BAB IV ANALISA PERILAKU JUAL BELI BUAH-BUAHAN DI PASAR JOHAR SEMARANG
Bab ini merupakan puncak pembahasan dari penulis. Penulis akan menganalisa perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di Pasar Johar Induk Semarang, ditinjau dari hukum Islam atau syari'at Islam. Dalam bab III, penulis sudah memaparkan data-data yang memberi gambaran yang cukup jelas bagaimanakah perilaku para pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di Pasar Johar Semarang, yang sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan (permasalahan) yang ada di bab satu poin satu tentang "Bagaimanakah perilaku pedagang buah-buahan di Pasar Johar berkaitan dengan ketepatan timbangan." Baiklah, berikut ini akan penulis analisis data-data perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketetapan timbangan di Pasar Johar Semarang (yang ada dalam bab III). Berikut analisis satu persatu secara rinci tentang kasus tersebut: A. Analisa Perilaku Para Pedagang Buah-Buahan Mengenai Ketepatan Timbangan Jual beli merupakan salah satu bentuk kemudahan bagi manusia untuk memenuhi segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya sebagai makhluk individu sosial. Seiring dengan perjalanan kehidupan manusia, tergulirnya waktu dan akibat dari kemajuan dan berkembangnya
60
61 zaman dalam hal perdagangan (jual beli). Hukum Islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba / seluruh macam penipuan dalam hal berjual beli. Seperti yang terjadi di Pasar Johar Semarang, para pedagang banyak yang mengurangi timbangan dalam berjual beli buah-buahan. Perilaku pedagang buah-buahan mengenai kecurangan dalam timbangan ini sudah lama terjadi dan sering dijumpai perilaku pedagang semacam itu yang telah meresahkan para pembeli. Pembeli pun tidak berani untuk menegur pedagang mengenai timbangan yang dipakai dalam berjual beli. Allah telah menjelaskan dan menerangkan bahwa berjual beli hendaklah melakukan penyempurnaan takaran dan timbangan. Sebagaimana pada ayat-ayat di bawah ini akan terlihat bagaimana al-Qur’an menegaskan keharusan penegakan kesempurnaan ukuran dan timbangan. Sebagaimana firman-Nya:
ﻢ ﻫ ﺎ َﺀﺷﻴ ﺱ ﹶﺃ ﺎﻮﺍ ﺍﻟﻨﺨﺴ ﺒﺗ ﻭ ﹶﻻ ﺍ ﹶﻥﺍﹾﻟﻤِﻴﺰﻴ ﹶﻞ ﻭﻭﻓﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﹶﻜ ﻢ ﹶﻓﹶﺄ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻦ ﻨ ﹲﺔ ِﻣﻴﺑ ﻢ ﺗ ﹸﻜﺎ َﺀﺪ ﺟ ﹶﻗ... ﺻﹶ ﺪ ِﺇ ﻌ ﺑ ﺽ ِ ﺭ ﻭﺍ ﻓِﻲ ﹾﺍ َﻷﺴﺪ ِ ﹾﻔﻭ ﹶﻻ ﺗ (58 : )ﺍﻻﻋﺮﺍﻑ...ﺎﻁﻼ ِﺣﻬ “ …Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangi bagi manusia barang-barang takaran dan timbangan, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya….” (QS. Al A’raf: 85)1
ﺍ ﻓِﻲﻌﹶﺜﻮ ﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻢ ﻫ ﺎ َﺀﺷﻴ ﺱ ﹶﺃ ﺎﻮﺍ ﺍﻟﻨﺨﺴ ﺒﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻂ ِﺴ ﺍ ﹶﻥ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘﺍﹾﻟﻤِﻴﺰﺎ ﹶﻝ ﻭﻭﻓﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ِﻤ ﹾﻜﻴ ﹶﺃ... (85 : ﻦ )ﻫﻮﺩ ﺴﺪِﻳ ِ ﻣ ﹾﻔ ﺽ ِ ﺭ ﹾﺍ َﻷ
1
Departemen Agama RI. Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1996, hlm. 235.
