BAB IV DASAR–DASAR PERANCANGAN DAN RENCANA PENGOLAHAN
V.1
Umum
Perencanaan, perancangan, konstruksi, dan operasi suatu instalasi pengolahan air limbah merupakan hal yang kompleks, karena tidak hanya melibatkan unsur lingkungan dan teknik, tetapi juga politik dan sosial. Oleh karena itu, selain ditujukan untuk mengurangi konsentrasi polutan dalam air limbah hingga memenuhi baku mutu, perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pengoperasian suatu instalasi harus mempertimbangkan dampak-dampak sosial dan politik yang mungkin timbul terhadap lingkungan sekitar lokasi. Dampak-dampak tersebut misalnya: -
menimbulkan gangguan estetika, contohnya bau
-
mengubah kualitas badan air penerima sehingga peruntukkannya berubah
-
menurunkan harga tanah yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan populasi manusia dan perkembangan daerah sekitar lokasi
-
menyebarkan penyakit bawaan air.
Faktor–faktor yang menjadi dasar perencanaan instalasi pengolahan air limbah meliputi: 1. lingkup pelayanan 2. baku mutu air 3. karakteristik air limbah 4. lokasi instalasi pengolahan air limbah
IV.2
Lingkup Pelayanan
Air limbah yang berasal dari aktivitas pabrik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu air limbah domestik dan air limbah industri. •
Air limbah domestik
IV-1
Menurut Keputusan MENLH No 112 Tahun 2003, air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha/kegiatan pemukiman, perniagaan, perkantoran, apartemen, dan asrama, sedangkan yang dimaksud dengan air limbah domestik di lingkungan pabrik adalah air limbah hasil kegiatan perkantoran, contohnya air limbah dari kamar mandi dan dapur. •
Air limbah industri Air limbah industri adalah air buangan yang merupakan hasil samping dari proses produksi. Air limbah industri dari PT Z mempunyai karakteristik yang berbeda–beda tergantung dari proses yang berlangsung dan bahan baku yang digunakan. Contoh, air limbah proses fermentasi memiliki kualitas yang berbeda dengan air limbah dari proses lainnya. Air limbah proses fermentasi mengandung garam dalam jumlah yang sangat besar sehingga membutuhkan pengolahan pendahuluan khusus untuk menyisihkan garam-garam tersebut.
Instalasi pengolahan air limbah di PT Z direncanakan untuk mengolah seluruh air limbah dari proses produksi, kecuali air limbah dari area fermentasi. Air limbah domestik tidak diolah di instalasi pengolahan karena sudah diolah di dalam tangki septik.
IV.3
Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah persyaratan kualitas air yang ditetapkan oleh suatu negara atau daerah untuk keperluan perlindungan dan pemanfaatan air pada negara atau daerah bersangkutan. Di dalam pengelolaan kualitas air dikenal dua macam baku mutu air, yaitu : 1. Stream standard merupakan baku mutu badan air, yaitu batas kadar polutan yang diperbolehkan terdapat dalam badan air agar badan air tetap dapat berfungsi sesuai peruntukannya (Kep-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan).
IV-2
2. Effluent standard merupakan baku mutu air limbah, yaitu batas kadar polutan yang terdapat dalam air limbah yang diijinkan dibuang ke badan air, (Kep02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan).
Kedua baku mutu di atas dapat diterapkan sebagai acuan pengolahan air limbah PT Z. Stream standard dapat digunakan karena kualitas air Sungai Cijengkol masih memenuhi standar peruntukkan air kelas III, yaitu irigasi dan budi daya ikan, sedangkan effluent standard digunakan apabila kualitas badan air sudah buruk. Kualitas air Sungai Cijengkol dan baku mutu badan air yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 disajikan pada Tabel II.2.
Perencanaan IPAL PT Z menggunakan effluent standard untuk mencegah penurunan kualitas badan air karena PT Z berada dalam wilayah industri yang akan mengalami pengembangan dan untuk memudahkan pemeriksaan kualitas efluen IPAL yang akan dibuang ke badan air, karena stream standard dipengaruhi oleh debit sungai saat itu. Effluent standard yang menjadi acuan dalam mengolah air limbah di PT Z adalah baku mutu yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999 seperti yang disajikan dalam Tabel IV.1.
Perencanaan IPAL PT Z menggunakan baku mutu limbah cair golongan I kecuali untuk COD dan BOD, dengan pertimbangan ekonomi karena semakin besar penyisihan polutan yang harus dilakukan, biaya yang dibutuhkan akan semakin besar.
IV-3
Tabel IV.1 Baku Mutu Air Limbah Industri No
Parameter Analisis A. FISIKA Temperatur Zat padat terlarut (TDS) Zat padat tersuspensi (TSS) B. KIMIA pH Besi (Fe) Fluorida (F) Amoniak bebas (NH3-N) Nitrat Nitrit BOD COD Fenol MBAS Minyak & lemak
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 IV.4
Satuan 0
Baku Mutu Limbah Cair Golongan I Golongan II
C mg/l mg/l
38 2000 200
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
5 2 1 20 1 50 100 0,5 5 10
38 4000 4000 6-9 10 3 5 30 3 150 300 1 10 50
Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah terdiri dari kuantitas dan kualitas air limbah.
IV.4.1 Kuantitas Air Limbah Kuantitas dinyatakan dengan debit air limbah. Debit air limbah dari proses produksi berfluktuasi, sebanding dengan kapasitas produksi setiap saat. Data debit yang dibutuhkan dalam perencanaan instalasi pengolahan meliputi debit air limbah ratarata, minimum, dan maksimum. -
Debit air limbah rata–rata (Qr), adalah debit rata–rata yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit rata–rata digunakan untuk menentukan kapasitas pengolahan dan pengembangan instalasi. Debit rata–rata dapat juga digunakan untuk memperkirakan kapasitas pompa dan biaya pengadaan bahan kimia.
-
Debit air limbah maksimum (Qmaks), adalah debit air limbah maksimum yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit maksimum hari
IV-4
diperlukan untuk menentukan waktu detensi minimum di dalam unit pengolahan. -
Debit air limbah minimum (Qmin), adalah debit air limbah minimum yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit air limbah minimum berguna dalam penentuan ukuran saluran agar deposisi solids tidak terjadi ketika debit air berada dalam kondisi minimum (Metcalf & Eddy, 2004).
Data variasi debit diperlukan juga untuk menentukan kapasitas instalasi apabila terjadi kenaikan produksi yang menyebabkan kenaikan jumlah air limbah sehingga memerlukan perluasan instalasi pengolahan. Pada umumnya instalasi dibangun dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas yang dibutuhkan saat pembangunan instalasi tersebut. Hal ini ditujukan agar instalasi tetap dapat mengolah air limbah apabila sewaktu-waktu kapasitas naik. Penentuan kapasitas instalasi dalam pengolahan air limbah didasarkan hal-hal berikut ini : •
kemudahan pengembangan, hal ini berhubungan dengan tersedianya lahan dll,
•
kinerja unit-unit pengolahan pada tahun awal IPAL dioperasikan, karena kapasitas instalasi tidak boleh terlalu besar dibandingkan dengan beban pengolahan, dan
•
kenaikan kapasitas produksi.
(Qasim,1985)
Penetapan kapasitas instalasi pengolahan air limbah PT Z didasari oleh tiga hal tersebut di atas. Faktor pertama yang mendasari penentuan kapasitas instalasi adalah kenaikan kapasitas produksi.
PT Z mempunyai izin operasi hingga mencapai
produksi kecap 30000 ton/tahun, saus 2000 ton/tahun, dan tepung 2500 kg/tahun, sedangkan produksi riil per tahun saat ini adalah 22600 ton kecap, 457 ton saus, dan 287 kg tepung, maka kenaikan produksi sebesar ± 25% akan sebanding dengan kenaikan jumlah air limbah. IPAL PT Z direncanakan untuk dapat mengolah air limbah dengan debit yang dihasilkan pada saat kapasitas produksi kecap mencapai maksimum, yaitu 30000 ton, dan apabila produksi masih mengalami kenaikan,
IV-5
perluasan instalasi diperlukan. Kenaikan kapasitas produksi yang hanya 25% memungkinkan instalasi dibangun dengan ukuran yang disesuaikan dengan kapasitas mendatang, sehingga over design tidak akan terjadi pada debit air limbah saat ini. Faktor terakhir yaitu luas lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan instalasi. Lahan yang dipilih untuk lokasi IPAL masih luas, sehingga perluasan instalasi mungkin dilakukan.
