1
BAB III KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kehamilan Hamil adalah mengandung janin dalam rahim karna sel telur dibuahi oleh spermatozoa1. Hamil dan melahirkan secara normal adalah dambaan dari sebagian besar kau wanita secara mayoritas. Tidak heran bila banyak pasangan yang sangat mengharapkan seorang momongan setelah beberapa saat menikah. Namun tidak sedikit juga kasus remaja yang dengan sengaja membuang bayi mereka dengan berbagai alasan pembenaran menurut mereka. Seorang wanita, hamil adalah sebuah anugerah yang tidak ternilai oleh apapun walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa selama hamil akan terjadi perubahan fisik yang tidak bisa dihindari. Secara umum, pengertian hamil adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan pada manusia berkisar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan2. Sedangkan kehamilan adalah dikandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma3. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik kehamilan mengandung kehidupan
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 786. 2 Sarwono, S.W. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 135 3 Kushartanti, W., Suekampi, E.R., dan Sriwahyuni, C.F, Senam Hamil Menyamankan Kehamilan Mempermudah Persalinan. (Yogjakarta: Lintang Pustaka, 20004), h. 68
2
ibu maupun janin. Resiko kehamilan ini bersifat dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat menjadi berisiko tinggi. Masa kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terahir4. Faktor resiko pada ibu hamil seperti umur terlalu muda atau tua, banyak anak, dan beberapa faktor biologis lainnya adalah keadaan yang secara tidak langsung menambah resiko kesakitan dan kematian pada ibu hamil. Resiko tinggi adalah keadaan yang berbahaya dan mungkin terjadi penyebab langsung kematian ibu, misalnya pendarahan melalui jalan lahir, eklamsia, dan infeksi5. Tanda Dan Gejala Awal Pada Kehamilan menurut Kushartanti Tanda dan gejala pada masing-masing wanita hamil berbeda-beda. Ada yang mengalami gejala-gejala kehamilan sejak awal, ada yang beberapa minggu kemudian, atau bahkan tidak memiliki gejala kehamilan dini. Namun, tanda yang pasti dari kehamilan adalah terlambatnya periode menstruasi6.
B. Kehamilan Pra-Nikah Pada Remaja
4
Hanifah, Perubahan Selama Kehamilan. Http:// drprima.com / kehamilan / pengertianlama-dan-periode-kehamilan-manusia.html diakses pada tanggal 18 Februari 2015 5 Sarwono, S.W. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.211 6 Kushartanti, W., Suekampi, E.R., dan Sriwahyuni, C.F. Senam Hamil Menyamankan Kehamilan Mempermudah Persalinan. (Yogjakarta: Lintang Pustaka, 2004), h. 34
3
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia, hamil diluar nikah terdiri dari tiga kosakata yakni hamil, yang berarti mengandung atau bunting. Pra berarti sebelum dilakukan7. Sedangkan Nikah berarti perkawinan yang dilakukan dengan diawali mengikat perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita, untuk menjalin hubungan suami isti secara sah yang disaksikan oleh beberapa orang dan dibimbing oleh wali dari pihak perempuan8. Sedangkan dalam kamus arab, kata ﺣﺒﻠﺖyang berasal dari kata اﻟﺤﺎﺑﻠﺖ yang berarti ( اﻟﻤﺤﺒﻞmasa hamil)9. Hamil di luar nikah adalah sesuatu yang bagi masyarakat sulit untuk diterima, dan tentunya hal itu selain juga menimbulkan dan memunculkan rasa malu bagi keluarga juga akan mencoreng nama besar keluarga, dan dari sisi agama dan keyakinan apapun tentunya juga tidak dibenarkan. Perilaku remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor internal remaja seperti pengetahuan, sikap, kepribadian, dan faktor eksternal remaja seperti lingkungan tempat dirinya berada. Sementara itu, ada banyak lingkungan yang diminati remaja yang dianggap mempunyai ‘daya tarik’. Salah satu lingkungan tersebut adalah lingkungan yang beresiko bagi masa depan remaja, yaitu relasi-relasi seksual tanpa ikatan. Hubungan seks di kalangan para remaja merupakan masalah yang semakin hari semakin mencemaskan. Ada dugaan bahwa terdapat kecenderungan