62 “ … Cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. Huud: 85)2
ﻼ ﺗ ﹾﺄﻭِﻳ ﹰ ﺴﻦ ﺣ ﻭﹶﺃ ﻴ ٌﺮﺧ ﻚ ﺘﻘِﻴ ِﻢ ﹶﺫِﻟﺴ ﻤ ﺱ ﺍﹾﻟ ِ ﺴﻄﹶﺎ ﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘﻭ ِﺯﻧ ﻢ ﺘﻴ ﹶﻞ ِﺇﺫﹶﺍ ِﻛ ﹾﻠﻭﻓﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﹶﻜ ﻭﹶﺃ (35 : )ﺍﻻﺳﺮﺍﺀ “ Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih baik akibatnya.” (QS. Al Isra’: 35)3
ﺘﻘِﻴ ِﻢﺴ ﻤ ﺱ ﺍﹾﻟ ِ ﺴﻄﹶﺎ ﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘﻭ ِﺯﻧ .ﻦ ﺴﺮِﻳ ِﺨ ﻤ ﻦ ﺍﹾﻟ ـﻮﺍ ِﻣﺗﻜﹸﻮﻧ ﻭ ﹶﻻ ﻴ ﹶﻞﻭﻓﹸـﻮﺍ ﺍﹾﻟﻜﹶـ ﹶﺃ (182-181 : )ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ “ Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.” (QS. Asy Syu’araa: 181-182)4 Paparan
ayat-ayat
di
atas,
memberi
penegasan
bahwasannya
penyempurnaan dalam proses transaksi melalui media takaran dan timbangan merupakan salah satu hal yang mendasar untuk membangun dan mengembangkan perilaku jual beli yang baik. Suatu jual beli dalam perkembangan kapan pun mesti membutuhkan suatu alat ukur atau timbangan. Oleh karena itu al-Qur’an menekankan adanya kebenaran dalam pengertian ukuran dan timbangan yang benar pada satu sisi. Kebajikan serta kejujuran
2
Ibid, hlm. 340. Ibid, hlm. 429. 4 Ibid, hlm. 586. 3
63 dalam pengertian ukuran dan timbangan yang dipergunakan dengan kebajikan dan kejujuran.5 Dari sikap kebenaran, kebajikan (kesukarelaan) dan kejujuran demikian, maka suatu jual beli secara otomatis akan melahirkan persaudaraan. Persaudaraan, antara pihak yang berkepentingan dalam jual beli yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan sedikitpun. Bukan melahirkan situasi dan kondisi permusuhan dan perselisihan yang diwarnai dengan kecurangan. Dengan demikian kebenaran, kebajikan, dan kejujuran dalam suatu proses jual beli akan dilakukan pula secara transparan dan tidak ada rekayasa.6 Dalam praktek, jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang, alat yang dipakai untuk takaran, dengan menggunakan alat timbangan sebagai media alat berat, seperti ons, kg, kwintal, ton. Sehingga dalam jual beli buahbuahan dengan menggunakan timbangan sebagai alat takaran dan timbangan telah begitu rupa berkembang dalam dunia jual beli yang sah. Perilaku para pedagang buah-buahan di Pasar Johar, sebagian mereka melakukan pengurangan timbangan. Perilaku semacam itu sering terjadi dalam berjual beli dengan memakai alat timbangan sebagai media alat misalnya: para pedagang memberi ganjalan di bawah timbang. Dengan munculnya keresahan dan kerugian dari para konsumen, maka pemerintah mengeluarkan undang-
5
Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi AL-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta : Salemba diniyah, 2002, hlm. 21. 6 Ibid.
64 undang perlindungan konsumen. Dengan adanya perlindungan konsumen tersebut maka pembeli mesti berani menegur atau mengingatkan pedagang.7 Undang-undang perlindungan konsumen ini dikeluarkan guna memberikan perlindungan kepada konsumen atau pembeli. Dari Badan Perdagangan (Metrologi) melakukan peneraan timbangan sedikitnya 6 bulan sekali / setahun sekali menera timbangan kepada semua pedagang yang memakai alat timbangan dalam berjual beli. Dengan adanya peneraan timbangan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi hak konsumen / pembeli dalam dunia perdagangan / jual beli. Hukum Islam dalam muamalah (jual beli) telah menggariskan bahwa dalam berjual beli dilarang memanipulasi takaran / timbangan. Di dalam alQur’an secara tegas tidak membenarkan dan sangat membenci perilaku tersebut yaitu mengurangi timbangan sebagaimana perilaku pedagang yang kita lihat dalam berjual beli buah-buahan di Pasar Johar. Orang yang curang dalam menimbang mereka akan dapat hinaan dan ancaman berat di kehidupan kelak nantinya, sebagaimana firman Allah Swt.:
ﻢ ﻫ ﻮﺯﻧ ﻭ ﻭ ﻢ ﹶﺃ ﻫ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﻟﹸﻮ .ﻮﻓﹸﻮ ﹶﻥ ﺘﺴ ﻳ ﺱ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺎﻟﹸﻮﺍﻦ ِﺇﺫﹶﺍ ﺍ ﹾﻛﺘ ﺍﱠﻟﺬِﻳ.ﲔ ﹶﻄ ﱢﻔ ِﻔﻳ ﹲﻞ ِﻟ ﹾﻠﻤﻭ ﻭ ﹶﻥﺴﺮ ِﺨ ﻳ “ Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
7
Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen / pembeli perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, dan kemandirian konsumen / pembeli melindungi dirinya. Lihat pada Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. (PT. Sinar Grafika, Jakarta, cet. I, 1999).
