Bab III Metodologi Perancangan
BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1
Bagan Alir
Mulai
Studi Literatur Segmental Box Girder Metode Span by Span
Perencanaan Awal Dimensi Segmental Box Girder
Pembebanan Melintang Jembatan
Desain Penulangan Slab & Web Box Girder
1
III-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
1
Pembebanan Memanjang Jembatan
Analisa Pembebanan Launching Stage/Initial Loading
Perencanaan Kebutuhan Gaya Prategang Launching Stage/Initial Loading
NOK
Kontrol Tegangan Sebelum Kehilangan Gaya Prategang
OK
2 III-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
2 OK
Analisa Kehilangan Gaya Prategang Immediately Loss
NOK
Kontrol Tegangan Sesat Setelah Transfer
OK
Perencanaan Kebutuhan Gaya Prategang Final Stage/Final Loading
Analisa Kehilangan Gaya Prategang Time Dependent Loss
3
III-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
3
Tingkatkan Mutu Beton/Perbesar Penampang
NOK Kontrol Tegangan Final Stage
Layout Tendon
Perencanaan Tulangan
Lendutan
Selesai
III-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
3.2
Studi Literatur Segmental Box Girder
Studi literatur dimulai dengan pengumpulan dan penyusunan teori-teori tentang beton prategang, segmental box girder dan metode span by span. Data-data yang dikumpulkan adalah mengenai peraturan pembebanan jembatan, beton prategang dan metode pelaksanaan metode span by span. 3.2.1 Tipikal Urutan Erection Metode Span by Span Awal mula adalah dengan memindahkan gantry crane kebentang jembatan yang akan di erection.
N-2
N
N-1
N+2
Gambar 3. 1 Pemindahan gantry crane kebentang jembatan yang akan di erection (Sumber : Olah sendiri)
Selanjutnya segmen box girder diangkut menuju lokasi dan ditempatkan dibawah bentang jembatan yang akan di erection, selanjutnya di gantung satu demi satu.
N-2
N-1
N
N+2
Gambar 3. 2 Pengangkatan segmen box girder satu demi satu sesuai posisi ( Sumber : Olah sendiri )
III-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Setelah setiap segment berada pada posisi yang telah ditentukan, tiap segmen disambungkan dengan epoxy dan temporary post tensioning bar
N-2
N
N-1
Gambar 3. 3 Penyambungan tiap segmen box girder sesuai posisi ( Sumber : Olah sendiri )
Setelah semua segmen box girder dalam satu bentang disambungkan, selanjutnya dilakukan pemasangan dan penarikan tendon pada box girder.
N-2
N
N-1
Gambar 3. 4 Pemasangan dan penarikan tendon pada bentang jembatan ( Sumber : Olah sendiri )
Selanjutnya gantry crane dipindahkan kebentang selanjutnya
N-2
N-1
N
N+1
Gambar 3. 5 Pemindahan gantry crane ke bentang selanjutnya yang akan di erection
( Sumber : Olah sendiri )
III-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
3.3
Perencanaan Awal Dimensi Box Girder
Pemilihan proporsi box girder yang maksimal umumnya tergantung kepada pengalaman, ulasan yang detail memberikan data awal yang maksimal untuk keperluan perencanaan awal. Parameter yang perlu dipertimbangkan dalam perencaan awal box girder (Podolny & Muller, 1982) : 1. Ketinggian konstan box girder versus ketinggian yang bervariasi box girder 2. Perbandingan panjang bentang dengan kedalaman box girder 3. Jumlah box girder yang parallel, single cell atau multi cell 4. Bentuk dan ukuran dari tiap box girder, termasuk jumlah web, tebal web atas dan bawah. Ketinggian box girder yang konstan merupakan solusi terbaik untuk bentang jembatan yang pendek hingga sedang sampai dengan 60m. Semakin panjang bentang, besarnya momen yang diakibatkan oleh beban mati didaerah kolom semakin besar. Beberapa formula yang digunakan untuk menentukan dimensi awal box girder antara lain: Ketinggian box girder konstan = 1/15 < h < 1/30, untuk dimensi yang optimum digunakan nilai 1/18 sampai 1/20, dimana h adalah ketinggian box girder. Ketinggian box girder yang bervariasi = 1/30 < h0/L<1/15 untuk nilai ditengah bentang jembatan, sedangkan 1/16
III-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 6 Perbandingan nilai bentang jembatan dengan ketinggian box girder sebagai dasar perencanaan awal ketinggian box girder ( Sumber : Walter Podolny dan Jean Muller, Construction and design of prestressed concrete segmental bridge )
