BAB III
STUDI PUSTAKA
III.1. Batubara Dalam Penggunaan Energi dan Pembangunan Ekonomi Industri batubara memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi dalam 2 bentuk, yang berkaitan dengan tambang batubara dan penggunaan batubara. Hal yang terkait dengan penggunaan batubara adalah pembangkit tenaga listrik dan keperluan industri besi baja yang vital dalam pembangunan ekonomi, dimana kedua sektor tersebut sangat bergantung pada batubara. Sementara itu berkenaan dengan tambang batubara, aktivitas pertambangan batubara menghasilkan pendapatan dari ekspor dan menyediakan lapangan kerja baik di tambang maupun jasa yang berhubungan dengan sektor pertambangan untuk penduduk lokal. Akses pada penghasil energi merupakan pendorong di belakang pertumbuhan ekonomi. Untuk negara berkembang dengan kebergantungan yang relatif tinggi pada produksi yang energi intensif, seperti logam dan manufaktur, pertumbuhan ekonomi akan sangat berhubungan dengan konsumsi energi. Namun, untuk mencegah kekurangan akan sumber energi yang terbatas dan memenuhi standar lingkungan sebagai syarat dalam pembangunan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi harus diupayakan menuju suatu sistem yang tidak bergantung pada konsumsi energi. Ada dua cara dimana pertumbuhan ekonomi dapat dipisahkan dari konsumsi energi, yaitu pergeseran struktur ekonomi dan peningkatan teknologi. Sepanjang waktu dalam perkembangan perekonomian, intensitas energi (konsumsi energi per unit GDP) akan berkurang sebagaimana pergeseran produksi dari aktivitas dengan energi intensif seperti produksi logam menuju operasi dengan energi intensif yang lebih kecil seperti jasa. Pengembangan dan penerapan teknologi baru yang dapat mengurangi konsumsi energi per unit output harus dapat dicapai. Ini terutama untuk negara berkembang dimana intensitas energinya masih tergolong tinggi. Pada negara berkembang seperti Indonesia, ketergantungan energi untuk pembangunan ekonomi masih tergolong cukup tinggi. Setiap kenaikan pada perekonomian akan diikuti dengan kenaikan penggunaan energi. Seperti yang terjadi di Indonesia setelah krisis ekonomi, peningkatan perekonomian yang dapat dilihat melalui indikator makroekonomi, III - 1
pada tahun 1998 – 2004 kenaikan GDP harga berlaku dari USD 105 milyar menuju USD 254 milyar disertai dengan kenaikan penggunaan energi dari 80 Mtoe menuju 109 Mtoe. Sebagai gambaran yang menunjukkan hubungan antara peningkatan perekonomian dengan
300
120
250
100
200
80
150
60
100
40
50
20
0
0 1980
1984
1988
1992
1996
2000
Ko n su m si E n erg i (M to e)
G DP (Billio n US D)
penggunaan energi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar III.1.
GDP Konsumsi Energi
2004
Tahun
Gambar III.1. Hubungan Antara Kenaikan GDP dan Kebutuhan Energi Peningkatan perekonomian yang diikuti dengan peningkatan penggunaan energi perlu disikapi dengan baik. Dimana energi yang digunakan untuk meningkatkan perekonomian harus seefisien mungkin. Untuk melihat efisiensi dari penggunaan energi digunakan indikator yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi energi. Indikator tersebut adalah intensitas energi, dimana intensitas energi dapat dibentuk dengan membandingkan output ekonomi pada tingkat makro (dalam hal ini GDP) dengan input energi pada waktu tertentu. Sebagai standar ukuran untuk melihat efisiensi penggunaan energi di Indonesia adalah dengan membandingkannya dengan indikator energi efisiensi rata-rata negara maju di Asia Pasifik. Membandingkan intensitas energi Indonesia terhadap rata-rata intensitas energi di Asia Pasifik dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pertumbuhan ekonomi yang akan memberikan intensitas energi Indonesia yang konvergen terhadap intensitas energi rata-rata negara maju di Asia Pasifik. Batubara sebagai salah satu sumber energi dapat diprediksi kapasitas penyediaan yang optimal dalam tahun tertentu menggunakan hasil prediksi intensitas energi. Yaitu melalui III - 2
prediksi jumlah output batubara pada diperlukan untuk mencapai perekonomian, pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa menimbulkan konvergensi intensitas energi Indonesia terhadap intensitas energi rata-rata negara maju di Asia Pasifik.
