BAB IV ANALISA TERHADAP KONSEP KEPEMILIKAN HARTA DALAM SISTEM EKONOMI KAPITALIS DAN ISLAM
A. Analisis Terhadap Konsep Kepemilikan Harta Dalam Sistem Kapitalis Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang lebih mementingkan hak individu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat umum. Pelaku ekonomi bersifat individu dengan bebas untuk mengusahakan keberhasilan ekonomi dengan bebagai cara yang dikehendakinya dan menanggung resiko pribadi. Seperti semboyan kapitalis “Segala sesuatu untuk diri sendiri.”Ini menunjukkan bahwa kapitalis mempunyai hak memiliki secara pribadi yang tidak terbatas atas alat-alat produksi yang tenaga penggeraknya adalah laba pribadi. Sistem ekonomi kapitalis lebih memprioritaskan kepentingan individu daripada kepentingan umum, masih ada kebaikan- kebaikan didalamnya. 1. Kebaikan-kebaikan sistem ekonomi kapitalis,1 yaitu : a. Para pendukung mazhab sistem ekonomi kapitalis menyatakan bahwa kebebasan ekonomi sangat bermanfaat bagi masyarakat. Dengan kebebasan ekonomi disini, maka masyarakat banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
1
M Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 315.
38
39
b. Persaingan bebas di antara individu akan mewujudkan tahap “produksi“ dan tingkat “harga“ pada tingkat yang wajar dan akan membantu, mempertahankan penyesuaian yang rasional di antara kedua variabel. Persaingan akan mempertahankan keuntungan dan upah pada tingkat yang sederhana. c. Para ahli ekonomi kapitalis menyatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan keuntungan merupakan tujuan yang terbaik, sebanding dengan tujuan untuk memaksimumkan. Semakin sedikit kesempatan untuk memperoleh keuntungan semakin kecil semangat untuk bekerja dan meningkatkan produksi. Sebaliknya jika kita mempertahankan motivasi
mendapatkan
setiap
individu
untuk
memperoleh/
mendapatkan pendapatan sebanyak mungkin, setiap orang akan berupaya bekerja keras dengan tenaga yang maksimum serta berusaha untuk melakukan produksi maksimum. Persepsi yang dikemukan oleh para pendukung ekonomi kapitalis tersebut diatas untuk menumbuhkan semangat dan menyadarkan kita bahwa ekonomi sudah dikuasai oleh kaum kapitalisme yang secara tidak sadar, karena dengan upaya kerja keras dengan tenaga maksimum untuk memperoleh pendapatan yang layak. Kalau tidak demikian pendapatan para pekerja akan tetap kecil dan tidak mengikat. Tetapi disamping kebaikan yang dikemukakan diatas ada kelemahan-kelemahannya.
40
2. Kelemahan-kelemahan sistem ekonomi Kapitalis,2 yaitu : a. Persaingan bebas yang tidak terbatas, mengakibatkan banyak keburukan dalam masyarakat apabila ia menggangu kapasitas kerja dan sistem ekonomi serta menculnya semangat persaingan diantara individu. Sebagai contoh hak individu yang tidak terbatas untuk memiliki harta mengakibatkan distribusi kekayaan yang tidak seimbang dalam masyarakat dan pada akhirnya akan merusak sistem perekonomian. b. Adanya perbedaan yang radikal (jelas) antara hak-hak majikan dan pekerja, penerima upah tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan saingannya, sehingga ketidakadilan ini memperdalam gap (jurang) antara yang kaya dan miskin. c. Sistem ekonomi kapitalis, disatu pihak memberikan seluruh manfaat produksi dan distribusi di bawah penguasaan para ahli, yang mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak dan membatasi mengalirkan kekayaan di kalangan orang-orang tertentu saja. Di pihak lain menjamin kesejahteraan semua pekerja (yang merupakan sebagian faktor produksi) kepada beberapa orang yang hanya mementingkan diri sendiri. Ditinjau dari norma objektif, menurut Prof. Halim untuk menilai sistem sosio-ekonomic ada 4 (empat) kritik terhadap kapitalisme, antara lain : a. Distribusi kekayaan yang kurang merata. 2
Ibid, hlm. 316.
