BAB III TAWAJUHAN DALAM TAREKAT NAQSABANDIYAH KHOLIDIYAH KH. ARWANI AMIN KUDUS
I. Sejarah Tareqat Naqsabandiyah Kholidiyah a. Profil KH. Arwani Amin Kudus adalah kota yang unik dan menarik. Unik karena ia merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang mengambil nama dari bahasa Arab Qudus yang berarti suci. Menarik karena di kota ini pula terdapat beberapa tempat peninggalan sejarah seperti Masjid al Manar atau al Aqsha (yang kemudian lebih populer dengan sebutan Masjid Menara Kudus), makam Sunan Kudus, makan Sunan Muria dan Masjid Muria yang berdiri kokoh di puncak gunung. Dan lebih dari itu kota ini telah melahirkan ulama besar seperti almarhum K.H.R. Asnawi dan almarhum KH. Muhammad Arwani Amin. KH. Arwani di lahirkan di sebuah perkampungan Madureksan Kerjasan, kurang lebih 100 meter berada di sebelah selatan masjid Menara Kudus. Beliau lahir pada hari Selasa Keliwon jam 11.00 WIB, tanggal 5 Rajab 1323 H. bertepatan dengan tanggal 5 September 1905 m. beliau merupakan anak kedua dari pasangan H. Amin Said dan Hj. Wanifah yang berjumlah 12 orang. Nama beliau sejak lahir adalah Arwan, baru setelah menunaikan ibadah haji yang pertama (1927), nama yang semula “Arwan” di ubah atau di tambah satu huruf di belakangnya menjadi “Arwani”. Tidak bisa di ketahui secara pasti apa sebenarnya arti perubahan nama ini dan tidak pula dapat di ketahui mengapa perubahan itu dilakukan dan hanya dengan menambahi huruf “I” di belakangnya. Sepulang Arwani dari tanah suci, oleh masyarakat sekitarnya ia lebih populer di panggil dengan sebutan kang kaji,
dan pada
perkembangan berikutnya ia di juluki sebagai Kyai sae. Julukan ini
48
melekat pada dirinya sehubungan dengan kebiasaan beliau yang selalu menjawab atau menanggapi dengan kata-kata sae…-sae …yang
berarti
baik…-baik…,
apabila
kepadanya
sesorang
menyatakan buah pikiran atau pendapatnya. Selain itu juga karena beliau tidak suka membeberkan aib orang lain, disamping tidak suka mengucapkan kata-kata makian dan apalagi mengumpat dengan katakata kotor. Arwani sejak kecil hidup dalam lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat di dalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Sejak kecil beliau sudah tampak sebagai anak yang patuh terhadap orang tua dan taat melaksanakan ibadah. Perasaannya sangat halus, baktinya kepada orang tua sangat tinggi. Mengalah adalah merupakan salah satu prinsip hidup yang ia pegang sejak kecil, itulah sebabnya, maka sepanjang masa bocahnya beliau hampir tidak pernah terjadi bentrok dengan saudara-saudara maupun teman-temannya. Di kalangan para santrinya, ia biasa dipanggil dengan panggilan akrab mbah yai.panggilan serupa di lakukan pula oleh orang-orang yang mengenal beliau. Sedangkan anak-anak dan menantunya memanggil beliau dengan sebutan Abah. Sampai sekarang nama beliau adalah Kyai Haji Muhammad Arwani Amin. Nama Amin di belakangnya bukanlah seperti gelar yang di berikan kepada Nabi Muhammad, melainkan pelengkap yang diambilkan dari nama depan bapaknya. Namun ada sebagian kalangan juga yang menganggap julukan tersebut juga pantas bila yang menyandang adalah Arwani, karena sejak kecil sifat-sifat terpuji selalu melekat pada dirinya. .seperti telah disinggung dimuka, KH. Arwani Amini adalah putra kedua dari pasangan suami istri H. Amin Said dengan Hj. Wanifah. Keluarga Amin Said ini termasuk keluarga besar, karena putra putri beliau terdiri tidak kurang dari 12 orang jumlahnya. Terdiri dari 6 orang putra dan 6 orang putri dengan urutan sebagai berikut:
48
49
