BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI DAN PROF. DR. H. HAMKA TERHADAP THAGHUT
A. Penafsiran Ahmad Musthofa al–Maraghi 1. Biografi Ahmad Musthofa al– Maraghi Al–Maraghi adalah seorang ahli tafsir terkemuka dari kebangsaan Mesir, ia murid dari syekh Muhammad Abduh. Nama lengkap al–Maraghi adalah Ibnu Mustofa Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun’im al–Maraghi. Dia dilahirkan pada tahun 1881 M ( 1298 H ) di sebuah kampung di negara Mesir yang disebut dengan nama Maragah dan kepada dusun tempat kelahirannya itulah dia dihubungkan ( al–Maraghi ). Setelah mulai dewasa, al-Maraghi pindah ke negara Kairo untuk mendalami berbagai cabang ilmu keislaman dan dia juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Abduh, seorang ulama yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Setelah menguasai dan mendalami cabang– cabang ilmu keislaman, dia mulai dipercaya oleh pemerintahnya untuk memegang jabatan yang penting dalam pemerintahan.1 Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, al–Maraghi diangkat menjadi seorang hakim di Sudan. Sewaktu dia menjadi hakim negeri tersebut dia sempatkan dirinya untuk mempelajari dan mendalami bahasa–bahasa asing antara lain yang ditekuninya adalah bahasa Inggris. Dari bahasa Inggris
1
. Dewan Redaksi IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta : Djambatan, 1992 ), hlm. 617
34
35
dia banyak membaca literatur–literatur bahasa Inggris.2 Al–Maraghi adalah seorang ulama yang sangat produktif dalam menyampaikan pemikirannya lewat tulisan–tulisannya yang terbilang sangat banyak. Karya al-Maraghi di antaranya adalah : -
Ulum al –Balagah
-
Hidayah at-Talib
-
Tahzib at-Taudih
-
Tarikh’Ulum al-Balagah wa Ta’rif bi Rijaliha
-
Buhus wa Ara’
-
Mursyid at-Tullab
-
Al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi
-
Mujaz fi’Ulum al-Usul
-
Ad-Diyat wa al-Akhlaq
-
Al-Hisbah fi’al-Islam
-
Ar-Rifq bi al-Hayawan fi al-Islam
-
Syarh Salasih Hadisan
-
Tafsir Juz Innama
-
Tafsir al-Maraghi Tafsir al–Maraghi terkenal sebagai sebuah kitab tafsir yang mudah
dipahami dan enak dibaca. Hal ini sesuai dengan tujuan pengarangnya, seperti yang diceritakan dalam muqaddimahnya yaitu untuk menyajikan sebuah buku tafsir yang mudah dipahami oleh masyarakat muslim secara umum. Musthofa al–Maraghi meninggal dunia pada tahun 1952 M (1317 H ).3
2
. Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia,( Jakarta : Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana, 1993 ), hlm. 696 3 . Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 ), cetakan. I, hlm.165
36
2. Metode dan Corak Tafsir Al –Maraghi Sebagaimana telah kita ketahui bahwa metode penafsiran ayat–ayat alQur’an telah dibagi menjadi empat macam yaitu : metode tahlili ( analisis ), metode ijmali ( global ), metode muqarin
( komparatif ), dan metode
maudhu’I ( tematik ). Sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan Tafsir al– Maraghi adalah metode tahlili ( analisis ), sebab pada mulanya, dia menempatkan ayat – ayat yang dianggap satu kelompok dan sistematikanya sebagai berikut : a. Menempatkan ayat – ayat diawal pembahasan. Pada setiap pembahasan ini, dia mulai dengan satu, dua atau lebih ayatayat al-Qur’an, yang kemudian disusun sedemikian rupa sehingga memberikan pengertian yang menyatu. b. Penjelasan kata-kata tafsir mufradat Kemudian dia juga menyertakan penjelasan-penjelasan kata-kata secara bahasa jika memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit untuk dipahami oleh para pembaca. c. Pengertian ayat secara ijmali ( global ) Kemudian dia juga menyebutkan makna ayat-ayat secara ijmali ( global ) dengan maksud memberikan pengertian ayat-ayat di atas secara global, sehingga sebelum memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama para pembaca terlebih dahulu mengetahui ayat-ayatnya secara global. d. Asababun Nuzul ( Sebab – sebab turunya ayat ) Selanjutnya, dia juga menyertakan bahasan asbabun nuzul jika terdapat riwayat sahih dari hadist yang menjadi pegangan dalam menafsirkan ayat– ayat al–Qur’an e. Mengesampingkan pengetahuan.
istilah–istilah
yang
bertentangan
dengan
ilmu
37
Di dalam tafsir ini sehingga al–Maraghi mengesampingkan istilah–istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, ilmu sharaf, ilmu nahwu, ilmu balagah dan sebagainya, walaupun masuknya ilmu–ilmu tersebut dalam tafsir sudah terbiasa di kalangan mufasirrin terdahulu. Menurutnya, masuknya ilmu–ilmu tersebut justru merupakan suatu penghambat bagi para pembaca di dalam mempelajari ilmu–ilmu tafsir.4 Corak yang dipakai dalam Tafsir al–Maraghi adalah corak adab al– Ijtima’i, sebagai berikut: diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan berorentasi sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan. Sebagai suatu pelajaran bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Penafsiran dengan corak adab al-Ijtima’I berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemukjizatan al-Qur’an berusaha menjelaskan makna atau maksud dituju oleh al-Qur’an, berupaya mengungkapkan betapa al-Qur’an
itu
mengandung
hukum-hukum
alam
dan
atauran-aturan
kemasyarakatan, serta berupaya mempertemukan antara ajaran al-Qur’an, teori-teori ilmiah yang benar.5 Dan dalam Tafsir al-Maraghi ini juga menggunakan bentuk bil ra’yi. Di sini dijelaskan bahwa suatu ayat itu urainnya bersifat analisis dengan mengemukakan berbagai pendapat dan di dukung oleh fakta-fakta dan argumen-argumen yang berasal dari al-Qur’an. 3. Penafsiran Musthofa al– Maraghi terhadap kata Thaghut Al–Maraghi berpandangan bahwa makna thaghut adalah syetan, karena syetan itu merupakan pembujuk dan perayu bagi umat manusia untuk mengingkari dan tidak menyembah pada Allah, melainkan syetan menyuruh
4
. Ahmad Mustofa al- Maraghi, Tafsir al-Maraghi, ( Muqadimah ), ( Beirut : Dar al-Fikr, 1974 ), juz, I, hlm. 17-18 5 . Dewan Redaksi, op.cit, hlm. 164
38
manusia untuk menyembah kepada selain Allah yaitu menyembah kepada patung– patung yang dibuatnya sendiri untuk dimintai suatu keberkahan.6 Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam surat Az – Zumar ayat 17 dan 18 yang berbunyi sebagai berikut :