Air limbah di PT Z dibagi menjadi dua, yaitu limbah pekat dan limbah ringan. Limbah pekat berasal dari proses pemasakan dan pemisahan kecap dari ampas sedangkan limbah ringan berasal dari proses pencucian dan perebusan kedelai serta air limbah dari area cuci tangan pekerja. Fluktuasi debit selama 1,5 tahun untuk
70 60 50 40 30 20 10 0
Pekat Ringan
Ja n Fe b M ar Ap M r ay Ju n Ju Au l Se g p Oc No t D ev c Ja n Fe b M ar M ei
D e b it (m 3 /h a ri)
limbah pekat dan ringan ditunjukkan pada Gambar IV.1.
Gambar IV.1. Fluktuasi Debit Air Limbah (Data PT Z)
Dari Gambar IV.1 dapat ditentukan debit maksimum, rata-rata, dan minimum untuk limbah pekat dan ringan seperti yang ditampilkan pada Tabel IV.2.
IV-6
Tabel IV.2 Variasi Debit Limbah Pekat dan Ringan Debit (m3/hari)
Limbah pekat
Limbah ringan
Maksimum
14
67
Rata-rata
9
54
Minimum
2
48
Fluktuasi debit sangat besar, sehingga dalam perancangan beberapa alat diperlukan data debit setiap jam. Tabel IV.4 menunjukkan debit limbah pekat dan ringan setiap jam.
Tabel IV.3 Debit Per Jam Jam 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 24.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00
Limbah ringan (m3) 1,8 1,2 2,4 1,5 3,7 2,5 2 2,1 3,1 2,5 2,6 1,5 2,3 2,4 1,3 1 2,2 2,6 1,4 1,3 1,7 1,3 1,2 3
IV-7
Limbah pekat (m3) 0,39 1,12 1,64 1,12 0,39 0,13 0,33 0,33 0,33 0 0,2 0,13 0,85 0,26 0,39 0,13 0,46 0,59 0,46 0,07 0,59 0,39 1,05 0,92
Jumlah (m3) 2,16 2,29 4,07 2,64 4,05 2,67 2,36 2,47 3,44 2,5 2,78 1,68 3,15 2,66 1,69 1,13 2,67 3,15 1,9 1,37 2,29 1,72 2,21 3,94
Pengukuran kuantitas air limbah di PT Z dilakukan menggunakan alat ukur debit mekanis direncanakan akan dipasang di: •
outlet tangki ekualisasi, tujuannya untuk mengontrol debit rata-rata yang akan diolah di instalasi, sehingga operasi dan proses pada unit pengolahan setelah tangki ekualisasi dapat dikontrol
•
outlet IPAL, ditujukan untuk mengetahui kuantitas air limbah yang telah diolah.
IV.3.2 Kualitas Air Limbah Komponen-komponen yang terdapat di dalam air limbah akan memberikan sifat fisik, kimia, dan biologi sehingga air limbah memiliki karakteristik tertentu.
a.
Sifat Fisik
Sifat fisik dari air limbah meliputi temperatur, warna, bau, dan kekeruhan. Parameterparameter ini dibahas secara ringkas pada Tabel IV.4.
Tabel IV.4 Parameter Sifat Fisik Air Limbah Parameter
Deskripsi Temperatur air limbah umumnya sedikit lebih tinggi dari air
Temperatur
bakunya. Temperatur sangat berpengaruh pada aktivitas mikroba, kelarutan gas, dan kekentalan (Qasim,1985).
Kekeruhan
Warna
Kekeruhan pada air limbah disebabkan oleh kandungan suspended solids (Qasim,1985). Warna pada air limbah disebabkan adanya material koloid yang berasal dari bahan baku atau zat warna sisa proses produksi. Bau pada air limbah disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya gas yang
Bau
dihasilkan proses dekomposisi zat organik dan atau karena adanya penambahan substansi–substansi tertentu ke dalam air limbah (Metcalf & Eddy, 2004).
IV-8
b.
Sifat Kimia
Sifat kimia air limbah dinyatakan dalam kandungan komponen organik, suspended solids total, dan senyawa toksik. 1)
Komponen Organik
Komponen organik merupakan polutan utama pada sebagian besar air limbah industri makanan. Keberadaan komponen organik di dalam air, secara langsung akan mengurangi konsentrasi oksigen pada badan air penerima, sehingga komponen ini harus secepat mungkin disisihkan. Berbagai parameter yang dapat digunakan untuk mengestimasi banyaknya komponen organik di dalam air adalah BOD, COD, TOC, DOC, dll, tetapi parameter-parameter tersebut tidak mengungkapkan jenis dari komponen organik. Rasio COD/BOD merupakan angka penting dalam penentuan biodegradabilitas polutan dalam air limbah, jika rasio COD/BOD < 2, maka air limbah tersebut bersifat easily biodegradable (Jordening-Winter, 2002). •
Biochemical Oxygen Demand
Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan parameter yang umum dipakai untuk menyatakan konsentrasi komponen organik di dalam air limbah. BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang digunakan mikroorganisme di dalam proses oksidasi biokimia untuk menguraikan zat organik di dalam air. Nilai BOD penting di dalam perancangan unit pengolahan air limbah untuk: (1) mengetahui organic loading pada unit pengolahan, (2) mengetahui beban pengolahan instalasi, dan (3) bahan evaluasi dari efisiensi sistem pengolahan. •
Chemical Oxygen Demand
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi kimiawai komponen organik di dalam air menjadi anorganik.
Nilai COD akan lebih besar daripada BOD karena lebih banyak komponen organik yang dapat dioksidasi secara kimia daripada biologi.
IV-9
2)
Total Suspended Solids
Di dalam air limbah, total suspended solids disebabkan oleh adanya pasir, silt, clay, dan zat organik. Suspended solids ini bila masuk ke badan air penerima akan mengakibatkan kenaikan kekeruhan dan jika mengendap akan mengganggu kehidupan akuatik. Penguraian padatan organik oleh mikroorganisme di dasar badan air akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan gas yang dapat meracuni biota air (Qasim,1985). 3)
Senyawa Toksik
Senyawa toksik dikelompokkan dalam senyawa toksik yang biodegradable dan nonbiodegradable. Contoh senyawa toksik yang bersifat non-biodegradable adalah logam-logam seperti arsenik, nikel, timbal, dan cadmium sedangkan contoh senyawa toksik yang biodegradable adalah fenol dan sianida. Senyawa toksik nonbiodegradable dapat disisihkan dengan pengolahan pendahuluan, sedangkan senyawa toksik yang bersifat biodegradable dapat disisihkan dengan proses biologi dengan syarat: •
senyawa toksik selalu ada pada air limbah sehingga mikroorganisme dapat beradaptasi dan mendegradasi senyawa tersebut dengan memproduksi suatu enzim
•
tidak terjadi shock loads senyawa toksik, dengan cara mengatur konsentrasi senyawa toksik serendah mungkin dengan konsentrasi yang sama dari waktu ke waktu (Jordening-Winter, 2002).
Keberadaan senyawa toksik dalam air limbah akan mempengaruhi jenis pengolahan, karena proses biologi memiliki keterbatasan untuk mengolah air limbah yang mengandung senyawa toksik dengan konsentrasi yang melebihi kapasitas mikroorganisme.
c.
Sifat Biologi
Air limbah mempunyai sifat biologi yang biasanya dinyatakan dengan konsentrasi dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada air limbah. Perancangan instalasi
IV-10
pengolahan sebaiknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sifat biologi pada air limbah, misalnya: •
kelompok mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah serta peranan kelompok mikroorganisme tersebut untuk pengolahan secara biologi.
•
keberadaan organisme patogen pada air limbah
•
metode untuk mengestimasi jumlah organisme yang berpengaruh di dalam pengolahan air limbah
•
metode untuk mengevaluasi sifat toksik pada air limbah yang telah diolah
(Metcalf & Eddy, 2004).
Kualitas air limbah PT Z telah dianalisis dan hasilnya seperti ditampilkan pada Tabel IV.5.
Tabel IV.5 Kualitas Air Limbah Industri PT Z Parameter analisis TDS TSS pH Besi Fluorida Amoniak Nitrat Nitrit BOD COD a) COD terlarut b) COD tak terlarut Fenol MBAS Minyak & lemak
Limbah Ringan 1666 1820 5,49 0,988 13,24 0,574 3,616 0,046 11451 34700 31577 3123 0 2,944
Baku Mutu 2000 200 6-9 5 2 1 20 1 100 200
mg/l mg/l
Limbah Pekat 9840 14200 3.61 0 7,977 1.866 15,479 0.383 26591 88635 80658 7977 0,027 0,657
mg/l
346,84
121,05
10
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0.5 5
Sumber: Analisis Laboratorium Air Teknik Lingkungan ITB, 2007
IV-11
Pengukuran kualitas air limbah meliputi beberapa sifat fisik dan kimia, tetapi pengukuran sifat biologi yaitu konsentrasi/jumlah mikroorganisme dalam air limbah tidak dilakukan, sebab sifat biologi dianggap kurang berperan di dalam perencanaan sistem pengolahan.
