingin meningkatkan kualitas hidup dan pasarnya sendiri yang sudah terkenal dan memiliki banyak pelanggan dari seluruh Indonesia bahkan dari luar negeri (Wawancara dengan pedagang, 8 dan 9 Oktober 2009). Sebab lainnya, karena Pasar Baru terletak di pusat kota dengan akses menggunakan kendaraan umum maupun pribadi sangat mudah dijangkau.
71
Selain tempat, kegiatan distribusi barang yang dilakukan pedagang Pasar Baru dapat dibagi menjadi dua, yaitu dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Distribusi secara langsung terjadi apabila barang dari produsen langsung jatuh ke tangan konsumen, sedangkan distribusi secara tidak langsung melali perantaraan agen. Bagan di bawah ini menggambarkan distribusi langsung dan tidak langsung. Produsen
Konsumen Bagan 4.1 Distribusi Secara Langsung
Pedagang Pasar Baru yang menggunakan distribusi secara langsung adalah pedagang yang membuat atau memproduksi sendiri komoditas jualannya. Contohnya adalah pedagang makanan jadi yang sekarang ditempatkan di lantai enam. Pedagang tersebut bertindak juga sebagai produsen karena memasak sendiri makanan dan langsung menjualnya kepada konsumen. Bapak A. Eddy sebagai salah satu narasumber penulis juga menggunakan distribusi langsung dalam pemasaran produknya. Sebagai pedagang seragam sekolah, beliau mempunyai usaha industri konveksi dirumahnya. Jadi Bapak A. Eddy juga membuat sendiri pakaian seragam, kemudian menjualnya kepada pelanggan. Produsen
Perantara Bagan 4.2 Distribusi Secara Tidak Langsung
Konsumen
72
Berbeda dengan distribusi secara langsung, distribusi secara tidak langsung melibatkan perantara. Produsen membuat barang, perantara membelinya dari produsen kemudiannya menjualnya kembali kepada konsumen. Pedagang basahan biasanya membeli barang berupa sayuran, buah-buahan, daging dan lainlain dari produsen. Kemudian baru menjualnya pada konsumen. Pedagang bertindak sebagai perantara karena pedagang hanya bertugas untuk menjual barang yang dibelinya dari produsen. 4.
Promosi yang gencar Promosi merupakan langkah yang harus dilakukan oleh pedagang untuk
menarik pembeli dan meningkatkan usahanya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah menghias atau mendekorasi kios dengan desain yang menarik dan gaya modern sehingga dapat menarik minat pembeli untuk datang ke kios tersebut.
4.2.4 Sarana dan Prasarana di Pasar Baru Bandung Bangunan Pasar Baru dengan segala fasilitasnya merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang terhadap jalannya perdagangan. Pada awal perkembangannya, sarana dan prasarana masih berupa los-los pasar yang luas. Tempat usaha di pasar adalah tempat usaha yang baku berupa kios, counter, los, tempat terbuka dalam bangunan dengan luas tertentu, tempat terbuka di luar bangunan/pelataran dan tempat pemasangan reklame (Suhendro, 2008: 16). Setiap pasar memiliki ruang dagang yang umumnya terdiri dari toko, kios, vitrin dan meja. Toko dan kios biasanya digunakan oleh pedagang sandang atau pakaian
73
jadi, sedangkan meja digunakan oleh pedagang kebutuhan pokok yang biasa disebut dengan pasar tradisional. Adapun jumlah ruang dagang di Pasar Baru Bandung pada tahun 1971-2003 dapat dilihat di bawah ini. Tabel 4.5 Jumlah Ruang Dagang di Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003 Ruang Dagang Jumlah Toko Vitrin Kios Meja Jongko Pikulan 1971 29 583 435 200 38 1.285 1979 70 1019 340 1.429 1984 946 722 1.668 1992 109 889 963 1.961 1995 119 1.063 728 1.910 1996 166 1.228 859 2.253 2000 176 1.216 925 2.317 2003 4.047 186 4.233 Sumber: diolah dari Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, Data Pasar Baru Tahun 1992, rekapitulasi pedagang/ruang dagang korwil Pasar Baru Kotamadya Dati II Bandung 1995-1996 dan data pasar pemerintah Kota Bandung PD. Pasar Bermartabat tahun 2008. Tahun
Tabel di atas menggambarkan jumlah ruang dagang yang diisi oleh pedagang di Pasar Baru dari tahun 1971-2003. Jumlah ruang dagang tersebut bersifat dinamis. Hal tersebut dikarenakan pembangunan pasar yang tidak kunjung selesai. Penggunaan ruang dagang juga disesuaikan dengan pemiliknya, apakah akan terus digunakan sendiri untuk berdagang, disewa atau dijual kepada pihak lain. Menurut Bapak Agus Gani selaku ketua PD. Pasar Bermartabat unit Pasar Baru, mengatakan bahwa jumlah ruang dagang tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi hak pakai setiap ruang dagang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan pedagang dengan pengelola.
74
Ruang dagang yang berbeda-beda jenisnya juga mempunyai harga jual yang berbeda. Perbedaan itu tergantung dari luas yang dihitung per meter persegi dan dari jenis komoditas yang diperjualbelikan. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa penempatan komoditas satu dengan yang lain berbeda. Di bawah ini adalah tabel harga jual ruang dagang dari pengelola Pasar Baru Bandung. Tabel 4.6 Harga Jual Ruang Dagang di Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003
Tahun
Harga Jual/m² (Rp.) Pakaian Tekstil Makanan Jadi 240.000 s/d 340.000 340.000 340.000 280.000 s/d 350.000 350.000 350.000 280.000 s/d 350.000 350.000 350.000
Kebutuhan Lain-lain Pokok 140.000 s/d 200.000 s/d 1971 340.000 290.000 180.000 s/d 240.000 s/d 1980 350.000 300.000 180.000 s/d 240.000 s/d 1988 350.000 300.000 1.000.000 s/d 1.500.000 s/d 1994 3.000.000 2.000.000 1.500.000 3.000.000 2.500.000 1.500.000 s/d 2.250.000 s/d 1.500.000 s/d 1997 4.000.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.250.000 1.500.000 s/d 2.500.000 s/d 2.000.000 s/d 2000 5.000.000 4.500.000 3.500.000 3.500.000 4.000.000 2.000.000 s/d 5.000.000 s/d 2.000.000 s/d 2.000.000 s/d 2003 6.000.000 5.000.000 10.000.000 5.000.000 10.000.000 Sumber: diolah dari Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, wawancara dengan pedagang tanggal 8-9 Oktober 2009 dan 14 Februari 2010. Berdasarkan tabel tersebut, harga jual ruang dagang di Pasar Baru setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut disebabkan oleh naiknya bahan bangunan dan renovasi yang terus dilakukan terhadap bangunan pasar. Ketika pasar mengalami renovasi, dapat dipastikan pedagang lama yang sebelumnya sudah berdagang selama puluhan tahun tetap harus membayar
75
kembali kiosnya dengan harga ruang dagang yang baru. Biasanya pedagang lama diutamakan dan mendapatkan keringanan dalam hal pembayaran kios. Penempatan pedagang lama juga harus menjadi prioritas sebelum pedagang baru. Harga ruang dagang di atas tidak bersifat tetap, karena pemilik ruang dagang dapat menjual atau menyewakan kiosnya kepada pedagang lain tanpa sepengetahuan pengelola (wawancara dengan Bendahara HP2B tanggal 14 Februari 2010). Sejalan dengan peremajaan bangunan, fasilitas yang terdapat di Pasar Baru juga bertambah. Berikut ini adalah fasilitas yang terdapat di Pasar Baru Bandung dari tahun 1971-2003. Tabel 4.7 Jumlah Fasilitas yang Terdapat di Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003 Fasilitas Tahun