65 memenuhi dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.” (QS. Al Muthofifin: 1-3)8 Dalam prakteknya, jual beli buah-buahan di Pasar Johar, pedagang masih banyak melakukan hal itu yang tak lain adalah mengurangi timbangan. Pedagang buah-buahan yang ada di Pasar Johar mayoritas beragama Islam. Namun perilaku mereka dalam berdagang, sering menyimpang dari etika bisnis yang islami. Pedagang yang tidak mau kehilangan pembeli / pelanggannya, akan selalu memenuhi timbangan dan takarannya agar mereka tak kapok lagi untuk membeli buah-buahan yang ditawarkan . Pedagang yang melakukan pengurangan timbangan adalah perilaku pedagang yang hanya memikirkan keuntungan belaka dan dengan cara begitu mereka mendapatkan keuntungan yang lebih. Dengan adanya perilaku pedagang yang mengurangi timbangan maka mereka akan kehilangan pembeli dan setidaknya mereka kapok membeli lagi buah-buahan yang mereka tawarkan. Perilaku pedagang yang melakukan pengurangan timbangan yaitu dengan cara memberi sebuah ganjalan dibawah timbangan, yang bertujuan untuk mengurangi berat buah-buahan, bukannya sebagai standarisasi timbangan yang dilakukan oleh peneraan timbangan (Metrologi). Dengan adanya sebuah ganjalan tersebut mereka menutupi timbangan dengan buah yang mereka perjual belikan dengan cara itulah dilakukan yang gunanya untuk menyamarkan ganjalan tersebut. Tidak hanya memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan saja, melainkan mereka juga menjatuhkan salah satu buah-
8
Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 235.
66 buahan yang telah ditimbang, pembeli diajak ngomong/ditawari lagi dengan buah lain agar pembeli tidak mengetahuinya. Perilaku semacam itu sering dilihat kepada pedagang buah-buahan yang ada di Timur Pasar Induk Johar atau mereka yang memakai, payung sebagai tempat berteduh dalam berjualan buah-buahan.9 Perilaku pedagang yang melakukan pengurangan timbangan tersebut merupakan salah satu kenakalan pedagang buah-buahan yang ingin mendapat untung yang lebih dalam berjual beli. Kenakalan pedagang semacam tersebut dapat dikategorikan dalam jual beli ghubun (curang) yaitu memanipulasi takaran / timbangan. Tadlisul aib ialah: menyembunyikan cacat atau dalam istilah fiqh, aib yang
terdapat
pada
barang
yang
dilakukan
akad
terhadapnya.10
Menyembunyikan cacat buah-buahan yang mereka perjualbelikan atau mencampur buah yang kualitasnya baik dengan kualitasnya yang busuk dengan maksud agar mereka tidak rugi dalam berjual beli buah-buahan. Dengan perilaku tersebut, mereka dengan mudah untuk mendapat keuntungan yang lebih banyak. Gholath, ialah suatu persangkaan yang dikhayalkan oleh salah satu pihak yang sebenarnya tak ada. Dan karena persangkaan itu dibuatlah aqad,
9
Ibu Alfiyah (pembeli), wawancara pada tanggal 28 Juli 2005. Prof. TM. Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta : Bulan Bintang, 1974, hlm. 46. 10
67 seperti orang yang membeli suatu barang karena menyangka barang itu baik, padahal sebenarnya barang itu buruk atau barang tua.11 Dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang perilaku pedagang tidak hanya mengurangi timbangan saja / memanipulasi timbangan tapi melainkan mereka juga mengganti kualitas buah / ukuran buah-buahan yang telah dipilih pembeli. Perilaku semacam itu sering dijumpai kepada pedagang buah-buahan yang ada di pelataran pasar atau PKL-PKL yang ada di pasar. Tapi ada juga pedagang buah-buahan yang ada di kios-kios yang sudah disediakan oleh Dinas Pasar, mereka juga melakukan hal tersebut yaitu mencampur buah yang berukuran kecil misalnya rambutan dan kelengkeng, pedagang memperjualbelikan buah tersebut ada yang ikatan (pakai tangkai) meskipun harganya sama dengan buah yang tak ada tangkainya, semua itu selera dari pembeli. Pembeli yang membeli buah seikat misalnya 1 kg mereka rugi dengan masalah tangkainya karena tangkai tersebut juga masuk dalam hitungan berat buah saat ditimbang, kalau buah yang tidak ada tangkainya sering dijumpai buah yang bagus dicampur dengan buah yang berkualitas busuk. Meskipun saat membeli, pembeli diperbolehkan memilih-milih buah yang akan dibeli pada saat buah akan ditimbang. Tapi pedagang mempunyai cara sendiri dalam berlaku jujur atau curang dalam berjual beli buah-buahan yang ada di Pasar Johar Induk Semarang. Yaitu dengan cara mengajak ngomong para pembeli agar mereka tidak mengetahui kecurangan mereka (pedagang) dalam menimbang. 11
Ibid, hlm. 47.
68 B. Analisis Cara Penawaran dalam Jual Beli Buah-Buahan Untuk pembahasan lebih lanjut penulis akan menganalisis cara penawaran dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang, apakah dalam jual beli buah-buahan ini sudah memenuhi rukun dan syarat sahnya dalam jual beli dan apakah dalam penawaran harga dalam jual beli sudah sesuai dengan ajaran Islam. Menurut Jumhur Ulama’ ada tiga rukun dalam jual beli, adalah: 1. Sighat (lafal ijab dan qabul) 2. Orang yang berakad (penjual dan pembeli) 3. Ada barang yang dibeli.12 Dalam suatu perbuatan jual beli, tiga rukun ini hendaknya dipenuhi, apabila salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dikategorikan sebagai perbuatan jual beli. Dalam prakteknya jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang ini, sudah memenuhi rukun dalam jual beli seperti disebutkan di atas. Adapun syarat sahnya jual beli, yaitu: 1. Tentang subyeknya, yaitu adanya aqid, yaitu adanya penjual dan pembeli atau dengan kata lain bahwa jual beli tidak akan terlaksana jika tidak ada keduanya.
