18
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan sediaan histopatologi bertempat di Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen KRP, FKH-IPB. 3.2 Alat dan bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat pemeliharaan mencit, berupa 16 boks plastik yang dimodifikasi sebagai kandang, timbangan digital, sonde lambung, dispenser dan spuit. 2. Alat nekropsi seperti jarum pentul, styrofoam, skalpel, gunting, pinset dan wadah sampel organ (pot plastik). 3. Alat dalam pembuatan sediaan histopatologi, seperti tissue basket, gelas objek, cover glass, spidol, label, tissue cassette, Sakura® automatic tissue processor, Sakura® Paraffin Embedding Console, inkubator dan mikrotom Spencer®. 4. Mikroskop cahaya Olympus® BH-1 dan digital electronic eyepiece® camera beserta satu set komputer untuk pengambilan gambar jaringan. 5. Perangkat lunak Image J® untuk Microsoft® Windows®. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mencit berumur 4 minggu sebanyak 72 ekor yang terdiri dari 36 ekor mencit jantan dan 36 ekor mencit betina. Boks plastik modifikasi (Gambar 9) sebagai kandang. 2. Obat-obatan yang digunakan pada masa adaptasi, seperti anthelmintik (Albendazole 5%), antibiotik (Clavamox®), dan antiprotozoa (Flagyl®).
19
3. Minyak jintan hitam atau habbatussauda, kombinasi minyak jintan hitam atau habbatussauda dengan madu komersil siap pakai mengandung rasio 1 bagian ekstrak minyak jintan hitam dan 20 bagian madu. 4. Kebutuhan mencit seperti air minum, pakan, kain sebagai alas kandang. 5. Kebutuhan nekropsi dan pembuatan sediaan histopatologi, seperti tisu, buffered neutral formalin (BNF) 10%, xylol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, parafin, Mayer’s Hematoksilin, lithium karbonat, Eosin, larutan albumin, dan air hangat dengan suhu 45°C. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Preparasi Hewan Coba Penelitian ini menggunakan 72 ekor mencit ( 36 ekor mencit jantan dan 36 ekor mencit betina) yang berumur 4 minggu, mencit dipelihara di di dalam boks dengan alas kain. Penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu masa adaptasi, perlakuan, dan pengamatan histopatologi organ. Mencit yang baru datang diadaptasikan dengan kandang baru selama dua hari, kemudian mencit diberi anthelmintik (Albendazole 5%) per oral dengan dosis 10 mg/kg BB dosis tunggal yang diulangi setiap dua minggu. Selama lima hari berturut-turut setelah itu, mencit diberi antibiotik (Clavamox®) per oral dengan dosis 5 mg/kg BBmg/kg BB. Terakhir, mencit diberi antiprotozoa (Flagyl®) selama lima hari berturut-turut dengan dosis pemberian yaitu 10 mg/kg BB per oral. Selama masa pemeliharaan dan perlakuan, mencit diberi pakan sebanyak 5 gram/ekor/hari dengan air minum yang ad libitum. Setelah masa pemeliharaan selesai, dilanjutkan dengan masa perlakuan. Masa ini berlangsung selama 2 bulan. Setelah itu, semua mencit dieuthanasi dengan cara dislokasio atlanto-occipitalis dan diambil organ hati dan ginjalnya untuk dibuat menjadi sediaan histopatologi. 3.3.2 Kandang Hewan coba Boks plastik dimodifikasi sebagai kandang yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum hewan. Kandang dan botol minum dibersihkan dan desinfeksi dengan Bayclin®, kemudian boks kandang dijemur hingga kering dan di dalamnya diberi alas dari kain. Mencit dibagi ke dalam empat kandang. Pembersihan kandang dan penggantian alas kain dilakukan setiap harinya, alas yang kotor
20
dicuci dengan deterjen dan kemudian direndam di dalam desinfektan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan kandang hewan model, sehingga kesehatan hewan model dapat dipertahankan sampai penelitian akhir. Bentuk kandang hewan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kandang hewan percobaan dari boks plastik yang dimodifikasi
3.3.3 Pakan dan Minum Pakan berupa pelet komersil diberikan sebanyak 5 gram/hari/ekor dan minuman diberikan ad libitum. Tempat atau botol minuman diganti setiap hari. 3.3.4 Kelompok Perlakuan Penelitian Pada masa perlakuan, mencit dibagi menjadi empat kelompok setiap jenis kelamin. Satu kelompok terdiri dari 9 ekor mencit. Kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif (diberi air minum 0,1 ml/ekor/hari) selanjutnya akan disebut sebagai kelompok kontrol. Kelompok II diberi perlakuan dengan ekstra jintan hitam (habbatussauda) dosis preventif yaitu 0,1 ml/ekor/hari selanjutnya disebut sebagai kelompok HS 0.1. Kelompok III diberi perlakuan dengan ekstrak jintan hitam dosis kuratif yaitu 0,2 ml/ekor/hari selanjutnya disebut sebagai kelompok HS 0.2. Terakhir, kelompok IV diberi perlakuan dengan kombinasi ekstrak jintan hitam dan madu dengan dosis 0,3 ml/ekor/hari selanjutnya disebut sebagai HS madu. Ekstrak minyak jintan hitam dan campuran jintan hitam dan madu diberikan dengan rute per oral. Masa perlakuan ini berlangsung selama dua bulan.