Kantor Pengelol a Pasar
Koperasi
MCK
Escalator dan lift
Mesjid
Keamanan
Lahan Parkir
1971 1 1 1984 1 1 5 1 1 1992 1 2 5 1 1 1995 1 2 5 1 1 1996 1 2 5 1 1 2000 1 2 5 1 1 2003 3 1 142 58 1 1 12 Sumber: diolah dari http://www.mahanagari.com/?page_id=3, Data Pasar Baru Tahun 1992, Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, data teknis proyek Pasar Baru Bandung. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa sarana dan prasarana di Pasar Baru mengalami peningkatan. Hal itu sejalan dengan renovasi yang dilakukan terhadap bangunannya. Pada masa Hindia Belanda, Pasar Baru hanya mempunyai kantor
76
pengelola dan pos polisi penjaga pada bagian muka pasar. Seiring dengan kebutuhan renovasi, maka fasilitas lain seperti kantor koperasi, MCK, tempat ibadah dan lahan parkir sangat diperlukan. Ketika pembangunan tahun 1971 yang tersendat-sendat, pengelola dan koperasi tidak disediakan ruangan oleh pengembang. Sehingga dengan terpaksa menggunakan beberapa kios sebagai kantor. Pasar Baru Trade Center telah mengalami tiga kali renovasi, namun reputasinya sebagai pusat perdagangan aneka komoditas itu masih tetap terjaga. Hal tersebut didukung oleh berbagai fasilitas yaitu dibangun dengan kenyamanan layaknya mall modern. Setiap pedagang dikelompokkan pada ruangan atau lantai yang sesuai dengan jenis dagangannya. Pedagang basahan dan sayur-sayuran ditempatkan pada lantai Basement 1 dan Basement 2, di tempat ini berkumpul pula para pedagang makanan dan minuman yang langsung memasak makanannya di tempat. Selain itu mulai dari lantai basement 1 hingga ke Lantai 6 telah mempersiapkan kelompok pedagang berdasarkan komoditi dagangan yang dijualnya. Berbeda dengan dahulu, kini Pasar Baru telah memiliki berbagai fasilitas yang setara dengan pusat perbelanjaan modern. Hal itu dibuktikan dengan digunakannya escalator, lift, food court, lahan parkir, sistem keamanan, listrik, generator, sumber air, sistem tata suara, telepon, sistem pemadam kebakaran, dan sistem pengolahan sampah (Data teknis Pasar Baru Bandung). Pengunjung dapat
dengan mudah mencari pusat kain, pusat jeans, pusat haji, Bandung Food Center hingga pusat jajanan khas atau oleh-oleh kota Bandung. Selain itu terdapat sarana
77
atau fasilitas umum dan ruang parkir yang sangat luas. Pada lantai Roof Top (P8), terdapat sarana ibadah masjid (http://www.pasarbarutradecenter.co.id.).
4.3 Upaya Pedagang dalam Mengembangkan Usahanya di Pasar Baru 4.3.1 Etos Kerja Pedagang Etos kerja terdiri dari dua bangunan kata, etos dan kerja. Menurut Suseno (Saripuddin, 2005: 44) mengungkapkan bahwa etos berarti semangat dan sikap bathin yang tetap pada seseorang atau kelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan-tekanan moral tertentu. Dengan demikian, etos dapat juga mengandung makna semangat, keunggulan, keuletan dan kemauan untuk maju yang merupakan karakter tetap dalam batin. Sementara itu, kerja mengandung arti melakukan kerja. Asy’arie mengatakan bahwa etos kerja berarti refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja. Jadi, etos kerja mempunyai makna berupa pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial atau bentuk semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok dalam memandang, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja. (Saripuddin, 2005: 45). Etos kerja juga dimiliki oleh pedagang Pasar Baru yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Mayoritasnya adalah suku Minang, Sunda, Cina dan Arab. Suku Minang lebih dominan sebagai pedagang pakaian jadi, sedangkan Suku Sunda berprofesi sebagai pedagang kebutuhan pokok dan makanan. Oleh karena itu, setiap suku juga mempunyai etos kerja yang berbedabeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya agama, kebudayaan,
78
pendidikan dan lingkungan. Etos kerja ini berhubungan dengan sikap mental dan semangat para pedagang untuk maju dalam mengembangkan usahanya menjadi berhasil dan sukses. Pedagang yang sukses tidak berhasil secara cepat tetapi membutuhkan proses perjuangan yang panjang, keteguhan dan keuletan dalam berusaha. Masyarakat Minang pada umumnya memilih pekerjaan sebagai pedagang atau kegiatan wiraswasta ketika ia sudah berada di tanah perantauan. Adapun prinsip yang dianut oleh masyarakat Minang dalam berdagang adalah sistem bagi hasil. Profesi sebagai pedagang merupakan salah satu bentuk pencapaian dalam mencari nafkah hidup dengan berpedoman pada nak mulia batabua urai, nak tuah tagak di nan manang, nak cadiek sungguah baguru, nak kayo kuaik mancari. Maksudnya, agar setiap orang berusaha sekuat tenaga agar memperoleh kemuliaan dan kedudukan yang berarti dan penting. (Nizhamul, 2009 dalam http://bundokanduang.wordpress.com.) Pada saat memulai usahanya, mereka mencoba meminjam modal dari kerabat dalam bentuk uang atau barang dagangan. Setelah usahanya mulai meningkat, mereka memilih untuk menambah modal dan barang dagangannya dibandingkan
membeli
rumah
atau
barang-barang
kebutuhan
pribadi.
Meningkatnya usaha yang dijalankan merupakan sesuatu yang lebih penting dibandingkan dengan barang pribadi. Adapun barang yang dimiliki adalah yang dapat berguna untuk usaha seperti kendaraan bermotor. Pedagang Minang merupakan pengusaha yang teliti dalam menghitung modal dan keuntungan, hal yang sangat kecil pun sangat diperhatikan. Misalnya dalam hal kantong plastik
79
tidak ada yang boleh terbuang mubazir, kerugian sekecil apapun sebisa mungkin dihindari
agar
usaha
yang
dijalankan
tidak
mengalami
kebangkrutan.
(Deyussaswati, 2008). Dalam budaya Sunda tidak ada keharusan untuk merantau seperti budaya Minang, ketika seseorang menikah biasanya tinggal tidak jauh dari sanak keluarganya. Bahkan terdapat satu kampung atau satu rukun tetangga dengan beberapa rumah yang merupakan satu keluarga besar. Adapula dalam satu rumah yang besar terdiri dari beberapa keluarga kecil yang tinggal bersama. Pedagang Sunda yang berjualan di Pasar Baru biasanya mempunyai usaha industri konveksi tersendiri. Industri tersebut secara otomatis membutuhkan tempat pemasaran yang baik untuk mendukung usahanya menjadi maju. Industri kecil yang mereka miliki adalah industri rumah tangga yang dikerjakan di rumah pedagang dengan beberapa tenaga kerja yang mempunyai hubungan saudara atau masyarakat sekitar daerah tersebut. Semangat yang keras dan tekun dapat dilihat dari upaya pedagang dalam mengembangkan usahanya di Pasar Baru. Ada beberapa cara yang dilakukan pedagang seperti menghimpun dan menambah modal, memperluas jaringan atau cabang, serta mempertahankan kelangsungan usahanya. Pendapatan dan keuntungan bersih yang didapatkan biasanya dijadikan modal dalam pengadaan barang dan membuka cabang baru. Pembukaan cabang tersebut dilakukan dengan menyewa atau membeli kios lain yang terdapat di Pasar Baru maupun pasar lain di Kota Bandung dan sekitarnya.