III.2. Tinjauan Makroekonomi Teori makroekonomi memusatkan perhatian dan analisisnya memperhatikan kegiatan ekonomi negara ditinjau secara global yaitu secara gambaran menyeluruh. Hal yang harus bisa dijawab oleh analisis makroekonomi antara lain : •
Tingkat ekonomi negara dan pertumbuhannya.
•
Kinerja perekonomian negara.
•
Prospek pertumbuhan ekonomi negara.
•
Sektor penggerak ekonomi negara.
Kesemua hal di atas akan terjawab melalui perhitungan pendapatan nasional atau national income yang merupakan ukuran yang menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara. Konsep pendapatan nasional tersebut mewakili arti Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Nasional Bruto/Gross National Product (PNB/GNP). Informasi penting yang dikumpulkan dalam menentukan pendapatan nasional yaitu nilai barang dan jasa yang diwujudkan pada suatu tahun tertentu. Perbedaan antara PDB dan PNB, adalah pada PDB dihitung nilai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negara pada satu tahun tertentu. Sedangkan PNB yang dihitung adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor produksi yang dimiliki warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung. Untuk melakukan perhitungan nilai barang dan jasa yang diciptakan oleh suatu perekonomian, salah satu cara yang dapat digunakan cara pengeluaran, yaitu dengan menghitung pendapatan nasional dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut. Penghitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran ke atas barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian kepada 4 komonen, antara lain: •
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga merupakan nilai perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun III - 3
tertentu. Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi. Kegiatan seperti membangun rumah, membiayai sekolah dan kegiatan investasi lainnya tidak digolongkan ke dalam sebagai konsumsi karena bukan merupakan perbelanjaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. •
Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah juga terbagi menjadi 2, yaitu konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah. Konsumsi pemerintah merupakan pembelian ke atas barang dan jasa yang akan dikonsumsi, seperti membayar gaji pegawai negeri. Sementara itu investasi pemerintah merupakan pengeluaran seperti untuk membangun sarana dan prasarana. Pengeluaran pemerintah yang bersifat hibah dan bantuan tidak digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah atas produk nasional karena bukan untuk membeli barang dan jasa.
•
Pembentukan Modal Tetap Sektor Swasta Pembentukan modal tetap sektor swasta lebih sering dinyatakan sebagai investasi, pada hakekatnya merupakan pengeluaran untuk membeli barang modal yang dapat menaikkan produksi barang dan jasa di masa akan datang. Dalam pengumpulan data mengenai investasi, pengeluaran tersebut dibedakan kepada 3 jenis perbelanjaan, yaitu ; pengeluaran atas barang modal dan peralatan produksi, perubahan-perubahan dalam nilai inventori pada akhir tahun, dan pengeluaran-pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal.
•
Ekspor Neto Ekspor neto merupakan nilai ekspor yang dilakukan suatu negara dalam suatu tahun tertentu dikurangi dengan nilai impor dalam periode yang sama.
Persamaan untuk menghitung pendapatan nasional yaitu :
Y = C + G + I + (X − M )
(3.1)
Keterangan : Y : Pendapatan nasional
I
: Pembentukan modal tetap swasta
C : Konsumsi rumah tangga
X : Ekspor
G : Pengeluaran pemerintah
M : Impor
Dalam penentuan kebijakan penyediaan batubara Indonesia, pendapatan nasional merupakan aspek ekonomi yang paling diperhatikan. Karena batubara sebagai salah satu sumber energi nasional maka harus bisa memberikan peran yang maksimal bagi III - 4
pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kesemuanya itu dapat dilihat dari parameter peningkatan pendapatan nasional yang diakibatkan karena pertambahan penggunaan batubara.