Air limbah PT Z mempunyai temperatur sedikit lebih tinggi daripada temperatur air bakunya dan mempunyai bau yang menyengat. Bau ini timbul karena proses fermentasi gula yang terjadi akibat air limbah pekat berada terlalu lama di dalam saluran. Air limbah pekat PT Z berwarna coklat tua, sedangkan air limbah ringan berwarna keruh.
Komponen pencemar utama dalam air limbah industri PT Z adalah komponen organik karena produk yang dihasilkan dari kegiatan produksi PT Z adalah makanan. Komponen organik diukur dengan parameter COD dan BOD karena hasil pengukuran kedua parameter ini representatif untuk menggambarkan konsentrasi organik dalam air limbah dan perbandingan COD dan BOD penting untuk menentukan sistem pengolahan.
IV.5
Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah
Penentuan lokasi instalasi harus dilakukan secara hati-hati karena harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Seluruh alternatif lokasi yang ada dievaluasi berdasarkan topografi. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan lokasi instalasi diantaranya: •
instalasi terletak pada elevasi yang lebih rendah daripada lokasi produksi, agar air limbah dari proses dapat disalurkan secara gravitasi
•
lokasi terletak pada wilayah pabrik yang tidak dicadangkan untuk pengembangan pabrik
•
lokasi pada lahan yang luas akan lebih menguntungkan untuk perluasan instalasi
•
lokasi dekat dengan badan air penerima
IV-12
•
lokasi instalasi mempunyai akses yang mudah ke pembuangan
•
lokasi tidak terisolasi dari sarana transportasi
•
lokasi berada pada lahan yang memiliki struktur tanah yang kokoh
•
lokasi berada pada lahan yang memiliki kelandaian (Qasim, 1985).
Instalasi pengolahan air limbah di PT Z akan dibangun pada lokasi instalasi eksisting, karena dengan menempatkan instalasi di lokasi tersebut, banyak keuntungan yang diperoleh, diantaranya : •
lokasi berada pada ketinggian setengah meter di bawah ketinggian
pipa
penyaluran air limbah pekat dan ringan, sehingga air limbah dari proses produksi dapat disalurkan secara gravitasi dan menghemat biaya karena tidak membutuhkan pompa. •
lokasi terletak dekat dengan pusat pembuangan limbah padat pabrik sehingga memudahkan pembuangan produk akhir proses pengolahan, contohnya lumpur.
•
lokasi bersebelahan dengan Sungai Cijengkol
•
tersedia lahan yang cukup luas; luas tanah yang disediakan untuk pembangunan dan perluasan IPAL adalah 924 m2.
•
lokasi dekat dengan sarana transportasi dalam pabrik
•
lokasi cukup jauh dari pemukiman penduduk, untuk mencegah gangguan bau dan menghindari persepsi buruk masyarakat terhadap IPAL.
IV.6
Rencana Pengolahan
Air limbah dari proses produksi dibedakan menjadi 2 jenis dan disalurkan melalui saluran yang berbeda. Dari Tabel IV.6 dapat ditentukan jenis polutan pada air limbah pekat dan ringan yang konsentrasinya melebihi baku mutu sehingga memerlukan pengolahan. Terdapat beberapa sistem pengolahan limbah pekat dan ringan, yaitu sebagai berikut: •
Sistem pengolahan I
IV-13
Pengolahan limbah pekat dengan pengolahan fisik, kemudian limbah pekat hasil pengolahan dicampur dengan limbah ringan dan diolah bersamaan pada pengolahan biologi, karena COD limbah ringan juga tinggi. Kelebihan sistem pengolahan ini adalah kapasitas instalasi yang dibutuhkan lebih kecil. Untuk menguji kemungkinan penerapan sistem ini, dimisalkan digunakan unit prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2 unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit anaerob sebesar 90% dan unit pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Hasil perhitungan (Lampiran A) menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah campuran sebesar 865 mg/l. Oleh karena hasil ini tidak memenuhi baku mutu dan minyak yang terdapat pada limbah ringan juga memerlukan pengolahan, maka sistem pengolahan I tidak dapat digunakan. Gambar IV.2 menampilkan diagram alir sistem pengolahan I.
Limbah pekat
Prasedimentasi
Flotasi
Anaerob
Aerob
Limbah ringan Gambar IV.2 Sistem Pengolahan I •
Sistem Pengolahan II
Pengolahan limbah pekat dan ringan secara bersamaan sejak awal pengolahan. Kelemahan dari sistem
ini adalah kapasitas unit pengolahan besar. Sistem
pengolahan II diujikan dengan menggunakan sistem pengolahan yang sama dengan sistem pengolahan I yaitu unit prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2 unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit anaerob sebesar 90% dan unit pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Kualitas air limbah campuran ditunjukkan pada Tabel IV.6.
IV-14
Tabel IV.6
Kualitas Air Limbah Campuran
No
Parameter
Konsentrasi Campuran (mg/l)
1 2 3 4 5
TDS TSS BOD COD Minyak & lemak
3311,49 3544 12722 42405 166,50
Hasil perhitungan (Lampiran A) menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah campuran sebesar 170 mg/l. Hasil pengolahan menggunakan sistem pengolahan II telah memenuhi baku mutu air limbah industri golongan II sehingga sistem ini terpilih untuk diterapkan pada IPAL PT Z. Gambar IV.3 menampilkan diagram alir sistem pengolahan II.
Limbah pekat Prasedimentasi
Flotasi
Anaerob
Aerob
Limbah ringan Gambar IV.3 Sistem Pengolahan II
IV.7
Beban Pengolahan
Beban pengolahan merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan antara konsentrasi polutan yang akan diolah dan baku mutu yang digunakan. Tabel IV.7 menunjukkan beban pengolahan IPAL PT Z.
IV-15
Tabel IV.7. Beban Pengolahan IPAL PT Z No
Parameter
Influen (mg/l)
Efluen (mg/l)
1 2 3 4 a) b) 5
TDS TSS BOD COD COD terlarut (CODs) COD tak terlarut (CODp) Minyak & lemak
3311,49 3544 12722 42405 38589 3816 166,50
2000 200 50 200
Beban Pengolahan (%) 39,60 94,35 99,6 99,53
10
93,99
Beban pengolahan dapat diturunkan dengan penyusunan sistem pengolahan yang tepat dan dalam perencanaan IPAL PT Z, pengolahan dibagi menjadi 2 tahap dan 1 pengolahan pendahuluan. •
Pengolahan pendahuluan, ditujukan untuk menyisihkan benda-benda kasar yang terbawa air limbah agar tidak merusak peralatan pada tahap pengolahan selanjutnya dan meminimalkan variasi konsentrasi dan laju alir dari air limbah. Pengolahan pendahuluan yang dipakai adalah fine screens dan tangki ekualisasi.
•
Pengolahan tahap pertama, ditujukan untuk menyisihkan zat pencemar tak terlarut dengan cara pengendapan partikel diskrit dan penyisihan minyak dan lemak dengan dissolved air flotation, sehingga akan mengurangi beban tahap pengolahan berikutnya.
•
Tahap kedua, yaitu pengolahan biologi, ditujukan untuk menghilangkan zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended solids sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya. Pengolahan yang digunakan yaitu pengolahan biologi dalam kondisi anaerob menggunakan anaerobic submerged filter (fixed bed) yang terdiri dari 2 reaktor: reaktor asidogenesis dan reaktor metanogenesis, diikuti pengolahan dalam kondisi aerob menggunakan lumpur aktif.
IV-16
Instalasi pengolahan di PT Z akan dioperasikan secara kontinyu. Keuntungan yang diperoleh adalah (1) kapasitas pengolahan yang lebih kecil, (2) tidak banyak membutuhkan pompa dan tenaga operator untuk mengoperasikan unit.
IV.18 Sistem Pengolahan IV.8.1 Pengolahan Pendahuluan Air limbah yang dihasilkan proses produksi PT Z mengandung banyak materi-materi kasar seperti kulit kacang kedelai, dll. Materi-materi kasar ini apabila dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan alat karena penyumbatan komponen alat oleh materi-materi kasar, pengendapan materi di dasar pipa, dan gangguan operasional yang lain. Untuk mencegah gangguan-gangguan tersebut, digunakan fine screen. Fluktuasi debit air limbah PT Z cukup besar, untuk meminimalkan fluktuasi tersebut dan juga menyeragamkan kualitas limbah pekat dan ringan, digunakan tangki ekualisasi.
a.