III-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Jarak antara web biasanya antara 4.5 m sampai 7.5 m. dimensi box girder dengan lebar 12 m merupakan ukuran yang normal untuk box girder single cell dengan cantilever deck pada sisi kiri dan kanannya dengan panjang cantilever ¼ dari lebar box girder. Untuk jembatan lebar box girder dengan multi cell sebaiknya digunakan (Podolny & Muller, 1982). Panjang cantilever flange atas, diukur dari garis tengah web sebaiknya tidak melebihi 0.45 kali bentang dalam dari flange atas diukur dari jarak antara garis tengah web.(American Association of State Highway and Transporation Officials, 1999) hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan desain awal tebal web box girder : 1. Tegangan geser akibat beban geser dan momen torsi 2. Angkur tendon, ketika ditempatkan pada web harus terdistribusi dengan baik dan terkonsentrasi pada angkur. Berikut beberapa panduan untuk menentukan ketebalan web minimum (Podolny & Muller, 1982) : 1. 200mm jika tidak terdapat ducting prestressed ditempatkan pada web. 2. 250mm jika terdapat ducting kecil pada web baik dalam arah memanjang maupun melintang. 3. 300mm jika terdapat ducting untuk tendon pada web 4. 350mm jika terdapat angkur tendon pada web
III-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Ketebalan slab minimal untuk menghindari punching shear akibat beban terpusat roda kendaraan adalah 150mm (Podolny & Muller, 1982), namun direkomdasikan bahwa ketebalan slab tidak kurang dari 175mm agar terdapat ruang untuk besi tulangan dan tendon serta selimut beton. Ketebalan minimum untuk flange bagian atas dari box girder sebaiknya : 1. Jika jarak antar web box girder kurang dari 3 m , flange 175 mm 2. Jika jarak antar web box girder antara 3 sampai 4.5 m, flange 200 mm 3. Jika jarak antar web box girder antara 4.5 sampai 7.5 m, flange 250 mm 3.4
Pembebanan Jembatan
Beban-beban yang dianalisis dalam tugas akhir ini adalah beban primer antara lain: beban mati, beban hidup dan beban mati tambahan sesuai dengan RSNI T-02-2005. Beban yang bekerja adalah : a. Beban mati Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan barrier.
III-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
b. Beban hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan yang berlaku. 3.4.1 Analisis Arah Melintang Jembatan Analisis sistem dari box girder adalah dengan analisis 3 dimensi yang menggabungkan semua beban pada kondisi batas (ultimate) , namun karena kompleksitas jenis analisis ini penerapan prategang untuk sistem 3 dimensi jarang dilakukan. Sebagai pengganti adalah dimodelkan sebagai kotak 2 dimensi portal bidang dari satuan panjang, seperti yang yang ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 3. 7 Penyederhanaan analisis box girder satuan panjang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
Beban desain yang dipertimbangkan secara melintang (transverse) antara lain : -
Beban Mati dari komponen struktur dan nonstruktur
-
Beban lalu lintas
-
Beban dinamis
III-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
-
Gaya Prategang awal
-
Susut dan Rangkak dari beton
Ketika beban statis terpusat diaplikasikan ke deck box girder, deck akan mengalami deformasi secara melintang (transverse) sebaik dalam arah memanjang (longitudinal), kelakuannya sama seperti struktur slab dua arah. Distribusi beban menjadi lebih kompleks ketika beban terpusat lebih dari satu diaplikasikan ke deck, seperti beban truk. Umumnya, terdapat 2 cara untuk menangani distribusi beban lalu lintas dalam arah melintang (transverse). 1. Penggunaan Homberg chart atau Pucher chart yang telah digunakan secara luas dalam desain melintang box girder. Chart ini didasarkan pada teori elastisitas plat (homogen dan isotropic). Metode ini adalah metode trial and error dan dapat digunakan pada praperencanaan.
Gambar 3. 8 Konfigurasi beban lalu lintas dalam 3 dimensi ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
III-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
2. Metode yang lebih akurat didasarkan pada 3D elemen hingga sebagian box girder. Dari model tersebut, garis pengaruh dapat dihasilkan ditiap penampang yang diinginkan. Metode ini dapat digunakan untuk desain akhir penampang. Sangat penting untuk menempatkan konfigurasi beban lalu lintas untuk menghasilkan kondisi terburuk dari penampang (gambar 3.2). Umumnya letak yang memerlukan pengecekan tegangan adalah : -
Momen negatif maksimum pada deck cantilever yang terletak pada bagian atas.