III.3. Tinjauan Intensitas Energi Intensitas energi merupakan indikator yang mengukur jumlah energi yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, seperti memproduksi output (Martin et al., 1994 dalam “State-Level Changes in Energy Intensity and Their National Implication” US Dept of Energy, 2003). Dengan kata lain, “intensitas energi mengukur seberapa baik energi
digunakan dalam berproduksi”. Indikator dapat ditunjukkan baik secara fisik dimana energi secara langsung berhubungan dengan sejumlah fisik output, ataupun secara ekonomi dimana konsumsi energi berhubungan dengan harga moneter dari produksi. Indikator intensitas energi menunjukkan bermacam fungsi, mulai dari memonitor efisiensi energi sampai pada analisis dan evaluasi kebijakan, serta penilaian terhadap teknologi baru. Namun berguna dan efektifnya penggunaan indikator intensitas energi sangat bergantung pada syarat-syaratnya, terutama dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kualitas dari data. Persamaan dalam menentukan intensitas energi adalah sebagai berikut,
εt =
Et yt
(3.2)
Dimana, ε
: intensitas energi
E : kebutuhan energi y : GDP t
: waktu
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, intensitas energi merupakan penggunaan energi per satuan nilai GDP. Dalam beberapa kasus, analis dan pembuat keputusan membagi penggunaan energi untuk memeriksa intensitas energi menjadi 4 sektor besar pengguna energi, yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri, dan transportasi. Beberapa ukuran lain dari intensitas energi yang termasuk indikator permintaan, contohnya penggunaan energi perkapita untuk bangunan penduduk, penggunaan energi untuk transportasi per kendaraan per mil perjalanan, dan penggunaan energi sektor komersial per meter persegi
III - 5
dari luas kantor, dll. Pemilihan indikator-indikator tersebut berdasarkan pada hal yang ingin diketahui, disamping bergantung pada ketersediaan data. Untuk dapat lebih memahami variasi dari perubahan intensitas energi, dapat diidentifikasi beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan intensitas energi antar negara. Faktor-faktor tersebut meliputi :
•
Harga energi Harga energi memberikan pengaruh yang besar pada penggunaan energi, dan oleh karena itu menyebabkan intensitas energi dan penggunaan energi antar negara dapat berbeda. Terutama pada harga listrik, perbedaan itu berdasarkan permintaan energi dari modal tetap (contoh, bangunan komersial), jenis teknologi yang sedang digunakan, ketersediaan bahan bakar, kemungkinan untuk berpindahnya tenaga listrik melewati daerah yang luas, dan peraturan/kebijakan.
•
Komposisi output perekonomian Komposisi dari output sektor-sektor dalam perekonomian merupakan faktor penting dan menentukan dari intensitas energi. Contohnya adalah berubahnya output dalam struktur perekonomian negara, dari sektor manufaktur yang energi intensif menuju sektor jasa yang kurang energi intensif. Perubahan-perubahan aktivitas tersebut dapat menurunkan atau mendorong permintaan terhadap energi. Negara dengan prosentase besar pada industri manufaktur di sektor industrinya akan mempunyai kecenderungan intensitas energi yang berbeda dibanding negara jumlah prosentase industri manufaktur yang lebih sedikit. Struktur perekonomian suatu negara dan perbedaan komposisi output pada perekonomiannya merupakan kunci dalam memahami perubahan intensitas energi.
•
Kapasitas penggunaan energi Kapasitas produksi juga dapat mempengaruhi intensitas energi. Aktivitas industri manufaktur yang berjalan pada kapasitas 50% bisa menimbulkan intensitas energi yang lebih besar daripada fasilitas pada industri manufaktur yang berjalan pada kapasitas 100%. Karena pada kapasitas produksi 50%, output yang dihasilkan untuk tiap energi yang dikeluarkan akan lebih kecil daripada pada saat kapasitas produksi 100%. Itu dikarenakan terdapat sejumlah III - 6
biaya tetap dari energi perlu diperhatikan untuk menentukan seberapa besar fasilitas tersebut digunakan. Sehingga menyebabkan biaya penggunaan fasilitas produksi per unit keluaran (dalam hal ini biaya penggunaan energi per unit keluaran) akan menurun dengan bertambahnya kapasitas produksi.
•
Investasi modal dan konstruksi baru Investasi modal dan pembangunan yang dilakukan juga berdampak pada intensitas energi. Negara dengan pertumbuhan yang cepat pada investasi modal baru dan pembangunan baru, mungkin telah berpengalaman dalam menurunkan intensitas energi karena struktur dan fasilitas pada bangunan yang baru cenderung lebih efisien daripada bangunan yang lebih tua pada infrastruktur yang ada. Mungkin tidak selalu bahwa negara dengan jumlah yang besar dalam bangunan-bangunan baru akan berpengalaman dalam menurunkan intensitas energi, namun dengan menurunnya rata-rata umur dari bangunan komersial (bangunan baru bertambah prosentasenya dari total bangunan yang ada), intensitas energi sektor komersial seharusnya akan menurun.
•
Populasi dan demografi Pertumbuhan penduduk dan faktor demografi yang lain, seperti tingkat/jumlah pekerjaan,
pertumbuhan
pekerjaan
dan
pertumbuhan
pendapatan,
mempengaruhi penggunaan energi dan tentu saja berdampak pada intensitas energi. Bersamaan dengan menjadi sejahteranya penduduk, penggunaan energi dan intensitas energi mungkin bertambah karena meningkatnya penggunaan peralatan yang mengkonsumsi energi (seperti komputer dan perlengkapan rumah tangga), konstruksi rumah yang lebih besar, dan pembelian kendaraan baru, serta kegiatan lain yang berubah dengan meningkatnya pendapatan. Karena tingkat pertumbuhan populasi dan pendapatan antar negara beragam, faktor ini merupakan faktor yang penting dalam menentukan perbedaan intensitas energi antar negara.