Fine screen
Screen termasuk dalam pengolahan pendahuluan karena merupakan unit operasi yang diletakkan pertama sebelum air limbah masuk ke unit-unit pengolahan lainnya. Screen adalah alat dengan bukaan-bukaan yang memiliki ukuran seragam, digunakan untuk menahan materi-materi kasar yang terbawa air limbah. Fine screen yang biasa digunakan sebagai pengolahan pendahuluan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) static (fixed), (2) rotary drum, (3) step type. Fine screen memiliki bukaan yang bervariasi antara 0,2-0,6 mm. Headloss yang terjadi karena aliran yang melewati fine screen yaitu berkisar antara 1,2-2 m (Metcalf & Eddy, 2004).
Fine screen yang akan digunakan adalah screen jenis static inclined, yang memiliki bukaan antara 0,2 -1,2 mm, karena semakin kecil bukaan screen, maka semakin banyak materi-materi yang tertahan. Dalam desain ini, fine screen dipilih karena air limbah banyak mengandung materi-materi kasar berukuran kecil (kurang dari 0,6mm) yang tidak diinginkan masuk ke instalasi pengolahan.
IV-17
Perawatan static inclined screen dilakukan dengan pembersihan satu sampai dua kali dalam satu hari, menggunakan air panas tekanan tinggi, steam, atau degreaser untuk menghilangkan lemak-lemak yang tertinggal untuk mencegah grease up. Static screen cocok untuk diterapkan pada pabrik berskala kecil (Metcalf & Eddy, 2004).
b.
Tangki Ekualisasi
Tangki ekualisasi berfungsi untuk mengurangi variasi karakteristik air limbah, yaitu konsentrasi polutan dan debit aliran. Untuk pengolahan air limbah di PT Z yang kuantitas dan kualitasnya sangat berfluktuasi, dibutuhkan tangki ekualisasi karena : •
tangki ekualisasi akan menyeragamkan karakteristik air limbah sehingga tidak terjadi shock loading yang dapat mengurangi efisiensi pengolahan biologi.
•
konsistensi solids loading akan meningkat sehingga kualitas effluen dan performansi thickening dari clarifier meningkat.
•
tangki menyediakan feeding kontinu terhadap sistem pengolahan biologi di waktu-waktu dimana proses produksi industri tidak berjalan.
•
penggunaan tangki ekualisasi akan mengurangi ukuran unit-unit pengolahan selanjutnya.
Tangki ekualisasi dapat diletakkan secara in-line dan off-line, Gambar IV.4 menyajikan 2 jenis alternatif peletakan tangki ekualisasi.
IV-18
(a)
(b) Gambar IV.4 Peletakan ekualisasi: (a) In -Line Equalization dan (b) Off -Line Equalization (Metcalf & Eddy, 2004)
Pada peletakan tangki ekualisasi dengan sistem in-line, semua air limbah dialirkan melalui tangki ekualisasi. Karakteristik air limbah, baik debit maupun konsentrasi COD, TSS, dll akan lebih seragam bila sistem in-line diterapkan. Penerapan sistem in-line equalization akan meningkatkan efisiensi penyisihan suspended solids pada bak pengendap primer (primary sedimentation) sebesar 23%-47%. Pada sistem offline, air limbah dialirkan ke tangki ekualisasi jika debit air limbah tersebut melebihi atau kurang dari debit rata-rata (Reynolds, 1982). Kelebihan sistem off-line adalah kebutuhan pompa dapat diminimumkan (Metcalf & Eddy, 2004).
Terdapat beberapa alternatif peletakan tangki ekualisasi. Tangki ekualisasi dapat diletakkan sesudah primary treatment dan sebelum secondary treatment dengan tujuan menghindari masalah-masalah yang ditimbulkan lumpur dan scum, tetapi bisa juga diletakkan sebelum primary treatment. Jenis peletakan yang kedua
IV-19
membutuhkan alat pengaduk (mixer) untuk mencegah deposisi padatan dan konsentrasi yang bervariasi. Sistem aerasi pada tangki ekualisasi akan menyisihkan BOD sebanyak 10%-20%.
Tangki ekualisasi dengan sistem in-line yang diletakkan sebelum primary treatment dan setelah pre treatment akan diterapkan untuk instalasi pengolahan air limbah PT Z karena fluktuasi debit air limbah sangat besar dan dengan meletakkan tangki ekualisasi setelah pre treatment menurut Metcalf & Eddy akan meningkatkan efisiensi pengolahan selanjutnya karena karakteristik air limbah sudah seragam.
IV.8.2 Pengolahan Tahap Pertama (primary treatment) Pengolahan tahap pertama yang diterapkan pada IPAL PT Z adalah pengolahan fisik, terdiri dari penyisihan partikel diskrit dengan prinsip sedimentasi dan penyisihan minyak dan lemak dengan dissolved air flotation.
Prasedimentasi ( Primary Sedimentation) Tujuan pengolahan menggunakan prasedimentasi adalah untuk menyisihkan padatanpadatan yang dapat mengendap (settleable solids) secara gravitasi. Endapan di dasar tangki dikumpulkan secara mekanis dengan alat yang disebut scrapper ke ruang lumpur yang juga berada di dasar tangki, sedangkan materi-materi yang dapat mengapung seperti minyak dan lemak dikumpulkan juga secara mekanis menggunakan skimmer. Lumpur dan float akan diolah pada pengolahan lumpur.
Beberapa parameter penting untuk mendesain tangki prasedimentasi adalah waktu detensi dan overflow rates. Weir loading rates bukanlah parameter yang akurat dalam desain prasedimentasi. Pada umumnya, unit prasedimentasi didesain dengan waktu detensi 1,5-2,5 jam, tetapi ada juga yang dioperasikan dengan waktu yang lebih pendek yaitu 0,5-1 jam, biasanya unit prasedimentasi yang diletakkan sebelum proses biologi. Pada umumnya, prasedimentasi didesain berdasarkan overflow rates.
IV-20
Semakin kecil overflow rates, semakin lama waktu detensi air di dalam tangki, maka efisiensi pengendapan pun akan naik ( Metcalf & Eddy, 2004).
Bentuk unit prasedimentasi yang paling umum digunakan adalah persegi panjang (rectangular) dan silinder (circular). Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari prasedimentasi berbentuk persegi panjang dan kelebihan dari bentuk silinder. Kelebihan: •
membutuhkan luas lahan lebih sedikit dan biaya konstruksi lebih murah jika unit yang dibangun lebih dari satu karena salah satu dinding tangki dapat digunakan bersama
•
mudah dalam pengontrolan bau yang mungkin timbul
•
menyediakan jarak yang lebih panjang untuk pengendapan
•
kehilangan tekan pada inlet dan outlet lebih kecil
•
kebutuhan energi untuk pengumpulan lumpur lebih sedikit
•
kemungkinan terjadinya short circuiting lebih kecil.
Kekurangan: •
memungkinkan adanya dead space
•
biaya perawatan alat-alat mekanis yang digunakan untuk pendukung operasi seperti sprockets, chain, dan flights
•
mekanisme pembuangan lumpur lebih sulit karena lumpur tidak terkonsentrasi di satu tempat (Qasim, 1985).
Sedangkan keuntungan dari pemakaian tangki prasedimentasi dengan bentuk silinder adalah: •
mudah untuk menyisihkan lumpur
•
efisiensi pemisahan lumpur dan air tinggi
•
sesuai digunakan pada instalasi kecil-menengah
•
sangat cocok diterapkan untuk karakteristik air limbah yang konstan.
IV-21
Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, prasedimentasi berbentuk silinder dipilih untuk diterapkan di IPAL PT Z.
Efisiensi Penyisihan TSS Pengendapan yang berlangsung pada unit prasedimentasi akan mengurangi konsentrasi BOD dan TSS pada efluen. Pada umumnya, 30%-40% BOD dan 50%70% TSS dapat tersisihkan pada unit prasedimentasi (Qasim,1985). Untuk mengetahui karakteristik pengendapan padatan yang terkandung pada air limbah dan mendapatkan persen penyisihan BOD dan TSS, dilakukan percobaan menggunakan kerucut imhoff. Caranya adalah dengan mengisi kerucut imhoff berdiamater 9 cm hingga volume 1000 mL dan mencatat waktu pengendapan solid setiap volume endapan tertentu. Pengukuran waktu pengendapan dihentikan jika dalam jangka waktu tertentu volume endapan tidak bertambah lagi. Tabel IV.8 menunjukkan datadata yang diperoleh pada percobaan.
Tabel IV.8 Hasil Percobaan Laboratorium Waktu (detik) 60 92,4 147 201,6 266,4 375 615 1504,2
Volume endapan (ml) 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5
Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui persen penyisihan settleable solids. Pengolahan data disajikan pada Tabel IV.9.