41
Hal ini sangat merugikan masyarakat sehingga muncul masalah ekonomi seperti banyaknya pengangguran, terjadinya kepincangan sosial, merusaknya sistem perekonomian. Untuk itu yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. b. Kapitalisme sering dianggap kurang produktif dibanding dengan sistem kolektif yang dapat merencanakan pembangunan secara tepat. c. Kapitalisme kurang kompetitif, motivasi laba dan perjuangan kompetitif bersamaan dengan teknolgi modern menyebabkan kecenderungan monopoli yang melanggar falsafat kapitalisme. d. Kapitalisme kurang mempertahankan tingkat
kesempatan kerja yang
tinggi. Kondisi di masyarakat kapitalisme dimana peran modal begitu unggul dan keyakinan akan ampuhnya rasio sebagai penguat tenaga. Berkat rasio manusia telah memenangkan kemenangan atas kehidupan dunia, dalam derajat tertentu telah menjadikannya sebagai sosok makhluk yang berkedudukan sebagai “penakluk”.3 Seolah-olah modal sangat penting kedudukannya dalam memposisikan status manusia itu sendiri. Dimana di dalam masyarakat kapitalis terdapat jutaan penduduk yang menjual tenaganya dengan harga murah pada minoritas pada orang yang memiliki modal dan harus menjalani penderitaan jika tidak ada majikan yang membeli tenaganya atau tiba-tiba harus di PHK.
3
Eko Prasetyo, Islam Kiri: Melawan Kapitalisme Modal Dari Wacana Menuju Gerakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002, hlm. 81-82.
42
Kekuasaan yang berwatak kapitalis masih ada yang menunjukkan berbagai
bentuk
perbudakan
manusia.
Keinginan
yang
kuat
untuk
mendominasi/menguasai muncul melalui berbagai aturan-aturan yang pada dasarnya bertujuan pokok melakukan kontrol agar tidak ada perlawanan pada modal.4 Hal ini tercermin dalam tindakan ekonomi kapitalistik Adam Smith merupakan suatu tindakan yang mempunyai kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan secara damai, dimana usaha kapitalistik berdasarkan mencari keuntungan secara rasional. Dalam artian bahwa keuntungan di sini bisa diterima secara rasio untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Karl Mark, sistem kapitalisme di Inggirs abad XIX telah melahirkan kisah-kisah tentang kesengsaraan hidup, yaitu adanya sistem penindasan melalui mekanisme pasar dimana kaum pekerja terpaksa menerima upah rendah karena tidak seimbangnya antara lapangan perkerjaan dan pencari kerja, yaitu bahwa jumlah pencari kerja jauh lebih besar dibanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Dalam hal ini dijadikan kesempatan besar bagi kaum kapitalis untuk mencari keuntungan yang luar biasa dengan mengembangkan sistem ekonomi kapitalisme di negara-negara berkembang, sehingga dampaknya adalah negara berkembang tidak bisa menjadi maju, sebaliknya negara-negara maju terus menjadi semakin maju. B. Analisa Terhadap Konsep Kepemilikan Harta Sistem Ekonomi Islam. 4
Ibid, hlm. 85.
43
Islam memperkenankan setiap orang untuk memiliki harta benda secara pribadi, akan tetapi seiring itu pula Islam menuntut terhadap harta bendanya itu untuk dimanfaatkan secara kolektif (bersama), sedekahnya atau membelanjakan sebagai dari harta tersebut di jalan Allah, mengeluarkan zakat dan infaq. Cara perolehan harta benda tersebut, haruslah dengan cara jujur dan bermanfaat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Islam mempunyai pandangan yang jelas harta dan kegiatan ekonomi serta bidang-bidang ilmu lainnya yang tidak luput dari kajian Islam, yang bertujuan untuk menuntun berada di jalan lurus (Shirat al-Mustaqim).5 Pandangan Islam mengenai harta dan kegiatan ekonomi,6 menurut Syafi’i Antonio, yaitu : 1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang berada di muka bumi, termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan untuk manusia hanya bersifat relatif, sebatas melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Dalam hal ini harta yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebagai titipan dari Allah SWT yang harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama. 2. Status harta yang dimiliki manusia adalah : a. Harta sebagai amanah dari Allah SWT, manusia hanya pemegang amanah karena memang manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada. 5
Achmad Ramzy Tajoeddin, dkk, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana dan P3EI UII, 1992, hlm. 3. 6 Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 7.