•
Iklim Iklim juga mempengaruhi penggunaan energi dan menjelaskan variasi energi intensitas antar negara-negara, terutama untuk sektor rumah tangga dan sektor komersial. Contohnya adalah negara yang mempunyai 2 musim akan berbeda penggunaan energinya dengan negara yang mempunyai 4 musim. Negara dengan 4 musim akan memerlukan lebih banyak energi utamanya ketika sedang III - 7
berada pada musim dingin. Perbedaan jumlah pemakaian energi tersebut akan mempengaruhi intensitas energi masing-masing negara.
•
Inovasi dalam teknologi Perubahan teknologi juga dapat mempengaruhi intensitas energi. Teknologi baru dapat membuat penggunaan energi lebih efisien, namun peralatan baru yang mengkonsumsi energi dapat juga meningkatkan intensitas energi untuk beberapa keperluan. Sebagai contoh, lemari es yang super efisien dapat secara signifikan mengurangi penggunaan energi perkapita rumah tangga, namun meningkatnya penetrasi pendingin udara ke dalam rumah dan meningkatnya jumlah rumah yang menggunakan pendingin udara dapat juga meningkatkan intensitas energi.
•
Kebijakan energi nasional maupun daerah Kebijakan pemerintah pusat yang berlaku secara nasional maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dapat mempengaruhi pemilihan teknologi dalam mengkonsumsi energi. Kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya pada kebijakan yang langsung berkaitan dengan penggunaan energi. Seperti contohnya di USA, adanya “Building Code Instituted” pada tingkat nasional, negara bagian, ataupun lokal dapat mempengaruhi bagaimana energi digunakan dalam bangunan-bangunan baru, dan tentu saja itu akan berdampak pada pemakaian energi dan intensitas energi pada sektor rumah tangga dan sektor komersial.
Intensitas energi sangat penting untuk terus diamati perubahannya. Karena intensitas energi sangat berguna bagi pengambil keputusan di bidang energi untuk mengetahui bagaimana permintaan akan energi akan tumbuh, dalam menghadapi perubahan besar pada struktur ekonomi dan sistem manajemen ekonomi. Sementara itu, model peramalan permintaan energi masih kesulitan untuk menggabungkan perubahan struktur ekonomi.
III.4. Tinjauan Konservasi di Bidang Pertambangan Konservasi memiliki arti yang beragam. Beberapa ahli dan peraturan mendefinisikan konservasi sebagai berikut:
•
Dalam
buku
“The
Economic
of
Conservation”
tahun
1972,
Scott
mendefinisikan konservasi sebagai kebijakan publik yang berkeinginan untuk III - 8
meningkatkan pasokan yang akan datang dari sumberdaya mineral dengan melakukan tindakan pada saat ini.
•
Herfindahl (1961) menyatakan bahwa konservasi adalah usaha penghematan saat ini demi pemakaian masa depan.
•
Menurut Giffort Pinchot, konservasi adalah penggunaan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia yang terbesar, terbanyak, dan selama mungkin. Pinchot juga berpandangan bahwa dalam usaha konservasi sudah terkandung di dalamnya aspek pengembangan dan perlindungan.
•
Sedangkan sesuai dengan Lampiran XI Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.1453/29/MEM/2000, konservasi bahan galian adalah upaya pengelolaan bahan galian untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat luas. Pengawasan konservasi bahan galian berlaku untuk setiap usaha pertambangan atas semua bahan galian, kecuali bahan galian minyak dan gas bumi.
Pelaksanaan konservasi tidak hanya menyangkut aspek fisik melalui kegiatan pengawasan dan perlindungan sumberdaya. Namun yang tidak kalah penting adalah kegiatan pengembangan untuk meningkatkan jumlah cadangan dan manfaat dari penggunaan sumberdaya alam. Dalam sektor pertambangan, konservasi dapat dicapai melalui langkahlangkah seperti: 1. Penghematan dan pengendalian pemakaian sumberdaya. 2. Pelaksanaan eksplorasi untuk menambah jumlah cadangan. 3. Penghematan dalam eksploitasi sumberdaya 4. Penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kemanfaatan. 5. Keberlanjutan hasil pemanfaatan sumberdaya. Konservasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga oleh semua stake
holder sektor pertambangan. Karena pada dasarnya konservasi tersebut dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran manusia atas sumberdaya yang semakin langka.
