BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol (case control).
B. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian dilakukan dibeberapa sekolah TK dan Lembaga Pendidikan Non Formal (Majelis Taklim dan Sekolah Pengembangan Anak) di wilayah Kota Surakarta, Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL, Laboratorium Riset dan Esoterik Prodia. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2015 sampai Februari 2016 sampai jumlah sampel terpenuhi.
C. POPULASI DAN SAMPEL Populasi target penelitian ini adalah anak usia 1–18 tahun yang bertempat tinggal di Kota Surakarta. Pemilihan populasi target penelitian adalah anak usia 1–18 tahun, dikarenakan batasan kelompok usia anak menurut WHO adalah sampai dengan 18 tahun. Kelompok usia anak berisiko menderita OME dan memiliki angka prevalensi perokok pasif tertinggi di Indonesia (Riskedas, 2007; Berkman, 2013) Sampel penelitian dipilih dengan teknik consecutive sampling, dimana setiap sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
38
39
penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel penelitian yang diperlukan terpenuhi.
D. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 1.Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kasus a. Kriteria Inklusi : -
Anak usia 1 – 18 tahun dengan OME.
-
Orang tua / wali bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan (informed consent)
b. Kriteria Eksklusi : -
Anak yang tidak kooperatif sehingga sulit untuk dilakukan pemeriksaan.
-
Membran timpani tidak intak dan tidak dapat dievaluasi misal pada stenosis liang telinga, atresia telinga dan serumen liang telinga yang tidak dapat diekstraksi sebelum pemeriksaan.
-
Anak dengana bnormalitas kraniofasial, hipertrofi adenoid, alergi.
-
Anak dengan gagal ginjal berat.
-
Anak yang memakai obat rifampisin
-
Anak dengan riwayat pajanan asap rokok kurang dari 1 bulan apabila terdapat riwayat pajanan.
40
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kontrol a. Kriteria Inklusi : -
Anak usia 1 – 18 tahun yang bukan OME.
-
Orang tua / wali bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan (informed consent).
b. Kriteria Eksklusi : -
Membran timpani tidak intak dan tidak dapat dievaluasi misal pada stenosis liang telinga, atresia telinga dan serumen liang telinga yang tidak dapat diekstraksi sebelum pemeriksaan.
-
Anak yang tidak kooperatif sehingga sulit untuk dilakukan pemeriksaan.
-
Anak dengan abnormalitas kraniofasial, hipertrofi adenoid,alergi.
-
Anak dengan gagal ginjal berat.
-
Anak yang memakai obat rifampisin.
-
Anak dengan riwayat pajanan asap rokok kurang dari 1 bulan bila terdapat riwayat pajanan.
E. BESAR SAMPEL Besar minimal sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow 1997):
Z n = 1−α
P1Q1 + P2 Q2 P1 − P2
2 PQ + Z1− β
2
41
di mana: n
=
Z 1-α =
jumlah sampel minimal masing-masing kelompok nilai statistik batas kanan pada distribusi normal standar untuk tingkat kepercayaan sebesar 1 – α (α = kesalahan tipe I)
Z 1-β =
nilai statistik batas kanan pada distribusi normal standar untuk kuasa (power) sebesar 1 – β (β = kesalahan tipe II)
P1 =
proporsi kategori positif pada kelompok kasus (Q 1 = 1 – P 1 )
P2 =
proporsi kategori positif pada kelompok kontrol (Q 2 = 1 – P 2 )
P
P1 + P2 yaitu proporsi rerata gabungan (Q = 1 – P) 2
=
Berdasarkan hasil penelitian Illicali dkk (2001) ditentukan P 1 = 0,737 (Q1 = 1 – 0,737 = 0,263). Untuk penelitian ini ditentukan selisih signifikan (P1 – P2) sekitar 0,5. Dengan demikian diperoleh: P2 = P1 – 0,5 = 0,737 – 0,5 = 0,237 Q2 = 1 – 0,237 = 0,763 0,737 + 0,237 P = = 0,487 2 Q = 1 – 0,487 = 0,513 Dengan α = 0,05 (Z 1-α = 1,645) dan β = 0,2 (Z 1-β = 0,842) maka jumlah minimal sampel yang harus diambil pada masing-masing kelompok adalah sebesar: (1,645) (0,487 )(0,513) + (0,842 ) (0,737 )(0,263) + (0,237 )(0,763) n= 0,487 − 0,513
2
= 11,261 ≈ 12 tiap kelompok
Pada penelitian ini akan diambil sampel sebanyak 15 anak tiap kelompok.