44
Dari bahasa Enstein, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang mampu dilakukan manusia adalah merubah dari satu bentuk energi ke energi lain. b. Harta sebagai perluasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.Naman manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta (Q.S. Ali Imron : 14). c. Harta sebagai ujian Keimanan (Q.S. al-Anfaal : 28) Apakah manusia tersebut mau menginfaqkan/tidak harta yang dimilikinya atau justru harta tersebut membawa manusia pada kehinaan/lupa akan nikmat Allah SWT. d. Harta sebagai bekal ibadah, yaitu melaksanakan perintah-Nya (Q.S. atTaubah : 41,60), (Q.S. Ali Imron : 133-134). Dengan harta yang kita miliki mampu mengantarkan kita pada derajat Taqwa, apabila digunakan di jalan Allah SWT. 3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (‘amal)/mata pencaharian (ma’isyah) yang halal sesuai dengan aturan-Nya (Q.S. alMulk : 15), (Q.S. al-Baqarah : 267), (Q.S. 41 :105), Mencari Rizqi yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain ( H.R. Tabrani). “Sesungguhnya Allah mencari Hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari yang halal untuk keluarganya maka sama seperti mujahid di jalan Allah” (H.R. Ahmad)
45
4. Dilarang mencari harta, berusaha/bekerja yang dapat melupakan kematian, (Q.S. at-Takaasur : 1-2), melupakan Dzikrullah (tidak ingat kepada allah dengan segala ketentuan-Nya) (Q.S. al-Munaafiqin : 9), melupakan sholat dan zakat (Q.S. an-Nuur : 37) dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang saja (Q.S. al-hasyr : 7). 5. Dilarang menempuh usaha yang haram seperti kegiatan riba (Q.S. alBaqarah : 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (Q.S. 5 : 9091), mencuri, merampok (Q.S. 5 : 38) curang dalam takaran timbangan (Q.S. al-Muthaffifin 1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan (Q.S. 2 : 188) dan melalui suap menyuap (H.R. Imam Ahmad). Aktifitas ekonomi dalam pandangan Islam pada hakekatnya bertujuan untuk : 1. Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana 2. Memenuhi kebutuhan keluarga 3. Memenuhi kebutuhan jangka panjang 4. Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan 5. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah7 Dalam rangka pencapaian itulah Islam memberikan panduan dan aturan tentang bentuk kebebasan aktivitas manusia dalam memperoleh kekayaan. Kebebasan tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan baik secara sosial maupun dihadapan Allah SWT.
7
hlm. 15.
Muh. Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991,
46
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu bahkan bersinggungan atau bahkan dibatasi oleh kebebasan individu orang lain. Menyangkut masalah individu, hak individu dalam kaitannya dengan masyarakat, para sarjana muslim bersepakat pada prinsip-prinsip berikut ini8 : 1. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari kepentingan individu . 2. Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat, meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan syariah. 3. Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk mehilangkan yang lebih kecil, menfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, bahaya yang lebih kecil harus dapat diterima/diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar, sedangkan
manfaat
yang
lebih
kecil
dapat
dikorbankan
untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar. Dalam sistem ekonomi hendaknya tidak lepas dari nilai-nilai kemanusiaan yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri, sehingga tercipta ekonomi masyarakat yang merata, aman dan makmur. Islam memberikan kebebasan serta hak milik9 kepada individu dan mengelola usaha secara pribadi, akan tetapi tanpa merusak ekonomi masyarakat. Pemilikan
pribadi
dalam
pandangan
Islam
tidaklah
bersifat
mutlak/absolut (bebas tanpa kendali dan batas). Sebab di dalam berbagai 8
Rahman el-Junusi, “Pandangan Islam Terhadap The Theory of “Invisible Hand“ ADAM SMITH” dalam Theologia Jurnal Ilmu Ushuluddin Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 16. 9 Hasbi al-Siddiqi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, hlm. 8.