-
Momen negatif dan positif maksimum pada center line antara 2 web.
-
Momen negatif maksimum pada deck bagian dalam diantara web pada bagian atas
-
Momen negatif dan positif maksimum pada web dan slab bagian bawah
-
Momen negative maksimum pada deck cantilever dan web
Dalam ketentuan AASHTO LRFD specifications (American Association of State Highway and Transporation Officials, 2007), hanya efek dari desain truk atau tandem yang dipertimbangkan untuk desain penampang melintang (transverse) dan bukan beban lajur ( artikel 3.6.1.3.3 ). Gambar dibawah memperlihatkan tipikal dari garis pengaruh sesuai dengan letak pengecekan tegangan menggunakan metode elemen hingga.
III-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 9 konfigurasi beban hidup secara melintang (tramsverse) ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
Tipikal tendon dalam arah melintang (transverse) terdiri dari tiga atau empat 13 atau 15 mm strand tiap tendon melewati deck bagian atas box girder. Umumnya layout tendon dalam arah melintang terletak ditengah deck cantilever dan pada saat posisinya melewati pertemuan deck dengan web box girder elevasinya lebih tinggi. Ini berguna sebagai tahanan terhadap momen negatif yang terjadi pada web box girder. Selanjutnya elevasi tendon turun lagi di bawah garis netral pada saat posisinya berada digaris tengah box girder. Seperti terlihat pada gambar dibawah :
III-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 10 Tipikal layout tendon dalam arah melintang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
Gambar 3. 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi desain melintang box girder ( Sumber : Jorg Schlaich dan Hartmut Scheer, Conxrete Box Girder Bridges )
III-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 12 Desain awal perencanaan dimensi box girder ( Sumber : Jorg Schlaich dan Hartmut Scheer, Conxrete Box Girder Bridges )
-
Ihaunch/Islab
≤ Untuk
memudahkan
bekisting
(formwork),
nilai
0.5
direkomendasikan -
t1/t2
= dari 1 : 2 sampai 1 : 3
-
Ketebalan slab t3 > I3/30, slab harus bersifat kaku pada area tekan.
3.4.2 Analisis Arah Memanjang Jembatan Beban lalu lintas terdiri dari single truk tiap lajur atau tandem yang dikombinasikan dengan beban lajur yang tersebar merata. Beban dinamik kendaraan ditambahkan sebesar 33% pada truk, tapi tidak dimasukkan untuk desain beban lajur.
III-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 13 Kombinasi beban lalu lintas memanjang pada jembatan ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
III-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 14 Konfigurasi beban arah memanjang dan melintang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2nd edition Superstructure Design )
Gambar 3. 15 Tipikal layout tendon dalam arah memanjang ( Sumber : Olah sendiri )
III-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 16 Momen yang terjadi pada saat konstruksi dengan metode Span by Span ( Sumber : Andra Avioffarvella. dkk, Pelaksanaan Jembatan Segmental Precast Box Girder dengan Metode Span by Span: Proyek Tol Bogor Ring Road )
Gambar 3. 17 Momen yang terjadi pada kondisi As Built dengan Metode Span by Span ( Sumber : Andra Avioffarvella. dkk, Pelaksanaan Jembatan Segmental Precast Box Girder dengan Metode Span by Span: Proyek Tol Bogor Ring Road )
3.4.3 Analisis Shear Key pada Joint Box Girder Joint memisahkan struktur kedalam beberapa segmen, pembagian tersebut agar memudahkan pada saat mobilisasi box girder ke lokasi pekerjaan dan faktor ekonomis dari alat-alat yang digunakan saat konstruksi.