IV-22
Tabel IV.9 Pengolahan Data Percobaan Sedimentasi Fraksi Tinggi Jarak Kecepatan tersisa endapan pengendapan pengendapan (cm) (cm) (cm/detik) [2] [3] [4] [5] 0,7 0,07 47,11 0,785 0,6 0,09 47,09 0,51 0,5 0,12 47,06 0,32 0,4 0,14 47,04 0,233 0,3 0,17 47,02 0,176 0,2 0,19 46,99 0,125 0,1 0,21 46,97 0,076 0 0,24 46,95 0,031
Fraksi endapan [1] 0,0015 0,002 0,0025 0,003 0,0035 0,004 0,0045 0,005
Data pada Tabel IV.10 diplotkan untuk menghasilkan grafik pengendapan partikel diskrit seperti ditunjukkan pada Gambar IV.5.
0.8
Fraksi tersisa
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
Fo
0 0.00
V
o
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
Kecepatan pengendapan (cm/dtk)
Gambar IV.5. Grafik Pengendapan Partikel Diskrit
Efisiensi penyisihan TSS ditentukan secara grafis menggunakan Gambar IV.5 dan Persamaan 1. fraksi tersisihkan = (1-Fo) +
dimana :
1 Vo
Fo
∫ VdF
(Reynolds, 1992)
(1)
0
VO
= overflow rates
1-Fo
= fraksi partikel yang mempunyai kecepatan lebih besar dari Vo
IV-23
1 Vo
Fo
∫ VdF = fraksi partikel tersisihkan yang mempunyai kecepatan lebih 0
kecil dari Vo Jika overflow rates diambil pada nilai yang umum digunakan dalam desain, yaitu 40m3/(m2.hari) atau 0,046 cm/detik (Qasim, 1985), maka dari Gambar IV.7 dapat ditentukan Fo pada Vo = 0,046 cm/detik adalah 0,125, dan efisiensi penyisihan TSS dapat dihitung sebagai berikut: fraksi tersisihkan= (1-0,125)+
1 2,875 x 10-3 = 0,9375 (93,75%) 0, 046
Hasil ini menunjukkan bahwa proses sedimentasi sangat efektif untuk menurunkan TSS, dan dengan demikian pengolahan tahap pertama (primary treatment) air limbah PT Z cukup dilakukan dengan cara sedimentasi tanpa proses kimia (koagulasi).
b.
Dissolved Air Flotation (DAF)
DAF adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan padatan maupun partikel liquid dari fase liquid. Cara kerja dari DAF yaitu melarutkan udara dengan pemberian tekanan hingga mencapai konsentrasi jenuh gas di dalam air sehingga ketika air dialirkan ke tangki flotasi yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk gelembunggelembung udara berukuran mikroskopik. DAF berfungsi untuk menyisihkan suspended solids, minyak, lemak, dan material organik yang terkandung dalam air limbah. DAF akan mengapungkan partikel-partikel dengan berat jenis yang kecil dan tidak mengendap pada prasedimentasi. Pengendapan padatan pada DAF harus dihindari dengan cara mengatur waktu detensi di dalam unit DAF. Jika waktu detensi terlalu lama, partikel padatan tersebut akan mengendap tetapi dengan pengaturan waktu yang sesuai, settleable solids akan terperangkap oleh partikel gas (www.komline.com).
Terdapat 3 mekanisme menempelnya flok dengan gelembung, yaitu (Mans-Lundh, 2002):
IV-24
•
adhesi
Adhesi bisa terjadi pada ukuran flok dan padatan berukuran 20 mikrometer atau yang berukuran sama dengan gelembung udara. Pada umumnya, gelembung udara berukuran 40-70 mikrometer. •
pemerangkapan
Pemerangkapan terjadi bila flok dan padatan berukuran lebih besar dari gelembung, yaitu ±200 mikrometer. •
penyatuan
Penyatuan terjadi ketika flok pecah dan gelembung tertangkap oleh flok sehingga terjadi re-flocculate.
Perlengkapan pendukung kinerja DAF adalah tangki tekan dan sistem penyisihan scum. (1) Tangki Tekan Tangki tekan berfungsi untuk meningkatkan kelarutan gas di dalam air sehingga ketika gas dilepaskan ke tangki DAF yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk gelembung-gelembung berukuran mikroskopis Untuk melarutkan gas hingga kondisi jenuh gas di dalam air, tekanan dinaikkan dan temperatur diturunkan. Tekanan pada tangki berkisar antara 275-350 kPa.
(2) Perlengkapan Penyisihan Scum/Float Padatan yang terapung di permukaan air disebut sebagai float. Float ini akan disisihkan dari tangki flotasi secara mekanik menggunakan skimmer. Konsentrasi padatan pada float masih berkisar antara 2%-10%, maka sebelum dibuang, lumpur ini dikeringkan terlebih dulu agar volume lumpur yang dibuang lebih sedikit.
Parameter-parameter penting dalam mendesain DAF adalah sebagai berikut: -
Rasio air-solids (A/S ratio)
Rasio A/S merupakan parameter kunci keberhasilan proses flotasi dengan DAF. Rasio A/S yang berlebih atau kurang akan mempengaruhi kualitas float yang
IV-25
terbentuk. Harga A/S ini dipengaruhi oleh kelarutan udara, tekanan yang dioperasikan, debit air limbah, dan konsentrasi suspended solids. Harga A/S bervariasi antara 0,005-0,06 ml/mg. -
Hydraulic Loading Rate (HLR)
HLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara jumlah influen yang masuk terhadap luas permukaan efektif per satuan waktu. Besarnya HLR maksimum harus lebih kecil daripada kecepatan naik minimum flok agar flok tidak ada yang terbawa oleh overflow. Kriteria desain HLR untuk pengolahan limbah industri berkisar antara 4-8 m/hari. -
Solids Loading Rate (SLR)
SLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara konsentrasi total suspended solids, minyak, dan lemak yang masuk ke DAF terhadap luas permukaan efektif per satuan waktu. Pada umumnya, menaikkan harga SLR akan menurunkan konsentrasi float. -
Resirkulasi efluen
Efisiensi flotasi dapat ditingkatkan dengan aliran resirkulasi efluen. Efluen dari tangki flotasi dengan persentase tertentu diresirkulasikan ke dalam tangki tekan dan dicampur dengan air limbah (Mans-Lundh, 2002). Debit resirkulasi bergantung pada karakteristik air limbah, konsentrasi suspended solids dalam air limbah, dan kualitas efluen yang ingin dicapai Pada instalasi pengolahan, resirkulasi tidak dibutuhkan karena konsentrasi minyak dan lemak tidak terlalu besar.
Efisiensi penyisihan TSS dan COD oleh DAF sebesar 90%, dan penyisihan minyak dan lemak sebesar 94% (www.etsenvironmental.com), tetapi COD yang tersisihkan pada DAF bukanlah COD total, melainkan COD yang disebabkan kandungan TSS/ COD tak terlarut.
IV-26
IV.8.3 Pengolahan Tahap Kedua (secondary treatment)
Pengolahan
tahap
kedua
merupakan
pengolahan
biologi,
bertujuan
untuk
menghilangkan zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended solids sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya. Beberapa kelebihan pengolahan secara anaerob dibandingkan aerob yaitu (JordeningWinter, 2002): 1) tidak membutuhkan banyak energi, justru dapat menghasilkan energi dalam bentuk biogas 2) biomassa yang dihasilkan lebih sedikit sehingga pengolahan lumpur lebih sederhana 3) kebutuhan nutrien untuk biomassa anaerob lebih sedikit daripada biomassa aerob 4) dapat mengolah COD dengan konsentrasi tinggi.
Pengolahan anaerob juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu (Jordening-Winter, 2002): 1) pertumbuhan biomassa anaerob sangat lambat, sehingga waktu start up yang dibutuhkan lebih lama 2) efluen hasil pengolahan anaerob tidak aman untuk dibuang ke badan air, karena konsentrasi COD efluen yang dapat dicapai tidak serendah yang dapat dicapai pengolahan secara aerob 3) menimbulkan bau.
Karakteristik air limbah yang akan diolah terdiri dari 91% COD terlarut, sedangkan pengolahan tahap pertama hanya menyisihakan COD yang tidak terlarut menyebabkan efluen dari DAF masih mengandung konsentrasi COD yang sangat besar, maka digunakan pengolahan biologi secara anaerob dan aerob.
1)
Pengolahan secara anaerob
IV-27
Berikut adalah 3 alternatif sistem anaerob yang akan digunakan. Pemilihan alternatif bergantung pada kesesuaian sistem untuk diterapkan terhadap karakteristik air limbah yang ada.