47
ketentuan tidak dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya.10 Untuk itu dapat disebutkan prinsip dasarnya,11 menurut Suhrawardi K. Lubis, yaitu : 1. Pada hakikatnya individu hanyalah wakil dari masyarakat. Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu/pribadi hanya merupakan wakil masyarakat yang diserahi amanah. Amanah untuk mengurus dan memegang harta benda. Pemilikan atas harta benda tersebut hanya bersifat sebagai uang belanja. Sesungguhnya keseluruhan harta benda tersebut secara umum adalah hak milik masyarakat. Masyarakat diserahi tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut. Sedangkan yang menjadi pemilik mutlak dari harta benda tersebut adalah Allah. Sebagaimana firman Allah Q.S. al-Hadid : 7,
$ $ $
!" #
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rosul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya “. Untuk itu telah jelas bahwa pemilikan pribadi atas sesuatu harta benda dalam pandangan Islam sebenarnya hanya bersifat untuk pemilikan hak pembelanjaan dan pemanfaatan belaka. Dan menguasai di sini,
6.
10
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, hlm.
11
Ibid, hlm. 6.
48
bukanlah penguasaan yang bersifat mutlak/absolut, dalam hal ini hanyalah sekedar menafkahkan sesuai ketentuan hak yang telah digariskan Allah. 2. Harta benda tidak boleh hanya berada di tangan pribadi (sekelompok) anggota masyarakat.12 Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan dalam masyarakat. Sekiranya harta benda itu hanya berada ditangan pribadi (monopoli kelompok) tertentu maka anugerah Allah tersebut hanya berada di tangan segelintir orang. Dalam hal ini dilarang penumpukan harta. Sebagaimana dalam Q.S. al-Hasyr : 7.
$ $ $ #%# &' "( ) *+ ,-./$ $ $ “…. Supaya harta itu juga hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu….” Untuk itu diharapkan sebagian dari harta tersebut digunakan untuk mengeluarkan zakat, dimana zakat bertujuan untuk distribusi kekayaan bagi fakir miskin, untuk membebaskan budak-budak, membayar hutang bagi para penghutang dan membantu problem-problem agama.13 Pendistribusian zakat (termasuk infaq, sedekah, hadiah) merupakan suatu syarat untuk memperoleh pemilikan pribadi, walaupun pihak penerima hak disini tidak melakukan prestasi apa-apa terhadap pemberi. Dalam hal ini posisi mereka hanyalah sebagai orang yang membutuhkan,
12
Sayyid Qutub, 1984: 146- 152. Eko Supriyadi, Sosialisme Islam: Pemikiran Ali Syari’ati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003, hlm. 125. 13
49
diberikan kedudukan suci dalam Islam dan dijadikan jalan yang sah untuk memperoleh pemilikan pribadi terhadap sesuatu benda.14 Walaupun didalam syariat Islam diakui adanya hak-hak yang bersifat perorangan terhadap sesuatu benda, bukan berarti atas sesuatu benda yang dimilikinya tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain. Menurut Suhrawardi K. Lubis, adanya hak orang lain (hak masyarakat) terhadap hak milik yang diperoleh seseorang dibuktikan dengan antara lain adanya ketentuan.15 a. Pelarangan penimbunan barang. Dalam ketentuan syariat Islam seseorang pemilik harta tidak diperbolehkan untuk menimbun barang dengan maksud agar harga barang tersebut naik secara drastis, terutama barang-barang yang merupakan kebutuhan masyarakat, seperti bahan bangunan (semen), bahan makanan (beras), bahan pendidikan (kertas) dan lain-lain. Sebagaimana dalam Hadist dikatakan : 1. Hadist yang diriwayatkan Raziim dalam al-Jaminya menyebutkan : bahwa Nabi bersabda, ”sejelek-jeleknya hamba adalah penimbun, jika mendengar barang murah, ia murka, jika barang menjadi mahal, ia gembira “.