7
Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Dive Publiser, 2005), h. 432 8 Ibid, h. 590 9 Ahmad Warson Munawwir, Kamus arab-Indonesia, (Togyakarta: Pustaka Progresif, 1997), h. 233
4
hubungan seks para remaja semakin meningkat tidak hanya di kota-kota besar, melainkan juga di Desa-Desa. Salah satu faktor yang diperkirakan menjadi perantara terjadinya peningkatan jumlah kehamilan remaja adalah kurangnya edukasi tentang seks (khususnya bahaya seks bebas) oleh para tenaga medis dan pihak kesehatan lain. Menjamurnya film-film berbau porno meningkatkan motivasi kaum remaja untuk turut berfantasi secara tidak wajar dalam dunia seks. Terlihat saat sepasang muda mudi melakukan suatu hubungan suami istri (di luar nikah tentunya), dengan tidak menghiraukan dampak kehamilan pada si pemudi, dapat meningkatkan jumlah kehamilan pada remaja, serta dapat pula meningkatkan angka depresi bahkan kematian pada remaja. Kehamilan pada remaja diluar nikah dapat menimbulkan masalah yang besar pada remaja, sehingga mereka dihadapkan pada permasalahan melanjutkan kehamilannya atau menggugurkan keahamilannya10.
C. Sebab – Sebab Kehamilan Diluar Nikah Penyebabnya adalah Menurut Luthfiyati, faktor-faktor yang menyebabkan banyak remaja putri hamil di luar nikah adalah sebagai berikut:11. i.
Kurangnya Iman dan Pendidikan Agama Kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas
dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri di luar
10
Alfian Tika Pratiwi, Coping Remaja Perempuan Yang Hamil Diluar Nikah, Jurnal:
2013, h. 6 11
Lutfiah Husaini, Depresi Pada Remaja Putri Yang Hamil Diluar Nikah, (Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Guna Darma, 2009) , h. 7
5
nikah sehingga terjadi kehamilan, pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab. Menurut Harun Yahya dalam bukunya “Cara Cepat Meraih Keimanan” dikatakan bahwa Penyebab terjadinya kemungkaran adalah: Konsep pertama yang akan hilang pada sebuah lingkungan tak beragama adalah konsep keluarga. Nilai-nilai yang menjaga keutuhan keluarga seperti kesetiaan, kepatuhan, kasih-sayang dan rasa hormat akan ditinggalkan sama sekali. Harus diingat bahwa keluarga merupakan pondasi dari sistem kemasyarakatan. Jika tata nilai keluarga runtuh, maka masyarakat pun akan runtuh. Bahkan bangsa dan negara pun tidak akan ada lagi, karena seluruh nilai moral yang menyokongnya telah musnah. Lebih jauh lagi, tak akan ada lagi rasa hormat dan kasih-sayang terhadap orang lain. Ini mengakibatkan anarki sosial. Yang kaya membenci yang miskin, yang miskin membenci yang kaya. Angkara murka tumbuh pada mereka yang merasa dirintangi, hidup susah atau miskin. Atau menimbulkan agresi terhadap bangsa lain. Karyawan bersikap agresif kepada atasannya. Demikian pula atasan kepada bawahannya. Para bapak berpaling dari anaknya, dan anak berpaling dari bapaknya12. Orang yang mengetahui bahwa ia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak, tidak akan melakukan pembunuhan, perzinahan dsb. Dia tahu bahwa Allah melarang manusia melakukan maksiat dan kejahatan. Ia selalu menghindari murka Allah karena rasa takutnya kepadaNya.