12
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al Arba’ah, juz III, Beirut, Dar alKutb al-Ilmiyyah, t.th., hlm. 141.
69 2. Tentang obyeknya, yaitu adanya benda yang dijadikan sebagai obyek jual beli dan benda tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan dalam jual beli diantaranya: -
Barang yang halal dipergunakan
-
Barang yang bermanfaat
-
Barang yang dimiliki
-
Barang yang dapat diserahterimakan
-
Barang dan harga yang jelas
-
Barang yang dipegang.13
3. Tentang lafadz (kalimat ijab qabul), yaitu apabila ijab dan qabul telah diucapkan dalam akad jual beli maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan. Barang yang berpindah tangan itu menjadi milik pembeli dan nilai tukar / uang berpindah tangan menjadi milik penjual. Dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar ini sering ditemui dalam penawaran harga yang begitu tinggi / tidak wajar dalam penawaran harga. Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas tentang syarat sahnya jual beli ditinjau dalam akad ma’qud alaihnya yaitu dalam kejelasan barang atau harganya. Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya tidak diketahui, maka jual belinya tidak sah karena mengandung unsur penipuan. Menurut Sayyid Sabiq, dalam Fiqh Sunnah sudah menjelaskan mengenai penentuan harga dan larangannya, yaitu: 13
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang menurut Islam, Bandung : Diponegoro, 1992, cet. I, hlm. 90-96.
70 Penentuan Harga adalah : pemasangan nilai tertentu untuk barang yang akan dijual dengan wajar; penjual tidak zalim dan tidak menjerumuskan pembeli. Adapun larangannya adalah Ashabus Sunan dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari Annas ra. ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah:
ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ ﺇﻥ ﺍﷲ ﻫﻮ ﺍﳌﺴﻌﺮ ﺍﻟﻘﺎﺑﺾ,ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻏﻼ ﺍﻟﺴﻌﺮ ﻓﺴﻌﺮﻟﻨﺎ ﺍﻟﺒﺎﺳﻂ ﺍﻟﺮﺍﺯﻕ ﻭﺇﱏ ﻷﺭﺟﻮ ﺃﻥ ﺃﻟﻘﻰ ﺍﷲ ﻭﻟﻴﺲ ﺃﺣﺪﻣﻨﻜﻢ ﻳﻄﺎﻟﺒﲎ ﲟﻈﻠﻤﺔ ﰱ ﺩﻡ ﻭﻻ .ﻣﺎﻝ “ Wahai Rasulullah Saw., harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami, Rasulullah lalu menjawab: “ Allah-lah yang sesungguhnya penentu harga, pemahar, pembentang dan pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah, tak ada seorang pun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta.” 14 Para ulama mengambil istinbath dari hadits ini, haramnya intervensi penguasa di dalam menentukan harga barang, karena hal itu dianggap sebagai kezaliman. Manusia bebas menggunakan hartanya, membatasi mereka berarti menafikan kebebasan ini. Melindungi kemaslahatan pembeli bukanlah hal yang lebih penting dari melindungi kemaslahatan penjual. Jika hal itu sama perlunya, maka wajib hukumnya membiarkan kedua belah pihak berijtihad untuk kemaslahatan mereka.
14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Terj. Kamaluddin A. Marzuki, Bandung : PT. Al Ma’arif, 1987, hlm. 101.
71 Imam Asy-Syaukani berkata: “ Sesungguhnya manusia mempunyai wewenang dalam urusan harta mereka. Pembatasan harga berarti penjegalan terhadap mereka. Imam ditugaskan memelihara kemaslahatan kaum muslimin. Perhatiannya terhadap pemurahan harga bukanlah lebih utama dari pada memperhatikkan penjual dengan cara meninggikan harga. Jika dua hal ini sama perlunya, kedua belah pihak wajib diberikan keluangan berijtihad kemaslahatan diri mereka masing-masing.15 Pemaksaan terhadap penjual barang untuk menjual kepada yang tidak ia relakan bertentangan dengan firman Allah:
(29 : )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ.... ﻢ ﻨ ﹸﻜﺽ ِﻣ ٍ ﺍﺗﺮ ﻦ ﻋ ﺭ ﹰﺓ ﺎﺗﻜﹸﻮ ﹶﻥ ِﺗﺠ ِﺇﻻﱠ ﹶﺃ ﹾﻥ... “ Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa: 29)16 Berdasarkan ayat di atas agama Islam melarang memakan harta yang diperoleh dengan jalan bathil, serta menyuruh mencari harta dengan jalan yang halal, antara lain cara jual beli. Karena, jual beli merupakan perwujudan dari hubungan antara sesama manusia sehari-hari, sebagaimana telah diketahui bahwa agama Islam mensyariatkan jual beli dengan baik tanpa ada unsur penipuan, kesamaran, diantara kedua belah pihak. Kemudian penentuan harga dapat membawa kepada menghilangnya barang dari pasaran, ini berarti membawa kenaikan harga, dan kenaikan harga berbahaya untuk orang fakir dimana mereka tidak mampu membeli barang, 15 16
Ibid, hlm. 102. Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 65
72 sementara itu akan memperkaya orang-orang yang sudah kaya dengan jalan mereka membeli barang dari pasar gelap dengan harga yang sangat mahal sekalip. Dalam keadaan seperti ini kedua belah pihak terjerembab ke dalam kesempitan dan kesulitan, sama sekali tak mencapai kemaslahatan.17 Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya, selaras dengan penawaran dan permintaan. Oleh karena itu, jika penetapan harga itu mengandung unsur yang zalim atau semata-mata hanya ingin mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, maka penawaran itu tidak diterima oleh pembeli / haram hukumnya. Dengan adanya permasalahan tersebut, penulis akan menguraikan tentang pengertian penawaran dan fungsi penawaran dalam jual beli, yaitu Pengertian Penawaran adalah pada sistem ekonomi pasar, keputusan alokasi sumber daya didasarkan pada interaksi antara permintaan dan penawaran. Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa yang melakukan aktivitas penawaran adalah produsen / pengusaha. Yang dimaksud dengan penawaran adalah jumlah komoditas untuk output, baik berupa barang maupun jasa yang akan dijual oleh pengusaha kepada konsumen.18 Fungsi penawaran adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan semua faktor-faktor yang
17 18
44.
Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 102. Tri Kunawaningsih P., Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta : LPFE, cet. I, 1995, hlm.
73 mempengaruhinya, seperti halnya pada permintaan, maka penawaran pun dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu harga komoditi itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan, harga barang-barang input dan tahap perkembangan teknologi. Semakin tingginya harga barang maka akan mendorong konsumen untuk lebih banyak memproduksi barang tersebut, sehingga harga dan jumlah penawaran mempunyai hubungan yang searah (positif).19 Dengan adanya uraian di atas yang sudah penulis paparkan bahwa cara penawaran dalam menawarkan harga, mereka selalu menawarkan harga yang begitu tinggi / harga yang tidak wajar dengan harga yang sebenarnya. Dalam agama Islam telah memberi ketentuan pasar dalam penetapan harga dan mencari keuntungan dalam berjual beli. Tapi dengan diperbolehkannya penetapan harga tapi jangan berbuat kecurangan dalam menawarkan harga karena dengan penawaran harga yang begitu tinggi maka akan membuat resah pembeli yang tidak pintar dalam menawar harga. Rasulullah pun pernah mengalami hal itu apabila harga yang ditawarkan begitu tinggi maka tinggallah penjual tersebut.20 Dengan perilaku pedagang semacam itu maka mereka akan dibenci oleh pembeli atau setidaknya pembeli tak akan kembali lagi untuk membeli buah-buahan yang mereka tawarkan. Jadi cara penawaran harga buah-buahan di Pasar Johar Semarang ini adalah jual beli yang sah
19
Ibid, hlm. 45. Muhammad Quraish Shihab, Etika Bisnis dalam Wawasan Al-Qur’an, Jurnal Ulumul Qur’an, Jakarta: PT. Grafika Matra Tata Media, 1997, hlm. 9. 20
74 sesuai dengan syarat sahnya jual beli dilihat dari obyeknya benda yang diperjualbelikan dan kejelasan harga. Tapi penawaran harga yang begitu tinggi dalam bisnis Islam tidak diperbolehkan / haram hukumnya. C. Analisis Hukum Islam Mengenai Timbangan Buah-Buahan di Pasar Johar Semarang Pada lazimnya dalam dunia perdagangan berbagai macam ukuran untuk menentukan banyaknya dan jumlah barang yang ditransaksikan, diantaranya; ukuran panjang, ukuran volume, ukuran berat, dan ukuran luas.21 Akan tetapi adakalanya menggunakan ukuran berat dalam jual beli buahbuahan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para pedagang dengan menggunakan timbangan sebagai salah satu alat ukuran berat buah-buahan yang diperjualbelikan. Alat timbangan atau takaran memainkan peranan penting sebagai alat bagi keberlangsungan suatu transaksi antara si penjual barang dan pembeli, yang barang tersebut bersifat material. Dalam perjalanannya, untuk mendukung sistem ini kemudian dikenal ukuran-ukuran tertentu seperti ukuran berat jenis dari ons hingga ton, dan takaran literan. Pada kenyataannya, tidak sedikit penjual yang menggunakan alat timbangan atau takaran, karena bertujuan mencari keuntungan dengan cepat, mereka melakukan kecurangan dalam timbangan atau takaran.22
21 22
Dr. H. Hamzah Ya’qub, op.cit., 1992, hlm. 97. Muhammad dan R. Lukman Fauroni, op.cit., hlm. 155.