14 15
Suhrawardi K. Lubis, op.cit, hlm. 12. Ibid, hlm. 12-14.
50
2. Hadist yang diriwayatkan Abu Daud, At Tarmidzi dan Muslim dari Muammar bahwa Nabi bersabda, “Siapa yang melakukan penimbunan, ia dianggap bersalah” {Sayyid Sabiq (12), 1988:99} b. Larangan memanfaatkan harta-harta untuk hal-hal yang membahayakan masyarakat. Dalam hal ini, walaupun harta tersebut merupakan milik individu, akan tetapi dalam penggunaan harta tersebut tidak diperbolehkan untuk hal-hal yang mengakibatkan timbulnya bahaya atau kerusakan bagi masyarakat banyak. c. Pembekuan Harta. Dalam rangka menghormati hak-hak masyarakat dalam sesuatu benda yang dimiliki oleh seseorang, maka perbuatan pembekuan harta oleh seseorang pemilik barang oleh syariat Islam sangat dicela. Dalam hal ini Abdullah Syah (Guru besar IAIN Sumut) mengemukakan, ”Islam mewajibkan zakat dari harta simpanan yang tidak digunakan untuk proyek-proyek yang bermanfaat, sebagaimana halnya zakat diwajibkan dari harta yang digunakan untuk produksi. Tujuannya agar pemilik-pemilik modal mau mengembalikan harta mereka”. (Abdullah Syah,1992 : 16) Dari sini terlihat jelas bahwa baik atas harta/benda yang tidak produktif maupun atas harta/benda yang produktif, sama-sama dikenai kewajiban untuk membayar zakat. Dengan demikian pemilik harta didorong untuk mengembangkan hartanya untuk hal-hal yang produktif.
51
d. Pengembangan Harta Dalam hal pengembangan harta menurut pandangan Islam harus diperhatikan hak-hak masyarakat. Prinsip pokok dalam hal pengembangan harta dalam pandangan Islam ialah kegiatan ekonomi harus tetap sejalan atau tidak bertentangan dengan aqidah. C. Implementasi dan Relevansi Konsep Kepemilikan Harta Dalam Sistem Ekonomi Kapitalis Dan Sistem Ekonomi Islam. Dalam istilah kapitalisme, ada tiga segi yang perlu diperhatikan menurut Syed Nawwab Naider Naqvi,16 yaitu : 1. Cara produksi kapitalistis 2. Kerangka sosio- ekonomi kapitalistis 3. Mentalitas kapitalistis Dari ketiga segi diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan produksi kapitalistis merujuk pada suatu peningkatan intensitas modal dari sektor penghasil komoditi dan hal ini merupakan ciri khas setiap ekonomi yang berkembang, sehingga tidak menutup kemungkinan segi diata dapat dimiliki oleh sistem ekonomi non kapitalis. Akan tetapi dalam peningkatan intensitas modal sangat tidak layak ketika ditekankan dengan memaksakan perbudakan ekonomi/politik atas orang proletar. Menurut Peter Berger dalam bukunya yang berjudul Kapitalisme
16
Sebagai
Suatu
Fenomena,
dia
memahami
kapitalisme
Syed Nawab Naider Naqvi, Etika Dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan, hlm. 113.
52
sebagai suatu fenomena historis. Dia mengatakan bahwa mekanisme pasar di dalam masyarakat yang digolongkan kapitalis banyak ditentukan oleh perusahaan-perusahaan yang cenderung monopolistis dan serikat-serikat buruh dan datangnya ‘negara pajak’ telah memasukkan alokasi politik sebagai suatu faktor yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat kapitalis. Sehingga menurut Berger bahwa Amerika Serikat lebih kapitalis dari pada uni Soviet.17 Dengan melihat bahwa kapitalis tumbuh dan berkembang dengan adanya istilah “kapital“, untuk itu kapitalis memandang pemilikan harta adalah hak milik mutlak berada di tangan individu, dimana peran utama dalam menguasai harta adalah individu. Dari pandangan kapitalisme dalam hal ini, maka telah jelas bahwa kapitalisme ada sedikit perbedaan dengan Islam,18 yaitu : 1. Kapitalisme tidak meletakkan aspek ruhani dalam melakukan kegiatan ekonomi sehingga yang muncul adalah penghambaan pada aspek materi saja. Padahal jika tidak ada keseimbangan antara aspek ruhani dan aspek materi berakibat dapat menjadikan individu tersebut hanya memperoleh kesenangan sesaat dan mengalami kekeringan sumber kebahagian. 2. Kapitalisme kurang seimbang dalam pengembangan harta.