Fixed bed
Sistem fixed bed terdiri dari suatu reaktor, di mana air limbah dapat didistribusikan dengan aliran ke atas (upflow) atau ke bawah (downflow) melewati suatu media yang berfungsi sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, media juga menyediakan suatu mekanisme untuk pemisahan padatan dan gas yang dihasilkan di dalam proses degradasi. Biomassa di dalam reaktor fixed bed terbagi menjadi 2, yaitu biomassa yang diimobilisasikan pada biofilm dan biomassa yang tersuspensi di rongga-rongga biofilm. Pada reaktor fixed bed, biomassa akan mengalami gradien konsentrasi. Konsentrasi maksimum biomassa yaitu 15 kg/m3 dan konsentrasi minimum 4 kg/m3 (Malina & Pohland, 1992).
Jika konsentrasi biomassa ini
direpresentasikan dalam bentuk ketebalan, ketebalan biofilm berada dalam range 1-4 mm. Ketebalan 4 mm untuk batas ketebalan biofilm yang dekat dengan zona inlet, apabila fixed film dioperasikan dengan aliran ke bawah (downflow). Reaktor fixed bed aliran upflow lebih diminati karena waktu start up lebih pendek daripada downflow, yaitu 3-4 bulan sedangkan reaktor fixed bed downflow membutuhkan waktu start up 4-6 bulan (Malina & Pohland, 1992).
Konsentrasi COD yang direkomendasikan untuk reaktor fixed bed yaitu 8000-12000 mg/l (Malina & Pohland, 1992) atau tidak lebih dari 2 kg/m3 (Jordening-Winter, 2002), dengan beban organik sebesar 16 kg COD/m3 hari dan waktu detensi antara 12-96 jam dapat menyisihkan COD 75-85% (Malina & Pohland, 1992).
Efisiensi reaktor anaerob sangat bergantung pada jumlah bakteri metanogen. Semakin banyak bakteri metanogen yang tertahan di dalam reaktor, penyisihan materi organik akan semakin besar. Proses dengan fixed bed menfasilitasi biomassa untuk tumbuh melekat pada media dan oleh karena itu, proses ini dapat menjaga jumlah bakteri
IV-28
metanogen di dalam reaktor sehingga efisiensi meningkat dan menghasilkan sistem yang stabil (Chaiprasert, 2003).
Kelebihan dari reaktor fixed bed yaitu : •
dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi
•
investasi lebih rendah daripada sistem anaerob konvensional
•
sistem cenderung tetap stabil pada kondisi pH dan substrat yang berfluktuasi lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar (JordeningWinter, 2002).
•
tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing)
•
mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur lumpur yang panjang (Malina & Pohland, 1992).
Kekurangan reaktor fixed bed adalah (Malina & Pohland, 1992): •
waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi
•
pengontrolan konsentrasi biomassa lebih sulit daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi karena terbatasnya akses ke dalam reaktor
•
biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi
•
tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solids yang dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium
•
akumulasi suspended solids akan berdampak negatif pada kinerja proses.
. Fluidized bed Konsep dasar fluidized bed yaitu melewatkan air limbah melalui suatu lapisan pasir dengan aliran ke atas dengan suatu kecepatan aliran yang cukup sehingga lapisan pasir dapat terfluidisasi.
Reaktor fluidized bed akan lebih tinggi daripada fixed bed karena rasio tinggi dan diameter reaktor besar karena diperlukan kecepatan upflow yang tinggi. Rasio tinggi-
IV-29
diameter bervariasi antara 2-5. Medium yang umum digunakan pada skala lapangan reaktor fluidized bed adalah pasir silika spherical dengan diameter 0,2-0,5 mm dan spesific gravity 2,65. Pada fluidized bed, konsentrasi biomassa tertinggi terjadi pada media teratas dan konsentrasi biomassa terendah pada media terbawah, karena tingginya turbulensi pada daerah itu (Malina & Pohland, 1992). Beban organik yang bervariasi antara 8-60 kg/m3 hari dapat menyisihkan COD sebesar 65-90% dengan waktu detensi 5-10 jam (Jordening-Winter, 2002).
Kelebihan dari reaktor fluidized bed yaitu (Malina & Pohland, 1992): •
dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi
•
lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar
•
tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing)
•
mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur lumpur yang panjang
•
kualitas efluen lebih baik daripada yang dihasilkan pengolahan anaerob lain
•
sistem yang stabil untuk konsentrasi substrat yang bervariasi atau toxic shocks
•
kondisi pH, temperatur, dan konsentrasi substrat dalam reaktor relatf seragam.
Kekurangan reaktor fluidized bed adalah (Malina & Pohland, 1992): •
waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi
•
energi yang dibutuhkan untuk membuat media pertumbuhan terfluidisasi tinggi
•
pengontrolan konsentrasi biomassa dan media sulit dilakukan
•
biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi
•
tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solidss yang dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium
•
sistem mekanik perlengkapan reaktor sangat kompleks.
IV-30
Anaerobic contact process
Prinsip dari anaerobic contact prosess sama dengan completely mixed activated sludge, dimana ouput dari reaktor anaerobic contact prosess diendapkan dalam kondisi anaerob dan sebagian lumpur yang mengendap dikembalikan ke reaktor. Adanya resirkulasi lumpur memudahkan
pengontrolan umur lumpur, sehingga
jumlah mikroorganisme pembentuk metan dapat dipertahankan. Penggunaan anaerobic contact process untuk beban COD 45000 g/m3 menghasilkan penyisihan COD sebesar 80% dengan beban organik 4 kg/m3 hari pada suhu 35oC (Malina & Pohland, 1992). Umur lumpur minimum yang harus dijaga untuk mempertahankan mikroorganisme pembentuk metan tetap berada dalam sistem yaitu 4 hari. Umur lumpur di bawah 10 hari mengakibatkan penurunan efisiensi proses, maka sistem sebaiknya dioperasikan pada umur lumpur sepanjang mungkin. Hal ini berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme pembentuk metan yaitu 0,27/hari dengan koefisien laju kematian spesifik 0,02/hari, sedangkan koefisien pertumbuhan (yield) yaitu 0,2 kg MLVSS/kg COD (Winkler, 1981).
Keberhasilan unit anaerobic contact process sangat bergantung pada produksi biomassa anaerob dan karakteristik pengendapan flok. Konsentrasi mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS) dalam reaktor berkisar antara 4000-6000 mg/l.
Anaerobic contact process yang mengandalkan pemisahan flok dan air secara gravitasi sangat bergantung pada karakteristik pengendapan flok anaerob, karena flok anaerob biasanya mengandung gas sehingga kemampuan pengendapan flok menjadi suatu masalah. Banyak pendekatan yang telah dilakukan untuk memperbaiki pengendapan sludge anaerob, misalnya stripping, stirred, vacuum degasification, atau melengkapi clarifier dengan plate dan lamella settlers dan pembubuhan koagulan dan flokulan.
IV-31
Untuk memperbaiki karakteristik pengendapan flok, maka shock loading BOD, keberadaan padatan terlarut dan material toksik harus dihindarkan. Jika air limbah mengandung zat-zat yang bersifat non-biodegradable dalam konsentrasi besar, maka zat-zat tersebut akan terakumulasi di dalam resirkulasi biomasa. Penumpukan dalam waktu yang lama menyebabkan kematian biomassa anaerob.
Beberapa kelebihan reaktor anaerobic contact process adalah (Malina & Pohland, 1992): •
cocok untuk zat organik terlarut tinggi
•
mudah dalam pengambilan sampel saat monitoring
•
kualitas efluen baik
•
lumpur aerob dapat distabilisasi pada reaktor anaerob
•
konsentrasi substrat, kondisi temperatur, dan pH homogen karena pengadukan yang sempurna.
Sedangkan kelemahan dari reaktor ini yaitu (Malina & Pohland, 1992): •
pengendapan biomassa menjadi kendala
•
perlu dilakukan pre-treatment untuk lumpur biologi untuk memperbaiki kualitas pengendapan flok
•
tidak cocok diterapkan untuk air limbah dengan konsentrasi TSS tinggi.
Dari uraian singkat ketiga alternatif pengolahan secara anaerob: fixed bed, fluidized bed, dan anaerobic contact process, maka sistem yang dipilih adalah fixed bed dengan aliran ke atas (upflow). Beberapa alasan yang mendasari pemilihan fixed bed adalah sebagai berikut: (1)
biaya investasi lebih kecil dibanding 2 sistem lainnya •
Beban organik fixed bed lebih tinggi daripada anaerobic contact process, maka volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil.
IV-32
•
Harga media dan biaya transportasinya yang tinggi tidak lebih dari biaya yang dikeluarkan untuk membuat reaktor anaerobic contact process dan perlengkapan mixingnya.
•
Fluidized bed membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk energi fluidisasi media.
(2)
pengoperasian fluidized bed membutuhkan keahlian karena perlengkapan reaktor lebih kompleks
(3)
air limbah telah melewati pengolahan fisik, sehingga konsentrasi suspended solids dalam air limbah sudah berkurang sehingga clogging dapat dihindari.