(17)ﺎ ِﺩﺮ ِﻋﺒ ﺸ ﺒﻯ ﹶﻓﺸﺮ ﺒ ﺍﹾﻟﻢﻮﺍ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﹶﻟﻬﺎﺑﻭﹶﺃﻧ ﺎﻭﻫﺒﺪﻌ ﻳ ﺕ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻮﺍ ﺍﻟﻄﱠﺎﻏﹸﻮﻨﺒﺘﺟ ﻦ ﺍ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻭ ﻢ ﺃﹸﻭﻟﹸﻮ ﻫ ﻚ ﻭﺃﹸﻭﹶﻟِﺌ ﻪ ﻢ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻫ ﺍﻫﺪ ﻦ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺃﹸﻭﹶﻟِﺌﻨﻪﺴ ﺣ ﻮ ﹶﻥ ﹶﺃﺘِﺒﻌﻴﻮ ﹶﻝ ﹶﻓ ﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﺘ ِﻤﻌﺴ ﻳ ﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳ (18) ﺏ ِ ﺎﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. ( 17 ) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. ( 18 ).7 Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah memberikan suatu ancaman terhadap penyembah patung–patung dan Allah memberikan suatu kabar gembira yang di bawa oleh para Rasul–rasulNya untuk disampaikan kepada umat manusia yang menghindari penyembahan terhadap patung–patung atau memalingkan diri dari selain Allah, maka mereka akan memperoleh pengampunan dan pahala yang besar dari Allah, ketika mereka menghadapi sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi hisab. Kemudian Allah memberikan taufik kepada umat manusia ke jalan yang benar dan tepat sasaran, bagi mereka yang berpaling diri dari selain Allah, dan memberikan akal yang sehat dan fitrah yang lurus, yang tidak taat kepada hawa nafsu.8
6
. Ahmad Musthofa Al- Maraghi, op.cit, juz. XXIII, hlm. 286 . Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Semarang : Toha Putra,2000 ), hlm. 748 8 . Ahmad Mustofa Al- Maraghi, op.cit, juz. XXIII, hlm. 288
7
39
Al–Maraghi punya pandangan lainnya tentang thaghut, bahwa makna thaghut adalah melampui batas. Maksud dari melampui batas di sini adalah melampui batas dalam hal–hal kebaikan menuju pada suatu hal–hal kebatilan, kesesatan yang menyimpang dari ketentuan syari’at yang telah digariskan oleh Allah untuk manusia di muka bumi ini. Seperti dijelaskan oleh Allah SWT, dalam firmannya surat an–Nisa ayat 60 sebagai berikut :
ﻦ ْ ﻚ َوﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ َل ِﻣ َ ن َأ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ ءَا َﻣﻨُﻮا ِﺑﻤَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ َل ِإ َﻟ ْﻴ َ ﻋﻤُﻮ ُ ﻦ َﻳ ْﺰ َ َأ َﻟ ْﻢ َﺗ َﺮ ِإﻟَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ ن َﻳ ْﻜ ُﻔﺮُوا ِﺑ ِﻪ ْ ت َو َﻗ ْﺪ ُأ ِﻣﺮُوا َأ ِ ن َﻳ َﺘﺤَﺎ َآﻤُﻮا ِإﻟَﻰ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ن َأ َ ﻚ ُﻳﺮِﻳﺪُو َ َﻗ ْﺒ ِﻠ ﺿﻠَﺎﻟًﺎ َﺑﻌِﻴﺪًا َ ﻀﻠﱠ ُﻬ ْﻢ ِ ن ُﻳ ْ ن َأ ُ ﺸ ْﻴﻄَﺎ َو ُﻳﺮِﻳ ُﺪ اﻟ ﱠ Apakah kamu tidak memperhatikan orang – orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan kepada sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka ( dengan ) penyesatan yang sejauh – jauhnya.9 Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mewajibkan bagi kaum muslimin untuk supaya taat dan tunduk hanya terhadap Allah semata dan RasulNya, serta tidak melakukan hal–hal yang telah menyimpang dari ketentuan syari’at dan ajaran agama Islam. Sebab syari’at dan ajaran agama Islam itu telah membawa manusia pada jalan yang lurus dan terang yang mendapatkan ridha dari Allah SWT. Dan Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk mengadakan pengingkaran terhadap thaghut, karena thaghut itu dapat menjerumuskan manusia ke dalam lembah yang
hitam dan menyesatkan
manusia sejauh–jauhnya dari ketentuan syari’at Allah.10 Ada suarat lain yang menerangkan tentang kata thaghut yaitu dalam surat An–Nahl ayat 36 sebagai berikut :
9
. Depag RI, op.cit, hlm. 128 . Musthofa al-Maraghi, op.cit, juz V, hlm. 122
10
40
ﻦ ْ ت َﻓ ِﻤ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َﻣ َ ﺟ َﺘ ِﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻋ ُﺒﺪُوا اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْ ن ُا ِ َﺑ َﻌ ْﺜﻨَﺎ ﻓِﻲ ُآﻞﱢ ُأ ﱠﻣ ٍﺔ َرﺳُﻮﻟًﺎ َأ ﻈﺮُوا ُ ض ﻓَﺎ ْﻥ ِ ﻀﻠَﺎَﻟ ُﺔ َﻓﺴِﻴﺮُوا ﻓِﻲ ا ْﻟَﺄ ْر ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ َ ﺖ ْ ﺣ ﱠﻘ َ ﻦ ْ َهﺪَى اﻟﱠﻠ ُﻪ َو ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َﻣ ﻦ َ ن ﻋَﺎ ِﻗ َﺒ ُﺔ ا ْﻟ ُﻤ َﻜ ﱢﺬﺑِﻴ َ ﻒ آَﺎ َ َآ ْﻴ Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap–tiap umat (untuk menyerukan ) , “ Sembahlah Allah ( saja ) , dan jauhilah Thaghut itu”. Maka diantara umat itu ada orang – orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang – orang yang telah pasti kesesatan baginya, maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang–orang yang mendustakan ( Rasul – rasul )11. Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah telah mengutus para Rasul– rasulNya untuk menyerukan kepada umat manusia agar mereka hanya menyembah kepada Allah saja, dan supaya menjaga diri dari ajakan, bujuk, rayuan dari syetan untuk ingkar pada Allah, menuju pada hal– hal kemaksiatan ( kesesatan ). Allah juga mengutus para Rasul– rasulNya untuk mengajak umat manusia supaya mau ingkar dan menjauhi terhadap thaghut, karena thaghut atau syetan itu dapat membinasakan manusia dan Allah bisa menurunkan siksaan dan adzabnya yang keras dan pedih kepada manusia yang ingkar dari diriNya atau menyembah kepada selain Allah.12 Dalam surat al–Maidah ayat 60 juga diteerangkan sebagai berikut :
kata Thaghut
ﺐ َ ﻀ ِ ﻏ َ ﻦ َﻟ َﻌ َﻨ ُﻪ اﻟﱠﻠ ُﻪ َو ْ ﻋ ْﻨ َﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﻣ ِ ﻚ َﻣﺜُﻮ َﺑ ًﺔ َ ﻦ َذ ِﻟ ْ ﺸ ﱟﺮ ِﻣ َ ُﻗ ْﻞ َه ْﻞ ُأ َﻧﺒﱢ ُﺌ ُﻜ ْﻢ ِﺑ ﺷ ﱞﺮ َﻣﻜَﺎﻧًﺎ َ ﻚ َ ت أُو َﻟ ِﺌ َ ﻋ َﺒ َﺪ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ َ ﺨﻨَﺎزِﻳ َﺮ َو َ ﺟ َﻌ َﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ ِﻘ َﺮ َد َة وَا ْﻟ َ ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﺳﻮَا ِء اﻟ ﱠ َ ﻦ ْﻋ َ ﺿ ﱡﻞ َ َوَأ Katakanlah,” Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang– orang yang lebih buruk pembalasannya dari ( orang–orang fasik ) itu disisi Allah, yaitu orang– orang yang dikutuki dan dimurkai oleh Allah, diantara mereka ( ada ) yang dijadikan monyet–monyet dan
11