12
Harun Yahya, Cara Cepat Meraih Keimanan, (India: Alrosala, 2001), h. 9-13
6
Sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya. Dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-A’raf [7]: 56). Tindakan bunuh diri pun disebabkan oleh ketiadaan agama. Orang yang melakukan bunuh diri sama saja dengan melakukan pembunuhan. Orang yang hendak bunuh diri karena ditinggal pacar, misalnya, harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut sebelum melakukannya: Apakah ia akan melakukan bunuh diri jika pacarnya menjadi cacat? atau menjadi tua? atau jika wajah pacarnya terbakar? Tentunya tidak. Dia terlalu berlebihan menilai pacarnya seolah sebanding dengan Allah. Bahkan menganggap pacarnya lebih penting dari Allah, lebih penting dari hari akhirat dan dari agama. Ia lebih mempertaruhkan jiwanya bagi pacarnya tersebut dibanding bagi Allah13. Orang yang dibimbing Al-Qur’an tidak akan melakukan hal semacam itu, bahkan tidak akan terlintas sedikitpun dalam benaknya. Seorang yang beriman menyerahkan hidupnya hanya untuk keridhaan Allah, dan menjalani dengan sabar segala kesusahan dan masalah yang Allah ujikan padanya di dunia ini. Ia pun tidak lupa bahwa kesabarannya itu akan mendapatkan balasan berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.
13
Ibid., Harun Yahya, h. 9-13
7
Dalam masyarakat yang tak beragama, nilai-nilai moral seperti keramahan, mau berkorban untuk orang lain, solidaritas dan sikap murah hati telah lenyap sama sekali. Orang-orangnya tidak menghargai orang lain sebagaimana layaknya manusia. Bahkan ada yang memandang orang lain sebagai mahluk yang berevolusi dari kera. Tak satu pun dari mereka mau menerima, melayani, menghargai atau memberikan sesuatu yang baik kepada orang lain. Apalagi terhadap mereka yang dianggapnya sebagai berasal dari kera. Orang-orang yang berpikiran seperti ini tidak menghargai orang lain. Tak satu pun memikirkan kesehatan, kesejahteraan atau kenyamanan orang lain. Mereka tak peduli jika orang lain terluka, atau pernah berusaha agar orang lain terhindar dari kecelakaan semacam itu14. Perlu kami ingatkan bahwa pengertian agama di sini adalah cara hidup yang bermoral. Cara hidup yang disukai Allah. Cara yang dipilihNya dan yang paling tepat bagi semua jenis manusia. Cara hidup yang terbebas dari takhyultakhyul dan mitos-mitos, dan sepenuhnya di bawah bimbingan Al-Qur’an. Agama menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman. Sikap anarkis yang menyebabkan kerusakan pada bangsa negara terhenti sama sekali karena rasa takut kepada Allah. Orang tidak lagi melakukan tindakan yang merugikan ataupun berbuat kerusuhan. Orang-orang yang memegang nilai-nilai moral siap bangkit bagi bangsa dan negaranya serta tidak hendak berhenti untuk berkorban. Orang-orang semacam ini selalu berusaha untuk kesejahteraan dan keamanan negaranya.