42
F. VARIABEL PENELITIAN 1) Variabel bebas : Kadar kotinin urin 2) Variabel tergantung : Otitis media efusi 3) Variabel perancu : Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
G. DEFINISI OPERASIONAL 1. Otitis Media Efusi (OME) •
Definisi: Suatu peradangan pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya cairan, tanpa disertai tanda-tanda inflamasi akut dengan membran timpani utuh yang ditegakkan dengan otoskopi dan timpanometri pada satu telinga atau kedua telinga. Keluhan biasanya disampaikan oleh orang tua atau guru yaitu anak kurang memberikan respons jika dipanggil, adanya keterlambatan bicara serta prestasi belajar anak yang menurun di sekolah. Keluhan lain seperti telinga terasa penuh, autofoni dan tinitus akan dikeluhkan pada anak yang usianya lebih besar.
•
Alat ukur: Otoskop merek Heine mini 3000 FO® dan timpanometer 226 Hz merekInter acoustics AT235h®.
•
Cara ukur: dengan melakukan pemeriksaan otoskopi dan timpanometri
Otoskopi : Melihat gambaran membran timpani. Gambaran normal membran timpani berupa membran yang jernih, berwarna bening keabuan, dengan refleks cahaya di jam 5 pada telinga kanan dan jam 7 pada telinga kiri. Gambaran
43
membran timpani pada OME adalah membran timpani yang retraksi atau menonjol (bulging), suram, warna kekuningan atau kebiruan atau terdapat gambaran gelembung udara dan atau batas air udara tanpa tanda-tanda inflamasi akut. Timpanometri : Pemeriksaan
dengan
alat
timpanometer
226
Hz
Jerger-Liden
mengklasifikasikan timpanogram menjadi tipe A (normal), As, Ad, B dan C (Fowler dan Shanks,2002).
- Puncak kurva tajam - MEP antara +50 s/d -99 mmH2O. - SC = 0,3 s/d 1,6 cc (dewasa) / 0,2 s/d 0,9 cc (anak usia 3-5 thn). - ECV (normal) = 0,6 s/d 1,5 cc (dewasa) 0,4s/d 1,0 cc (anak 3-5 thn)
- Puncak kurva datar - MEP < -100 mmH2O. - SC ≤ 0,06 cc - ECV dalam batas normal
44
- Puncak kurva tajam - MEP < -99 mmH2O. - SC = 0,3 s/d 1,6 cc (dewasa) / 0,2 s/d 0,9 cc (anak usia 3-5 thn) - ECV dalam batas normal
- Puncak kurva tajam - MEP antara +50 s/d -99 mmH2O. - SC < 0,3 cc (dewasa) - ECV dalam batas normal
- Puncak kurva tajam - MEP antara +50 s/d -99 mmH2O. - SC >1,6 cc (dewasa) - ECV dalam batas normal
Apabila timpanogram merupakan Tipe B maka dimasukkan dalam kelompok OME. •
Hasil Ukur
: Terdapat OME Tidak terdapat OME
•
Skala ukur
: Nominal
45
2. Kadar Kotinin Urin •
Definisi : Penanda adanya pajanan asap rokok tembakau pada tubuh seseorang berupa hasil metabolit nikotin pada sampel urin.
•
Alat ukur : Menggunakan alat analisis kadar kotinin dengan tehnik lateral flow chromatographic immunoassay.