17
Amir Effendi Siregar, Ed., Arus Pemikiran Ekonomi Politik, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1991, hlm. 1. 18 Ibid, hlm. 114.
53
Dimana
kapitalisme
membolehkan
kekayaan
terpusat
pada
segelintuir orang, dengan alasan bahwa hanya kaum kayalah yang berhak menabung dan melakukan investasi. Hal ini telah memberi kesempatan untuk menumpuk materi demi memperkuat kepentingan pribadi, sehingga tidak adanya keseimbangan sosial antara si kaya dan si miskin. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, QS 59: 7
$ $ $ #%# &'
"( ) *+ ,-./$ $ $
“….supaya kekayaan itu jangan hanya beredar diantara orang- orang kaya saja diantara kamu. “ 3. Kapitalisme sangat mendukung kebebasan manusia. Dimana manusia menjadi subyek atas pemilikan harta, sehingga mengaburkan adanya hak mutlak dari Allah SWT. Sebagaimana dalam Islam bahwa semua harta adalah milik Allah SWT dan manusia menguasainya sebagai amanah dari Allah SWT, menunjuk pada pemilikan kekayaan secara kolektif, sedang kebebasan tanpa batas atas kekayaan pribadi menyebabkan kaum miskin menjadi sangat miskin dan kaum kaya menjadi sangat kaya. 4. Kapitalisme tidak menitik beratkan pada tanggung jawab kolektif. Hal ini terlihat adanya kebijakan- kebijakan bagi setiap individu untuk membayar pajak pendapatan progresif dan death duties (pemajakan atas harta orang mati sebelunm dibagi kepada para ahli warisnya), namun kebanyakkan individu tidak peka dan peduli bahkan melakukan penghindaran dan
54
pengelakkan pajak. Dan ini sangat tidak bertanggung jawab terhadap kolektif. Dan disini tidak adanya campur tangan negara dalam pengelolaan pajak. Dalam Islam sendiri, telah jelas mengenai sistem ekonomi, dimana keaslian Islam dalam memandang ekonomi adalah dengan menitik beratkan moral dan ruhani sebagai landasan berekonomi. Kewajiban moral dengan gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras dengan ketentuan filsafat moral Islam. Islam tidak memiliki otoritas dalam proses ekonomi, sedang campur tangan negara ditujukan untuk mengokohkan pertentangan sosial yang mungkin terjadi antara perilaku moral dan ekonomi manusia yang telah mengarahkan masyarakat pada jalan perbudakkan. Sedang sebenarnya manusia diciptakan oleh Allah itu sama-sama untuk beribadah kepadaNya. Untuk itu Islam sangat menghormati hak milik orang lain/individu. Pengakuan hak milik perseorangan adalah berdasarkan kepada tenaga dan pekerjaan, baik sebagai hasil pekerjaan sendiri ataupun yang diterimanya sebagai harta warisan dari keluarganya yang meninggal.19 A. Wahab Khalaf menegaskan dalam bukunya asy-Syiyasatus asySyari’ah, bahwa dasar dari pemindahan hak milik dari seseorang kepada yang
19
hlm. 135.