1. Muzaimah 2. KH. Arwani 3. Farkhan 4. Shalikhah 5. H. Abdul Muqsith 6. Khafidz 7. Ahmad Da’in 8. Ahmad Malikh 9. I’anah 10. Ni’mah 11. Muflikhah 12. ‘ulya dari dokumen catatan tentang silsilah keluarga Arwani dapat diketahui bahwa silsilah beliau dari pihak Ibu melalui garis keturunan orang tua perempuan sampai pada tingkat ketujuh, dengan urutan sebagai berikut: 1. Arwani. 2. Wanifah. 3. Rosimah. 4. Sawijah. 5. Habibah. 6. Mursyid. 7. Jonggrang. 8. Pangeran Diponegoro. 1 Sedangkan data yang ada mengenai silsilah keluarga KH. Arwani dari pihak ayah tidak banyak, hanya sampai di tingkat buyut (ayahnya kakek), dengan urutan sebagai berikut: H. Amin said adalah anak KH. Imam Kharomain, salah seorang tokoh ulama terkemuka di Kudus yang cukup di segani dan di hormati. Anak-anak KH. Imam Kharomain berjumlah 7 orang, yaitu: Marzuki, Rumani, Seni, KH. Muslim, H. Amin Said, Hasna dan H. Ahmad. Dari ke-12 putra H. Amin Said ada 3 orang yang sangat menonjol, yaitu Arwani (anak kedua), Farkhan (anak ketiga) dan Ahmad Da’in (anak ketujuh). Ketiga-tiganya hafal al Qur’an. yang pertama kali hafal dari ketiga bersaudara ini ialah Ahmad Da’in. Usia 1
. Untuk lebih jelasnya silahkan dilihat dan di baca silsilah pada biografi KH. Arwani Amin Pondok Khufadz Yanbu’ul Qur’an Kudus yang telah di teliti oleh Drs. Rosihan Anwar dalam karyanya tersebut.
49
50
Ahmad Da’in ketika hafal al Qur’an tergolong masih sangat muda, kurang lebih 9 tahun. Setelah itu di susul oleh Arwani dan Farkhan. Pada tahun 1935 KH. Arwani menikah dengan Naqiyul Khud di waktu beliau masih menuntut ilmu di pesantren Krapyak Yogyakarta, memasuki tahun keenam beliau nyantri di sana. Pasangan ini termasuk lama mempunyai keturunan. Selang beberapa tahun kemudian barulah lahir anak yang pertama lalu disusul anakanak berikutnya. Hingga beliau di karuniai 4 orang anak. Namun yang samapai sekarang masih hidup tinggal dua, dia adalah Ulin Nuha dan Ulil Albab yang sampai sekarang ini sebagai penerus perjuangan beliau baik di dalam al Qur’an maupun tarekat Naqsabandiyah Kholidiayah. Gus Ulin panggilan akrab Ulin Nuha lahir pada tanggal 21 Muharram 1368 H atau 22 Nopember 1948 m. Sementara Ulil Albab (Gus Bab) lahir pada tanggal 22 Syawal 1373 H yang bertepatan dengan tanggal 23 Juni 1954 M. keduanya tidak ada yang menempuh jalur pendidikan umum, keduanya memasuki jalur pendidikan agama, yakni madrasah dan pesantren. Semenjak kecil Arwani mempunyai bakat atau keahlian dalam bidang seni baca al Qur’an dan menulis Khot (tulis arab). Memasuki usia remaja, Arwani meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu. Berbekal doa restu dari kedua orang tuanya. Kegiatan safari ini beliau mulai dari pesantren Jamsaren Solo, Tebu Ireng, dan Krapyak Yogyakarta sebagai lahan pencarian ilmu. Pesantren-pesantren tersebut sangatlah tepat sebagai pilihannya, sebab kridibilitas kyai Idris, Kyai Hasyim As’ari dan Kyai Munawir yang memimpin masing-masing pondok tersebut sudah tidak di sangsikan lagi. dari tangan merekalah telah lahir ulama-ulama yang berkualitas tinggi. Di dalam dunia pesantren beliau Arwani telah banyak menguasai disiplin ilmu yang di pelajarinya, seperti Nahwu, Sorof,
50
51
Fiqih, Usul Fiqih, Balaghoh, Mantiq, Ilmu Tajwid dan Qiro’ah, Ilmu Tafsir, Khadits, Tasawuf, Falaq, Wasathi dan Ta’dil. Beliau nyantri di Tebu Ireng selama 4 tahun berguru kepada KH. Hasyim Asy’ari. Diasana ia mempelajari teori qiro’ah sab’ah dengan memakai kitab Sirahul Qori karangan Abdul Qosim Ali bin Utsman bin Muhammad bin Ahmad bin Hasan al Qashih al “uzdari, juga syarah dari kitab Hizrul Amani wa Wajhut Tahani, karangan Abu Muhammad Qasim al Fairah bin Abil Qasim Khalaf bin Ahmad ar Ra’ini Asy Syatibi.2 Di Yogyakarta, di Pondok Pesantren al Munawir, beliau mengaji kepada Kyai Munawir. Di sana beliau berhasil menghafalkan al Qur’an dan mengaji tentang qiro’ah sab’ah.3 Menjelang Arwani pulang ke Kudus, ia mendapat wasiat dari KH. Munawir supaya mengajarkan kembali apa yang di perolehnya dari beliau, yakni mengajar al Qur’an bin nadzor, bil ghoib dan qiro’ah sab’ah. Mengenai aktifitas tarekatnya. KH. Arwani berguru kepada salah seorang kiyai di Undaan Kudus, yaitu kyai Syirojuddin. Namun pelajaran tarekat Arwani pada kyai Syirojuddin terpotong di tengah jalan karena beliau keburu wafat sebelum pelajaran itu khatam. Kemudian kyai Arwani melanjutkan pelajaran tarekat kepada KH. Muhammad Mansur di Popongan Solo.4 Tidak kurang dari 10 tahun lamanya Arwani mendalami ilmu tarekat di Popongan. Di tempat ini ia bertemu kembali dengan sahabat karibnya ketika di Krapyak Yogyakarta, yaitu Umar Surur dari Solo dan dengan seorang lagi temannya waktu belajar di Undaan, yakni Maswan dari Kudus.5 Selama hidup beliau mempunyai hasil karya, antara lain: 2
