BAB IV ANALISIS
4.1
Analisis Persiapan Dalam tahapan persiapan, terdapat proses pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tutupan dan penggunaan lahan (landuse/landcover), data batas administasi tingkat kecamatan dan kelurahan wilayah Bandung, dan data jumlah penduduk wilayah Bandung. Data batas administrasi tingkat kecamatan dan kelurahan wilayah Bandung merupakan data dengan format shapefile (*.shp) yang memiliki sistem koordinat geodetik dengan datum WGS 1984. Sedangkan data jumlah penduduk wilayah bandung merupakan data statistik tingkat kecamatan dan kelurahan di wilayah Bandung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. Dan data landuse/landcover merupakan data dengan format shapefile (*.shp) yang memiliki sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) dengan datum WGS (World Geographic System) 1984. Selanjutnya sistem koordinat dari data landuse/landcover ini ditransformasi kedalam sistem koordinat geodetik. Hal ini dilakukan agar sistem koordinat data landuse/landcover sama dengan sistem koordinat yang digunakan dalam pembangunan sistem grid skala ragam adalah sistem koordinat geodetik dengan datum WGS 1984. Penyeragaman sistem koordinat dan proyeksi yang digunakan dilakukan agar proses penggabungan (overlay) data dan pengolahan data selanjutnya dapat dilakukan. Ukuran grid yang digunakan dalam penelitian ini adalah grid dengan ukuran 5” x 5”. Sehingga dalam proses pembuatan grid skala ragam ukuran 5” x 5” untuk wilayah Bandung dilakukan secara bertahap dari grid dengan ukuran 1° x 1° 30’ hingga didapatkan ukuran 5” x 5”. Dalam penelitian ini digunakan ukuran grid dengan ukuran terkecil agar informasi yang diperoleh lebih teliti dan jika diperlukan informasi distribusi populasi penduduk untuk ukuran grid yang lebih besar, dapat dilakukan agregasi.
37
Penomoran grid dalam penelitian ini dimaksudkan agar masing-masing grid memiliki identitas yang berbeda antar grid. Nomor grid digunakan sebagai indentifier (ID). Dengan adanya nomor grid, data dari hasi proses penggabungan data antara data grid skala ragam dan data tutupan dan penggunaan lahan (landuse/landcover) dapat terlihat jika ada data yang duplikasi yang nantinya dapat direduksi. Sehingga proses pemanggilan dan pembaruan data dapat dilakukan dengan mudah dan efisien.
4.2
Analisis Pemodelan Untuk mengetahui distribusi populasi penduduk wilayah Bandung dibuat model matematis yang merupakan fungsi dari jumlah penduduk dan luas dari masingmasing kelas lahan. Pada tiap kelas lahan memiliki tingkat bobot yang berbeda. Sehingga untuk masing-masing kelas lahan diberikan bobot yang sesuai dengan kemungkinan kelas lahan tersebut ditinggali (terdapat penduduk yang menetap disana). Semakin tinggi bobot yang diberikan maka kelas lahan tersebut memiliki jumlah populasi penduduk yang tinggi pula. Dan sebaliknya, semakin kecil bobot maka jumlah populasi penduduknya rendah.
Pembobotan nilai fungsi lahan untuk setiap kelas lahan, akan berpengaruh pada nilai dari kepadatan (densitas) populasi penduduk untuk setiap kelas lahan pada suatu wilayah. Sehingga dengan adanya pembobotan dengan nilai fungsi lahan untuk setiap kelas lahan ini, mempermudah dan membantu dalam hal mendistribusikan jumlah penduduk di suatu wilayah.
Dengan menggunakan persamaan dari model matematis yang telah dibuat, dapat diperoleh nilai dari kepadatan (densitas) populasi penduduk untuk masingmasing kelas lahan pada setiap kecamatan. Dan dari nilai densitas populasi penduduk tersebut, dapat diketahui jumlah populasi penduduk untuk setiap luasan. Sehingga dapat ditentukan sebaran distribusi penduduk pada setiap kecamatan di wilayah Bandung.