H. Zaenal Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986,
55
lain ialah “’an taradhin”
0 12 3 (karena
atas suka dan ridho). Dia
mengemukakan tiga ketentuan bagi pengakuan hak milik dalam Islam.20 1. Larangan memiliki barang-barang orang lain melalui jalan yang tidak sah. 2. Menghukum orang-orang yang mencuri, merampas atau mengambil barang yang bukan miliknya baik secara main-main, apalagi kalau benarbenar mengambilnya. 3. Larangan menipu dalam jual beli dan membolehkan khiyar (berfikir meneruskan atau membatalkan jual beli) dalam masa tiga hari. Dari ketiga ketentuan di atas, dimaksudkan agar harta yang kita miliki benar-benar bersih dan diridhoi oleh Allah SWT. Selain itu juga untuk memberikan pelajaran bagi orang-orang yang berani untuk mencuri dan serta mengajarkan bagaimana jujur dalam jual beli. Semua ini tidak lain untuk kemaslahatan bersama sehingga terhindar dari kekacauan dimasyarakat. Adapun batas-batas yang ditetapkan oleh agama Islam dalam mengimplementasikan hak milik adalah :21 1. Melarang pengambilan harta orang lain, kecuali dengan jalan yang sah. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam QS. 2 : 188.
( /4 567 89 :" ;2 <=>" #" +
2
? @"A # B
/2( , 1
“Dan janganlah kamu memakan harta orang lain diantara kamu, dan kamu pergunakan tangan kakimu untuk dapat mengambil sebagian harta orang lain dengan jalan yang tidak sah sedang kamu mengetahui” 20 21
Ibid, hlm. 135. Ibid, hlm. 136.
56
Dan didalam QS. An-Nisa’ : 29,ditegaskan bahwa dilarang mengambil harta orang lain kecuali dengan keridhoan 2. Mengharamkan riba dan perjudian. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. 2 : 275 dan 276. dan QS.3:130, Allah menetapkan diharamkanya riba dan QS.2:219, Allah mengharamkan perjudian.. 3. Melindungi harta anak yatim dan safieh (orang yang tidak sanggup menjaga hartanya.) Sebagainana dalam QS.Al-Isra:24 dan QS4:9 Allah melarang memakan harta anak yatim yang didalam penjagaanya dengan jalan yang tidak sah QS.4:55 Allah menetapkan perlindungan atas harta orang-orang yang safieh. 4. Mencegah peradaran harta dan kekayaan orang-orang kaya saja. Sebagaimana dalan QS. Al-Hasyr : 7 Allah berfirman bahwa janganlah diberi kesempatan harta benda hanya beredar dikalangan orang-orang kaya belaka.
Susunan ekonomi harus diatur begitu rupa sehingga seluruh
manusia dapat mempunyai hak milik. 5. Menyerahkan jaminan bagi orang-orang yang terlantar. Sebagaimana dalam QS. al-Isra : 26, diperintahkan sokongan atas kerabat, orang-orang terlantar dalam perjalanan. Di dalam zaman modern ini, lebih peraktis jaminan itu kalau diserahkan kepada organisasi-organisasi sosial yang menjurus masalah di atas. Meskipun sangat terlihat jelas implementasi hak milik dalam kedua sistem ekonomi di atas (sistem kapitalisme dan Islam) saling bertentangan,
57
tetapi masih ada yang beranggapan bahwa antara Islam dan kapitalis ada sedikit relevansinya yaitu dalam menghargai kebebasan individu.22 Jika dalam kapitalisme beranggapan bahwa adanya pengaturan terhadap hak individu secara mutlak dan Islam pun mengakui hak milik individu, namun dalam hal ini kapitalisme lebih pada penguasaan harta mutlak milik individu, sehingga individu bebas untuk mengkonsumsi, memproduksi atau mendistribusikan. Adapun ciri-ciri kapitalisme adalah :23 1. Tidak ada perencanaan, ini mengandung arti bahwa adanya kekuasaan para konsumen dalam ekonomi kapitalis. Dalam sistem ekonomi kapitalisme tidak ada rencana ekonomi sentral, tindakan ekonomi yang tidak terkoordinasi dan bersifat individual bebas. Sehingga mencul persaingan bebas yang merupakan kekuatan pasar. 2. Kebebasan memilih pekerjaan, menurut Karl Marx, bahwa pekerjaan dalam sistem ekonomi kapitalis adalah bebas dalam arti ganda. Pertama, sebagai manusia bebas dalam artian ia tidak dapat memberikan tenaga kerjanya sebagai komoditinya sendiri. Kedua, ia tidak dapat mempunyai komoditi lain untuk dijual.Ini menunjukkan bahwa kekuasaan penuh ada pada diri individu.