•
Hasil ukur :
-
Kadar kotinin urin positif : ≥ 100 ng/ml (terdapat pajanan)
-
Kadar kotinin urin negatif : <100 ng/ml
•
Skala ukur : Nominal
3. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Definisi : Kejadian infeksi saluran nafas akut (batuk pilek) dengan onset < 2 minggu, atau berulang (kronik eksaserbasi akut), > 4 kali dalam 3 bulan atau > 6 kali dalam 1 tahun dengan menunjukkan tanda-tanda akut Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur :ISPA positif ISPA negatif Skala ukur : Nominal
H. CARA KERJA PENELITIAN 1. Persiapan a. Mencari dan mengumpulkan bahan kepustakaan b. Menyusun usulan judul penelitian c. Menghubungi bagian terkait dan berdiskusi dengan pembimbing
46
d. Menyusun usulan penelitian 2. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam pengumpulan data. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain •
Formulir persetujuan penelitian (terlampir)
•
Alat tulis
•
Kuesioner (terlampir)
•
Alat-alat diagnostik THT seperti lampu kepala, spekulum hidung, spatula lidah dan otoskop (Heine mini 3000 FO®)
•
Timpano meter (Interacoustics AT235h®)
•
Pot urin
3. ProsedurPenelitian Semua sampel yang termasuk dalam populasi penelitian, yaitu anak 1-18 tahun yang diambil di beberapa sekolah TK dan lembaga pendidikan non formal di wilayah kota Surakarta secara consecutive sampling, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi melalui pemeriksaan fisik umum berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta pemeriksaan THT (telinga, hidung, dan tenggorok). Pemeriksaan telinga dilakukan dengan menggunakan otoskop dan pemeriksaan timpanometri untuk menegakkan diagnosis OME. Orang tua sampel diberikan penerangan terlebih dahulu mengenai maksud dan tujuan penelitian. Sampel yang bersedia mengikuti penelitian ini mengisi fomulir
47
informed consent, kemudian dilakukan pencatatan identitas.. Tahap selanjutnya adalah wawancara pengisian kuesioner dan pemeriksaan kadar kotinin urin dengan teknik lateral flow chromatographic immunoassay pada sampel kasus maupun kontrol.
I. PENGOLAHAN DATA Analisis secara kuantitatif dengan metode statistika dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah analisis univariat. Pada tahap ini data dari masing-masing kelompok dideskripsikan dengan nilai mean dan standar deviasi (untuk variable numerik), atau dengan angka frekuensi dan prosentase (untuk variable kategorik). Tahap kedua adalah analisis bivariat yang dilakukan untuk menguji signifikansi perbedaan antara kedua kelompok. Analisis data dilakukan dengan ujichi square dan nilai Odds Ratio (OR) untuk mengetahui status faktor risiko dan besarnya risiko relatif. Tahap ketiga adalah analisis multivariat yang apabila diperlukan maka dapat dilakukan dengan model regresi logistik. Semua tahap analisis dilakukan dengan bantuan software pengolah data statistik SPSS for Windows 16.0.
J. ETIKA PENELITIAN Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu akan diminta persetujuan dari Pemerintah Kota Surakarta (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) diteruskan kepada panitia Komisi Etik Kedokteran Universitas
48
Sebelas Maret Surakarta / RSUD dr. Moewardi Surakarta kemudian dikeluarkan surat ethical clearance.