38
Nilai dari densitas populasi penduduk untuk setiap kelas lahan pada masingmasing kecamatan di wilayah Bandung dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Densitas Penduduk Pada Kecamatan di Wilayah Bandung (per Grid Kelas Lahan)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai dari densitas populasi penduduk per kelas lahan setiap kecamatan berbeda-beda. Dan perbedaan ini lebih jelas terlihat jika membandingkan kecamatan yang berada di Kota Bandung dengan kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung. Pada kecamatan yang berada di Kota Bandung rata-rata memiliki nilai kepadatan penduduk yang tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung pada jenis tutupan dan penggunaan lahan (landuse/landcover) yang sama. Hal tersebut dapat terlihat pada kelas lahan permukiman (bobot terbesar) dimana nilai densitas penduduk di kecamatan di Kota Bandung lebih tinggi daripada yang berada di Kabupaten Bandung. Densitas populasi penduduk per-kelas lahan, yang merupakan fungsi dari jumlah penduduk, pada setiap kecamatan dapat berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hal ini dikarenakan variasi kelas lahan dan luas tiap kelas lahan pada tiap kecamatan berbeda-beda. 39
Perbedaan nilai dari densitas populasi penduduk per kelas lahan pada setiap kecamatan ini berpengaruh pada nilai dari jumlah populasi penduduk untuk setiap kelas lahan. Maka, hal ini juga berpengaruh pada distribusi sebaran populasi penduduk pada setiap kecamatan.
Nilai densitas populasi penduduk per kelas lahan yang diperoleh dari model matematis yang dibuat berlaku untuk masing-masing luas administrasi di suatu wilayah. Untuk penelitian ini wilayah administrasi yang digunakan adalah unit tingkat kecamatan. Nilai densitas populasi penduduk pada satu kecamatan tidak dapat dipakai pada kecamatan lain yang memiliki variasi lahan yang berbeda, karena nilai dari jumlah populasi yang didapatkan nantinya akan berbeda dengan data statistik dari BPS. Sehingga untuk memperoleh nilai densitas populasi penduduk per grid untuk tiap kecamatan dilakukan perhitungan pada masingmasing kecamatan yang akan dimodelkan.
4.3
Analisis Visualisasi dan Validasi Dari hasi visualisasi dapat terlihat sebaran dari distribusi populasi penduduk untuk wilayah Bandung secara spasial. Visualisasi distribusi ditampilkan dengan perbedaan gradasi warna yang menunjukan jumlah penduduk pada masingmasing tingkatan warna. Semakin gelap warna, jumlah penduduk semakin banyak.
Jika hasil visualisasi dibandingkan dengan data landuse/landcover,
dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkatan jumlah penduduk sesuai dengan masing-masing kelas lahannya. Kelas lahan permukiman memiliki jumlah populasi penduduk yang tinggi jika dibandingkan dengan kelas lahan lainnya.
40
Gambar 4.2 Pola Distribusi Populasi Penduduk antar dua kecamatan di Kabupaten Bandung
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa antar dua kecamatan, yaitu kecamatan Ibun dan Kecamatan Paseh di Kabupaten Bandung memiliki pola distribusi populasi penduduk yang menyatu walaupun berada pada lintas kecamatan. Hal ini menunjukan bahwa visualisasi distribusi populasi penduduk, yang nilainya diperoleh dari model matematis yang dibuat, dapat memberikan informasi yang baik untuk memeproleh informasi distribusi populasi penduduk yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Validasi model distribusi populasi penduduk yang dilakukan adalah dengan mengimplementasikan nilai densitas populasi penduduk per kecamatan (yang diperoleh dari model matematis) untuk menghitung jumlah populasi penduduk pada wilayah administrasi yang lebih kecil (kelurahan). Dari hasil validasi diperoleh persentase selisih antara jumlah penduduk yang diperoleh dari model dengan data BPS pada tingkat kelurahan lebih besar jika dibandingkan dengan persentase selisih jumlah penduduk dari model dengan BPS pada tingkat kecamatan (tabel 3.5). Hal menunjukan bahwa nilai densitas populasi penduduk yang didapatkan dari model distribusi populasi penduduk lebih baik digunakan
41
untuk menghitung jumlah populasi penduduk pada tingkat kecamatan dibandingkan pada tingkat kelurahan. Dengan menggunakan sistem grid skala ragam, distribusi populasi penduduk dapat terlihat dengan jelas sebarannya secara gradual. Sehingga memudahkan pengguna (user) untuk mendapatkan informasi secara spasial mengenai distribusi populasi penduduk untuk wilayah Bandung yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Selain itu, jika terdapat pembaruan data, misalkan terdapat peningkatan jumlah penduduk, dengan sistem basis data yang telah dibuat proses pengubahan/pembaruan data dan visualisasi pun dapat dilakukan secara mudah dan efisien. Dan selain itu juga dalam sistem basis data yang telah dibangun, sistem pemanggilan data juga dapat dilakukan. Sehingga pengguna dapat memperoleh informasi secara efisien dan lebih up to date.
42