. Depag RI, op. cit, hlm. 407 . Musthofa Al-Maraghi, op.cit, juz. XIV, hlm. 142-149
12
41
babi - babi dan ( orang yang hina ) menyembah thaghut ? mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.13 Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah memberikan balasan atau kutukan dan murka terhadap orang–orang yang melakukan pengingkaran terhadap Allah dan mereka malah melakukan penyembahan terhadap thaghut. Mereka semua dikutuk oleh Allah SWT menjadi monyet–monyet dan babi– babi yang begitu jelek dan hina di mata makhluk Allah yang lain, dan mereka semua ditempatkan di tempat yang sangat buruk yang hina, dan mereka telah tersesat dari jaln yang lurus menuju jalan yang menyimpang dan tidak mendapat ridha dari Allah.14 Pada surat al–Baqarah ayat 256 dan ayat 257 diterangkan sebagai berikut dibawah ini:
ت ِ ﻦ َی ْﻜ ُﻔ ْﺮ ﺑِﺎﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻲ َﻓ َﻤ ﻦ ا ْﻟ َﻐ ﱢ َ ﺷ ُﺪ ِﻣ ْ ﻦ اﻟﺮﱡ َ ﻦ َﻗ ْﺪ َﺕ َﺒ ﱠﻴ ِ ﻟَﺎ ِإ ْآﺮَا َﻩ ﻓِﻲ اﻟﺪﱢی ﺳﻤِﻴ ٌﻊ َ ﻚ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻌ ْﺮ َو ِة ا ْﻟ ُﻮ ْﺙﻘَﻰ ﻟَﺎ ا ْﻥ ِﻔﺼَﺎ َم َﻟﻬَﺎ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﺴ َ ﺳ َﺘ ْﻤ ْ ﻦ ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ َﻓ َﻘ ِﺪ ا ْ َو ُی ْﺆ ِﻣ ت ِإﻟَﻰ اﻟﻨﱡﻮ ِر ِ ﻈُﻠﻤَﺎ ﻦ اﻟ ﱡ َ ﺟ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ُ ﺨ ِﺮ ْ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا ُی َ ﻲ اﱠﻟﺬِی (اﻟﱠﻠ ُﻪ َوِﻟ ﱡ256)ﻋﻠِﻴ ٌﻢ َ ت ِ ﻈُﻠﻤَﺎ ﻦ اﻟﻨﱡﻮ ِر ِإﻟَﻰ اﻟ ﱡ َ ﺨ ِﺮﺟُﻮ َﻥ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْ ت ُی ُ ﻦ َآ َﻔﺮُوا َأ ْوِﻟﻴَﺎ ُؤ ُه ُﻢ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ َ وَاﱠﻟﺬِی (257)ن َ ب اﻟﻨﱠﺎ ِر ُه ْﻢ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺥَﺎِﻟﺪُو ُ ﺹﺤَﺎ ْ ﻚ َأ َ أُوَﻟ ِﺌ Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( islam ) , sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah , karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” ( 256 ), “Allah Pelindung orang– orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan ( kekafiran ) kepada cahaya ( iman ). Dan orang –orang yang kafir, pelindung – pelindungnya adalah Syetan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan ( Kekafiran ), mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamanya. ( 257 ).15 13
. Depag RI, op. cit, hl.m. 170 . Musthofa Al-Maraghi, op.cit, juz. VI, hlm. 257-267 15 . Depag RI, op. cit, hlm. 63 14
42
Allah menjelaskan bahwa dalam ajaran agama Islam tidak ada suatu paksaan dalam menganut ajaran agama Islam, karena dalam agama Islam banyak sekali mengandung hidayah (tuntunan ) dan kebahagiaan, sedangkan dalam ajaran agama lain paksaan dalam penganut ajaran agama itu ada, karena dalam agama lain terdapat suatu penyesatan atau penyelewengan dari ketentuan syari’at yang telah ditentukan dalam ajaran agama Islam. Ayat ini juga menjelaskan tentang pengingkaran dari syari’at Allah yaitu mengikuti jejak syetan atau thaghut untuk melakukan suatu penyelewengan dan melakukan perbuatan yang melampaui batas dari hal–hal yang baik menuju pada hal–hal yang batil atau kesesatan. Sedangkan ayat 257 menerangkan bahwa seseorang yang benar–benar beriman, di dalam hati mereka terdapat satu keyakinan, bahwa tidak ada seorang pun yang berkuasa atas dirinya kecuali Allah semata. Hanya Allah– lah yang memberi petunjuk untuk menggunakan hidayah dan taufik yang telah Allah anugerahkan pada kita ( yakni alat–alat indra, akal dan agama ) dengan cara yang baik dan benar. Jika ia berhadapan dengan masalah yang syubhat, maka karena sarana tadi, tampaklah nur ( cahaya ) kebenaran yang mengusir kegelapan di dalam hati manusia, hingga dirinya selamat dari bahaya tersebut. Sedangkan kaum kafir, maka tidak ada satu kekuasaan pun yang bisa menguasai jiwa mereka, melainkan hanya tunduk terhadap berbagai kebatilan yang mengantarkannya pada kezaliman kepada Allah. Jika yang ditaatinya itu adalah makhluk hidup yang bisa bicara, kemudian ia melihat bahwa yang mentaatinya itu telah diterangi dengan sinar kebenaran yang memberi peringatan akan kerusakan keyakinan mereka selama ini, maka dengan segera ia akan memadamkan pengaruh dan memalingkan mereka dengan menciptakan tabir kepada kebenaran tersebut. Dan apabila yang disembah itu bukan makhluk hidup, maka kalangan juru kunci dan pemimpinnya tidak segan–segan memperdalam masalah syubhat, dengan menjelaskan berbagai
43
hal yang harus mereka yakini dan lakukan terhadap kekuasaan yang mereka sembah. Hal ini tidak bisa diragukan lagi merupakan suatu bentuk “ ibadah “. Meski mereka mengistilahkan sebagai tawassul, meminta syafa’at dan lain sebagainnya.16 B. Penafsiran Prof. Dr.H. Hamka Terhadap Kata Thaghut 1. Biografi Prof. Dr. H. Hamka Nama lengkap dari Prof. Dr. H. Hamka adalah Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah bin Abdullah bin Soleh, atau yang dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Buya Hamka dilahirkan di sebuah perkampungan yang bernama Sungai Batang dekat Danau Maninjau Sumatra Barat. Dia dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 yang bertepatan dengan tanggal 14 Muharam 1326 H. Buya Hamka adalah anak seorang ulama yang terkemuka dan terkenal yaitu Dr. Haji Karim alias Haji Rosul, pembawa faham pembaharu Islam di daerah Minangkabau.17 Buya Hamka adalah seorang pujangga, ulama, pengarang, dan politikus. Dia banyak mengubah syair dan sajak, menulis karya sastra, mengarang buku-buku bernafaskan keagamaan. Dia menjadi tempat bertanya dan rujukan berbagai masalah keagamaan. Ia pernah menjadi anggota Dewan Konstituante ( dari partai Masyumi ) setelah pemilu tahun 1955. Buya Hamka belajar didesanya selama tiga tahun, ia lalu melanjutkan pendidikannya kirakira tiga tahun pula di sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek. Karena bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai ketenaran dalam berbagai bidang. Bakatnya dalam bidang bahasa menyebabakan ia dengan cepat dapat menguasai bahasa Arab sehingga ia mampu membaca secara luas termasuk berbagai terjemahan dari tulisa-tulisan Barat. Bakat tulis-menulis tampaknya 16