80
Semakin banyak pedagang memiliki cabang, maka semakin berkembang usahanya. Hal tersebut dapat dilihat dari kebutuhan akan pengadaan barang, tenaga kerja atau pegawai dan bertambahnya pendapatan. Pedagang juga harus mampu mengelola usaha tersebut dengan baik sehingga dapat berkembang dan bertahan sampai sekarang. Kemajuan suatu usaha tidak selalu berjalan lancar karena usaha berdagang ada pasang surutnya. Pedagang juga mengalami masa untung dan rugi. Oleh karena itu, etos kerja yang tinggi sangat diperlukan untuk bangkit dari masa sulit. Ketika krisis ekonomi pada tahun 1997, banyak pedagang yang mengalami kerugian bahkan mengalami kebangkrutan. Peremajaan pasar juga merupakan tantangan bagi pedagang agar dapat tetap mempertahankan kios yang dimilikinya dan menghadapi persaingan dengan pedagang baru yang memiliki modal lebih besar. Pedagang lama yang saat ini masih berdagang di Pasar Baru adalah pedagang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Hal tersebut terlihat dari perjuangan mereka berdagang dan mempertahankan kelangsungan usahanya. Pedagang yang dapat mengembangkan usahanya mampu mengatur usahanya dengan baik. Hal tersebut dilakukan dengan memiliki orientasi jangka panjang dalam menjalankan usahanya dan dapat berhemat dengan segala pengeluaran. Selain itu, tegas sebagai pemimpin maka kepercayaan antara majikan dan pegawai merupakan suatu hal yang penting. Hal itu menunjukan sebuah etos kerja yang tinggi karena bekerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan keberhasilan.
ketekunan
dalam
mewujudkan
cita-cita
untuk
mencapai
81
4.3.2 Hubungan Kerjasama antar Pedagang Dalam suatu perdagangan baik skala besar maupun kecil dapat terlihat bahwa keluarga terdekat mempunyai peran yang besar terhadap kelancaran dan keberlangsungan usaha tersebut. Setiap memulai usaha, biasanya dukungan dari keluarga menjadi salah satu modal yang digunakan seorang pedagang atau pengusaha. Hal tersebut dapat dilihat mulai dari pengumpulan modal uang yang didapatkan dengan cara meminjam dari sanak keluarga dipergunakan untuk pengadaan barang dan sewa ruang usaha di pasar, atau meminjam langsung barang milik saudara yang sudah mapan untuk dijual dengan pembagian hasil. Dapat pula pedagang tersebut mengontrak di kios milik pedagang lain yang merupakan salah satu sanak keluarganya atau berasal dari daerah yang sama, seperti Minang, Sunda, Cina dan Arab. Aktivitas sebuah usaha yang mulai besar tidak lepas dari tenaga kerja sehingga penempatan tenaga kerja harus tepat dan sesuai agar dapat mendorong mereka untuk dapat bekerja dengan tekun dan giat. Manajemen usaha mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengatur tenaga kerja. Pedagang yang telah berkembang usahanya biasanya memiliki pegawai yang bekerja sebagai penjaga kios. Pegawai ini ada yang kerabat atau keluarga mereka sendiri, ada juga orang lain yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan sama sekali. Kerjasama dalam penjualan barang juga dilakukan oleh pedagang. Ketika seorang pengunjung mendatangi suatu kios sepatu dan tidak mendapatkan ukuran yang sesuai. Biasanya pedagang akan berusaha untuk mencari barang tersebut ke kios yang lain. Kios yang lain tersebut adalah milik pedagang juga, ada pula milik
82
keluarganya. Apabila barang tersebut benar-benar tidak ada, maka pedagang akan menunjukan kios milik pedagang lain yang juga menjual barang yang sama. Walaupun bukan sanak saudaranya, tetapi untuk menunjukan bahwa Pasar Baru sangat lengkap komoditasnya dan pedagang juga tidak kehilangan pembeli. Masyarakat Sunda mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat. Nilai individu sangat tergantung pada penilaian masyarakat. Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan, tidak dapat lepas dari keputusan yang ditentukan oleh kaum keluarganya. Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Jalinan hubungan antara individu-individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan sehari-hari berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda mempunyai sifat someah hade ka semah. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah surut berada ke Tatar Sunda ini, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang. Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang dan tamu. Salah satu kaum pendatang adalah orang Minang, pertama kali datang dari daerahnya, orang Minang tinggal bersama dengan sanak saudaranya yang ada di Bandung. Mereka hidup menumpang dan ikut bekerja sesuai dengan pekerjaan saudara yang ditumpanginya yaitu dengan ikut berdagang dengan kerabatnya yang telah memiliki toko. Setelah mendapatkan sedikit modal, mereka berdagang secara kecil-kecilan di kaki lima. Proses kedatangan mereka dari tanah perantauan hingga berdagang dengan modal sendiri sangatlah panjang, untuk mendapatkan barang dagangan sendiri didapatkan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-
83
tahun. Mereka mulai berjualan di kaki lima, setelah itu dengan bertambahnya modal mereka mengontrak toko dan berdagang di gerai-gerai, semakin lama modal semakin bertambah sehingga mampu untuk membeli toko sendiri. Hubungan erat juga terjadi antara pedagang satu pedagang dengan pedagang lainnya, baik satu etnis maupun berbeda etnis. Hal tersebut telah memprakarsai dibentuknya lembaga swadaya masyarakat yang diberi nama Himpunan Pedagang Pasar Baru (HP2B). Himpunan ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970, tetapi hanya berfungsi sebagai garda terdepan dalam menghadapi pengelola pasar. Saat ini HP2B berperan sebagai mitra pengelola pasar. Tugasnya meliputi menyampaikan berbagai aspirasi dan keluhan terhadap pihak pengelola, menengahi berbagai permasalahan yang timbul diantara keduanya, sebagai badan advokasi para pedagang serta menjamin keamanan dan ketertiban dalam bangunan pasar (Wawancara dengan Bendahara HP2B, tanggal 14 Februari 2010). Saat ini ketua dari HP2B adalah Bapak H. Wawan Ridwan, Sekretaris dipegang oleh Bapak Iwan Suhermawan dan Bendahara oleh Bapak Deddy Syaffrudin. Pengurus inti adalah pedagang lama yang masih berdagang hingga saat ini. Ketiganya adalah pedagang yang vokal menyuarakan aspirasi dan peduli akan nasib para pedagang. Pengurus dan anggota yang lainnya juga terdiri dari para pedagang Pasar Baru. Sehingga kepercayaan para pedagang terhadap HP2B menjadi salah satu alasan mereka bergabung menjadi anggota himpunan. Salah satu permasalahan yang berhasil diselesaikan adalah penolakan pedagang terhadap renovasi bangunan pasar. Hal tersebut telah menimbulkan demonstrasi
84
para pedagang. Akan tetapi permasalahan dapat diselesaikan dan HP2B sebagai pihak penengah. Sehingga kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Jadi hubungan kerjasama antar pedagang tidak hanya diartikan sebagai hubungan kekeluargaan atau bisnis semata. Para pedagang juga mendukung supaya Pasar Baru dapat berkembang dan bertahan sebagai pasar komoditasnya lengkap, aman dan nyaman. Sehingga pengunjung akan kembali lagi dan menjadi langganan, pedagang juga mendapat keuntungan dengan tidak kehilangan pembeli. Kerjasama tersebut juga dapat menghindari konflik yang sering terjadi antar pedagang dan antara pedagang dengan pengelola.