III.5. Analisis Menggunakan Model Tabel Input – Output Pada dasarnya setiap sektor ekonomi tidak berdiri sendiri namun saling memiliki keterkaitan. Kemajuan suatu sektor ekonomi tidak akan terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya, sehingga keterkaitan antar sektor ini dapat III - 9
dimanfaatkan untuk memajukan seluruh sektor-sektor yang ada dalam perekonomian. Dengan mekanisme keterkaitan ini dapat dilihat dampak kemajuan suatu sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan. Sektor pertambangan batubara sebagai sektor hulu, merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya, misal sektor jasa listrik, industri manufaktur, dll. Sehingga untuk mengetahui peranan sektor pertambangan terhadap perekonomian, harus melihat secara menyeluruh bagaimana hubungan sektor pertambangan batubara dengan sektor-sektor yang lain. Salah satu cara untuk mengetahui peranan sektor pertambangan batubara terhadap perekonomian adalah dengan menggunakan model Input – Output. Analisis Input – Output adalah alat yang digunakan untuk melihat struktur ekonomi dan keterkaitan antar sektor yang terdapat dalam perekonomian. Kegunaan dari analisis Input – Output ini adalah :
•
Memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah bruto, kebutuhan impor pajak, kebutuhan tenaga kerja, dan sebagainya.
•
Memproyeksikan variabel-variabel ekonomi makro.
•
Mengamati komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa sehingga mempermudah
analisis
tentang
kebutuhan
impor
dan
kemungkinan
substitusinya.
•
Menganalisis perubahan harga, di mana perubahan biaya input mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan harga output.
•
Memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai dampak terkuat terhadap pertumbuhan ekonomi serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian nasional.
III.5.1. Struktur Model Input – Output Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar sektor ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan III - 10
isian dalam kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya. Dalam suatu model I-O yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O harus memenuhi 3 asumsi dasar, yaitu :
•
Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu ouput tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
•
Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.
•
Asumsi aditivitas, yaitu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem I-O, semua pengaruh dari luar diabaikan.
Bentuk kerangka dasar tabel I-O dapat dilihat pada Tabel III.1. Struktur dari model tabel IO adalah sebagai berikut :
•
Kuadran pertama, menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi. Penggunaan atau konsumsi barang dan jasa di sini adalah penggunaan untuk diproses kembali, baik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karena itu transaksi yang digambarkan pada kuadran pertama disebut transaksi antara.
•
Kuadran kedua, menunjukkan permintaan akhir (final demand). Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga (C), konsumsi pemerintah (G), investasi (I), dan ekspor (E).
•
Kuadran ketiga, memperhatikan input primer sektor-sektor produksi. Input ini dikatakan primer karena bukan merupakan bagian dari output suatu sektor produksi seperti pada kuadran pertama dan kedua. Input primer adalah semua
III - 11
balas jasa faktor produksi dan meliputi upah dan gaji, surplus usaha ditambah penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
•
Kuadran keempat, memperhatikan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi di kuadran keempat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel I-O kadang-kadang diabaikan.
Kumpulan sektor produksi di dalam kuadran I yang berisi kelompok produsen memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa secara makro disebut sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor endogen. Sedangkan sektor di luar sistem (kuadran II, III, dan IV) dinamakan sektor eksogen. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tabel I-O membedakan dengan jelas antara sektor endogen dengan sektor eksogen. Output selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi yaitu dalam bentuk permintaan akhir. Input juga digunakan ada yang berasal dari dalam sistem produksi yaitu input antara dan ada input yang berasal dari luar sistem produksi yaitu input primer.
Tabel III.1. Kerangka Dasar Model Tabel Input - Output Output Antara x2 ... xj x12 ... x1j x22 ... x2j
Transaksi Antara
xi1
xi2
...
xij
V1
V2
...
Vj
X1
X2
...
Xj
Permintaan Akhir F1 F2
Total Output X1 X2 ...
xn Input Primer / Nilai Tambah Total Input
x1 x11 x21
...
x1 x2 ...