21
3.3.5 Nekropsi dan Pengambilan Sampel Organ Setelah masa perlakuan berakhir, mencit-mencit ini kemudian dieuthanasi dengan cara dislokasio atlanto-occipitalis, kemudian dilakukan nekropsi untuk pengambilan hati dan ginjal. Organ-organ ini akan dijadikan sediaan histopatologi untuk diambil data-datanya, yang akan menjadi bukti ilmiah tentang khasiat dari jintan hitam (N. sativa). Pada awal proses pembuatan sediaan histopatologi, hewan yang telah dinekropsi diambil bagian hati dan ginjalnya, kemudian diawetkan di dalam larutan BNF 10%. Setelah larutan berpenetrasi sempurna ke dalam organ, langkah selanjutnya adalah grossing (memilih bagian dari organ yang akan dijadikan sediaan histopatologi) kurang lebih dengan pemotongan setebal 0.5 cm. 3.3.6 Pembuatan Sediaan Histopatologi Potongan organ yang telah di grossing dimasukkan ke dalam tissue cassette dan tissue basket, setelah itu direndam kembali di dalam larutan BNF 10% hingga proses dehidrasi dilakukan dengan cara merendam sediaan tersebut berturut-turut kedalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut sebanyak 2 kali ulangan, xylol sebanyak dua kali ulangan, dan parafin sebanyak dua kali ulangan. Masingmasing proses perendaman dilakukan selama 2 jam dan berjalan secara otomatis dalam alat Sakura® automatic tissue processor. Pada tahap selanjutnya, potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair dengan bantuan alat (tissue embedding console). Letak potongan organ diatur agar tetap berada ditengah blok parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambahkan kembali sampai alat pencetak penuh, lalu dibiarkan sampai parafin mengeras. Setelah itu, jaringan dipotong dengan ketebalan 5µm dengan menggunakan mikrotom Spencer®. Hasil pemotongan yang berbentuk pita (ribbon), diletakkan di atas permukaan air hangat (45°C) dengan tujuan untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diolesi larutan albumin yang berfungsi sebagai perekat. Selanjutnya sediaan dikeringkan di dalam inkubator suhu 60°C selama satu malam.
22
Sediaan dimasukkan ke dalam xylol untuk deparafinisasi sebanyak dua kali. Selanjutnya sediaan akan melaui proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 80%, yang masing-masing lamanya dua menit. Setelah itu sediaan dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan sampai tetesan air habis. Sediaan kemudian diwarnai dengan pewarnaan Mayer’s Hematoksilin selama delapan menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas dengan air dan diwarnai dengan pewarnaan Eosin selama 2 menit. Selanjutnya sediaan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan sebelum akhirnya dikeringkan. Setelah kering, sediaan dicelupkan alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xylol I selama satu menit, xylol II selama dua menit. Sediaan ditetesi perekat permount lalu tutup dengan cover glass, dan dibiarkan kering sesuai dengan metode Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Setelah perekat kering kemudian sediaan bisa diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. 3.3.7 Pengamatan Sediaan Histopatologi Pengamatan dilakukan terhadap sel-sel organ hati dan sel-sel organ ginjal dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus® BH-1. Pertama, mengambil foto sediaan organ hati disekitar vena porta atau vena sentralis dan ginjal pada tubulus proksimalis disekitar glomerulus dari masing-masing perlakuan pada 5 lapang pandang dengan menggunakan digital electronic eyepiece® dengan perbesaran 40× lensa objektif. Kedua, pengamatan dilakukan terhadap sediaan organ hati dan ginjal secara keseluruhan dengan melihat indikator adanya nekrosa, degenerasi hidropis, maupun degenerasi lemak. Terakhir, dilakukan pengamatan melalui foto sediaan untuk menghitung jumlah dari sel yang mengalami nekrosa, degenerasi hidropis, dan sel yang mengalami degenerasi lemak dengan menggunakan perangkat lunak Image J® untuk Microsoft® Windows®. 3.3.8 Pengolahan Data Hasil perhitungan berupa data-data jumlah sel hati dan sel pada tubulus ginjal yang mengalami nekrosa, degenerasi hidropis, dan degenerasi lemak dianalisis lebih lanjut secara statistika menggunakan analisis ANOVA dan diuji
23
lanjutan Duncan menggunakan program SPSS 16 dalam Microsoft Windows® untuk mengetahui signifikasinya.