4.3.3 Peran Koperasi dalam Membantu Usaha Pedagang Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang bekerjasama demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang berfungsi sebagai pemberi kredit kepada masyarakat, sekaligus berperan besar dalam membangun perekonomian Indonesia. Tujuan pembentukan koperasi di Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota, memajukan kesejahteraan masyarakat dan membangun tatanan ekonomi nasional. Dengan keberadaan koperasi, kebutuhan para anggota dapat diperoleh di koperasi. Terpenuhinya kebutuhan anggota maka semakin
85
meningkatlah kesejahteraan anggota koperasi. Dengan memajukan kesejahteraan anggotanya berarti koperasi juga memajukan kesejahteraan masyarakat dan memajukan tatanan ekonomi nasional. Selain itu, koperasi juga mempunyai berbagai manfaat. Manfaat yang paling utama adalah anggota dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya dengan adanya koperasi anggota dapat meminjam uang untuk modal usaha. Setiap anggota koperasi akan memperoleh manfaat lain yaitu pada akhir tahun mendapat keuntungan yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) (Pudjiati, 2009 dalam http://www.crayonpedia.org/mw/). Salah satu koperasi yang membantu usaha pedagang adalah Koperasi Pedagang Pasar Baru Bandung. Fungsi dari koperasi pedagang pasar ini sebagai pelindung dan pembina kelompok-kelompok pedagang dan sekaligus menjadikan dirinya lembaga keuangan mikro. Pendirian koperasi ini berawal dari diadakannya Musyawarah Rencana Pembentukan pada 15 April 1975 yang dihadiri oleh 23 orang. Tindak lanjut dari musyawarah tersebut adalah diadakan rapat pembentukan yang dipimpin oleh Mgs. Abd. Rony dan dihadiri 49 calon anggota serta disaksikan oleh petugas kantor Departemen Koperasi Kotamadya Bandung. Hasil keputusan rapat tersebut adalah memilih susunan pengurus awal koperasi, badan pengawas, jumlah simpanan dan usaha apa yang akan dilakukan koperasi. Susunan dan nama anggota pengurus tersebut dicantumkan dalam akta pendirian. Koperasi pedagang pasar itu bergerak dalam bidang simpan pinjam. Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri meliputi simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dana cadangan dan
86
dana hibah. Modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lain dan Bank. Pada awal pendiriannya modal yang terkumpul adalah Rp. 1.090.100. Rapat Anggota Badan Pengawas
Pengurus
Ketua
Sekretaris
Ketua I
Ketua II
Bendahara
Karyawan Staf Sekretaris
Bag. Unit Simpan Pinjam
Bag. Unit Jasa
Bag. Pembukuan
Kasir
Staf Operasional
Staf Administrasi Anggota
Bagan 4.3 Struktur Organisasi Pedagang Pasar Baru Bandung Sumber: diolah dari skripsi Sarjana Pendidikan Akuntansi pada FPIPS UPI Bandung. Rusmana, M.A. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Kredit terhadap Kelancaran Pengembalian Kredit pada Koperasi Pedagang Pasar Baru Bandung, 2008. Kegiatan usaha dilaksanakan setelah koperasi mendapatkan Badan Hukum No. 6376/BH/DK-10/1 tanggal 28 Februari 1976. Koperasi ini mengalami beberapa kali perubahan badan hukum diantaranya tanggal 29 April 1991 No. 6376 B/BH/KWK 10/21, tanggal 3 Desember 1996 No. 6376/BH/PAD/KWK
87
10/XII/96, tanggal 7 Juni 1999 No.138/PAD/KDK-10.21/VI/1999 dan tanggal 7 April 2004 No.518/PAD/07-DISKOP/2004 (Rusmana, 2008). Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengakuan dan sah dimata hukum, sehingga memudahkan untuk mengembangkan usahanya. Bagan di atas memperlihatkan bahwa koperasi pasar memiliki tiga kelengkapan yaitu rapat anggota, pengurus dan badan pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Rapat anggota berhak meminta keterangan dan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas mengenai pengelolaan koperasi. Rapat anggota diadakan paling sedikit sekali dalam setahun. Hal yang dilakukan dalam rapat anggota tahunan antara lain menetapkan anggaran dasar, memilih, mengangkat dan memberhentikan pengurus serta pengawas, meminta laporan pertanggungjawaban pengurus, menetapkan pembagian sisa hasil usaha. Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Masa jabatan pengurus paling lama lima tahun. Kegiatan yang harus dilakukan oleh pengurus koperasi antara lain mengelola koperasi dan usahanya, menyelenggarakan
rapat
anggota,
mengajukan
laporan
keuangan
dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. Pengurus Koperasi Pedagang Pasar Baru periode 2007-2011 terdiri dari ketua umum dijabat oleh Bapak Yayat Hidayat, Ketua I oleh Bapak E. Sukmana, Ketua II oleh Bapak Asep Mulya R., Bendahara oleh Bapak H. Achmad Rois dan Sekretaris dipegang oleh Moh. Nur Iman, BA (Rusmana, 2008).
88
Badan pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab pada rapat anggota. Semua hasil pengawasan yang dilakukan oleh pengawas harus dirahasiakan dari pihak luar koperasi. Hal yang harus dilakukan oleh pengawas koperasi antara lain mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan koperasi, membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan dan meneliti catatan yang ada pada koperasi. (Pudjiati, 2009 dalam http://www.crayonpedia.org/mw/.). Di dalam koperasi, setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama. Kewajiban anggota koperasi adalah menaati peraturan koperasi, menghadiri rapat anggota, membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Sedangkan hakhak anggota koperasi yaitu mengajukan usul dalam suatu rapat, mendapatkan keuntungan atas SHU, dipilih menjadi pengurus koperasi, memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota. Pedagang Pasar Baru sebagai anggota koperasi dapat memperoleh modal dan pinjaman yang merupakan dana bantuan dari pemerintah maupun pihak swasta. Koperasi juga membina anggotanya agar merasa nyaman dan sanggup secara teratur membayar kembali pinjaman dan bunganya, sehingga terjalin kerjasama yang menguntungkan kedua pihak sekaligus mengembangkan pengelolaan Pasar Baru menjadi lebih baik. Koperasi ini mempunyai unit simpan pinjam untuk para anggotanya. Salah satu kegiatan utama yaitu perkreditan yang terdiri dari penyaluran kredit sampai proses pengembalian kredit. Kredit yang diberikan oleh koperasi sebagian besar merupakan kredit yang bersifat produktif, para pedagang meminjam uang untuk mengembangkan usahanya.