22 23
Syeh Nawab Haider Naqvi, Op. cit, hlm. 112. Rahman el-Junus, op.cit, hlm. 13.
58
3. Kebebasan berusaha, dalam sistem kapitalisme, kebebasan diartikan sebagai kemerdekaan untuk memperoleh hak milik, karena hak milik diperlukan untuk pemeliharaan kemerdekaan pribadi. 4. Kebebasan untuk menabung dan menginvestasi, dalam kapitalisme, kebebasan menabung didukung dan ditingkatkan oleh hak untuk mewariskan kekayaan. Dalam menghargai kepentingan umum, kapitalisme mewajibkan pembayaran pajak, namun dititkberatkan pada tanggungjawab individu yang kaya, tanpa campur tangan pemerintah. Padahal, jika melihat basis individu dalam
masyarakat
kebanyakan
melakukan
penyerobotan
dari
pada
pemberian.24 Bahkan sampai penghindaran dan pengelakan pajak, hal ini disebabkan karena tidak ada pengawasan dari negara. Sedang negara hanya sebagai pengelola dengan memberi kebebasan kepada individu. Ini menunjukkan bahwa kapitalisme tidak menitikberatkan pada tanggungjawab kolektif, sebagaimana yang telah dilakukan Islam. Dalam Islam sendiri juga terdapat pajak zakat sebagai alat kebijaksanaan Islami. Di mana hasil pungutan zakat digunakan untuk membasmi kemiskinan. Untuk itu, setiap orang kaya harus mengeluarkan sebagian hartanya yang dapat diinvestasikan. Dalam hal ini pemerintah harus memaksa si kaya untuk mengeluarkan zakat yang sama halnya bahwa pemerintah telah
24
Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit, hlm. 116.
59
membangun pilar penting dalam proyek penyejahteraan rakyat dan sekaligus telah membangun pilar keadilan sosial.25 Adapun perlunya pengawasan pemerintah terhadap harta zakat adalah dimulai dari tahapan penarikan atau dalam pengoperasian. Menurut M. Faruq an Nabahan, sistem pengawasan pemerintah secara garis besar dapat dikategorikan pada dua hal berikut ini :26 1. Mengawasi sistem penarikan zakat. Pemerintah bisa menugaskan aparat perpajakan dalam mengecek harta apa saja yang harus dizakati. Pemerintah juga harus memiliki dewan kehormatan zakat yang manjamin bahwa zakat dioperasikan sesuai program agung syariah. 2. Pengoperasian harta hasil zakat. Harta zakat sangat berperan penting dalam mewujudkan keadilan sosial yang lebih merata. Di mana zakat sebagai solusi yang sangat realistis dalam penyelamatan problem sosial diera modern. Dalam
mengalokasikan
harta
zakat,
bisa
memulai
dengan
mengategorikan para mustahiq (yang berhak atas zakat) ke dalam berbagai kelas, dalam artian sesuai dengan kebutuhan mereka. Untuk yang telah lemah bekerja, maka diberikan kebutuhan rutin perbulan, kemudian untuk yang berpenghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan, maka diberi tambahan yang dapat mencukupi kebutuhannya.
25 26
M. Faruq an-Nabahan, op.cit, hlm. 111. Ibid, hlm. 113.
60
Pemberian zakat tidak harus berupa uang, tetapi bisa berupa peralatan yang dapat menunjang penghasilan mereka, bahkan bisa berupa asuransi untuk menjamin mereka yang tidak bekerja. Selain zakat, Islam memerintahkan manusia untuk memberikan sedekah atau shodaqoh,27 yaitu pengeluaran wajib untuk membantu fakir miskin, atau usaha-usaha sosial lainnya yang harus dibantu, misalnya akibat bencana alam, kelaparan dan sebagainya. Dan juga memberikan amal kebajikan berupa bantuan secara umum untuk semua yang membutuhkan.
27
Zainal Abidin Ahmad, , op.cit, hlm. 271.