. Musthofa al-Maraghi, op. cit,Juz. III, hlm. 25-34 . Drs. M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, ( Jakarta : Prima Aksara, 1993 ), hlm. 32 17
44
memang telah dibawanya sejak kecil, yang diwarisinya dari ayahnya, yang selain takoh ulama juga penulis, terutama dalam majalah al-Munir. Pada usia tujuh belas tahun, sekitar tahun 1925. Dia telah menerbitkan bukunya yang pertama Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan Umat. Kisah perjalanan naik haji ke tanah suci ditulisnya dalam surat kabar Pelita Andalas. Tahun 1928, ia menerbitkan majalah Kemajuan Zaman dan pada tahun 1932 ia terbitkan pula majalah al-Mahdi. Kedua majalah tersebut bercorak kesusastraan dan keagamaan.18 Pada tahun 1936-1943 Hamka menjadi ketua redaksi majalah Pedoman Masyarakat di Medan, sebuah majalah yang pernah mencapai oplag tertinggi sebelum perang dunia kedua. Pada tahun 1959, ia menerbitkan majalah Panji Masyarakat. Pada tahun 1960 dilarang terbit karena menentang politik Soekarno. Bahkan ia sendiri ditangkap dan semua buku-bukunya pun dilarang beredar. Selama meringkuk dalam tahanan berbagai macam siksaan yang ditimpakan kepadanya, lebih–lebih siksaan yang bersifat mental. Berkat pertolongan dan perlindungan dari Allah Swt semua siksaan dan penderitaan selama berada dalam tahanan itu juga ada hikmahnya bagi dia. Dimana dia dapat mengarang sebuah kitab Tafsir al–Qur’an yang beliau beri nama “ Kitab Tafsir al – Azhar “ dan sekaligus merupakan sumbangannya yang terbesar bagi umat manusia. Dimana dia berkata : “ Sebaiknya saya lah yang mengucapkan terima kasih kepada yang menahan saya, karena selama dua tahun dalam tahan dan di rumah sakit persahabatan, saya telah berhasil mengarang Tafsir al–Qur’an yang tidak dapat saya selesaikan dalam tempo 20 tahun diluar tahanan “. Setelah keluar dari tahanan dia lebih banyak mencurahkan dan menyisihkan waktu dalam soal agama saja, seperti memberi 18
. Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana, 1993 ), hlm. 344
45
kuliah subuh, ceramah melalui RRI, TVRI dan membina Masjid Agung al– Azhar dengan sebagai imam besar. Pada tahun 1967 dia direabiliter oleh presiden Suharto dan larangan menyebarkan buku–buku karangannnya dicabut kembali sedangkan dalam organisasi Muhammadiyah sejak tahun 1971. dia ditetapkan menjadi penasehat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhir hayat. Berkat ilmu pengetahuan yang di dapati dengan cara belajar sendiri, maka pada tanggal 8 Juni 1974 Buya Hamka
mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Kebangsaan Melaysia Kuala Lumpur.19 Pada bulan Juni 1975 berdirilah MUI dan Buya Hamka terpilih menjadi ketua pertama, MUI berdiri dengan dasar–dasar organisasi yang terarah kepada : 1. Memberi nasehat kepada pemerintah dan umat tentang masalah keagamaan di minta atau tidak di minta 2. Meningkatkan Ukhuwah Islamiyyah ( Persatuan ) 3. Membina kerja sama antara umat beragama di Indomesia 4. Meningkatkan kerja sama antara ulama dan umara 5. Masalah kemasyarakatan lainnya. Kemudian dalam masyarakat Nasional MUI akhir Mei 1980, dia terpilih kembali menjadi ketua umum . Namun pada tahun 1981 dia meletakkan jabatan setelah heboh soal fatwa mengenai kehadiran umat Islam dalam perayaan Natal, ketegasan pendirian dia tentang hal itu dilukiskan oleh M. Natsir sebagai berikut : Buya Hamka adalah ulama besar yang mempunyai karakter tindakannya yang terakhir merupakan salah satu karakter yang perlu
19
. Ibid, hlm. 345
46
diingat–ingat dia tidak ragu–ragu melepaskan kedudukannya demi suatu yang diyakininya, dia juga seorang pembela kebenaran. Tidak beberapa lama setelah pengunduran dirinya dari MUI dia pun pulang ke Rahmatullah pada tanggal 24 Juli 1981 M atau 22 Ramadhan 1401 H . Dengan meninggalkan 10 orang putra dan 22 orang cucu. Sewaktu berita meninggalnya tersiar ke seluruh lapisan masyarakat mulai dari presiden hingga sampai pada rakyat jelata, semuanya mengiringi dengan do’a dan cucuran air mata, disinilah terlihat akan kebenaran bahwa Buya Hamka itu menjadi sosok manusia yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat Indonesia. Disamping terkenal sebagai ulama besar, dia juga terkenal sebagai pengarang yang sangat produkif hampir seluruh waktunya dicurahkan pada dunia tulis–menulis. Di dunia tulis–menulis ia rintis pada usia yang relatif muda yaitu pada usia 17 tahun. Dia sudah berhasil mengarang sebuah buku, satu keistimewaan dia dalam menulis, dimana hasil karya–karyanya enak dibaca karena didalamnya disertai bahasa yang indah dan menawan setiap pembaca. Disamping itu juga mudah pula dipahami maksud isinya. Inilah salah satu faktor yang menyebabakan pembaca buku– buku Buya Hamka tidak bosan, banyak sekali buku–buku yang dia karang meliputi berbagai ilmu antara lain: sejarah, filsafat, tasawuf , fiqih, roman dan lainnya. Buya Hamka telah mengarang buku kurang lebih sebanyak 150 buah buku sebagaimana yang tertera didalam buku perjalan terakhirnya disebutkan : “ Dari semenjak menciptakan buku “ Khatibul Ummah “ yang merupakan buku agama pertama dibuatnya dengan menggunakan bahasa arab sampai pada buku yang paling besar dan terakhir ialah : “ Tafsir al–Qur’anul Karim al–Azhar “ tidak kurang 113 buku sedangkan buku–buku lainnya dari sejak “ Tengelamnya Kapal Van Der Wijcknya dan Dibawah Lindungan Ka’bah “ roman yang bernafaskan
47