89
4.4 Peran Pemerintah Daerah dalam Mengembangkan Pasar Baru Bandung 4.4.1 Mekanisme dan Pengelolaan Pasar Baru Pengelolaan pasar di Kota Bandung berada dibawah wewenang Pemerintah Daerah. Sejak tahun 1971, Pasar Baru Bandung dikelola oleh Perusahaan Pasar yang berada dibawah Dinas Pendapatan Daerah. Berdasarkan S.K. Walikotamadya Daerah Tingkat II Bandung No. 16675/71 tertanggal 25 November 1971 telah menunjuk Kepala Dinas Pendapatan Daerah sebagai Project Officer peremajaan Pasar Baru yaitu Rusmana Ardiwinata, S.H. (Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984). Dalam merehabilitasi bangunan Pasar Baru, Pemerintah Daerah Kota Bandung mengikutsertakan peran swasta. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Daerah dan swasta umumnya berkaitan dengan pengaturan jangka waktu penggunaan lahan dan kesepakatan pengelolaan retribusi, termasuk pembagian keuntungan. Kerja sama pemda dan pihak swasta berlangsung selama 20-30 tahun. (Budiyati dalam Suryadarma, 2007: 18). Pelaksana pembangunan Pasar Baru dipegang oleh PT. Unicor dengan perjanjian kerjasama dimulai tahun 1971-1979. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan mengalami keterlambatan sehingga sampai tahun 1979 bangunan Pasar Baru belum juga dapat diselesaikan. Oleh karena itu, berdasarkan Addendum No. 14393/79 tertanggal 10 Oktober 1979, PT. Unicor harus menyelesaikan pembangunan Pasar Baru paling lambat tanggal 30 Juni 1980. Permasalahan pembangunan ini menjadi berlarut-larut sehingga pada tahun 1995 dilakukan pemutusan hubungan kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat II
90
Bandung dengan PT. Unicor yang pada saat itu sudah berganti nama menjadi PT. Karangsari Permai. (Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984). Pada tahun 1992, pengelolaan Pasar Baru berada di bawah Dinas Pasar dengan menempatkan beberapa Koordinator Wilayah (Korwil) yang membawahi beberapa pasar di Kotamadya Dati II Bandung. Salah satunya adalah korwil Pasar Baru yang membawahi Pasar Cikapundung, Banceuy, Kota Kembang, Wastukencana, Balubur, Simpang, Gandok serta Mambo Cikapundung dan Banceuy. Sedangkan ketika Dinas Pasar berubah menjadi Dinas Pengelolaan Pasar, Dinas ini menempatkan seorang kepala pasar yang biasanya berstatus PNS yang bertugas mengelola administrasi pasar dan sekaligus memelihara pasar. Dalam Keputusan Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung No. 22 Tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kepala Pasar disebutkan bahwa selain mengumpulkan retribusi, tugas kepala pasar adalah mengkoordinasi pelayanan pasar, ketertiban, dan kebersihan pasar sesuai wilayah kerjanya. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, kepala pasar dibantu oleh beberapa orang staf yang umumnya pegawai honorer. (Budiyati dalam Suryadarma, 2007: 26). Saat ini, pengelolaan Pasar Baru berada ditangan PT. Atanaka Persada Permai sebagai pelaksana pembangunan sekaligus pengelola, sedangkan pasar tradisional atau basahan berupa sayuran yang terletak di basement 1 dan 2 tetap ditangani pengelolaannya oleh PD. Pasar Bermartabat. Pengelola juga bekerjasama dengan Koperasi Pedagang Pasar Baru dan Himpunan Pedagang Pasar Baru (HP2B).
91
Berkaitan dengan hal di atas, retribusi perdagangan pasar di Kota Bandung diatur dalam Peraturan Daerah No. 20/2001. Retribusi dibedakan atas empat macam, yaitu retribusi pasar, retribusi ketertiban, retribusi hewan di areal pasar, dan retribusi kakus. Retribusi yang dipungut diserahkan kepada koordinator untuk diteruskan ke kepala Unit Pengelola Teknis Dinas Pasar (UPTD), dan disetor ke PD. Pasar, yang selanjutnya disetor ke kas Pemerintah Daerah. (Akhmadi dalam Suryadarma, 2007: 21-22). Retribusi pelayanan pasar merupakan salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Melalui PD. Pasar, Pemerintah Daerah menargetkan jumlah tertentu dan dinas pasar pun menargetkan jumlah tertentu pada setiap pasar yang ada di bawah pengelolaannya. Di Pasar Baru, retribusi yang harus dibayar oleh pedagang meliputi retribusi pasar, kebersihan dan keamanan. Jumlah retribusi yang harus dibayar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.8 Jumlah Penerimaan Retribusi di Pasar Baru Bandung Tahun 1971-2003 Jenis Retribusi/Hari Pasar Kebersihan Keamanan 1971 260.000 32.000 68.000 1984 260.000 32.000 68.000 1992 418.000 95.700 1998 1.233.340 2003 ± 6.000.000 Sumber: Diolah dari Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984, data Pasar Baru Tahun 1992 dan laporan income Bulan Oktober 1998 Korwil Pasar Baru, wawancara dengan pedagang tanggal 8-9 Oktober 2009 dan 14 Februari 2010. Tahun
92
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum pembayaran retribusi ada yang dibayar secara harian atau atas dasar frekuensi penggunaan. Pemungutan retribusi dilakukan oleh petugas khusus seperti pemungut retribusi, pemungut kebersihan, koordinator kebersihan, juru sapu, juru parkir, dan petugas bongkar muat. Pada tahun 1984, terjadi perbedaan penerimaan pada hari biasa dan hari minggu yang cenderung menurun disebabkan banyaknya pedagang tekstil yang menutup tokonya. Sedangkan pada tahun 1992, retribusi pasar sudah mencakup kebersihan juga. Setelah bangunan mengalami renovasi pada tahun 2002, retribusi yang dikenakan terhadap pedagang mencakup telepon, listrik dan servis lainnya. Pembayaran langsung kepada pihak PT. APP, setiap bulannya pedagang mengeluarkan ± Rp. 1.000.000 tergantung ukuran dan jumlah kios yang dimiliki. (Wawancara dengan Ibu Hj. Indra Yeni, pedagang pakaian jadi).
4.4.2 Renovasi Bangunan Pasar Baru Perkembangan Pasar Baru yang sangat pesat seperti sekarang ini tidak terlepas dari peran Pemerintah Daerah sebagai pengelola utama. Khususnya kini berada dibawah wewenang PD. Pasar Bermartabat Kota Bandung. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah merenovasi bangunan pasar dengan bentuk bertingkat. Sehingga dengan lahan yang terbatas mampu menampung jumlah pedagang dan pembeli lebih banyak. Peremajaan pusat pertokoan ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pembeli. Pasar menjadi lebih teratur, tertib, bersih dan sehat sebagai suatu pusat petokoan yang modern. Hal tersebut juga dapat memperindah wajah Kotamadya
93
Bandung dengan bangunan yang tertata rapi dan menghindari kesan kumuh. Secara tidak langsung juga menambah pendapatan Pemerintah Kotamadya Bandung. Dalam proses renovasi, Pemerintah Daerah cenderung melibatkan pihak swasta sebagai pelaksana pembangunan. Hal tersebut terjadi karena Pemerintah Daerah tidak mempunyai anggaran khusus untuk merenovasi pasar. Sejak berdirinya Pasar Baru, setidaknya sudah tiga kali renovasi dilakukan terhadap bangunannya. Pada renovasi tahun 1971, pemerintah daerah kotamadya dati II Bandung bekerjasama dengan PT. Unicor sebagai pelaksana pembangunan. Sedangkan pengelolaannya berada ditangan perusahaan pasar di bawah Dinas Pendapatan Daerah. Bentuk bangunan berlantai empat dirancang sesuai dengan model bangunan pada saat itu, terdiri dari basement, lantai 519 (atas), lantai 170, lantai 142, lantai 006 dan 003. (Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984). Kerjasama dilakukan dalam bentuk pembangunan fisik pasar dengan jangka waktu dari tahun 1971-1978, akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat pertikaian antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan PT. Unicor. Hal tersebut mengakibatkan terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pembangunan Pasar Baru sehingga secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengelolaan dan pola perdagangan, khususnya membawa berbagai
masalah
bagi
pedagang
dan
pengunjung.
Sejalan
dengan
perkembangannya, terjadi pemutusan kerjasama secara sepihak oleh pemerintah daerah kotamadya dati II Bandung karena terjadinya berbagai permasalahan berkaitan dengan pembangunan yang tidak kunjung selesai.