14
Ibid, h. 14
8
Di dalam masyarakat yang mengamalkan moral Al-Qur’an, orangorangnya sangat menghargai satu sama lain. Setiap orang selalu berusaha agar orang lain merasa nyaman dan aman, karena menurut ajaran islam, solidaritas, persatuan dan kerjasama merupakan hal yang sangat penting. Setiap orang merasa berkewajiban untuk mendahulukan kenyamanan dan kepentingan orang lain. Ayat berikut merupakan contoh moralitas dari orang-orang yang beriman:15 Seperti dijelaskan dalam Surat Al-Hashr (59): 9,
Artinya: “Mereka yang lebih dulu tinggal di Madinah, dan telah beriman sebelum mereka datang, mencintai mereka yang datang kepada mereka untuk berhijrah, dan tak terbetik keinginan di hati mereka akan barangbarang yang diberikan kepada mereka, melainkan mendahulukan mereka dibanding dirinya sendiri meskipun mereka sendiri sangat membutuhkannya. Siapa yang terpelihara dari ketamakan, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Al-Qur’an mewajibkan sikap hormat kepada ibu dan bapak. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
15
Ibid.,
9
Artinya: “Telah Kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan masa menyapih selama dua tahun: ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang-tuamu. Hanya kepada-Ku lah kamu kembali ” (QS Luqman [31]: 14). Dalam keluarga yang mengamalkan moral Al-Qur’an tidak terdapat pertengkaran ataupun pertentangan. Selalu nampak sikap hormat yang tinggi kepada ibu, bapak dan anggota keluarga yang lain. Setiap orang hidup dalam lingkungan yang menyenangkan. Pertama-tama, menjalankan moral Al-Qur’an akan menghasilkan anakanak dan pemuda yang dewasa dan bijaksana. Perilaku tak acuh tidak akan dimiliki oleh anak muda yang ta’at pada Al-Qur’an. Keta’atan pada Al-Qur’an, karenanya, menghasilkan generasi yang perilakunya baik, pikirannya terbuka, patuh, mau mengalah serta produktif. Dinamisme, gairah serta semangat mereka diarahkan pada perbuatan baik. Ketekunan dan daya pikir mereka berkembang. Dalam lingkungan demikian, pelajarnya tidak hanya mengutamakan kelulusan atau penghindaran dari hukuman, melainkan berkeinginan untuk memberikan kontribusi pada bangsa dan negaranya. Tak pernah terdengar adanya pelanggaran disiplin di sekolah. Lingkungan pendidikannya sangat tentram, konstruktif dan produktif. Kerja sama antara guru dan pelajar berlandaskan pada kepatuhan, rasa hormat dan toleransi. Para pelajarnya menjadi sangat hormat dan patuh pada negara dan aparat keamanan.
10
Demonstrasi-demonstrasi pelajar yang sering kita lihat sekarang ini tidak pernah terjadi karena memang tidak ada perlunya16.
ii.
Faktor lingkungan a. Kurangnya Pengawasan Orang tua Kurangnya perhatian khusus dari orang tua untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dimana dalam hal ini orang tua bersikap tidak terbuka terhadap anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual. Dalam rangka menunaikan kewajiban atas amanat yang di anugrahkan Allah SWT terhadap orangtua dalam membina dan mendidik anak, sehingga anak tidak terjerumus kedalam hal-hal yang dilarang yang dapat menyebabkan masa depannya hancur. Sekaligus memberikan bekal baginya untuk mengahadapi masa depan yang penuh harapan, tantangan dan persaingan, sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka anak memerlukan bekal yang memadai dari orangtuanya, sehingga anak dapat mengantisipasi kemajuan jaman yang tidak hanyut oleh gelombang kemajuan zaman tersebut. Pemberian bekal
paling utama terhadap anak sejak dini
adalah bimbingan akhlaq dan agama yang harus dimulai dari keluarga atau yang disebut dengan pendidikan agama dalam keluarga. Ini merupakan basis utama untuk membekali si anak dari hal-hal yang dapat menjerumuskannya
16
Ibid., Harun Yahya, h. 9-13
11
kejurang kehancuran, oleh karena itu maka orangtua harus berupaya secara maksimal dengan segala daya dan upaya untuk dapat menciptakan keluarga yang harmonis yang didasari oleh nilai-nilai kasih sayang berdasarkan tuntunan agama, tuntunan dalam istilah agama disebut dengan istilah keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah, sehingga anak-anak memperoleh ketentraman dan kedamaian dalam keluarga17. b. Teman, Tetangga dan Media Pergaulan yang salah serta penyampaian dan penyalahgunaan dari media elektronik yang salah dapat membuat para remaja berpikiran bahwa seks bukanlah hal yang tabu lagi tapi merupakan sesuatu yang lazim. Sinetron dalam Televisi sering memunculkan berbagai macam kontroversi didalam Masyarakat karena bertentangan dengan syari’at, norma, dan moralitas, seperti: a) Penghinaan kepada orang baik dan melemparkan aib kepada mereka. b) Keluarga wanita bersama pria yang bukan muhrim, uang berdampak pada bercampurnya kaum wanita dengan kaum pria, membuka aurat. c) Mengangap mudah atau meremehkan urusan agama dengan apa yang dilarang oleh agama seperti penggunaan hijab (penutup aurat seperti jilbab.)