(4)
proses menggunakan fixed bed resistan terhadap shock loading dan materimateri toksik dalam air limbah
(5)
dapat mengolah berbagai jenis air limbah.
(6)
cocok untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi organik terlarut tinggi
Anaerobic fixed bed merupakan pengolahan biologi dengan pertumbuhan mikroorganisme terlekat, sehingga dalam pengoperasian proses ini diperlukan media pertumbuhan (support growth) bagi bakteri. Dalam desain ini, media yang digunakan adalah media berbahan dasar plastik (Propylene) yaitu Pall Rings. Alasan pemilihan media ini karena ringan sehingga tidak perlu merancang konstruksi penyangga khusus dan menyediakan luas permukaan yang besar bagi pertumbuhan bakteri. Pall rings yang dipilih berukuran 50 mm dan mempunyai pori besar yaitu lebih dari 90%.
Reaktor fixed bed akan dioperasikan secara upflow, dengan kecepatan yang sangat kecil yaitu 1 m/jam karena kecepatan yang terlalu tinggi dapat mengangkat media pertumbuhan bakteri. Pengoperasian secara upflow ditujukan untuk meminimasi terjadinya clogging.
Untuk mengoptimalkan desain proses anaerob, dilakukan pemisahan tahap asidogenesis dan metanogenesis. Dalam desain IPAL PT Z yang harus mengolah
IV-33
beban organik tinggi, efisiensi penyisihan COD dapat ditingkatkan melalui pemisahan tahapan ke dalam 2 reaktor.
Reaktor pertama adalah reaktor asidogenesis. Pada reaktor ini terjadi proses hidrolisis dan asidogenesis. Proses hidrolisis adalah penguraian zat organik kompleks menjadi produk terlarut yang sederhana sehingga dapat melewati membran sel dan CO2 serta gas H2. Molekul organik sederhana contohnya format, laktat, asetat, propionat, dan butirat. Pada proses asidogenesis, zat organik sederhana hasil hidrolisis digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme untuk melangsungkan asidogenesis, dimana produk akhirnya adalah asam volatil rantai pendek seperti asetat, format, bikarbonat, dan H2. Reaktor kedua adalah reaktor metanogenesis. Mikroorganisme metanogenesis mempunyai peran penting dalam proses anaerob untuk menghasilkan biogas. Mikroorganisme metanogenesis tidak dapat menggunakan hasil fermentasi proses hidrolisis yang mempunyai atom karbon lebih dari dari 2 atom untuk pertumbuhan maupun untuk produksi gas metan. Mikroorganisme ini menggunakan sumber energi sederhana seperti asetat, CO2 dan H2 atau format untuk menghasilkan metan. Pembentukan gas metan dapat terhambat bila terjadi akumulasi H2, oleh karena itu, pada reaktor I dimana banyak dihasilkan H2, reaktor harus dilengkapi dengan pengumpul gas agar akumulasi H2 dapat dikeluarkan. Pertumbuhan mikroorganisme proses anaerob sangat dipengaruhi pH dan hal ini akan berpengaruh
pada
produksi
gas
metan.
Pada
umumnya
mikroorganisme
metanogenesis akan terjadi pada rentang yang relatif dekat dengan pH optimum, yaitu pH netral.
2)
Pengolahan secara aerob
Berbeda dengan alternatif pengolahan anaerob, ketiga sistem pengolahan aerob merupakan reaktor pertumbuhan tersuspensi. Berikut ketiga alternatif tersebut:
IV-34
Completely mixed activated sludge (CMAS)
Completely mixed activated sludge adalah proses modifikasi lumpur aktif konvensional yang menggunakan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif) untuk menstabilisasi air limbah secara aerob di dalam suatu reaktor, yang mengalami pengadukan merata ke seluruh bak secara kontinyu.
Air buangan terlebih dahulu harus melalui bak pengendap pertama sebelum memasuki tangki aerasi. Influen dari bak pengendap pertama ini dimasukkan ke dalam suatu sistem inlet sehingga beban pengolahan dapat tersebar merata ke seluruh tangki aerasi, sehingga diharapkan rasio antara substrat dan mikroorganisme cukup seimbang sehingga memungkinkan terjadinya adsorpsi material organik terlarut oleh biomassa dengan cepat. Pada reaktor terjadi mekanisme sorpsi dan biooksidasi oleh lumpur aktif dan menghasilkan produk akhir dan sel biomassa baru.
Proses selanjutnya adalah proses dekomposisi material biodegradable secara aerob. Waktu detensi hidrolis dalam bak aerasi yang direncanakan harus mencukupi untuk terjadinya dekomposisi aerob yaitu sekitar 3-5 jam. Konsentrasi MLSS pada reaktor completely mixed activated sludge yaitu 2500-4000 mg/l dan umur lumpur diatur selama 5-15 hari Efisiensi penyisihan BOD5 dari sistem ini adalah 85–95 %. Aliran resirkulasi yang biasa digunakan sebesar (25-100)% dari aliran influen (Metcalf & Eddy, 2004).
Proses completely mixed activated sludge bisa menggunakan reaktor berbentuk lingkaran atau persegi. Rasio F/M pada umunya berkisar antara 0,05-0,6 lb BOD5 /lb MLSS hari dan kondisi aerob harus dijaga agar konsentrasi oksigen terlarut tidak kurang dari 2 mg/l (Reynolds, 1982).
Keuntungan dari CMAS antara lain (Reynolds, 1982): •
laju penggunaan oksigen yang merata
•
tahan terhadap shock loading
IV-35
•
dapat mengurangi senyawa toksik yang terdapat dalam air limbah
•
memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan variasi lumpur aktif yang lain
•
kondisi lingkungan seperti pH, temperatur merata di seluruh tangki sehingga menguntungkan bagi mikroorganisme pengurai
•
cocok digunakan untuk mengolah air limbah industri yang mengandung materi organik dalam konsentrasi tinggi
Sedangkan kelemahan CMAS adalah : •
volume reaktor yang dibutuhkan lebih besar dari proses konvensional
•
biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup besar
•
membutuhkan tenaga terlatih dalam pengoperasiannya.
Kontak stabilisasi
Mekanisme degradasi yang terjadi pada reaktor kontak stabilisasi adalah sorpsi materi koloid dan tersuspensi yang biodegradable oleh lumpur aktif. Proses kontak stabilisasi berlangsung pada dua reaktor, reaktor yang pertama berfungsi untuk sorpsi materi-materi organik dan reaktor kedua adalah untuk biooksidasi dari materi-materi yang tersorpsi.
Pada tangki kontak, dimana waktu kontak adalah 20-60 menit, lumpur aktif/active biological solids akan menyerap materi organik tersuspensi dan kemudian lumpur aktif ini akan dipisah dari air limbah pada clarifier. Rasio resirkulasi adalah 25-75% dari jumlah air limbah yang masuk ke dalam reaktor. Kemudian lumpur aktif akan diaerasi pada tangki stabilisasi dalam jangka waktu 3-6 jam, dan di reaktor ini materi organik yang tersorpsi akan mengalami biooksidasi menghasilkan produk akhir dan sel mikroba baru. Kapasitas tangki kontak pada umunya 30-35% dari kapasitas volume total tangki yang dibutuhkan untuk proses kontak dan stabilisasi. Saat di tangki stabilisasi, mikroorganisme tidak menerima suplai makanan sehingga selama masa stabilisasi mikroorganisme akan mengalami kekurangan makanan. Akibatnya,
IV-36
lumpur aktif yang sudah distabilisasi akan memiliki kapasitas yang besar untuk memakan substrat (storage products) pada tangki kontak dan dapat menguraikan senyawa organik dengan cepat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut (Reynolds, 1982).
Secara keseluruhan, volume reaktor kontak stabilisasi lebih kecil daripada kapasitas tangki yang dibutuhkan proses CMAS, karena waktu detensi pada tangki kontak sangat pendek dan tangki stabilisasi hanya mengolah lumpur yang terkonsentrasi karena telah dilakukan separasi pada clarifier (Winkler, 1981).