94
Bangunan pasar tradisional yang berubah menjadi gedung bertingkat ternyata menciptakan sejumlah persoalan. Struktur bertingkat yang ada saat ini dinilai mengganggu keamanan dan kenyamanan pedagang dan pembeli. Sebut saja di antaranya konstruksi anak tangga ke lantai atas atau bawah yang tinggi dan curam, ruang-ruang berdagang yang sempit, kurang tersedianya tempat sampah, air bersih, saluran air, pengaturan ruang udara/ventilasi, dan tempat parkir. Struktur tangga yang curam dan tinggi juga menyebabkan pembeli enggan berbelanja ke lantai atas. Bentuk tangga yang curam dan sempit telah menyulitkan pembeli saat membawa barang belanjaan, begitu pula bagi pedagang yang akan mengisi kios-kiosnya dengan barang dagangan. Akibatnya sebagian pedagang di lantai atas pindah ke lantai bawah atau beralih menjadi pedagang kaki lima (PKL) dan sebagian lagi bahkan tidak lagi bisa berdagang karena kurangmya pembeli. (Budiyati dalam Suryadarma, 2007: 19). Pembangunan yang tidak kunjung selesai telah menyebabkan berbagai permasalahan pada kondisi fisik bangunan yaitu atap lantai II banyak yang bocor dan kotor karena rembesan air dari lantai atas (top floor), sering terjadi banjir terutama di bagian belakang lantai II yang disebabkan terlalu kecilnya saluran air juga terletak dibawah saluran inti serta di lantai I terdapat tembok yang retak-retak dan lantai yang bobol (Ikhtisar Kronologis Pasar Baru Bandung Tahun 1984). Permasalahan tersebut berdampak buruk terhadap pengelolaan, pelayanan terhadap pedagang dan pembeli bahkan sudah bersifat membahayakan. Kondisi Pasar Baru sudah tidak layak lagi dipergunakan sebagai tempat berjualan, baik dari segi struktur bangunan, jaringan listrik yang sangat
95
mengkhawatirkan, maupun saluran air kotor dan air bersih, sehingga membahayakan para pedagang dan pengunjung. (Salinan Keputusan Walikota Bandung Nomor: 511.2/Kep. 874-Huk/2002). Akibatnya, pada akhir dekade 1990-an, bangunan ini dikenal sebagai bangunan kumuh yang tidak terawat. Mengingat kondisi Pasar Baru sudah tidak mendukung terhadap keindahan kota dan secara teknis sudah tidak layak, maka tahun 2001 Pasar Baru direncanakan untuk direnovasi kembali. Maka tahun 2002, pemerintah Kota Bandung melakukan renovasi terhadap bangunan pasar dengan bekerjasama dengan PT. Atanaka Persada Permai. Proses kerjasama pembangunan/renovasi menggunakan konsep memadukan pengelolaan pasar tradisional dengan pasar modern dengan masa pengelolaan selama lima tahun. Dasar perjanjian kerjasama pembangunan dan pengelolaan Pasar Baru adalah perjanjian kerjasama No. 511.2/1167-Bag. Huk./2001 tanggal 27 Juni 2001, Addendum PKS No. 602.1/1-B.HUK/2003 tanggal 10 Januari 2003 dan Addendum kedua PKS No. 602.1/29-Huk/2003 tanggal 18 Februari 2003. PD. Pasar Bermartabat Kota Bandung memberikan keleluasaan kepada pihak ketiga untuk mengelola dan memasarkan ruang dagang sesuai dengan konsep manajemen dan pemasaran modern. Pembinaan dilakukan terhadap pengelolaan Pasar Baru, khususnya PT. APP dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dimulai dari pengawasan dari kepala unit Pasar Baru, pembinaan dan pengawasan dari pejabat berwenang yang ada di PD. Pasar Bermartabat, termasuk pencapaian target pendapatan yang harus disetorkan kepada PD. Pasar Bermartabat. Hambatan dan
96
permasalahan yang dihadapi pengelola dalam mengelola operasional Pasar Baru yang menjadi kewenangan PT. APP akan diselesaikan secara internal, tetapi bila harus melibatkan PD. Pasar Bermartabat akan diselesaikan secara koordinatif dengan instansi terkait untuk proses penyelesaiannya. (Wawancara dengan Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset PD. Pasar Bermartabat Kota Bandung, 2009).
4.5 Kontribusi Pasar Baru terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Pedagang Sub bab ini merupakan hasil analisis terhadap pertanyaan penelitian keempat mengenai kontribusi Pasar Baru Bandung terhadap perekonomian Kota Bandung. Baik secara langsung maupun tidak langsung, pasar ini telah memberikan pengaruh
yang besar terhadap kehidupan sosial ekonomi
pedagangnya. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan sosial yaitu mobilitas sosial yang terjadi dalam kehidupan pedagang dan dari kondisi ekonomi berupa tingkat kesejahteraan yang diukur dari pendapatan dan keuntungannya selama berdagang di Pasar Baru. Selain berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi pedagang, Pasar Baru juga berpengaruh terhadap lingkungan sosial sekitarnya yaitu kelurahan Kebon Jeruk. Bahkan lebih luasnya terhadap Kota Bandung dan sekitarnya. Sebagai pusat perekonomian, Pasar Baru mempunyai daya tarik yang luar biasa dengan berbagai aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung didalamnya. Letak pasar yang sangat strategis berada di pusat kota tidak dapat dilepaskan dari dampak yang positif maupun negatif.
97
Salah satu dampak negatif yang dirasakan adalah kemacetan di sekitar kawasan Pasar Baru. Kemacetan bukan hanya terjadi di Jalan Oto Iskandardinata yaitu tepat di depan Pasar Baru. Akan tetapi, juga terjadi di Jalan Pasar Utara, Pasar Timur dan Pasar Selatan (Tamim). Hal tersebut terjadi karena banyaknya volume kendaraan sebagai jalan utama menuju pusat kota. Selain itu, penggunaan sebagian badan jalan sebagai lahan parkir bagi bus-bus pariwisata dan sepeda motor. Banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar trotoar dan angkutan kota yang berhenti di sembarang tempat membuat keadaan menjadi semakin tidak teratur. Keberadaan Pasar Baru juga membawa dampak positif bagi Kota Bandung. Terutama bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung sebagai pengelola pasar di bawah PD. Pasar Bermartabat. Perkembangannya yang pesat sebagai pusat perdagangan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung. PAD ini terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMN, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Retribusi Pasar Baru dapat dilihat pada tabel 4.8. Hal positif lain adalah berkembangannya Pasar Baru menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di Kota Bandung. Perdagangan dilakukan secara grosir dan eceran dengan proses tawar menawar. Pasar Baru memiliki barang andalan yang banyak dicari pembeli yaitu pakaian busana muslim. Ada berbagai faktor yang membuat pengunjung tertarik untuk berbelanja di Pasar Baru. Selain harganya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan tempat lain. Kualitas dari barang-barang yang diperdagangkannya juga tidak kalah bersaing. Terutama
98
untuk jenis produk tekstil dan pakaian jadi, jumlah barangnya sangat beragam. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Sebagian besar pembeli adalah pedagang kecil yang membeli barang secara grosir untuk dijual kembali. Pasar Baru bukan hanya dikenal oleh masyarakat Kota Bandung. Setiap hari Pasar Baru didatangi pembeli dari berbagai daerah. Diantaranya adalah dari Semarang, Surabaya, Jakarta, Cianjur, dan Garut. Bahkan terkenal di Indonesia dan Asia Tenggara. Sehingga Pasar Baru dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata belanja di Kota Bandung. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya wisatawan yang datang mengunjungi Pasar Baru. Baik wisatawan domestik maupun
mancanegara,
yang
terbanyak
khususnya
dari
Malaysia
(http://www.pasarbarutradecenter.co.id.).