K. ALUR PENELITIAN POPULASI Kriteria inklusi / eksklusi
Otitis Media Efusi (+)
Otitis Media Efusi (-)
Wawancarapengisian kuesioner
Analisis Kotinin Urin Kadar Kotinin Urin
Positif
Negatif
ISPA
Positif
Analisis Data Gambar 3.1.Bagan Alur Penelitian
Negatif
BAB IV HASIL PENELITIAN
Studi kasus kontrol telah dilakukan pada anak-anak usia 1-18 tahun di Kota Surakarta. Sampel sebanyak 30 anak, 15 anak yang menderita OME (sebagai kelompok kasus) dan 15 anak yang tidak menderita OME (sebagai kelompok kontrol). Hasil penelitian dan pembahasan selengkapnya sebagai berikut. A. Karakteristik Subyek Beberapa karakteristik diamati untuk menggambarkan sampel. Karakteristik-karakteristik tersebut dapat mempertegas homogenitas antara sampel kelompok kasus dengan sampel kelompok kontrol atau sebaliknya memperlihatkan kemungkinan peran sebagai faktor risiko yang secara metodologis tidak diteliti efeknya terhadap kejadian OME. Karakteristikkarakteristik tersebut meliputi keadaan demografis (jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan orang tua), status gizi, dan karakteristik terkait dengan aktivitas merokok (status perokok aktif atau pasif dan anggota keluarga yang merokok). Deskripsi karakteristik sampel dan perbandingannya antara kedua kelompok selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
49
50
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel Karakteristik Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Usia ≤ 6 tahun > 6 tahun Pendidikan Ayah SLTP SLTA Akademi (D3) PT (S1) Pendidikan Ibu SD SLTP SLTA Akademi (D3) PT (S1) Pekerjaan Ayah PNS/TNI/Polri Karyawan Swasta Wiraswasta Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja PNS/TNI/Polri Karyawan Swasta Wiraswasta Buruh/Tani Status Gizi Lebih Baik Kurang Perokok Perokok Pasif Bukan perokok Pasif maupun Aktif Jumlah Anggota Keluarga yg Merokok > 1 orang 1 orang Tidak Ada Anggota Keluarga yg Merokok Ayah Ibu Ayah, ibu dan Selainnya Selain Ayah & Ibu Tidak Ada
OME (n = 15)
Non OME (n = 15)
p
6 (40,0) 9 (60,0)
6 (40,0) 9 (60,0)
1,000
12 (80,0) 3 (20,0)
12 (80,0) 3 (20,0)
1,000
5 (33,3) 3 (20,0) 5 (33,3) 2 (13,3)
2 (13,3) 4 (26,7) 3 (20,0) 6 (40,0)
0,269
1 (6,7) 0 (0,0) 9 (60,0) 2 (13,3) 3 (20,0)
0 (0,0) 3 (20,0) 5 (33,3) 5 (33,3) 2 (13,3)
0,157
0 (0,0) 8 (53,3) 7 (46,7)
2 (13,3) 4 (26,7) 9 (60,0)
0,167
7 (46,7) 0 (0,0) 3 (20,0) 5 (33,3) 0 (0,0)
5 (33,3) 3 (20,0) 0 (0,0) 6 (40,0) 1 (6,7)
0,115
1 (6,7) 12 (80,0) 2 (13,3)
0 (0,0) 15 (100,0) 0 (0,0)
0,189
5 (33,3) 10 (66,7)
2 (13,3) 13 (86,7)
0,390
3 (20,0) 2 (13,3) 10 (66,7)
1 (6,7) 1 (6,7) 13 (86,7)
0,422
1 (6,7) 0 (0,0) 3 (20,0) 1 (6,7) 10 (66,7)
1 (6,7) 0 (0,0) 1 (6,7) 0 (0,0) 13 (86,7)
0,495
Keterangan: Semua variabel dideskripsikan dengan frekuensi (persentase) dan diuji beda dengan chi square test.
51
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa secara umum hampir pada semua karakteristik terlihat homogenitas antara sampel kelompok kasus (penderita OME) dengan sampel kelompok kontrol (bukan penderita OME). Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji beda yang tidak signifikan antara kedua kelompok pada karakteristik-karakteristik tersebut (p > 0,05). Suatu karakteristik yang homogen antara kedua kelompok menunjukkan bahwa karakteristik tersebut secara empirik tidak terbukti menjadi faktor risiko terhadap kejadian OME. Ada beberapa karakteristik yang khusus dimiliki sampel penderita OME sebagai kelompok kasus. Karakteristik-karakteristik tersebut meliputi keluhan pada telinga dan hasil pengamatan timpanogram yang menunjukkan sisi telinga yang mengalami OME beserta gambaran membran timpaninya. Deskripsi karakteristik khusus sampel kelompok kasus selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Deskripsi Karakteristik Sampel Penderita OME1 Karakteristik Keluhan pada Telinga Rasa Penuh pada Telinga Tinitus Tidak Ada Keluhan Sisi Telinga yang Mengalami OME Bilateral Unilateral Gambaran Membran Timpani Sisi Telinga yang Mengalami OME (Tipe B)2 Suram / Berubah Warna Gelembung Udara Keterangan:
1
OME (n = 15) 1 (6,7) 1 (6,7) 13 (86,7) 8 (53,3) 7 (46,7)
21 (91,3) 2 (8,7)
Semua variabel dideskripsikan dengan frekuensi (persentase); 2 Persentase diperoleh dari total jumlah sisi telinga yang terkena OME (Tipe B).