Input Antara
Sektor Ekonomi
Fn
Xn
Dari kerangka di atas dapat diperoleh koefisien input atau koefisien teknologi dalam tabel I-O diperoleh dari perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j, atau xij dengan input total sektor j (Xj). Persamaan untuk mendapatkan koefisien input adalah sebagai berikut :
aij =
xij
(3.3)
Xj
III - 12
Dengan koefisien input tersebut dapat disusun matriks sebagai berikut :
a11 X 1 + a12 X 2 + L + a1 j X j + F1 = X 1
a 21 X 1 + a 22 X 2 + L + a 2 j X j + F2 = X 2 M M M M M M ai1 X 1 + ai 2 X 2 + L + aij X j + Fi = X i
(3.4)
Atau dalam bentuk matriks :
⎡ a11 ⎢a ⎢ 21 ⎢ M ⎢ ⎣⎢ ai1
a12 L a1 j ⎤ ⎡ X 1 ⎤ ⎡ F1 ⎤ ⎡ X 1 ⎤ a 22 L a 2 j ⎥⎥ ⎢ X 2 ⎥ ⎢ F2 ⎥ ⎢ X 2 ⎥ ⎢ ⎥+⎢ ⎥=⎢ ⎥ M M M ⎥⎢ M ⎥ ⎢M⎥ ⎢ M ⎥ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ai 2 L aij ⎥⎦ ⎣ X i ⎦ ⎣ Fi ⎦ ⎣ X i ⎦
(3.5)
Jika matriks di atas disederhanakan dalam bentuk persamaan, maka :
AX + F = X
(3.6)
F = X − AX
(3.7)
F = (I − A) X
(3.8)
Dari persmaan di atas, (I – A) disebut dengan matriks Leontief.
III.5.2. Proyeksi Output Nasional Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir dan output tersebut. Artinya jumlah output yang dapat diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhirnya. Namun demikian dalam keadaan tertentu, output justru yang menentukan besarnya permintaan akhir. Dengan melihat persamaan 3.8, output dalam model I-O dapat dihitung dengan persamaan berikut,
X = (I − A) × F −1
(3.9)
Rumusan tersebut mencerminkan bahwa pembentukan output (X) dipengaruhi oleh permintaan akhir (F). (I – A)-1 merupakan matriks kebalikan Leontief. Peranan matriks kebalikan tersebut dalam analisis menggunakan model I-O merupakan alat yang fundamental untuk analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi
III - 13
III.5.3. Matriks Pengganda dan Pengganda Perekonomian Dalam model ekonomi makro dikenal terminologi yang disebut sebagai pengganda (multiplier) yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen. Dalam tabel I-O, pengganda sedemikian sehingga dapat diperoleh tidak hanya satu besaran pengganda tetapi juga merupakan sekelompok besaran pengganda yang dinyatakan dalam bentuk matriks pengganda (multiplier matrix). Matriks pengganda dalam model I-O digunakan untuk melakukan analisis dampak, seperti analisis dampak output, analisis dampak pendapatan, analisis dampak tenaga kerja, dan analisis keterkaitan. Untuk menghitung matriks pengganda, dilakukan dengan langkah sebagai berikut : a. Menghitung koefisien input Koefisien input atau koefisien teknik dalam tabel I-O diperoleh dari perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j atau xij dengan input total sektor j sebesar Xj. Perhitungan koefisien input dapat dilihat pada persamaan 3.3. Dalam suatu tabel I-O, matriks koefisien input merupakan kumpulan dari berbagai kumpulan dari berbagai koefisien input pada transaksi antar sektor. Penyusunan matriks koefisien input adalah sebagai berikut : ⎛ x11 ⎜ ⎜ X1 ⎜x ⎜ 21 A=⎜X 1 ⎜ M ⎜x ⎜ i1 ⎜X ⎝ 1
x12 X2 x 22 X2 M xi 2 X2
K K M K
x1 j ⎞ ⎟ Xj ⎟ x2 j ⎟ ⎟ Xj ⎟ M ⎟ xij ⎟ ⎟ X j ⎟⎠
(3.10)
b. Menghitung (I – A) Setelah memperoleh matriks [A], tahap selanjutnya untuk memperoleh matriks pengganda adalah mengurangkan matrik identitas [I] dengan matriks [A], sebagai berikut : ⎡1 0 L 0⎤ ⎡ a11 ⎢0 1 L 0 ⎥ ⎢ a ⎥ − ⎢ 21 [I − A] = ⎢ ⎢M M M M⎥ ⎢ M ⎢ ⎥ ⎢ ⎣0 0 L 1⎦ ⎣a m1
a12 K a1n ⎤ ⎡ 1 − a11 a 22 K a 2 n ⎥⎥ ⎢⎢ 0 − a 21 = M M M ⎥ ⎢ M ⎥ ⎢ a m 2 K a mn ⎦ ⎣0 − a m1
III - 14
0 − a12 K 0 − a1n ⎤ 1 − a 22 K 0 − a 2 n ⎥⎥ (3.11) M M M ⎥ ⎥ 0 − a m 2 K 1 − a mn ⎦