III-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Joint antar segmen box girder harus mampu mentransfer kuat tekan, geser dan torsi yang ditentukan oleh desain. Kapasitas joint merupakan fungsi dari gaya prategang terhadap joint dan gaya gesek pada permukaan joint (Construction, 1982). Joint terdiri dari wide joint atau match-cast joint. Wide joint dapat berupa beton cast in place, mortar kering dan grouting. Match-cast joint umumnya berupa epoxy joint dan dry joint. 1. Cast in Place Joint Pada kasus cast in place joint atau jenis wide joint yang lainnya, sebelum dilakukan konstruksi pada joint permukaan box girder yang berbatasan harus dalam keadaan yang kasar dan basah. Umumnya lebar joint adalah sama dengan tebal deck box girder atau satu setengah kali lebar web box girder tapi tidak lebih dari 100mm. Kekuatan tekan joint beton adalah sama dengan kekuatan tekan beton box girder yang berbatasan. 2. Mortar kering Lebar dari mortar kering untuk joint seharusnya tidak melampaui 65mm, kekuatan mortar pada joint bisa lebih rendah dari kekuatan beton box girder yang berbatasan. Namun penggunan mortar mutu tinggi sebaiknya lebih dipertimbangkan. Mortar sebaiknya memiliki kuat tekan sekurang kurangnya 281 kg/cm2 pengukuran kubus.
III-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
3. Grouting joint Lebar grouting joint sebaiknya tidak melebihi 25mm, metode pelaksanaannya dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau tekanan. Kuat tekan grouting pada umur tertentu sekurang-kurangnya 281 kg/cm2 pengukuran kubus. 4. Epoxy joint Epoxy resin yang digunakan untuk menyatukan box girder memiliki kuat tekan yang tinggi, kuat tarik, ikatan, dan kekuatan geser yang sama atau lebih tinggi dari beton box girder. Terdapat 2 jenis shear key pada match-cast joint antara segmen box girder 1. Web shear key, terletak pada permukaan web box girder. Pada saat mendesain shear key hanya web shear key yang dipertimbangkan dalam mentransfer gaya geser. 2. Alignment shear key, terletak pada permukaan atas dan bawah flange. Alignment shear key tidak diperkenankan untuk mentransfer sebagian besar gaya geser. Sebaliknya alignment shear key hanya berfungsi sebagai memperbaiki alinyemen diantara dua box girder yang berbatasan. Desain web shear key harus memenuhi dua syarat : 1. Geometrik desain: total tebal web shear key sebesar 75% dari tebal box girder dan sekurang-kurangnya 75% dari tebal web box girder.
III-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
2. Desain kekuatan geser: Pada saat erection segmen box girder tegangan geser ′ (psi).
tidak boleh melebihi 2 3.5
Kontrol Tegangan Gaya Prategang
Kebutuhan gaya prategang dilakukan dengan cara try and error hingga tegangan yang terjadi masih dalam tegangan izin. 3.5.1 Gaya prategang Launching Stage Gaya prategang launching stage merupakan tahap awal saat gaya prategang di transfer ke beton dan tidak terdapat gaya luar yang kecuali berat sendiri dari box girder. Pada kondisi ini, gaya prategang maksimum dan belum terjadi kehilangan gaya prategang. Tegangan izin maksimum AASHTO dibeton dan tendon sebelum terjadi kehilangan gaya prategang akibat rangkak dan susut : -
Tegangan beton mengalami tekan untuk komponen struktur pratarik = 0.60 f’ci
-
Tegangan beton mengalami tekan untuk komponen struktur pascatarik = 0.55 f’ci
-
Tegangan tarik untuk daerah tarik yang semula tertekan = tidak ada
-
didaerah tarik tanpa ada tulangan lekatan = 200 psi atau 3
-
apabila tegangan tarik yang dihitung melebihi nilai ini, maka tulangan lekatan
′
harus digunakan untuk menahan gaya tarik total dibeton yang dihitung dengan menggunakan asumsi penampang tak retak. Tegangan tarik maksimum tidak boleh melebihi 7.5
′ .
III-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
3.5.2 Gaya prategang Final Stage Gaya prategang final stage merupakan tahap setelah beton prategan difungsikan sebagai komponen struktur. Pada tahap ini beban luar mulai bekerja dan telah terjadi kehilangan gaya prategang. Tegangan izin maksimum AASHTO dibeton dan tendon pada kondisi beban kerja sesudah terjadi kehilangan : -
Tekan = 0.40 f’c
-
Tarik pada daerah tarik yang semula tertekan 1. Untuk komponen struktur dengan penulangan lekatan = 6
′
2. Untuk komponen struktur tanpa penulangan lekatan = 0 -
Tegangan retak Modulus ruptur dari pengujian atau jika tidak tersedia digunakan: 1. Untuk beton normal = 7.5
′ .
2. Untuk beton ringan – pasir = 6.3
′ .
3. Untuk semua beton ringan lainnya = 5.5 -
′ .