agama Islam sampai pada politik, filsafat, yang telah dimuatnya mencapai 150 buku. Buku–buku karangan dia telah dicetak berulang kali dan tersebar di seluruh Nusantara bahkan sampai ke Semenanjung Malaysia. Di Malaysia buku–buku dia telah menjadi literatur bagi sekolah–sekolah. Sejak sekolah dasar hingga sampai perguruan tinggi, begitulah kebesarannya dalam dunia tulis–menulis.20 2. Metode dan Corak Tafsir Al – Azhar Tiap–tiap tafsir pasti memberikan suatu corak atau haluan dari penafsirnya, seperti halnya dalam Tafsir al–Azhar ini. Dalam penafsirannya Buya Hamka memelihara sebaik mungkin antara naql dan akal, dirayah dengan riwayah dan tidak semata–mata mengutip atau menukil pendapat orang terdahulu, tetapi mempergunakan pula tujuan dan pengamalannya. Oleh sebab itu, Tafsir al-Azhar ini ditulis dalam suasana baru di negara yang penduduk muslimnya lebih besar jumlahnya daripada penduduk muslim di negara lain. Maka pertikaian madzhab tidaklah dibawa, juga tidak ta’asub ( fanatik ) kepada suatu faham, melainkan mencoba segala upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna lafadz bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia serta memberi kesempatan orang buat berfikir. Tafsir al–Azhar adalah tafsir yang berkombinasi antara bil ma’tsur dan bil ra’yi, sebagaimana ia katakan bahwa dalam menafsirkan al–Qur’an ia menganut madzhab salaf yaitu madzhab Rasulullah dan para sahabat serta ulama–ulama yang mengikuti jejaknya. Dalam hal ibadah dan aqidah dia memakai pendekatan taslim, artinya menyerahkan dengan tidak banyak
20
. Drs. M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, ( Jakarta : Prima Aksara, 1993 ), hlm. 32
48
bertanya, melainkan meninjau mana yang lebih baik dan lebih dekat kepada kebenaran untuk diikuti dan meninggalkan yang jauh menyimpang. Ada satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa pemikiran theologis yang dinyatakan oleh Buya Hamka, yakni mengikuti jejak Rasul ( madzhab salaf ) tidak selamanya konsisten. Hal ini terlihat ketika Buya Hamka menyatakan sifat–sifat Tuhan yang tercantum dalam ayat–ayat mutasyabihat, ia menafsirkan apa adanya tanpa memberi komentar sedikitpun, dan pada ayat lain diartikan dengan ta’wil. Contoh dalam menafsirkan kata ain, ( Q.S Thoha : 39 ) dan kata istawa (Q.S. Thoha : 5 ), diartikan dengan dua pengetian, yakni arti harfiyah dan arti ta’wil. Kata ain diartikan dengan pandangan dan mata sedang kata istawa diartikan bersemayam dan dengan arti menguasai.21 3. Penafsiran Prof. Dr. H. Hamka Terhadap Kata Thaghut Ayat yang digunakan sebagai landasan atau dasar dalam pembahasan kata thaghut oleh Prof. Dr. H. Hamka adalah surat an- Nahl ayat 36 sebagai berikut:
ت َﻓ ِﻤ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َ ﺟ َﺘ ِﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻋ ُﺒﺪُوا اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْ ن ُا ِ َو َﻟ َﻘ ْﺪ َﺑ َﻌ ْﺜﻨَﺎ ﻓِﻲ ُآﻞﱢ ُأ ﱠﻣ ٍﺔ َرﺳُﻮﻟًﺎ َأ ض ِ ﻀﻠَﺎ َﻟ ُﺔ َﻓﺴِﻴﺮُوا ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺄ ْر ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ َ ﺖ ْ ﺣ ﱠﻘ َ ﻦ ْ ﻦ َهﺪَى اﻟﻠﱠ ُﻪ َو ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َﻣ ْ َﻣ (36)ﻦ َ ن ﻋَﺎ ِﻗ َﺒ ُﺔ ا ْﻟ ُﻤ َﻜ ﱢﺬﺑِﻴ َ ﻒ آَﺎ َ ﻈﺮُوا َآ ْﻴ ُ ﻓَﺎ ْﻧ Dan sesungguhnya telah kami utus pada tiap–tiap umat seorang Rasul, agar supaya mereka menyembah kepada Allah, orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang tetap atasnya kesesatan, maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang – orang yang mendustakan.22 Ayat ini menegaskan bahwa Allah mengutus para Rasul untuk menyuruh manusia supaya menyembah hanya kepada Allah semata dan
21
. Prof. Dr. H. Hamka, Tafsir al-Azhar,( Jakarta : Pembimbing Masa, 1973 ), juz. I, hlm. 36 . Depag RI, op.cit, hlm.407
22
49
menjauhi thaghut. Sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum nabi Nuh As, yang diutus kepada mereka adalah nabi Nuh, maka nabi Nuh adalah Rasul Allah yang pertama diutus ke muka bumi ini, dan ditutup dengan nabi Muhammad SAW, yang da’wahnya melingkupi manusia, jin di timur dan barat, menurut satu pokok firman Allah yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Tuhan melainkan hanya Allah dan hendaklah kepada Allah kita beribadah. Allah SWT tidak menghendaki bahwa mereka menyembah kepada selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat maksiat dan ingkar pada ketentuan Allah. Adapun kehendak Allah dalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hanya dapat dijadikan hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka dan penduduknya adalah syetan
dan orang kafir. Tetapi tidak–lah Allah rindhoi hambaNya yang
menjadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup bijaksana dan sempurna. Di dalam ayat ini juga diterangkan, Allah menunjuk perbandingan diantara orang yang mendapat petunjuk Allah dan orang–orang yang sesat. Manusia diperintah memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup kedua orang tersebut. Kita diperintah berjalan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat dari orang–orang yang mendustakan Allah, orang yang tidak menerima kebenaran. Di sini Allah telah menjelaskan bahwa akibat dari orang yang mendustakan ajaran Allah, mereka tidak akan selamat dari azab yang diberikan oleh Allah. Demikian kita lihat pada tiap–tiap zaman, terjadi pada orang kecil dan orang besar, bahkan tidaklah dapat disisihkan dan diperbedakan di antara kuburan seorang diktator dan seorang
50
pengusaha yang sewenang–wenang dengan kuburan dari seorang penggosok sepatu.23 Dalam surat al–Baqarah ayat 256–257 Prof. Dr. Hamka menjelasakan sebagai berikut : Bahwa di antara jalan yang benar, itu adalah jalan yang cerdik bijaksana sudah jelas berbeda dengan jalan yang sesat, sehingga tidak perlu dipaksakan lagi. Asal orang satu kali sudah melemparkan pengaruh thaghut dari dirinya, dan terus beriman kepada Allah, kebenaran itu pasti diterimanya dengan tidak usah dipaksakan. Yang memaksa orang menganut suatu paham walaupun itu tidak benar, tidak lain hanyalah thaghut.24 Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi SAW memanggil kedua anak yang memeluk agama berbeda dengan ayahnya, agama yang dipeluk ayahnya adalah Islam sedangkan kedua anak tersebut memeluk agama Yahudi, lalu Nabi menyuruh kepada kedua anak tersebut untuk memilih antara agama ayahnya dan agama yang mereka peluk sendiri. Di antara kedua anak tersebut ternyata ada yang memilih agama yang dipeluk oleh ayahnya yaitu agama Islam dan yang satunya tetap memilih agama Yahudi, maka di sini sudah jelas bahwa di dalam Islam itu tidak ada satupun paksaan dalam memeluk agama. Sebagaimana diterangkan dalam ayat dibawah ini.