Ibid, hal. 87-88 Ibid, hal. 90-92 4 Wawancara dengan KH. Mansur pada tanggal 23 Nopembenr 2002 5 Ibid, hal. 99-100 3
51
52
1. Faidhil Barokaat fii Sab’il Qiro’at. Kitab ini terdiri dari 30 juz, dengan menggunakan tulisan tangan beliau sendiri. 2. Risalah Mubarokah. Kitab ini berisi tuntunan praktis bagi para murid atau pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Kitab ini di terbitkan oleh percetakan Menara.6
b. Sejarah Berdirinya Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang ada di Kudus merupakan salah satu dari sekian banyak perkumpulan tarekat yang ada di Indonesia dan sudah dikenal oleh masyarakat di daerah Kudus dan sekitarnya. Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kudus mulai didirikan pada awal tahun 1960 an setelah beliau pulang dari memperdalam ilmu tarekatnya kepada teman dan sekaligus guru beliau kyai Mansur di Popongan Solo pada tahun 1957. keberadaan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini sebenarnya sudah ada sebelum periode tahun 1960 an. Ini terbukti dengan adanya KH. Muhammad Arwani berguru ilmu tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah kepada kyai Syirojuddin di Undaan kudus. Hal ini menandakan bahwa tarekat tersebut sudah ada sebelum periode beliau, hanya saja perkembangan yang cukup pesat terjadi adalah pada masa beliau pulang dari menimba ilmu tarekat di Solo. Sebenarnya munculnya tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kudus ini yang mempelopori adalah kyai Hambali Sumardi (Kudus). Diamana pada saat itu di Kudus dan sekitarnya sangat membutuhkan adanya sentuhan tarekat, hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang saat itu selalu datang ke kediaman kyai Arwani dan kyai Hambali. Dengan banyaknya desakan dari masyarakat, khususnya adalah kawula tua yang meminta kepada simbah kyai Arwani untuk mendirikan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan masyarakat awam, terutama mereka yang sudah tua agar terhindar dari suul khotimah, dimana masyarakat awam sangat membutuhkan bekal 6
Ibid, hal. 136
52
53
untuk berpandangan ukhrowi (spiritual), untuk mengimbangi hal-hal keduniawian dan untuk menguatkan atau mewujudkan ukhuwah Islamiyah. Karena adanya kenyataan tersebut, maka simbah KH. Arwani meminta petunjuk kepada syekh Mansur (Solo). Dan pengutaraan hal tersebut ternyata didukung sepenuhnya oleh Syakh Mansur dan di anjurkan untuk segera mendirikan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di daerah Kudus. Setelah tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah berdiri di daerah tersebut, maka mulailah beliau melaksanakan kegiatannya, mulamula dalam jam’iyah tersebut bernggotakan kurang lebihnya ada 25 orang yang mula-mula mereka kebanyakan berasal dari daerah Kudus, dan juga berasal dari beberapa anggota yang pernah nyantri pada beliau. Dari 25 orang inilah kemudian mereka ikut berperan serta menyebar luaskan keberadaan kegiatan tarekat tersebut, dan sampai sekarang pengikut dari tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini sudah lebih dari 1000 orang anggota. Untuk memperjelas mengenai sejarah perkembangan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, berikut ini penulis kemukakan juga mengenai sililah masyayikh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah sebagai berikut: 1. Syekh Arwani 2. Syekh Mansur Solo 3. Syekh Muhammad 4. Syekh Sulaiman al Zuhdi 5. Syekh Ismail al Barusiy 6. Syekh Sulaiman al Quraimi 7. Syekh Kholid al Baghdadi 8. Syekh Abdillah al Dahlawi 9. Syekh Khabibillah 10. Syekh Nur Muhammad al Badwani 11. Syekh saifiddin
53
54