4.5.1 Tingkat Kesejahteraan Pedagang Keberadaan Pasar Baru juga telah memberikan dampak bagi kelangsungan hidup pedagang dalam aspek ekonomi. Faktor ekonomi ini menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan taraf kehidupan terutama dalam hal pemenuhan hidup sehari-hari yang dinilai semakin memberatkan. Kehidupan ekonomi seseorang sangat mempengaruhi kehidupan sosialnya. Sangatlah manusiawi jika seseorang menginginkan kehidupan yang lebih baik dan layak dalam aspek sosial, oleh karena itu seseorang akan selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang ekonomi. Keterlibatan pedagang dalam kegiatan perdagangan di Pasar Baru telah memberikan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan hidupnya. Tingkat
99
kesejahteraan pedagang dapat dilihat dari pendapatan dan keuntungan yang diperoleh sebagai akibat dari volume penjualan yang meningkat. Pada umumnya, pendapatan dan keuntungan yang diperoleh pedagang Pasar Baru biasanya dipergunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok sehari-hari bahkan kelebihannya dapat membeli kebutuhan sekunder bahkan tersier juga dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih maju. Adapun harga rata-rata eceran bahan pokok di Bandung akan diuraikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.10 Harga Rata-Rata Eceran Bahan Pokok di Kota Bandung Tahun 1971-2003 Harga Komoditi Beras Ikan Telur Minyak Minyak Gula Garam Tahun (Kg) Asin (Butir) Goreng Tanah Pasir (/400gr) (Kg) (Liter) (Liter) (Kg) 1989 454,80 133,20 294,92 886,23 79,69 1991 609,05 2.749,58 265,39 966,89 264,81 1.127,23 214,58 1992 601,32 2.579,62 276,35 1.090,78 267,71 1.219,72 235,07 1993 574,17 2.240,00 215,17 1.066,25 349,48 1.250,00 225,00 1994 760,00 3.432,00 225,00 1.158,00 350,00 1.283,00 244,00 1995 871,28 2.774,17 245,88 1.654,90 350,00 1.463,65 425,00 1996 890,21 1.567,22 299,23 1.558,89 350,00 1.487,78 180,21 1997 937,85 4.540,90 307,68 2.091,47 402,87 1.649,58 376,88 1998 1.994,92 10.113,69 528,75 4.688,81 453,34 3.060,54 177,68 1999 2.309,58 15.539,08 760,72 4.278,63 454,34 3.276,36 270,75 2000 2.299,93 14.208,84 730,55 4.985,86 487,35 3.161,07 315,40 2001 2.833,71 15.172,90 792,80 5.368,33 684,09 4.094,51 329,70 2002 2.657,55 16.808,54 870,16 6.365,97 1.034,41 4.286,86 374,87 2003 2.901,10 16.750,39 877,89 5.641,03 1.134,33 4.661,75 445,89 Sumber: diolah dari Kotamadya Bandung dalam angka dan Kota Bandung dalam angka, Statistik Harga Konsumen Kota Bandung Tahun 1989-2003, Badan Pusat Statistik.
Penulis hanya mencantumkan harga konsumen dari tahun 1989-2003 karena tidak menemukan data dari tahun 1971-1988. Berdasarkan tabel di atas,
100
dapat diketahui bahwa harga ketujuh bahan pokok tersebut mengalami kenaikan setiap tahunnya, walaupun terdapat harga bahan pokok yang mengalami penurunan dengan persentase yang sangat kecil. Hal tersebut telah memberikan pengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh pedagang, gaji pegawai serta upaya untuk mengembangkan usahanya. Pedagang Pasar Baru dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu pedagang besar dan pedagang kecil. Hal tersebut berdasarkan banyaknya barang yang diperdagangkan, jumlah modal, pendapatan, kepemilikan kios dan tenaga kerja. Pedagang besar adalah orang atau lembaga yang membeli dan menjual barang atas namanya sendiri dalam jumlah besar. Sedangkan pedagang kecil adalah pedagang yang membeli barang dari pedagang besar untuk dijual kembali secara eceran. Berikut ini akan dijelaskan anggaran rumah tangga beberapa pedagang Pasar Baru. Bapak Drs. H. A. Eddy L.S. adalah seorang pedagang pakaian seragam sekolah di Pasar Baru. Beliau mempunyai satu buah kios di basement 2 dan dua buah kios di ITC Kebon Kelapa. Pada bulan Juni tahun 1995, pendapatan yang didapatkan adalah ± Rp. 16.000.000. sehingga beliau termasuk kategori pedagang besar. Keuntungan tersebut digunakan untuk menanggung biaya hidup istri dan dua orang anaknya. Berikut ini adalah rincian anggaran belanja rumah tangganya. Penghasilan selama satu bulan
± Rp. 16.000.000
Pengeluaran Beras untuk empat orang 30 Kg x @ Rp. 900 = Rp. 27.000 Lauk pauk
= Rp. 225.000
101
Biaya sekolah dua orang anak*
= Rp. 500.000
Listrik
= Rp. 150.000
Biaya lain-lain**
= Rp. 100.000 +
Jumlah pengeluaran
= Rp.
Sisa
912.000 -
Rp. 15.088.000
Ket: *Biaya sekolah Perguruan Tinggi dan SMA **Biaya minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi dan shampo. Berdasarkan perincian tersebut diketahui bahwa Bapak Eddy memperoleh keuntungan yang besar dari hasil usahanya. Sisa dari penghasilan tersebut digunakan untuk modal usaha konveksinya membuat pakaian seragam sekolah. Kemudian
digunakan
untuk
membayar
gaji
pegawainya
dan
untuk
mengembangkan usahanya dengan cara membuka kios di tempat lain. (Wawancara dengan Bapak Eddy, tanggal 9 Oktober 2009). Selanjutnya adalah Ibu Ai, seorang pedagang tas sekolah anak-anak. Beliau termasuk pedagang kecil. Beliau hanya mempunyai satu kios di lantai 2. Penghasilan Ibu Ai pada tahun 1997 adalah ± Rp. 3.700.000 yang digunakan untuk membiayai keluarganya. Berikut adalah perincian anggaran rumah tangganya. Penghasilan selama satu bulan
± Rp. 3.600.000
Pengeluaran Beras untuk lima orang 35 Kg x @ Rp. 950 = Rp. 33.250 Lauk pauk
= Rp. 100.000
Biaya sekolah dua orang anak*
= Rp. 200.000
102
Listrik
= Rp. 45.000
Biaya lain-lain**
= Rp. 60.000 +
Jumlah pengeluaran
= Rp. 438.250 -
Sisa
Rp. 3.161.750
Ket: *Biaya sekolah SD dan SMP **Biaya minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi dan shampo. Dari perincian di atas, Ibu Ai mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari hasil usahanya. Sisa dari penghasilan tersebut digunakan untuk modal untuk membuat pakaian tas sekolah anak-anak. Kemudian digunakan untuk membayar gaji pegawainya dan kebutuhan tidak terduga, seperti undangan pernikahan dan lain sebagainya. (Wawancara dengan Ibu Ai, tanggal 8 Oktober 2009). Bapak Deddy Saffrudin adalah penjual daging yang dikategorikan sebagai pedagang besar. Hal tersebut dikarenakan kerjasama yang dilakukan Pak Deddy dengan Pak H. Wawan sebagai pemasok daging bagi pedagang kecil di pasar lain di Kota Bandung. Beliau membeli sapi di daerah Cijapati, memotong sendiri kemudian menjualnya dalam bentuk daging. Penjualan dilakukan dalam jumlah besar. Pendapatan satu bulan sekitar Rp. 30.000.000 yang digunakan untuk membiayai rumah tangga dan tiga orang anak. Berikut ini adalah rincian anggaran belanja rumah tangganya. Penghasilan selama satu bulan
± Rp. 30.000.000
Pengeluaran Beras untuk lima orang 45 Kg x @ Rp. 600 = Rp. Lauk pauk
= Rp.
27.000 200.000
103
Biaya sekolah tiga orang anak*
= Rp. 1.500.000
Listrik
= Rp.
170.000
Biaya lain-lain**
= Rp.