ت ِ ﻦ َی ْﻜ ُﻔ ْﺮ ﺑِﺎﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻲ َﻓ َﻤ ﻦ ا ْﻟ َﻐ ﱢ َ ﺷ ُﺪ ِﻣ ْ ﻦ اﻟﺮﱡ َ ﻦ َﻗ ْﺪ َﺕ َﺒ ﱠﻴ ِ ﻟَﺎ ِإ ْآﺮَا َﻩ ﻓِﻲ اﻟﺪﱢی ﺳﻤِﻴ ٌﻊ َ ﻚ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻌ ْﺮ َو ِة ا ْﻟ ُﻮ ْﺙﻘَﻰ ﻟَﺎ ا ْﻥ ِﻔﺼَﺎ َم َﻟﻬَﺎ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﺴ َ ﺳ َﺘ ْﻤ ْ ﻦ ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ َﻓ َﻘ ِﺪ ا ْ َو ُی ْﺆ ِﻣ (256)ﻋﻠِﻴ ٌﻢ َ Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( Islam ), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah, karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada bahul tali yang 23
. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz. 13-14, hlm. 237- 241 . Ibid, juz. III, hlm. 32
24
51
amat kuat tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar dan maha mengetahui. ( Al – Baqorah : 256 )
Dan dalam ayat 257:
ﻦ َآ َﻔﺮُوا َ ت ِإﻟَﻰ اﻟﻨﱡﻮ ِر وَاﱠﻟﺬِی ِ ﻈُﻠﻤَﺎ ﻦ اﻟ ﱡ َ ﺟ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ُ ﺨ ِﺮ ْ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا ُی َ ﻲ اﱠﻟﺬِی اﻟﱠﻠ ُﻪ َوِﻟ ﱡ ب ُ ﺹﺤَﺎ ْ ﻚ َأ َ ت أُوَﻟ ِﺌ ِ ﻈُﻠﻤَﺎ ﻦ اﻟﻨﱡﻮ ِر ِإﻟَﻰ اﻟ ﱡ َ ﺨ ِﺮﺟُﻮ َﻥ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْ ت ُی ُ َأ ْوِﻟﻴَﺎ ُؤ ُه ُﻢ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ (257)ن َ اﻟﻨﱠﺎ ِر ُه ْﻢ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺥَﺎِﻟﺪُو Allah pelindung bagi orang – orang yang beiman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan ( Kekafiran ) kepada cahaya ( Iman ). Dan orang – orang yang kafir, pelindungnya adalah Syetan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya ( Iman ) menuju pada kegelapan ( kekafiran ), mereka itu adalah penghuni nereka dan kekal didalamnya.25 Maksudnya adalah barang siapa yang telah berwalikan kepada Allah, maka mereka semua akan dikeluarkan dari kegelapan menuju pada cahaya yang terang, dan hati mereka akan selalu disinari oleh Allah dengan keimanan dan selalu mendapatkan keberkahan serta ketenangan jiwa, sedangkan bagi mereka yang telah berwalikan kepada syetan, maka jiwa mereka akan menjadi gelap dan kehilangan pedoman, akibatnya mereka akan berbuat sesuka hati menuruti hawa nafsu, tanpa memikirkan akibat yang terjadi di belakang nanti dan akhirnya mereka akan menjadi penghuni neraka dan mendapat azab yang sangat pedih dari Allah.26 Surat al–Maidah Ayat 60
menjelaskan thaghut sebagai berikut :
Bahwa orang – orang yang mendapat laknat atau azab dari Allah menjadi 25
. Depag RI, op.cit, hlm.63 . Ibid, hlm. 39
26
52
kera–kera atau babi–babi yang jelek rupa adalah orang yang suka mencemooh , mencibir, mengejek satu sama lain, serta mereka melakukan penyembahan terhadap thaghut ( berhala–berhala ). Maka dari itu Allah memerintahkan kepada kita semua untuk memerangi orang–orang yang melakukan perbuatan yang hina tersebut, karena orang yang melakukan perbuatan hina tersebut akan mendapatkan suatu tempat yang amat kotor dan menjijikan dan mereka tidak mendapatkan perhatian sedikitpun dari Allah SWT.27 Sebagaimana ayat di bawah ini :
ﺐ َ ﻀ ِ ﻏ َ ﻦ َﻟ َﻌ َﻨ ُﻪ اﻟﱠﻠ ُﻪ َو ْ ﻋ ْﻨ َﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﻣ ِ ﻚ َﻣﺜُﻮ َﺑ ًﺔ َ ﻦ َذ ِﻟ ْ ﺸ ﱟﺮ ِﻣ َ ُﻗ ْﻞ َه ْﻞ ُأ َﻧﺒﱢ ُﺌ ُﻜ ْﻢ ِﺑ ﺷ ﱞﺮ َﻣﻜَﺎﻧًﺎ َ ﻚ َ ت أُو َﻟ ِﺌ َ ﻋ َﺒ َﺪ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ َ ﺨﻨَﺎزِﻳ َﺮ َو َ ﺟ َﻌ َﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ ِﻘ َﺮ َد َة وَا ْﻟ َ ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﺳﻮَا ِء اﻟ ﱠ َ ﻦ ْﻋ َ ﺿ ﱡﻞ َ َوَأ Katakanlah : maukah aku beritakan kepada kamu apa yang lebih jahat balasannya disisi Allah dari yang demikian itu ? ialah orang – orang yang telah dilaknat oleh Allah dan Dia jadikan mereka kera – kera dan babi – babi dan penyembah Thaghut , mereka inilah orang – orang yang jahat tempatnya dan yang telah terlalu sesat dari kelurusan jalan.28
Surat az–Zumar ayat 17 dan 18 menjelaskan Thaghut sebagai berikut :
ﺎ ِﺩﺮ ِﻋﺒ ﺸ ﺒﻯ ﹶﻓﺸﺮ ﺒ ﺍﹾﻟﻢﻮﺍ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﹶﻟﻬﺎﺑﻭﹶﺃﻧ ﺎﻭﻫﺒﺪﻌ ﻳ ﺕ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻮﺍ ﺍﻟﻄﱠﺎﻏﹸﻮﻨﺒﺘﺟ ﻦ ﺍ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻭ “ Dan orang–orang yang menjauhi Thaghut bahwa akan menyembah kepadannya dan kembali kepada Allah, bagi mereka adalah berita gembira, maka gembiralah hamba–hambaKu.” ( 17 )
ﻚ ﻭﺃﹸﻭﹶﻟِﺌ ﻪ ﻢ ﺍﻟ ﱠﻠ ﻫ ﺍﻫﺪ ﻦ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺃﹸﻭﹶﻟِﺌﻨﻪﺴ ﺣ ﻮ ﹶﻥ ﹶﺃﺘِﺒﻌﻴﻮ ﹶﻝ ﹶﻓ ﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﺘ ِﻤﻌﺴ ﻳ ﻦ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺏ ِ ﺎﻢ ﺃﹸﻭﻟﹸﻮ ﺍﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺒ ﻫ 27
. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz. VI, hlm. 301-302 . Depag RI, op.cit, hlm. 170
28
53
Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti mana yang sebaik– baiknya, itulah orang–orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan itulah orang–orang yang mempunyai akal budi.( 18 ).29 Maksud ayat ini menurut Hamka adalah bahwasanya orang–orang yang berkuasa yang sudah tidak memperdulikan lagi peraturan dari Allah dan membuat undang–undang sendiri, serta mengikuti kehendaknya guna mengikuti kekuasaanya maka mereka adalah thaghut, dan mereka yang menjadi kepala negara dengan mendapatkan gelar–gelar mentereng yang menyerupai dengan gelar Tuhan mereka tersebut adalah pethaghut belaka. Maka dari itu ayat ini menganjurkan kepada semua umat muslim ( kaum yang beriman ) untuk mengingkari atau menjauhi thaghut, karena thaghut membawa manusia pada suatu jalan kesesatan dan pengingkaran pada Allah. Dalam ayat 17 juga memberikan satu kabar gembira pada umat muslim yang ingkar terhadap thaghut, bahwa Allah akan menyediakan kegembiraan dalam mencapai jiwa yang sejati. Sedangkan dalam ayat 18 kita
dididik untuk kritis dalam hal
beragama, dapat memilih di antara yang baik dengan yang lebih baik, yang utama dengan yang lebih utama, serta kita dianjurkan untuk sekali–kali tidak hanya
taqlid
(
Menurut
saja
pada
segala
keputusan
hendaknya