12. Syekh Muhammad Ma’sum 13. Syekh Ahmad al Faruqi 14. Syekh Muhammad al Baqy Billah 15. Syekh Muhammad alkhowaajiki 16. Syekh Darwisy Muhammad 17. Syekh muhammad Zahid 18. Syekh Ubaidillah al kharor 19. Syekh Ya’qub al Jarkhiy 20. Syekh Muhammad ibn ‘alaiddin al ‘atthor 21. Syekh Muhammad Bahaiddin al Naqsabandi 22. Syekh Amir Kullal 23. Syekh muhammad Baabaa al Samasi 24. Syekh Ali al Rumtani 25. Syekh Mahmud al anjir faghnawi 26. Syekharif al Riwikari 27. Syekh Abdil Kholiq al Ghozduwani 28. Syekh Yusuf al Hamadaani 29. Syekh Abi Ali al Fadhil 30. Syekh Abi al Hasan Ali al Khorqni 31. Syekh Abi Yaid Thoifur al Bisthomi 32. Syekh Ja’far Shodiq 33. Syekh Qosim bin Muhammad 34. Sayyidina Salman al Farisi 35. Sayyidina Abi Bakar assiddiq 36. Rasulillah Muhammad SAW. 37. Sayyidina Jibril as. 38. Allah Ta’aala Jalla Wa ‘azza.
II. Sistem Pengelolaan Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang ada di Kudus ini sebagai sekretariatnya
berada
di
Masjid
54
Kwanaran
pondok
tarekat
55
Naqsabandiyah Kholidiyah. Di pilihnya
masjid Kwanaran sebagai
tempat pusat kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah oleh KH. Arwani mengingat suasana di sekeliling masjid itu cukup sepi dan sejuk dengan pohon-pohon nyiur, bambu serta tumbuh-tumbuhan lainnya yang rindang. Selain itu rumah-rumah penduduk tidak begitu jauh dari pondok. Air sungai Gelis yang jernih membantu dalam penyediaan air untuk para peserta khalwat. Kegiatan tarekat ini sebagai mursyidnya adalah pengasuh pondok pesantren itu sendiri, yaitu KH. Ulin Nuha untuk masa sekarang ini, dahulu di pimpin atau di asuh oleh simbah KH. Muhammad Arwani. Sampai sekarang ini pengelolaannya adalah sebagai berikut: Secara
umum
kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
dilaksanakan di masjid Kwanaran sebagai pondok tarekat, baik itu tawajuhan, sulukan ataupun pengajian. Baik itu penajian al Qur’an maupun siraman rohaninya. Dan dalam kegiatan itulah materi-materi diajarkan kepada para pengikut tarekat ini. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, para anggota tarekat berdatangan ke tempat yang telah di tentukan. Seperti lazimnya yang terdapat di setiap perkumpulan tarekat, para pengikut tarekat yang di pimpin oleh KH Arwani kebanyakan adalah mereka yang sudah lanjut usia yang tampaknya sudah tidak lagi di dorong oleh keinginan mengejar kehidupan duniawi sebagai dasar utama untuk memperoleh kebahagiaan, mereka merasakan bahwa kebutuhan spiritual untuk lebih mendekati Allah adalah merupakan tuntutan hidupnya yang paling menonjol. Sebagaimana telah tertuang dalam bab dua, bahwa tulisan ini tidak mengupas tasawuf dari segi falsafahnya, tetapi lebih menekankan pada penguasaan amaliah atau praktek di dalam menjalankan tarekat. Karena hal inilah yang kelihatannya lebih mudah menarik perhatian serta minat kaum awam untuk mengikuti tarekat, karena mereka rata-rata minat agamanya cukup kuat tetapi pengertian agamanya masih terbatas. Seperti
55
56
yang sering di singgung oleh para pengamat tarekat di Indonesia, bahwa gerakan-gerakan tarekat di Indonesia pada umumnya kurang begitu memikirkan perkembangan aspek kontemplasi filosofisnya, tapi justru pada
umumnya
lebih
menekankan
kepada
praktek-praktek
ketarikatannya. Kegiatan rutin tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang dipimpin K.H.M. Arwani ini ialah pengajian tiap hari Selasa di pondok Masjid Kwanaran yang di mulai pada pukul 09.00 WIB. sampai waktu dzuhur, berupa pengajian syari’at yang biasanya di berikan oleh kyai pembatu (badal) yaitu antara lain: Kyai Muhammad Hambali Sumardi (Alm.), KH. Ma’mun, Kyai Maswan (Alm.), K.H. Sa’roni Ahmadi, Kyai Naschan Imam dan KH. Amin Dimyati. Kitab-kitab yang di jadikan pegangan dalam pengajian ini diantaranya ialah Safinatun Najah, Jauharotut Tauhid, Bidayatul Hidayah, Irsyadul ‘ibad, Wasyiyyatul Musthofa, Nashoikhud Diniyah, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya. Di samping menerima pengajian di bidang agama, pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah juga menerima bimbingan khusus mengenai amaliah sehari-hari tentang praktek yang dapat di baca pada kitab-kitab tarekat, seperti Risalah Mubarokah, Ad Duruss Tsamin, al Idloh fie At Thariqat al Khalidiyah, al Futuhah Ar Robbaniyah dan Umdatus Salik fii Khairil Masaalik. Dalam kegiatan yang di laksanakan pada hari Selasa inilah yang dinamakan dengan tawajuhan. Selain kegiatan tawajuhan, para pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah juga melaksanakan kegiatan Khalwat atau Suluk. Khalwat adalah mengandung pengertian belajar menetapkan hati, melatih jiwa dan hati itu berkekalan ingat kepada Allah dan dengan demikian tetap memperhambakan diri kepada Allah.7 Dimana pada saat yang telah di tentukan para pengikut tarekat berkumpul melaksanakan wirid bersama, sholat berjaah, puasa, memperbanyak sholat sunnah. Semuanya ini