Tegangan tumpu penjangkaran, penjangkaran pascatarik pada kondisi beban kerja = 3000 psi
-
Tegangan baja prategang 1. Akibat pendongkaran tendon = 0.94 fpy ≤ 0.80 fpu 2. Segera sesudah transfer prategang = 0.82 fpy ≤ 0.74 fpu 3. Tendon pascatarik pada penjangkaran, segera sesudah penjangkaran tendon = 0.70 fpu III-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Dimana fpy = kuat leleh tendon prategan yang ditetapkan, psi fpu = kuat tarik tendon prategang yang ditetapkan, psi fc = kuat tekan beton yang ditetapkan, psi fci = kuat tekan beton pada saat prategang awa, psi 3.6
Analisis Kehilangan Gaya Prategang
Kehilangan gaya prategang dapat dikelompokkan kedalam dua kategori : a. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan beton secara elastis, kehilangan karena pengangkeran dan kehilangan karena gesekan. b. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena efek temperatur dan relaksasi baja, yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam elemen beton prategang. 3.7
Perencanaan Tulangan
Persamaan kapasitas momen nominal yang diberikan disini pada dasarnya mengasumsikan bawah tegangan pada tulangan biasa (mild reinforcement) sudah mencapai tegangan lelehnya, asumsi tulangan biasa mencapai leleh ini pasti berlaku sehingga apabila perhitungan kapasitas momen nominal berdasarkan persamaanIII-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
persamaan berikut harus diperhatikan dengan seksama bahwa batas maksimum tulangan biasa maupun tulangan prategang tidak melampaui batasan maksimum ijin yang diberikan. Apabila batasan ini dipenuhi maka perhitungan kapasitas momen nominal menjadi lebih sederhana dan dapat dilakukan tanpa melalui analisis kompatibilitas regangan. 3.7.1 Kapasitas Momen Nominal Kapasitas momen nominal untuk balok dengan tendon, tulangan tarik dan tulangan tekan
a a a M n A ps f ps d p As f y d As' f y d ' 2 2 2
a
A ps f ps As f y As' f y
1 f c' b
(3.1)
(3.2)
Untuk menjamin kondisi underreinforced ACI 318 pasal 10.3.4 menyatakan bahwa regangan yang terjadi pada tulangan tarik terluar baik tulangan biasa maupun tendon harus lebih atau sama dengan 0.005 yang disebut sebagai tension controlled.
III-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
Gambar 3. 18 Regangan tarik minimum untuk penentuan batas maksimum tulangan balok prategang (Sumber : Donald Essen, ST, MT, Modul perkuliahan beton prategang)
Untuk balok beton prategang parsial batasan maksimum tulangan adalah sedemikian sehingga dipenuhi persamaan :
d ' p dp
0.375
1
1
(3.2)
3.7.2 Kekuatan Geser Lentur Untuk mendesain terhadap geser, perlu ditentukan apakah geser lentur atau geser badan menentukan pemilihan kuat geser beton.
Vci = 0.6λ
≥ 1.7λ
′ bw x dp + Vd +
′ bw x dp, Dan ≤ 5.0λ
( Mcr )
(3.3)
′ bw x dp
Dimana : λ
= 1.0 untuk beton normal III-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab III Metodologi Perancangan
= 0.85 untuk beton ringan pasir = 0.75 untuk beton ringan Vd = Gaya geser dipenampang akibat beban mati tak terfaktor Vci = Kuat geser nominal yang diberikan oleh beton pada saat terjadi retak tarik diagonal akibat gabungan gaya geser vertical dan momen. Vi = Gaya geser terfakto dipenampang akibat beban eksternal yang terjadi secara simultan dengan Mmaks 3.7.3 Kuat Geser Badan Retak geser badan pada balok prategang disebabkan oleh tegangan tarik tak tertentu yang dapat dengan baik dievaluasi dengan menghitung tegangan tarik utama dibidang kritis. Vcw = ( 3.5λ
′
+ 0.3 fc ) bwdp + Vp
(3.3)
Dimana : λ
= 1.0 untuk beton normal dan lebih kecil dari itu untuk beton ringan
Vp = Komponen vertical dari prategang efektif di penampang yang berkontribusi dalam menambahkan kekuatan lentur dp = Jarak dari serat tekan ekstrim ke pusat berat baja prategan, atau 0.8h, manapun yang terkecil.
III-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/z