100.000 +
Jumlah pengeluaran
= Rp. 1. 997.000 -
Sisa
Rp. 28.003.000
Ket: *Biaya sekolah Perguruan Tinggi **Biaya minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi dan shampo. Berdasarkan
perincian
tersebut
diketahui
bahwa
Bapak
Deddy
memperoleh keuntungan yang besar dari hasil usahanya. Sisa dari penghasilan tersebut digunakan untuk modal membiayai usahanya. Kemudian digunakan untuk membayar gaji pegawainya (Wawancara dengan Bapak Deddy Saffrudin tanggal 14 Februari 2010). Bapak Dede Sopriatna adalah pedagang sayuran. Beliau juga termasuk pemasok sayuran bagi pedagang pasar lain, usaha catering dan rumah makan di Kota Bandung. Oleh karena itu, beliau dikategorikan sebagai pedagang besar yang mempunyai delapan meja di basement 2. Penghasilannya selama satu bulan kurang lebih Rp. 30.000.000 yang digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga dengan tiga orang anak. Berikut ini adalah rincian anggaran belanja rumah tangganya. Penghasilan selama satu bulan
± Rp. 30.000.000
Pengeluaran Beras untuk lima orang 40 Kg x @ Rp. 600 = Rp. 24.000 Lauk pauk
= Rp. 150.000
104
Biaya sekolah tiga orang anak*
= Rp. 700.000
Listrik
= Rp. 125.000
Biaya lain-lain**
= Rp. 100.000 +
Jumlah pengeluaran
= Rp. 1.099.000 -
Sisa
Rp. 28.901.000
Ket: *Biaya sekolah SD, SMP dan SMA **Biaya minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi dan shampo. Berdasarkan perincian tersebut diketahui bahwa Bapak Dede telah memperoleh keuntungan yang besar dari hasil usahanya. Akan tetapi, keuntungan tersebut adalah pendapatan kotor. Hal tersebut dikarenakan belum dikurangi untuk menggaji pegawainya sebanyak lima orang dan satu orang supir. Sisa dari penghasilan tersebut digunakan untuk modal usahanya membeli sayuran dan biaya transportasi. (Wawancara dengan Bapak Dede Sopriatna tanggal 14 Februari 2010). Terakhir adalah Ibu Hj. Indra Yeni yang berdagang pakaian jadi di Pasar Baru. Barang dagangan yang menjadi andalam adalah celana pendek dari berbagai model dan ukuran. Beliau adalah pedagang pertama yang komoditasnya mengkhususkan diri pada celana pendek. Kios yang dimiliki berjumlah tiga buah, di basement 1, lantai 3 dan lantai 4 (Wawancara dengan Ibu Hj. Indra Yeni tanggal 8 Oktober 2009). Pendapatannya dalam satu bulan sekitar Rp. 21.000.000 yang digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga dan kedua anaknya. Berikut ini adalah rincian anggaran belanja rumah tangganya. Penghasilan selama satu bulan
±Rp.21.000.000
105
Pengeluaran Beras untuk empat orang 30 Kg x @ Rp. 2.900
= Rp. 87.000
Lauk pauk
= Rp. 300.000
Biaya sekolah dua orang anak*
= Rp. 500.000
Listrik
= Rp. 125.000
Biaya lain-lain**
= Rp. 100.000 +
Jumlah pengeluaran Sisa
= Rp.1.412.000 Rp. 19.588.000
Ket: *Biaya sekolah SD dan SMP **Biaya minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi dan shampo. Dapat diketahui bahwa Ibu Yeni memperoleh keuntungan dari hasil usahanya. Sisanya beliau gunakan untuk membayar gaji empat pegawai, membayar rumah kontrakan, membayar sewa kios dan menimbun barang sebagai modal usaha (Wawancara dengan Ibu Hj. Indra Yeni tanggal 8 Oktober 2009). Berdasarkan dari keterangan para narasumber yaitu para pedagang Pasar Baru, pendapatan yang mereka dapatkan telah cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Apabila dihubungkan dengan harga bahan pokok, pendapatan mereka lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk membayar biaya kios, gaji pegawai serta untuk meningkatkan usahanya baik dengan menimbun barang, membuka cabang di pasar lain atau menambah kios di Pasar Baru. Sehingga dapat dikatakan bahwa pedagang Pasar Baru termasuk kategori sejahtera dilihat dari pendapatan dan keuntungan yang mereka peroleh dari berdagang.
106
4.5.2 Mobilitas Sosial Pasar Baru juga berdampak terhadap mobilitas sosial pedagang. Menurut Willa Huky (Saripudin, 2005: 54) mobilitas sosial adalah gerakan perorangan atau grup dalam masyarakat dari suatu stratum ke stratum yang lainnya. Pada dasarnya mobilitas sosial terdiri dari mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau kelompok dalam masyarakat dari satu kedudukan sosial ke kedudukan sosial yang lain yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, terdiri dari dua jenis yaitu gerak naik dan gerak turun. Sedangkan mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau kelompok dalam masyarakat dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial yang lain dan sifatnya sederajat. Pada pedagang Pasar Baru, mobilitas yang terjadi cenderung bersifat vertikal baik gerak naik maupun gerak turun. Pedagang yang mengalami mobilitas sosial vertikal naik, dilihat dari segi ekonomi mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, Ibu Indra Yeni yang sebelum berdagang di Pasar Baru sudah memulai usahanya berdagang di kaki lima. Telah terjadi perpindahan kedudukan dari pedagang kaki lima menjadi pedagang Pasar Baru yang telah mempunyai tiga kios. Ibu Ai yang berdagang tas sekolah dan mempunyai satu kios di Pasar Baru, kini hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sebelum terjadi renovasi pada tahun 2002, Ibu Ai juga mempunyai usaha konveksi yang mendukung usaha dagangnya tetapi kini ia hanya bekerja sambilan membantu suaminya sebagai
107
buruh di usaha konveksi orang lain. Hal tersebut dapat terlihat bahwa Ibu Ai mengalami mobilitas sosial vertikal dengan gerak turun. Berbeda dengan Bapak Deddy yang mengalami mobilitas sosial vertikal gerak naik dan turun. Pak Deddy mengalami gerak turun ketika profesinya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) beralih menjadi wiraswasta yaitu pedagang daging. Akan tetapi, sebagai pemasok daging atau agen, Pak Deddy memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada berprofesi sebagai PNS. Jadi, Pak Deddy juga mengalami mobilitas sosial gerak naik. Selain pedagang sebagai pemilik usaha, pegawai yang bekerja pada mereka juga mengalami mobilitas sosial. Baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Mobilitas sosial vertikal terjadi pada pegawai yang msih mempunyai hubungan saudara dengan pemilik usaha. Bapak Heri sebelum mempunyai usaha pakaian jadi seperti sekarang. Beliau terlebih dahulu bekerja membantu kakaknya yang telah mempunyai usaha. Setelah beberapa tahun bekerja dan dapat mengumpulkan modal sendiri, kemudian Pak Heri berdagang pakaian jadi miliknya sendiri. Hal tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi mobilitas sosial vertikal dengan gerak naik. Selain mobilitas vertikal, perpindahan status yang bersifat sederajat (mobilitas horizontal) juga terjadi di Pasar Baru. Ada pedagang yang tetap berprofesi sebagai pedagang tetapi mengalami perubahan dalam barang dagangan yang diperjualbelikannya. Sebelumnya menjual pakaian jadi kemudian beralih berjualan sepatu atau tas. Mobilitas horizontal juga terjadi ketika perubahan Dinas Pasar menjadi PD. Pasar karena tugas dan kewenangannya tetap yaitu mengelola
108
pasar di Kota Bandung. Salah satunya adalah Pasar Baru sebagai pasar yang sukses dikelola pihak swasta. Perubahan yang dialami pedagang dan pegawainya bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Keberhasilan tersebut merupakan suatu proses perjuangan panjang yang menggambarkan etos kerja yang penuh dengan kedisiplinan, kerja keras, pantang menyerah, ulet dan sabar. Usahanya yang kian berkembang dari usaha kecil menjadi usaha yang lebih besar dengan berbagai cabang menggambarkan pedagang memiliki jiwa kewirausahaan. Sehingga perpindahan lapisan sosial merupakan hasil dari etos kerja yang dimilikinya (Saripuddin, 2005: 55).