7
Drs. Moh. Saifulloh al Aziz S, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya, terbit terang, 1998, hlm. 196
56
57
dilaksanakan berdasar bimbingan dan petunjuk sang mursyid (guru), derajat kesufian seseorang di kalangan mereka di tentukan oleh seberapa tinggi tingkat khalwat mereka dalam suatu tataran yang telah di tentukan. Biasanya di kalangan pengikut tarekat, mereka sering mengartikan sama saja antara khalwat dengan suluk. Namun berbeda halnya dengan yang ada
di dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah mereka
mengartikan kholwat itu lebih umum di bandingkan dengan suluk. Suluk adalah memisahkan diri (menyendiri) dari keluarga dan melakukan wirid. Orang asalkan menyendiri
(nyepi dalam bahasa Jawa), tekun
beribadah, melakukan wirid, dinamakan khalwat sekalipun yang bersangkutan itu berada di dalam rumahnya sendiri.8 Kegiatan khalwat ini biasanya dilakukan oleh pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Masjid Kwanaran selama 10 hari. Yaitu setiap tanggal 1-10 Muharam,1-10 Rajab, dan 1-10 Ramadlan. Dalam pelaksanaan khalwat ini bisanya pesertanya di batasi hanya 1200 orang saja, terdiri dari 600 peserta putra dan 600 peserta putri. Pembetasan terpaksa dilakukan mengingat fasilitas yang tersedia di pondok Kwanaran sangat terbatas.mereka berdatangan dari berbagai daerah di Jawa Tengah, terutama daerah-daerah Kudus, Jepara, Pati dan Semarang. Bahkan juga ada yang datang dari Jawa Timur dan Jawa Barat. Selama mengikuti kegiatan khalwat ini mereka benar-benar di bimbing untuk meningkatkan ibadah, seperti sholat-sholat sunnah, berpuasa, senantiasa dalam keadaan berwudlu (da’im wudlu) dan mereka tidak di perkenankan makan daging, telur dan ikan. Mereka menanak sendiri secara kelompok dan menghindari makan masakan orang yang tidak dalam keadaan suci (punya wudlu).
8
Wawancara dengan KH. Muhammad Mansur, tanggal 23 Oktober 2002
57
58
Dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah tahapan khalwat mempunyai 14 tahapan, yang berarti untuk mengkhatamkannya memerlukan waktu 5 tahun masa khalwat. Dari pengamatan yang penulis lakukan, bahwa selama mengikuti kegiatan tersebut para anggota dengan tenang memperhatikan apa yang telah di sampaikan oleh guru. Sehingga terlihat adanya kepatuhan yang amat besar dari seorang murid terhadap mursyid ataupun syekhnya. Itulah gambaran kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang berhasil penulis teliti baik itu melalui wawancara maupun pengamatan secara langsung. Secara khusus dalam rangka memperkuat sistem yang ada dan juga dalam rangka membina para pengikutnya agar selalu mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, maka tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah mengadakan kegiatan-kegiatannya sebagai berikut: Dalam rangka meningkatkan kuantitas anggota atau pengikut, lembaga tarekat ini membuka pendaftaran anggota baru yang di lakukan pada tiap hari Jum’at Keliwon. Tempat pendaftaran tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah terletak di kantor sekretariat masjid Kwanaran sebagai pondok tarekat dan juga bisa di pesantren pesantren Yanbu’ul Qur’anm untuk mempermudah proses menjadi anggota. Pada umumnya ada beberapa syarat yang mesti di penuhi oleh seseorang yang hendak masuk dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, yaitu: a. Tujuannya benar, bermaksud semata-mata untuk melakukan ibadah dan bukan karena riya. b. Murid harus mempunyai kepercayaan bahwa guru mursyid itu mempunyai sirrul khususiyah yang bisa menyampaikannya kepada Allah.