dipertimbangkan dulu dengan akal sendiri ). Allah telah memberikan pujian kepada orang–orang yang telah melakukan penyaringan atau memilih hal yang baik kepada satu hal yang lebih baik dengan menggunakan akal cerdas. Dengan akal yang cerdas manusia dapat mempertimbangkan di antara yang baik dengan yang buruk, serta dapat memilihnya. Oleh sebab itu, maka orang yang berakal cerdas ( budi ) tidak akan merasakan satu kecemasan dan bisa mendengarkan pendapat orang lain yang berbeda dengan dirinya, seorang 29
. Prof. Dr. H. Hamka, op. cit, hlm. 748
54
yang berakal cerdas akan teguh pendiriannya dalam beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT.30 Dalam surat an-Nisa ayat 51, 60, 76 Prof. Dr. H. Hamka menjelaskan thaghut sebagai berikut: Pada ayat 51 sebagai berikut:
ت ِ ﺖ وَاﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ِ ﺠ ْﺒ ِ ن ﺑِﺎ ْﻟ َ ب ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ ِ ﻦ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ َ ﻦ أُوﺗُﻮا َﻧﺼِﻴﺒًﺎ ِﻣ َ َأ َﻟ ْﻢ َﺗ َﺮ ِإﻟَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ (51)ﺳﺒِﻴﻠًﺎ َ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﻦ َآ َﻔﺮُوا َه ُﺆﻟَﺎ ِء َأ ْهﺪَى ِﻣ َ ن ِﻟﱠﻠﺬِﻳ َ َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ Tidaklah engkau lihat kepada orang-orang yang telah diberi seabgian dari kitab ? mereka mempercayai kesesatan dan kesewenangwenagan, dan mereka berkata dari hal orang-orang yang kafir, mereka itu lebih betul jalannya daripada orang-orang yang beriman itu.31 Dalam ayat ini diterangkan betapa sesatnya orang-orang yang diberi sebagian dari kitab itu. Kepercayaan tauhid yang asli telah hilang di dalam lipatan jibti ( kesesatan ) dan thaghut (menuhankan makhluk ), kalau ditanyakan, engkau pertuhankan si anu ? niscaya mereka akan menjawab juga “ Tuhan kami adalah Allah!” tetapi kalau ditanya lagi, mengapa perkataan si anu. Fatwa si anu, tafsir si anu kamu terima saja dengan tidak mempergunakan akal, padahal kadang-kadang kejauhan sangat dengan firman Allah yang disampaikan nabi kamu ? mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.32
Sedangkan ayat 60 menjelaskan sebagai berikut:
30
. Prof. Dr. H. Hamka, op. cit, juz. XXIV, hlm. 24-32 . Departemen Agama RI. op.cit, hlm. 127 32 . Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz V. hlm.105-107 31
55
ﻦ ْ ﻚ َوﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ َل ِﻣ َ ن َأ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ ءَا َﻣﻨُﻮا ِﺑﻤَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ َل ِإ َﻟ ْﻴ َ ﻋﻤُﻮ ُ ﻦ َﻳ ْﺰ َ َأ َﻟ ْﻢ َﺗ َﺮ ِإﻟَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ ن َﻳ ْﻜ ُﻔﺮُوا ِﺑ ِﻪ ْ ت َو َﻗ ْﺪ ُأ ِﻣﺮُوا َأ ِ ن َﻳ َﺘﺤَﺎ َآﻤُﻮا ِإﻟَﻰ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ن َأ َ ﻚ ُﻳﺮِﻳﺪُو َ َﻗ ْﺒ ِﻠ ﺿﻠَﺎﻟًﺎ َﺑﻌِﻴﺪًا َ ﻀﻠﱠ ُﻬ ْﻢ ِ ن ُﻳ ْ ن َأ ُ ﺸ ْﻴﻄَﺎ َو ُﻳﺮِﻳ ُﺪ اﻟ ﱠ Tidaklah engkau lihat kepada orang-orang yang berkata bahwa mereka telah beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau, padahal mereka meminta hukum kepada thaghut, sedang mereka sudah diperintah supaya jangan percaya kepadanya. Dan inginlah syaitan hendak menyesatkan mereka, sesat yang sejauh-jauhnya.33 Ayat di atas menjelaskan tentang orang yang beriman separuhseparuh, mereka mengaku beriman kepada Allah, percaya kepada diturunkan kepada Muhammad yaitu al-Qur’an dan percaya pula kepada yang diturunkan sebelum Muhammad, yaitu Taurat, Injil dan al-Qur’an telah mengakui percaya kepada kitab-kitab, Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an artinya ialah orang yang telah mengaku dirinya Islam, tetapi ganjil sekali sikap orang itu. Dia mengakui percaya kepada undang-undang Tuhan, yang diturunkan kepada Nabi-nabi, tetapi mereka meminta hukum. Mereka datang kepada thaghut, tegasnya mereka tinggalkan peraturan Allah dan mereka pakai peraturan atau undang-undang buatan manusia yang berlaku sewenang-wenang. Padahal sudah nyata bahwa Tuhan memerintahkan bahwa peraturan thaghut itu tidak boleh diikuti. Keinginan syetan adalah menyesatkan manusia, yakni dengan cara mengatakan bahwa hukum-hukum buatan manusia itu sumbernya bukan dari Allah tapi dari manusia sendiri. Maka dari itu syetan mengajak manusia untuk mengingkari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah.34 Pada ayat 76 menjelaskan thaghut sebagai berikut :
33
. Departemen Agama RI, op. cit, hlm. 128 . Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, hlm. 139-141
34
56
ﺳﺒِﻴ ِﻞ َ ن ﻓِﻲ َ ﻦ َآ َﻔﺮُوا ُﻳﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮ َ ﺳﺒِﻴ ِﻞ اﻟﱠﻠ ِﻪ وَاﱠﻟﺬِﻳ َ ن ﻓِﻲ َ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا ُﻳﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮ َ اﱠﻟﺬِﻳ ﺿﻌِﻴﻔًﺎ َ ن َ ن آَﺎ ِ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن َآ ْﻴ َﺪ اﻟ ﱠ ن ِإ ﱠ ِ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ت َﻓﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮا َأ ْو ِﻟﻴَﺎ َء اﻟ ﱠ ِ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir, berperang mereka pada jalan thaghut. Maka perangilah olehmu pengikut-pengikut syetan itu, sesungguhnya tipu daya syetan adalah lemah.35 Ayat ini menegaskan tentang perbedaan antara orang mu’min dan orang kafir dalam berperang. Kalau orang mu’min berperang dalam mempertahanlan sabilillah yang berdasarkan iman, sedangkan peperangan pengikut syetan berdasarkan hawa nafsu angkara murka, Auliaur-Rahman berhadap-hadapan dengan Auliaus-Syaitan yang selalu membisikkan dan memberi advis kepada pengikut-pengikutnya itu memujikan kezaliman dan kejahatan, syaitanlah yang senang sekali kalau negeri kacau bangunan hancur dan manusia musnah. “ Tidak apa “ kata syetan sebab dendam hatinya akan lepas. Tetapi dasarnya lemah, sebab itu tidak juga akan menang.36 Klasifikasi penafsiran Ahmad Musthofa Al Maraghi dan Prof. Dr. H. Hamka Surat dan ayat Al Baqarah 256
35
Musthofa Al Maraghi
ت ِ َﻳ ْﻜ ُﻔ ْﺮ ﺑِﺎﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ
asal kata ت ِ َﻳ ْﻜ ُﻔ ْﺮ ﺑِﺎﻟﻄﱠﺎﻏُﻮartinya segala thaghyan, yang artinya pelanggaran batas atau keluar melampaui batas dalam dari kebenaran. satu hal. Kata ini bisa dimudzakkarkan atau dimu’anatskan. Bisa pula dipakai untuk tunggal atau jamak, sesuai dengan pengertiannya.