75 Sebagaimana dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar yang merupakan pasar terbesar di kota Semarang kebanyakan dari mereka (pedagang buah-buahan) telah melakukan kecurangan dalam menimbang yaitu dengan cara memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan dengan maksud yang tak lain untuk mencari keuntungan dengan cara mengurangi timbangan. Perilaku pedagang buah-buahan yang melakukan kecurangan dalam menimbang sudah lama terjadi. Padahal dari Badan Perdagangan (Metrologi) telah melakukan peneraan timbangan setidaknya 6 bulan sekali atau setahun sekali Badan Perdagangan (metrologi) bekerja sama dengan Dinas Pasar untuk melakukan peneraan timbangan kepada semua pedagang yang memakai alat timbangan sebagai alat bagi keberlangsungan transaksi si penjual dan pembeli dalam suatu perdagangan. Badan Perdagangan Metrologi dalam peneraan timbangan mereka melakukan pengecekan langsung kepada semua pedagang yang memakai alat timbangan dalam berjual beli. Pengecekan timbangan ini tidak hanya dilakukan kepada pedagang saja, juga kepada pembeli. Barang yang mereka belipun dicek, apakah timbangannya sudah tepat atau kurang dengan berat yang sebenarnya maka mereka (pembeli) diminta menunjukkan pedagang mana yang melakukan kecurangan dalam menimbang maka badan Metrologi turun langsung untuk mengecek ulang timbangan penjual. Apabila pedagang masih melakukan kecurangan dalam menimbang maka timbangan mereka akan disita atau mereka dipinjami timbangan dari badan perdagangan /metrologi, sementara timbangan yang mereka pakai dicek atau diperiksa dengan teliti, kemudian timbangan mereka akan dikembalikan. Apabila sudah
76 sesuai dengan peneraan timbangan yang dilakukan oleh badan perdagangan (metrologi). Hukum Islam dalam muamalah (jual beli) telah menggariskan bahwa dalam jual beli dilarang memanipulasi takaran / timbangan. Di dalam alQur’an secara tegas tidak membenarkan dan membenci perilaku ini dengan menyebutkan sebagai orang-orang yang curang. Karena beratnya perilaku ini, maka al-Qur’an melukiskan ancaman ini dalam satu surat Makiyyah yaitu surat al-Muthafifin ayat 1-3, yaitu :
ﻢ ﻫ ﻮﺯﻧ ﻭ ﻭ ﻢ ﹶﺃ ﻫ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﻟﹸﻮ .ﻮﻓﹸﻮ ﹶﻥ ﺘﺴ ﻳ ﺱ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺎﻟﹸﻮﺍﻦ ِﺇﺫﹶﺍ ﺍ ﹾﻛﺘ ﺍﱠﻟﺬِﻳ.ﲔ ﹶﻄ ﱢﻔ ِﻔـ ﹲﻞ ِﻟ ﹾﻠﻤﻭﻳ ﻭ ﹶﻥﺴﺮ ِﺨ ﻳ Artinya: “ Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka memenuhi dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.” (QS. Al Muthofifin: 1-3)23 Dalam surat ini secara jelas dan tegas berisi ancaman Allah terhadap orang-orang yang mengurangi hak orang lain dalam timbangan, ukuran dan takaran.24 Kata Wail ( )ﻭﻳﻞdalam al-Qur’an sebagai bentuknya terulang sebanyak 40 kali. Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan, dan kenistaan. Dari penggunaan-penggunaannya, dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan
23 24
Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 1035. Muhammad dan R. Lukman Fauroni, op.cit., hlm. 155
77 untuk menggambarkan kecelakaan atau kenistaan yang sedang dialami, atau akan dialami.25 Di dalam al-qur’an sebagai sumber utama dalam hukum Islam telah banyak menggariskan dan menegaskan tentang hal itu diantaranya surat ar-Rahman ayat 8-9:
ﺍ ﹶﻥﻭﺍ ﺍﹾﻟﻤِﻴﺰﺴﺮ ِﺨ ﻭ ﹶﻻ ﺗ ﻂ ِﺴ ﺯ ﹶﻥ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘ ﻮ ﻮﺍ ﺍﹾﻟﻭﹶﺃﻗِﻴﻤ .ﺍ ِﻥﺍ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﻤِﻴﺰﻐﻮ ﺗ ﹾﻄ ﹶﺃﻻﱠ Artinya: “ Supaya kamu jangan melampui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS. Ar-Rahman: 8-9)26 Ahmad Musthofa al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut adalah bahwa orang-orang yang beraqad hendaklah berbuat adil dalam artian menjaga keseimbangan. Sesungguhnya Allah menyuruh adanya keseimbangan, kemudian melarang tughyan (
ﺗﻐــﻴﺎﻥ
selanjutnya Dia melarang khusron (
) yang berarti melampaui batas,
) ﺧـﺴﺮﺍﻥyang berarti mengurangi dan
berbuat curang.27 Untuk itulah maka penegakan keadilan sesuai yang dijelaskan Imam Fakhrur Rozi dalam Tafsir al-Kabir adalah untuk menegakkan keadilan itu seperti perintah menegakkan shalat (
25
) ﺃﻗـﻴﻤﻮ ﺍﻟـﺼﻼﺓyang dilakukan terus
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Tafsir atas Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung : Pustaka Hidayah, 1997, hlm. 772. 26 Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 429. 27 A. Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz XXV, Dar al-Ulum Sabiq, t.th., Mesir, hlm. 108.