58
59
c. Tatakrama yang di ridloi syara’, seperti belas kasih terhadap orang yang di bawah, menghormati orang yang sederajat dan orang yang lebih atas, adil terhadap diri sendiri dan tidak mengutamakan kepentingan diri pribadi. d. Tingkah laku yang bagus, baik ucapan maupun tindakan. e. Menjaga kehormatan dan kemuliaan. Artinya murid harus selalu menghormati guru, baik dalam keaadaan hadir (berhadapan) maupun sesudah meninggalkannya. Demikian pula terhadap sesama muslim. f. Pelayanan yang baik terhadap guru, demikian juga harus selalu berkhikmad kepada Allah SWT. dengan jalan mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi segala larangannya. g. Meluruskan kemauan, yaitu menuju jalan ma’rifat kepada Allah. h. Kelestarian niat di dalam menjalankan tarekat, sebab hal itu akan menghasilkan ma’rifat. Sebelum dengan resmi di terima menjadi salik atau murid dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, calon murid harus terlebih dahulu melalui proses sebagai berikut: a. mendapat ijin dari guru atau mursyid b. melakukan sholat istikharah, mohon petunjuk kepada Alloh apakah ia mampu mengikuti tarekat atau tidak. Lamanya istikharah 1 sampai 7 hari. Dari mimpi yang di peroleh setelah istikharah itu kemudian di ta’birkan oleh mursyid ataupun syekhnya. c. Setelah dua diatas bisa di penuhi barulah salik boleh di bai’at dan di talqin dengan menggunakan dzikir. Seperti yang di lakukan dalam tarekat yang lain, Pembaiatan yang ada pada tarekat ini dilaksanakan pada tiap-tiap hari Jum’at Pahing. Namun yang menjadi ciri dari tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah setiap yang ingin masuk sebagai anggotanya haruslah terlebih dahulu melaksanakan Kholwat sebelum di baiat
59
60
menjadi anggota. Kegiatan pembaiatan ini di lakukan oleh para mursyid. Adapun mursyid yang ikut membaiat dalam kegiatan ini adalah KH. Arwani Amin sendiri. Namun pada masa sekarang ini setelah KH. Arwani Wafat kegiatan pembaiatan dilakukan oleh mursyid yang sekarang, yaitu
putra-putra beliau sebagai pewaris
kepemimpinan tarekat tersebut, yaitu KH. Ulin Nuha, dan KH. Ulil Albab. Dimasa sekarang ini kegiatan yang di lakukan dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah sama seperti yang di lakukan pada masa KH. Arwani. Hanya saja yang membedakan terletak pada guruguru yang mengajar para salik. Dalam bidang pengisian rohani biasanya di lakukan oleh KH. Sa’roni Ahmadi, KH. Ma’ruf Irsyad, KH. Mansur, KH. Sa’dullah, KH. Ma’mun. mengenai harinya masih mengambil hari yang sama, yaitu Selasa pagi. Mengenai
pokok-pokok
ajaran
Tarekat
Naqsabandiyah
Kholidiyah, adalah: 1.
berpegang teguh terhadap paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2.
Mengamalkan sesuatu yang halal tetapi tidak sepenuhnya, seperti makan minum tidak terlalu kenyang, mengurangi tidur supaya dapat berdzikir dengan baik.
3.
Berhati-hati terhadap masalah subhat
4.
Senantiasa merasa diawasi oleh Alloh SWT.
5.
Menghadapkan diri kepada Alloh secara kontinyu
6.
Berpaling (tidak tergiur) terhadap kemewahan harta dunia
7.
Merasa sepi sendirian dalam suasana ramai dan hati selalu hudlur kepada Alloh.
8.
Berpakaian yang rapi
9.