. Departemen Agama RI. Op.cit, hlm. 131 . Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, hlm. 162-163
36
Prof. Dr. H. Hamka
57
Al Baqarah 257
اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت وﻟﻲ اﻟﺬ ﻳﻦ آﻔﺮو: اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت وﻟﻲ اﻟﺬ ﻳﻦ آﻔﺮو: penolong orang-orang kafir pelanggaran batas maksudnya segala pemimpin yang bukan . berdasar atas iman pada Allah baik raja, pemimpin, dukun, setan, berhala atau orang yang diberhalakan, didewa-dewakan.
An Nisa 50
ﺑﺎ ﻟﺠﺒﺖ و اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت ﺑﺎ ﻟﺠﺒﺖ و اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت
sesuatu yang jika diibadati dan diimani akan menyebabkan seseorang berbuat aniaya dan keluar dari kebenaran. An nisa 60
berumpun dari kalimat thaagiyah diartikan kesewenang-wenangan, terkhusus kepada manusia yang telah lupa atau sengaja keluar dari batasnya sebagai insan, lalu mengambil hak tuhan.
اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت اﻟﺤﺎ آﻢartinya اﻟﻄﺎ ﻏﻮ ت اﻟﺤﺎ آﻢsegala
melakukan hal-hal yang peraturan atau hukum-hukum bertentangan dengan buatn manusia dan tidak tuntunan keimanan. bersumber dari peraturan Allah. Membawa kesesatan bagi yang mengikutinya. An nisa 76
ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻄﺎ ﻏﻮ تberasal dari ت kata thughyan, yaitu melanggar yang haq, keadilan dan kebaikan untuk melakukan kebatilan, kezaliman dan kejahatan.
Al maidah 60
ت َ ﻋ َﺒ َﺪ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ َ
ﻏﻮ
اﻟﻄﺎ
ﺳﺒﻴﻞ
artinya peminpin-pemimpin kepala pemerintahan yang sangat besar hawa nafsunya berkuasa, tamak dan berkehendak melakukan penyerbuan ke negeri lain untuk melebarkan kuasa lalu mereka perkuda ulama-ulama penjual iman untuk mengeluarkan fatwa bahwa perang beliau adalah sabilillah.
terambil dari ﻋ َﺒ َﺪ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮت َ artinya adalah kata ath-thughyan, yang segala tingkah laku yang artinya melampaui batas melampaui batas. yang tidak di izinkan syara. Kata thaghut mencakup pula orang-orang yang mentaatinya dalam b k i t k d All h
58
bermaksiat kepada Allah SWT. An nahl 36
ت َ ﺟ َﺘ ِﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْا
Az Zumar 17-18
ت َ ﺟ َﺘ َﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْا
selain ت َ ﺟ َﺘ ِﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ اorang yang sesembahan selain Allah , sesat atau orang yang telah termasuk setan, tukang mendustakan ajaran Allah. tenung, berhala dan setiap orang yang menyeru kepada kesesatan. artinya syetan. Kata-kata ini disebutkan dalam arti mufrad dan jamak, maksudnya adalah penyembahan kepada patung-patung disebut ibadah kepada setan, apabila setan itu menyuruh menyembah patung-patung dan membuat penyembahan kepada patung-patung sebagai sesuatu yang baik.
ت َ اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ
ﺟ َﺘ َﻨﺒُﻮا ْا artinya melanggar aturan. Kata ini masdar dari kata thughyaanan. Maksud melanggar aturan disini adalah orang-orang berkuasa yang sudah tidak memperdulikan lagi peraturan Allah dan membuat undangundang sendiri menurut kehendaknya guna memelihara kekuasaannya.
Dari uraian klasifikasi penafsiran Ahmad Musthofa al-Maraghi dan Prof. Dr. H. Hamka di atas, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan mengenai perbedaan pandangan kedua mufasir tersebut dalam menafsirkan ayat-ayat yang membicarakan masalah thaghut. Bahwa kata thaghut dalam pandangan Ahmad Musthofa al-Maraghi adalah syetan. Kata ini disebutkan dalam arti mufrad dan jamak yang maksudnya adalah penyembahan kepada patung-patung disebut ibadah kepada syetan, apabila syetan itu menyuruh menyembah patung-patung sebagai sesuatu yang baik, syetan merupakan pembujuk, perayu manusia supaya tidak mau taat dan tunduk terhadap segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah, syetan mengajak manusia untuk
59
mengingkarinya, syetan merupakan makhluk Allah yang paling ingkar dan pembangkang terhadap segala perintah dari Allah, syetan merupakan makhluk yang sangat di murka oleh Allah.37 Sedangkan thaghut menurut pandangan prof. Dr. H. Hamka adalah melanggar aturan. Kata ini masdar dari kata thaghyaanan, maksudnya dari melanggar aturan di sini adalah orang-orang yang berkuasa yang sudah tidak lagi memperdulikan lagi peraturan-peraturan dari Allah dan membuat undangundang sendiri menurut kehendaknya guna untuk memelihara kekuasaannya atau kesewenang-wenangan dalam menyisihkan semua hukum-hukum yang disyari’atkan oleh Allah dari muka bumi ini.38 Pernyataan tersebut diatas didukung oleh surat Az Zumar ayat 17 dan 18 yang berbunyi sebagai berikut:
ﺸ ْﺮ ﺸﺮَى َﻓ َﺒ ﱢ ْ ن َﻳ ْﻌ ُﺒﺪُوهَﺎ َوَأﻧَﺎﺑُﻮا ِإﻟَﻰ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﻟ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ ُﺒ ْ ت َأ َ ﺟ َﺘ َﻨﺒُﻮا اﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻦا َ وَاﱠﻟﺬِﻳ ﻦ َهﺪَا ُه ُﻢ َ ﻚ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﺴ َﻨ ُﻪ أُو َﻟ ِﺌ َ ﺣ ْ ن َأ َ ن ا ْﻟ َﻘ ْﻮ َل َﻓ َﻴ ﱠﺘ ِﺒﻌُﻮ َ ﺴ َﺘ ِﻤﻌُﻮ ْ ﻦ َﻳ َ ( اﱠﻟﺬِﻳ17)ﻋﺒَﺎ ِد ِ (18) ب ِ ﻚ ُه ْﻢ أُوﻟُﻮ ا ْﻟ َﺄ ْﻟﺒَﺎ َ اﻟﻠﱠ ُﻪ َوأُو َﻟ ِﺌ Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku,(17) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.(18)22
37
. Umar Hasyim, Syetan, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1975 ) , hlm. 45 . Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, jilid XXIV, hlm. 29 22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Bandung: CV. Diponegoro, 2000),
38
hlm. 335