Pada
umumnya,
reaktor
kontak
stabilisasi
tidak
membutuhkan
primary
sedimentation. Rasio F/M berada dalam range 0,2-0,6 lb BOD5/lb MLSS hari. Rezim aliran pada pada tangki kontak diatur sehingga menciptakan kondisi yang competely mixed, sedangkan untuk tangki stabilisasi rezim aliran bersifat plug flow. Pada proses kontak stabilisasi, umur lumpur diatur antara 4-18 hari, konsentrasi MLSS pada tangki kontak bervariasi antara 2000-4000 mg/l dan di tangki stabilisasi konsentrasinya yaitu 6000-10000 mg/l. Proses kontak stabilisasi dapat menyisihkan BOD5 dan suspended solidss sebesar 85-95% (Reynolds, 1982). Kelebihan proses kontak stabilisasi antara lain : •
keseluruhan volume tangki yang dibutuhkan pada proses kontak stabilisasi lebih kecil daripada proses lumpur aktif konvensional dan CMAS (50–60% dari volume proses lumpur aktif konvensional) (Reynolds,1982)
•
proses kontak stabilisasi tidak terlalu sensitif terhadap penambahan debit pengolahan secara tiba-tiba dan kehadiran zat toksik dalam air limbah
•
pada jenis limbah dan debit pengolahan yang sama, beban organik yang dapat diterima proses ini lebih besar daripada yang diterima pada proses lumpur aktif konvensional dimana efisiensinya lebih tinggi
•
masalah bulking sludge pada lumpur tidak ditemui di proses kontak stabilisasi
IV-37
•
cocok digunakan apabila instalasi akan mengalami pengembangan (Metcalf & Eddy, 2004).
Sedangkan kelemahan dari reaktor ini yaitu (Reynolds, 1982): •
diperlukan studi pilot scale untuk mengetahui kelayakan aplikasi proses ini untuk air limbah yang akan diolah, sebab pada beberapa jenis limbah, waktu sorpsi yang disebutkan di atas (20-60 menit) tidak cukup untuk proses sorpsi
Sequencing Batch Activated Sludge Reactor
Reaktor sequencing batch activated sludge adalah proses lumpur aktif yang dioperasikan secara batch, dimana proses aerasi dan pengendapan lumpur terjadi dalam satu tangki. Perbedaan yang paling mendasar antara sequencing batch activated sludge dengan lumpur aktif lain adalah fungsinya sebagai ekualisasi, aerasi dan sedimentasi terjadi pada tangki yang sama dengan pengaturan waktu, sedangkan proses-proses tersebut pada lumpur aktif lain terjadi pada 2 tangki yang berbeda sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas.
Prinsip pengoperasian sequencing batch activated sludge terdiri dari 5 tahap yaitu: (1)
Pengisian (fill)
Pada tahap pengisian, air limbah dialirkan masuk ke dalam tangki. Influen air limbah mengandung substrat yang dibutuhkan biomassa aerob dan terjadi proses biokimia. Pengadukan dan aerasi dapat saja dilakukan secara bersamaan ataupun tidak dilakukan sama sekali. Terdapat 3 skenario dalam tahap pengisian reaktor sequencing batch activated sludge yaitu: - Static fill Saat air limbah memasuki reaktor, baik pengadukan maupun aerasi tidak dilakukan. Biasanya, static fill diaplikasikan pada waktu start up reaktor sequencing batch activated sludge, dimana proses nitrifikasi dan denitrifikasi tidak diperlukan. Static fill akan menghemat energi dan biaya suplai energi. - Mixed fill
IV-38
Mixed fill berarti pengoperasian pengaduk selama tahap pengisian tetapi tidak ada suplai udara dari aerator sehingga terjadi kontak yang sempurna antara
influen
(substrat) dan biomassa di dalam reaktor. Oleh karena tidak adanya suplai udara, pada skenario mixed fill akan terjadi kondisi yang anoxic, yang mendorong terjadinya proses denitrifikasi. - Aerated fill Tahap pengisian dengan aplikasi aerated fill mengoperasikan aerator dan pengaduk sekaligus sehingga seluruh bagian reaktor akan teraerasi dan tercipta kondisi yang aerob. Pada tahap pengisian dengan aerated fill, tidak diperlukan perlakuan khusus untuk kelangsungan proses nitrifikasi dan penurunan konsentrasi materi organik. Tetapi, apabila diperlukan proses denitrifikasi, suplai udara harus dihentikan selama waktu tertentu untuk menciptakan kondisi yang anoxic.
Pada tahap pengisian, diperlukan kontrol terhadap konsentrasi oksigen terlarut agar konsentrasinya tidak kurang dari 0,2 mg/L.
(2)
Reaksi (react)
Pada tahap reaksi, laju penurunan zat organik berlangsung drastis, karena tidak adanya tambahan air limbah yang memasuki reaktor. Pada tahap ini, aerator dan pengaduk dijalankan. Jika hanya menggunakan satu aerator dan tidak menggunakan pengaduk, maka pemilihan kapasitas aerator harus disesuaikan dengan kebutuhan area yang harus diaerasi pada kondisi terburuk, misalnya pada saat musim kemarau, karena temperatur tinggi akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air. Penyisihan yang signifikan terjadi pada konsentrasi BOD karbon (carbonaceous BOD), sedangkan denitrifikasi akan terjadi pada kondisi yang anoxic, yaitu pada tahap pengisian.
(3)
Pengendapan (settle)
Aerator dan pengaduk dimatikan, agar lumpur aktif mengendap dan terjadi klarifikasi antara air dengan biomassa. Lumpur aktif cenderung akan mengendap dalam bentuk
IV-39
flocculent. Tahap settle merupakan kunci keberhasilan proses biologi menggunakan sequencing batch activated sludge karena jika lumpur aktif tidak mengendap dengan baik, lumpur akan ikut terbawa aliran efluen dan memperburuk kualitas efluen.
(4)
Pengurasan (decant)
Decanter digunakan sebagai fasilitas pengurasan reaktor. Saat tahap settle berakhir, decanter akan menerima sinyal dan menginisiasi pembukaan valve efluen. Jarak vertikal antara decanter dengan dasar reaktor harus diperhitungkan agar decanter tidak mengganggu biomassa yang telah mengendap.
(5)
Idle
Tahap idle terjadi antara tahap pengurasan dan pengisian. Tahap ini berlangsung selama rentang waktu yang bervariasi, tergantung pada debit influen dan strategi operasi. Pada tahap ini dilakukan pembuangan sebagian lumpur aktif dari dasar tangki (New England Interstate Water Pollution Control Commission, 2005).
Banyaknya lumpur yang harus dibuang dan frekuensi pembungan lumpur ditentukan dengan melihat kinerja sequencing batch activated sludge, sama dengan penentuan banyaknya lumpur dan frekuensi pembuangan pada proses lumpur aktif konvensional. Pada umumnya, pembuangan lumpur pada sequencing batch activated sludge dilakukan pada tahap react, sehingga konsentrasi lumpur yang dibuang akan seragam. Satu keunikan dari sequencing batch activated sludge adalah tidak diperlukannya sistem resirkulasi lumpur (Metcalf & Eddy, 2004).
Parameter penting dalam desain sequencing batch activated sludge diantaranya (1) fraksi lumpur pada reaktor terhadap fraksi pada saat reaktor terisi penuh, (2) waktu pengendapan, pengurasan, dan aerasi. Reaktor sequencing batch activated sludge terdiri dari tangki, peralatan mixing, decanter, dan sistem kontrol.
Kelebihan dari sequencing batch activated sludge adalah:
IV-40
•
proses ekualisasi, proses biologi, dan pengendapan terjadi pada satu tangki
•
pengoperasian dapat dikontrol dan fleksibel
•
penghematan biaya investasi karena tidak membuthkan clarifier dan perlengkapan lainnya.
Sedangkan kelemahan dari sequencing batch activated sludge yaitu : •
biaya perawatan mahal, meliputi perawatan alat kontrol yang banyak dibutuhkan untuk pengoperasian sequencing batch activated sludge, seperti switch dan valve otomatis
•
lumpur aktif berpotensi untuk ikut terbuang bersama air saat tahap pengurasan
•
membutuhkan unit untuk ekualisasi air setelah keluar dari SBR (www.epa.gov).
Dari ketiga alternatif yang telah diuraikan di atas,pengolahan biologi yang digunakan pada kondisi aerob adalah sequencing batch activated sludge. Beberapa alasan pemilihan sequencing batch activated sludge adalah: (1)
proses biologi dan klarifikasi terjadi dalam satu reaktor
(2)
dapat menghemat biaya investasi karena tidak memerlukan clarifier
(3)
operasi terkontrol dan fleksibel
(4)
adanya tahap idle menyebabkan laju penyerapan substrat oleh biomassa berlangsung dengan cepat.
(5)
tidak memerlukan sistem resirkulasi lumpur
(6)
waktu aerasi lebih lama.
Pada IPAL PT Z, pengisian reaktor sequencing batch activated sludge dengan aerasi (aerated fill) dimaksudkan agar terjadi kontak antara biomassa dan substrat, serta memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme aerob. Selain itu, penggunaan reaktor aerob tidak ditujukan untuk mengurangi konsentrasi nitrogen dan fosfor
IV-41
sehingga tidak diperlukan kondisi-kondisi khusus agar terjadi nitrifikasi dan denitrifikasi.
IV-42