Dzikir khafi (samar tidak bersuara)
10. Menjaga keluar masuknya nafas jangan sampai lupa mengingat Alloh
60
61
11. Berakhlak yang luhur seperti yang di contohkan Rosululloh SAW.9
III. Tawajuhan Sebagai Model Pengajaran Setiap lembaga tarekat mempunyai tradisi tersendiri di dalam mengarahkan para murid, demikian pula halnya dengan apa yang ada dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Mengenai kegiatan tawajuhan juga ada kemungkinan keberbedaan model dan juga sistem yang di gunakan. Dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah kegiatan tawajuhan yang dilaksanakan adalah dengan mengambil bentuk pemberian siraman rohani dan pengarahan khusus kepada para murid dengan menggunakan kitabkitab tarekat dan kitab-kitab salaf sebagaimana tersebut diatas, yang intinya adalah dzikir. Menurut keterangan dari Bapak KH. Mansur kegiatan tawajuhan yang di lakukan oleh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah dengan mengambil bentuk dzikir. Karena menurut beliau dzikir ini sangat bisa menyentuh pada masing-masing pribadi pengikut tarekat tersebut.
10
Sebenarnya dalam kegiatan tawajuhan
ini tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah mengambil banyak bentuk didalam melakukan kegiatan tawajuhan, seperti mauidloh (siraman rohani), pendalaman syari’ah, simakan al Qur’an sebelum kegiatan tarekat
dimulai, serta wirid atau dzikir. Namun di dalam
melaksanakan kegiatan tawajuhan ini yang paling diutamakan adalah kegiatan wirid atau dzikir. Kegiatan ini mendapatkan porsi
9
. Hamam Nasiruddin, Al Idhoh fie At Thariqah al Khalidiyah, Menara Kudus, 1974, hal. 18-20 10 . KH. Mansur adalah salah satu dari Mursyid yang ada pada lembaga tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Kegiatan keseharian beliau di dalam tarekat tersebut adalah memberikan mauidloh yang baik kepadsa para pengikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Ketika penulis wawancara dengan beliau, penulis diterangkan mengenai banyak hal tentang tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Antara lain yang paling berperan di dalam pembinaan mental para pengikutnya adalah persoalan dzikir. Menurut beliau yang namanya dzikir itu intinya adalah mengingat kepada Allah dengan jalan melafaldkan kalimat-kalimat yang baik.
61
62
paling utama menurut pengakuan dari KH. Sya’roni Ahmadi11. Hal ini dikarenakan inti dari kegiatan tarekat adalah agar manusia terbiasa mengingat Allah. Setelah manusia ingat kepada Allah tentunya manusia ketika hidup di dunia ini tidak takabur, dengan kata lain beliau menjelaskan agar manusia di dalam hidupnya bisa sabar dan ikhlas. Karena dari kasabaran dan kaikhlasan itulah manusia dapat mengetahui hakikat dirinya sendiri. Dilain kesempatan beliau juga menerangkan bahwa dengan adanya kagiatan tarekat, lebih khusus lagi adalah kegiatan tawajuhan beliau mengharapkan manusia agar selalu ingat dengan yang namanya mati. Karena di dalam tawajuhan ini para murid mendapatkan bekal keterangan tentang persiapan-persiapan yang harus di punyai di dalam menghadapi pati. Karaena di dalam anggotanya tarekat ini sebagian besar adalah orang yang sudah lanjut usia, maka baliau mengungkapkan pula bahwasannya yang boleh mengikuti kegiatan tarekat bukanlah hanya orang-orang yang usianya sudah lanjut yang menurut prediksi kita ajalnya akan segera datang. Namun lebih jauh menurut beliau yang namanya tarekat itu bolehlah diikuti siapa saja, kapan saja dan dimanapun manusia itu berada, karena dengan mengikuti kegiatan tarekat manusia akan senantiasa ingat bahwa yang namanya pati itu adalah urusan Allah dan semua manusia akan merasakannya. Hal ini tentunya kalau manusia selalu merasa ada yang mengawasi. Secara lebih lanjut beliau menerangkan bahwa tawajuhan yang dilaksanakan oleh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah sebagaimana yang tercantum di dalam kitab Risalah Mubarokah, sebagai berikut: 1. Membaca al Qur’an semampunya.
11
. Beliau dalam tarekat Naqsabandiyah adalah berkedudukan sebagai guru atau mursyid yang khusus menangani tentang syari’ahnya.