78 menerus.28 Hal ini sesuai dengan yang ditandaskan dalam al-Qur’an, sebagai berikut surat al-Isra’ ayat 35:
ﻼ ﺗ ﹾﺄﻭِﻳ ﹰ ﺴﻦ ﺣ ﻭﹶﺃ ﻴ ٌﺮﺧ ﻚ ﺘﻘِﻴ ِﻢ ﹶﺫِﻟﺴ ﻤ ﺱ ﺍﹾﻟ ِ ﺴﻄﹶﺎ ﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟ ِﻘﻭ ِﺯﻧ ﻢ ﺘﻴ ﹶﻞ ِﺇﺫﹶﺍ ِﻛ ﹾﻠﻭﻓﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﹶﻜ ﻭﹶﺃ Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih baik akibatnya.” (QS. Al Isra’: 35)29 Timbangan yang baik adalah timbangan yang memiliki sifat permanen, universal, dan stabil. Sifat-sifat tersebut dimaksudkan untuk menghindari kecurangan maupun penipuan dalam berjual beli yang akan merugikan salah satu pihak khususnya pembeli. Untuk memberi tanggapan terhadap “ timbangan” sebagai realisasi perintah dan larangan dalam kandungan beberapa pendapat dan hubungan ayat al-Qur’an di atas, dimana “ timbangan” sebagai alat ukuran berat dalam jual beli buah-buahan atau bisa dijadikan / diterima sebagai standarisasi hitungan berat buah-buahan dalam jual beli, maka hal ini dapat dilihat dari pendapat berikut: Diriwayatkan bahwa seseorang yang berlaku curang dalam menakar atau menimbang perbuatan tersebut telah tersebar luas di Makkah dan Madinah. Mereka gemar sekali mengurangi takaran dan tidak pernah memberi takaran yang sempurna kepada pembeli. Bahwa di Madinah ada seseorang yang dikenal dengan nama Abu Juhainah. Ia mempunyai dua takaran, yang 28
Imam Fakhrur Rozi, Tafsir al-Kabir, juz XXX, Dar al-Kitab al-Ilmiyyah, Mesir, t.th.,
29
Departemen Agama RI., hlm. 885.
hlm. 81.
79 satu besar dan yang lain kecil. Jika ia bermaksud membeli hasil pertanian atau buah-buahan, ia pakai takaran yang besar. Dan jika ia hendak menjual kembali, ia menggunakan takaran kecil.30 Orang semacam itu dan mereka yang berbuat serupa, jiwa mereka telah dipenuhi oleh ketamakan dan ketidakpuasan. Mereka itulah yang dimaksud oleh ancaman berat pada surat al-Muthafifin ayat 1-3. Dan mereka itu pula yang diancam oleh Rasulullah Saw dalam salah satu sabdanya:
ﻣﺎ ﻧﻘﺾ ﻗﻮﻡ ﺍﻟﻌﻬﺮ ﺍﻻﺳﻠﻂ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻋﺪﻭﻫﻢ ﻭﻣﺎ ﺣﻜﻤﻮﺍ ﺑﻐﲑ ﻣﺎ:ﲬـﺲ ﲞﻤﺲ , ﻭﻣﺎ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ﺍﻻ ﻓﺎﺷﺎﻓﻴﻬﻢ ﺍﳌﻮﺕ,ﺍﻧـﺰﻝ ﺍﷲ ﺍﻻ ﻓـﺸﺎﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﻔﻘـﺮ . ﻭﻻ ﻣﻨﻌﻮ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻻ ﺣﺒﺲ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﳌﻄﺮ,ﻭﻻﻃﻔﻔﻮﺍ ﺍﻛﻴﻞ ﺍﻻ ﻣﻨﻌﻮﺍ ﺍﻟﻨﺒﺎﺕ Artinya: “ Lima hal dibalas dengan lima hal: Tidak ada suatu kaum yang merusak perjanjian, kecuali Allah akan menghukum mereka melalui penguasaan musuh atas mereka. Tidak ada mereka mengambil hukum selain yang diturunkan oleh-Nya, kecuali Allah menimpakan kemiskinan yang merata kepada mereka. Tidak berkembang kejahatan pada mereka, kecuali Allah akan memperbanyak kematian pada mereka. Tidak ada mereka yang mengurangi takaran, kecuali Allah akan menimpakan kekeringan. Dan tidak ada mereka yang enggan menunaikan zakat, kecuali Allah menghukum mereka dengan kekurangan hujan.” 31 Selanjutnya
Allah
menjelaskan
pekerjaan
orang-orang
yang
mengurangi takaran / timbangan maka mereka akan mendapatkan ancaman berat atas perbuatan semacam itu melalui firman-Nya:
ﻭ ﹶﻥﺴﺮ ِﺨ ﻳ ﻢ ﻫ ﻮﺯﻧ ﻭ ﻭ ﻢ ﹶﺃ ﻫ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﻟﹸﻮ .ﻮﻓﹸﻮ ﹶﻥ ﺘﺴ ﻳ ﺱ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺎﻟﹸﻮﺍﻦ ِﺇﺫﹶﺍ ﺍ ﹾﻛﺘ ﺍﱠﻟﺬِﻳ. 30
A. Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, alih bahasa: Bahrun Abu Bakar, Semarang : PT. Toha Putra, 1985, hlm. 129 31 Ibid.,
80 Sesungguhnya perbuatan mengurangi takaran dan timbangan serta menggelapkan harta orang banyak – tidak akan terjadi kecuali pada orangorang yang ingkar pada hari kiamat, yaitu hari ketika amal perbuatan mereka akan dihitungkan di hadapan Allah, sebab jika mereka mempercayai adanya hal-hal tersebut, niscaya mereka akan berani melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang.32 Dari uraian pendapat di atas memberikan pengertian bahwa mengurangi timbangan adalah perbuatan hina menurut penulis dapat dianalogkan ke dalam perilaku pedagang buah-buahan di Pasar Johar mengenai ketepatan timbangan. Sebab perilaku pedagang / kecurangan dalam berjual beli buah-buahan mereka telah mengurangi timbangan dengan memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan yang pakai setiap harinya dalam berjual beli. Sikap yang demikian itu merupakan sikap yang sepihak, artinya cara penimbangan yang dilakukan oleh para pedagang buah-buahan ini merupakan kenakalan dalam jual beli. Meskipun dalam prakteknya penjual dan pembeli telah melakukan transaksi jual beli buah-buahan. Penimbangannya pun dilakukan di hadapan pembeli, tetapi pembeli tidak mengetahui kalau timbangan yang dipakai ada sebuah ganjalan yang gunanya untuk mengurangi berat buah yang sesungguhnya. Tentang hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw sebagai berikut:
32
Ibid, hlm. 131.