c. Menghitung matriks kebalikan Matriks pengganda atau yang disebut dengan matriks kebalikan Leontief merupakan matriks kebalikan dari [I – A], dimana jika matriks pengganda B, adalah sebagai berikut :
B = [I − A]
−1
Dengan
menggunakan
⎡ 1 − a11 ⎢0 − a 21 = ⎢ ⎢ M ⎢ ⎣0 − a m1
matriks
0 − a12
K 0 − a1n ⎤ K 0 − a 2 n ⎥⎥ M M ⎥ ⎥ K 1 − a mn ⎦
1 − a 22 M
0 − am2
pengganda
tersebut
−1
(3.12)
dapat
dihitung
pengganda
perekonomian dari model tabel I-O, antara lain : •
Pengganda Pendapatan (Income Multiplier) Pengganda pendapatan merupakan besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya peningkatan permintaan akhir terhadap output sektor tertentu, akan meningkatkan pendapatan pada sektor tersebut sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan untuk mencari pengganda pendapatan berdasarkan tabel I-O, adalah sebagai berikut : n
Tipe I – Terbuka :
I
IM
=
j
∑l
j
j =1
b ij
n
Tipe II – Tertutup : •
II
IM
=
j
(3.13)
lj
∑l j =1
j
b * ij
(3.14)
lj
Pengganda Surplus (Surplus Multiplier) Pengganda surplus dihitung untuk mendapatkan nilai dari masing-masing sektor dengan memperhatikan koefisien langsung nilai tambah dan koefisien kapital langsung yang ada di dalam tabel I-O. Dengan persamaan sebagai berikut : n
∑v j =1
Tipe I – Terbuka : S I = j
j
b ij
vj n
∑k j =1
j
[ I − A ] −1
III - 15
(3.15)
n
∑v Tipe II – Tertutup :
b * ij
(3.16)
vj
S II j =
n
∑k
j
j =1
•
j
j =1
[ I − A]
−1
Pengganda Investasi (Investment Multiplier) Pengganda investasi adalah angka kenaikan pendapatan (ΔY) yang disebabkan oleh bertambahnya satu unit investasi (kI = ΔY/ ΔI) n
Tipe I – Terbuka : I
I
∑k b
j ij
j =1
=
j
(3.17)
kj n
Tipe II – Tertutup : I •
II
∑k b* j
j =1
=
j
ij
(3.18)
kj
Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier) Pengganda tenaga kerja merupakan perubahan kesempatan kerja dalam permintaan akhir yang dihasilkan dari setiap unit bilai tiap sektor. n
Tipe I – Terbuka : L j = I
∑w b
j ij
j =1
(3.19)
wj n
∑w b*
•
j
j =1
Tipe II – Tertutup : LII j =
ij
(3.20)
wj
Pengganda Nilai Tambah (Value Added Multiplier) Pengganda nilai tambah merupakan perubahan besarnya nilai tambah yang tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat peningkatan permintaan akhir tiap sektor. n
Tipe I – Terbuka : V
I
j
=
∑v b
j ij
j =1
(3.21)
vj n
Tipe II – Tertutup : V •
II
j
=
∑v b* j =1
j
ij
vj
Pengganda Output (Output Multiplier)
III - 16
(3.22)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda output digunakan persamaan sebagai berikut : n
MX j = ∑ bij
(3.23)
j =1
Dimana : IM
:
pengganda pendapatan
MX : pengganda output
S
:
pengganda surplus
l
: koefisien upah/gaji
I
:
pengganda investasi
v
: koefisien nilai tambah langsung
L
:
pengganda tenaga kerja
k
: koefisien kapital langsung
V
:
pengganda nilai tambah
w
: koefisien tenaga kerja
b
:
matrik pengganda (matriks kebalikan Leontief) terbuka
b*
:
matrik pengganda (matriks kebalikan Leontief) tertutup
III.5.4. Keterkaitan Langsung Model tabel I-O dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan suatu sektor kepada sektor lainnya. Dalam menghitung keterkaitan ada 2 jenis, yaitu : •
Keterkaitan langsung ke depan/hilir (direct forward linkage) Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke depan digunakan persamaan sebagai berikut : n
FLi =
1 n ∑ bij j =1 n n
(3.24)
(1 n ) ∑∑ b 2
i =1 j =1
ij
Nilai dari keterkaitan langsung ke belakang adalah 0 < FLi < 1, dan apabila : FLi > 1
:
Menunjukkan bahwa sektor i mempunyai keterkaitan hilir yang tinggi dengan sektor-sektor lain.