62
63
Membaca al Qur’an ini dilakukan bersama-sama oleh seluruh jama’ah yang mengikuti kegiatan tawajuhan, baik itu imam ataupun makmum 2. Membaca lafald “astaghfirullah” sebanyak lima, atau lima belas dan atau dua puluh lima. 3. Membaca surat al Fatihah sekali dan surat al Ikhlas tiga kali. Dimana dalam membaca surat-surat tersebut diatas, pahalanya di hadiahkan kepada para guru-guru tarekat12 4. Dzikir Ismu Dzat. Dalam melakukan dzikir tersebut setidaknya ketika imam telah mencapai hitungan tiga ratus atau seribu, selanjutnya imam nawajuhi para murid. Di kala imam akan memulai tawajuhan, terlebih dahulu seorang imam membaca:
ﺍﻥ ﰱ ﺟﺴﺪ ﺍﺑﻦ ﺍﺩﻡ ﳌﻀﻐﺔ ﺍﺫﺍ ﺻﻠﺤﺖ ﺍﳌﻀﻐﺔ ﺻﻠﺢ: ﻭﺳﻠﻢs ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻞ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﻪ ﺍﻻ ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﺻﺪﻕ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ Disaat imam membaca hadits Rasul tersebut para murid berhenti memutar tasbihnya, kemudian para murid mendengarkan bacaan imam. Ketika imam telah selesai membaca bacaan tersebut para murid melanjutkan kembali memutar tasbihnya. Pada waktu itu imam masih terus nawajuhi para murid semampunya dengan jalan mujabahah (dengan jalan bertatap muka). Pada waktu imam nawajuhi para murid, di dalam hati para murid membaca :
ﺍﻓﺎ ﺿﲏ ﺍﷲ ﻣﻦ ﻧﻮﺭ ﺷﻴﺨﻰ ﺍﱃ ﺭﻭﺣﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﻭﺍﻡ Artinya : “Semoga Allah menyatukan antara nur guru saya kepada ruh saya selama-lamanya 12
Baca kitab Risalah Mubarokah, karya kiyai Hambali Sumardi. Pada kitab tersebut akan dijumpai silsilah para masayikh tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Hal tersebut dapat anda lihat mulai dari halaman 3 sampai dengan halaman 8.
63
64
Adapun
niat
tawajuhan
yang
dilakukan
oleh
tarekat
Naqsabandiyah Kholidiyah ialah: 1.
Berniat mengumpulkan dzikir
2.
Berniat menghilangkang hijab basyariyah 13
3.
Berniat menurunkan Anwarul Ilaahiyah,14 kemudian berdzikir
kembali semampunya sesuai dengan yang di hajatkan. Setelah semuanya selesai kemudian membaca al Qur’an dan di tutup dengan do’a. 15 Dengan kegiatan tawajuhan seperti diatas tadi, diharapkan pengikut dari tarekat tersebut bisa selalu ingat dengan Allah sang pencipta. Karena telah penulis jelaskan di muka, dzikir versi tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah tersebut adalah semata-mata ingat kepada Allah sang pencipta. Dengan jalan melakukan dzikir. Pada hakikatnya adalah mengingat Allah dan melupakan apa saja selain Allah sewaktu dalam berdzikir. Sebagaimana dalam firma Allah Q.S. Kahfi ayat 24 di jelaskan, yang artinya: “Dan ingatlah kepada Tuhanmu, jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”. Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya:”Orang-orang yang menyendiri (pertapa) adalah orang yang paling dahulu (masuk surga)”. Lalu salah seorang sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah siapakah pertapa itu ?” Rasulullah menjawab: “Pertapa ialah orang yang selalu mengingat Allah” (H.R. Tirmidzi dari Abi Hurairah).
13
Hijab Basyariyah yang dimaksud dalam kalimat diatas yaitu segala sifat yang tercela yang ada pada diri manusia yang dapat menyebabkan terhalangnya hubungan manusia dengan Allah dikala para murid melakukan kegiatan tawajuhan. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah ujub, riya, takabur, dengki, yang dapat menghalangi antara Allah dengan manusia. 14 Yang dimaksud dengan menurunkan Anwarul Ilaahiyah adalah mengharapkan diturunkannya nur atau cahaya terang kepada oang-orang yang melakukan tawajuhan. 15 Op.Cit, hlm. 30
64
65
Dzikir asal mulanya adalah ash-shafa, artinya bersih dan hening. Wadahnya adalah al wafa, artinya menyempurnakan. Dan syaratnya adalah al hudlur, artinya hadir hati sepenuh. Hamparannya adalah amal shaleh. Dan khasiatnya adalah pembukaan dari Tuhan. Demikian menurut keterangan Syaikh Ahmad al Fathani.16 Dari penjelasan tentang tawajuhan diatas tadi dapat kita ketahui bersama bahwa model pengajaran tawajuhan dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah dilaksanakan secara rutin, dengan mengambil langkah selalu mengingat kepada Allah, dimana sebagai implementasinya adalah melalui pendekatan dzikir.
16
Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz S., Risalam Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, Surabaya 1998, hal. 179-180.
65