81
ﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺑﻴﻊ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ﺣﱴ ﳚﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻋـﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﻗﺎﻝ 33 (ﺍﻟﺼﺎﻋﺎﻥ ﻣﺎﻍ ﺍﻟﺒﺎﺋﻊ ﻭﺻﺎﻉ ﺍﳌﺸﺘﺮﻯ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺩﺍﺭ ﻭ ﻗﻄﲎ Artinya: “ Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: Rasulullah Saw melarang jual beli makanan sebelum ditakar dengan dua sya’ (takaran), yaitu takaran penjual dan pembeli. (HR. Ibnu Majjah dan Daruqudni) Keuniversalan timbangan sebagai standarisasi hitungan jumlah berat dalam berjual beli buah-buahan yang adil, lurus dan tidak curang, maka dari Badan Perdagangan (Metrologi) melakukan peneraan timbangan kepada semua pedagang buah-buahan baik yang grosir maupun yang eceran, dapatlah dibuktikan dari hasil penelitian penulis dalam bab III. Dimana masyarakat yang berkecimpung dalam perdagangan mengenai berat buah-buahan yang mereka beli dikurangi oleh pedagang. Di dalam formulasi praktisnya sebagaimana dijelaskan dalam kitabkitab fiqh, ada ketentuan bahwasannya diantara lain sahnya jual beli (bai’) adalah kedua belah pihak mengetahui keadaan barang dagangan untuk menghindari keghararan. Syeikh zakaria al-Anshari dalam kitab Fath al Wahhab mengemukakan :
ﻭﺧﺎﻣﺴﻬﺎ ﻋﻠﻢ ﻟﻠﻌﺎﻗﺪﻳﻦ ﺑﻪ ﻋﻴﻨﺎ ﻭﻗﺪﺭﺍ ﻭﺻﻔﺔ ﺣﺪﺭﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻐﺮﺭ Artinya: “ Syarat yang kelima adalah pengetahuan kedua pelaku aqad terhadap barang dagangan baik materi, ukuran, maupun sifatnya, karena khawatir terjadinya gharar.” 34
33 34
Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, juz II, Beirut : Dar al-Fikr, t.th., hlm. 750. Syeikh Zakaria, Al-Anshari, Fath al Wahhab, juz I, Dar Al-Fikr, Beirut, t.th., hlm. 159.
82 Dengan demikian ada penekanan khusus terhadap kadar atau kepastian berat buah-buaha sebagai upaya preventif terhadap terdapatnya unsur gharar dalam jual beli. Sekarang yang menjadi permasalahan di sini, apakah jual beli buahbuahan dimana prakteknya timbangan sebagai standarisasi hitungan berat buah-buahan dalam masyarakat dikategorikan jual beli yang sah tapi dibalik semua itu ada unsur penipuan yaitu pengurangan timbangan dan ketidaksesuaian contoh pada buah-buah yang ditimbang. Sebab sebagaimana yang banyak dialami oleh para pembeli. Adapun pengurangan timbangan dengan memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan atau dijatuhkannya salah satu dari buah-buahan yang sudah ditimbang dengan cara pembeli ditawari lagi dengan buah-buahan yang lain dengan maksud agar pembeli tidak mengetahui kecurangan para pedagang. Dengan demikian, dalam pandangan hukum Islam dalam berjual beli buah-buahan yang memakai alat timbangan sebagai alat berat hitungan ons sampai ton buah-buahan merupakan sah dalam jual beli. Akan tetapi timbangan yang dipakai dalam berjual beli buah-buahan tersebut, pedagang memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan dengan maksud untuk mengurangi berat buah-buahan dan untuk mendapat keuntungan yang lebih. Dengan perbuatan tersebut maka mereka akan mendapatkan ancaman berat dari Allah yaitu akan diberikan kesaksian dan hinaan di akhirat nanti.