FLi = 1
:
Menunjukkan bahwa sektor i mempunyai keterkaitan hilir yang setingkat dengan sektor-sektor lain.
FLi < 1
:
Menunjukkan bahwa sektor i mempunyai keterkaitan hilir yang rendah dengan sektor-sektor lain. III - 17
•
Keterkaitan langsung ke belakang/hulu (direct backward linkage) Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang, digunakan persamaan sebagai berikut : n
BL j =
1 n ∑ bij i =1 n n
(3.25)
(1 n ) ∑∑ b 2
i =1 j =1
ij
Nilai dari keterkaitan langsung ke belakang adalah 0 < BLj < 1, dan apabila : BLj > 1
:
Investasi pada sektor j memberikan hasil di atas rata-rata sektorsektor keterkaitan hulunya.
BLj = 1
:
Investasi pada sektor j memberikan hasil sama dengan rata-rata sektor-sektor keterkaitan hulunya.
BLj < 1
:
Investasi pada sektor j memberikan hasil lebih rendah daripada rata-rata sektor-sektor keterkaitan hulunya.
Keterangan : FLi
:
Keterkaitan langsung ke depan.
BLj
:
Keterkaitan langsung ke belakang.
n
:
Banyaknya sektor ekonomi.
bij
:
Matriks kebalikan Leontief.
III.6. Ekonometrika Ekonometrika merupakan analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi yang sebenarnya (aktual) yang didasarkan pada pengembangan yang berbarengan dari teori dan pengamatan, dihubungkan dengan metode penarikan kesimpulan yang sesuai. Suatu penyelidikan ekonometrika biasanya dilakukan seperti pada Gambar III.2.
III - 18
Gambar III.2. Diagram Alir Penyelidikan Ekonometrika Model yang dikembangkan di atas akan memberikan gambaran secara deskriptif melalui model
atau
metode
ekonometrika
yang
dikembangkan.
Dengan
menggunakan
ekonometrika, suatu data akan dianalisis dengan mengaplikasikan metode statistik dan matematika. Model yang dibentuk merupakan penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Sehingga penyederhanaan ini dapat menjelaskan dan memprediksi kenyataan yang sesungguhnya. Sebuah model ekonometrika harus memenuhi persyaratan : 1. Realistis 2. Bisa dikelola 3. Sesuai dengan teori Setelah model ekonometrika tersebut terbentuk, maka model dapat diestimasi salah satunya dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Metode OLS merupakan metode untuk mengestimasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang memberikan jumlah kuadrat dari gangguan (error) yang terkecil. Setelah dilakukan estimasi, maka untuk mngukur kabaikan dari model tersebut, dilakukan beberapa pengujian statistik. Beberapa pengujian statistik yang biasa dilakukan untuk menguji suatu estimasi model ekonometrik antara lain :
III - 19
1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Merupakan pengujian untuk menunjukkan besarnya kemampuan menerangkan dari variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 berkisar antara 0 – 1. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1), maka semakin besar variabel bebas menjelaskan variabel tak bebas, sehingga semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas atau model dianggap baik. 2. Uji F Uji F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabe bebas secara bersama-sama
terhadap
variabel
tak
bebas.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan antara Fhitung dan Ftabel pada hipotesis yang ditentukan. 3. Uji t Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh parsial dari masing-masing variabel bebas yang digunakan dalam model terhadap variabel tak bebasnya. Untuk itu dilakukan pengujian terhadap hipotesa pada tingkat signifikansi sebesar α, yang kemudian selanjutnya dilakukan pembandingan antara nilai thitung dengan ttabel. Model ekonometrik digunakan untuk melakukan peramalan terhadap produksi dan konsumsi batubara di masa mendatang. Peramalan dilakukan dengan membentuk model fit dari parameter-parameter yang berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi batubara berdasarkan teori ekonomi yang sesuai. Pembentukan model fit dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu : •
Model yang terstruktur Model yang terstruktur dibentuk berdasarkan teori ekonomi yang terstruktur. Contoh dari model terstruktur adalah : model permintaan dan penawaran, model ekonomi dari pendapatan nasional.
•
Model yang tidak terstruktur Model tidak terstruktur merupakan model yang dibentuk berdasarkan hubungan antara variabel tidak bebas dan lag vaeriabel bebas yang dibentuk tidak berdasarkan teori ekonomi, namum berdasarkan goodness of fit dari model yang terbentuk.
III - 20