52
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa hampir semua sampel penderita OME tidak merasakan keluhan pada telinga kecuali hanya 2 anak yang masing-masing mengeluhkan rasa penuh pada telinga dan tinitus. Proporsi sampel yang menderita OME bilateral (dua sisi) relatif sama dengan sampel yang menderita OME unilateral (satu sisi). Suram atau berubah warna merupakan gambaran membran timpani yang paling banyak ditemukan baik pada penderita OME bilateral maupun unilateral dengan prevalensi kejadian sebesar 91,3% relatif terhadap jenis gambaran yang lain yaitu gelembung udara.
B. Analisis Kotinin Urin dan ISPA sebagai Faktor Risiko OME Kadar kotinin urin, dengan nilai sama dengan atau lebih dari cut-off sebesar 100 ng/ml dinyatakan positif yang menandakan adanya pajanan merupakan faktor risiko utama yang diteliti dalam studi ini. Kejadian ISPA dijadikan sebagai kofaktor dengan kemungkinan peran sebagai variabel perancu. Analisis bivariat dengan membandingkan proporsi atau prevalensi kotinin urin positif dan kejadian ISPA antara kedua kelompok dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing merupakan faktor risiko untuk OME. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
53
Tabel 4.3 Analisis Bivariat Hubungan Kadar Kotinin Urin dan ISPA Masingmasing terhadap Kejadian OME Karakteristik
OME (n = 15)
Non OME (n = 15)
P
OR (95% CI)
Kotinin Urin Positif (≥100 ng/ml) Negatif (<100 ng/ml)
3 (20,0) 12 (80,0)
1 (6,7) 14 (93,3)
0,598
3,500 (0,320 – 38,232)
ISPA Ya Tidak
9 (60,0) 6 (40,0)
2 (13,3) 13 (86,7)
0,008*
9,750 (1,592 – 59,695)
Keterangan: Semua variabel dideskripsikan dengan frekuensi (persentase) dan diuji beda dengan chi square test; * p < 0,05.
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa secara deskriptif prevalensi kadar kotinin urin positif (≥100 ng/ml) lebih tinggi pada penderita OME (20,0%) dibandingkan pada bukan penderita OME (6,7%). Dari perbandingan prevalensi tersebut diperoleh angka Odds Ratio (OR) sebesar 3,500 yang berarti bahwa anak dengan kadar kotinin urin positif (≥100 ng/ml) berisiko mengalami OME 3,5 kali lebih besar dibandingkan anak dengan kadar kotinin urin negatif (<100 ng/ml). Meskipun begitu pengujian statistik menunjukkan bahwa perbedaan risiko ini tidak signifikan (p = 0,598 > 0,05). Dengan demikian disimpulkan bahwa kadar kotinin urin tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian OME. Pada tabel 4.3 juga dapat dilihat bahwa secara deskriptif prevalensi ISPA lebih tinggi pada penderita OME (60,0%) dibandingkan pada bukan penderita OME (13,3%). Dari perbandingan prevalensi tersebut diperoleh angka Odds Ratio (OR) sebesar 9,750 yang berarti bahwa anak yang menderita ISPA berisiko mengalami OME 9,75 kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak menderita ISPA. Pengujian statistik menunjukkan bahwa
54
perbedaan risiko ini signifikan (p = 0,008< 0,05). Dengan demikian disimpulkan bahwa ISPA terbukti merupakan faktor risiko untuk kejadian OME.