17
Ahmad Supardi Hasibuan, Islam Sosial, Sebuah Tafsir Atas Realitas, (Jakarta: Penamadani, 2013), Cet. Ke-1, h. 122
12
d) Mengagungkan syahwat dengan menonton keburukan yang membunuh rasa malu dan melanggar kesucian. e) Mengikuti adat kebiasaan sebagian Negara dengan meniru ucapan serta logat mereka dengan cara menghina dan memperolok penduduk Negara yang mereka ikuti18. iii.
Pengetahuan Yang Minim Ditambah Rasa Ingin Tahu Yang Berlebihan Pengetahuan seksual yang setengah-setengah mendorong gairah seksual
sehingga tidak bisa dikendalikan. Hal ini akan meningkatkan resiko dampak negatif seksual. Dalam keadaan orang tua yang tidak terbuka mengenai masalah seksual, remaja akan mencari informasi tersebut dari sumber yang lain, temanteman sebaya, buku, majalah, internet, video atau blue film. Mereka sendiri belum dapat memilih mana yang baik dan perlu dilihat atau mana yang harus dihindari. D. Pandangan Islam Tentang Zina Diantara tujuan syari’at Islam adalah menjaga kehormatan dan keturunan, karena itu syari’at Islam mengharamkan zina, Allah SWT berfirman Dalam Surat Al Isra’ (17): 32,
Artinya : “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” Bahkan syari’at menutup segala pintu dan sarana yang mengundang perbuatan zina. Yakni dengan mewajibkan hijab, menundukkan pandangan, juga
18
Syekh Abdul Aziz Bin Abdullah, Fatwa-Fatwa Terkini, (Jakarta: Darul Haq, 2004), Jilid. 3, h. 119
13
dengan melarang khalwat (berdua-duaan ditempat yang sepi) dengan lawan jenis yang bukan mahram dan sebagainya. Pezina Muhsan (yang telah beristri) dihukum dengan hukuman yang paling berat dan menghinakan, yaitu dengan merajam (melemparnya dengan batu hingga mati), hukuman ini ditimpakan agar merasakan akibat dari perbuatannya yang keji, juga agar setiap anggota tubuhnya kesakitan, sebagaimana dengannya ia menikmati yang haram. Adapun pezina yang belum pernah melakukan senggama melalui nikah yang sah, maka ia dicambuk sebanyak seratus kali. Suatu bilangan yang paling banyak dalam hukuman cambuk yang dikenal dalam Islam. Hukuman ini harus disaksikan sekelompok kaum mukminin. Suatu bukti betapa hukuman ini sangat dihinakan dan dipermalukan. Tidak hanya itu, pezina tersebut harusnya dibuang dan diasingkan dari tempat ia melakukan perzinahan, selama satu tahun penuh. Adapun siksaan para pezina baik laki-laki maupun perempuan di alam barzakh adalah ditempatkan , api yang atasnya sempit dan bawahnya luas. Dari bawah tempat tersebut, api dinyalakan. Sedang mereka berada didalamnya dalam keadaan telanjang. Jika dinyalakan mereka teriak, melolong-lolong dan memanjat keatas hingga hampir-hampir saja mereka bisa keluar, tapi bila api dipadamkan, mereka kembali lagi ketempatnya semula (dibawah) lalu api kembali lagi dinyalakan. Demikian terus berlangsung hingga datangnya hari kiamat. Di zaman sekarang, segala pintu kemaksiatan dibuka lebar-lebar. Setan mempermudah jalan (menuju kemaksiatan) dengan tipu dayanya dan tipu daya pengikutnya. Para ahli maksiat dan ahli kemungkaran memeo setan. Maka bertebaranlah wanita-wanita yang pamer aurat dan keluar rumah tanpa
14
menggunakan pakaian yang islami. Tatapan yang berlebihan dan pandangan yang diharamkan menjadi fenomena umum. Pergaulan bebas antara laki-laki dengan perempuan merajalela. Rumah-rumah mesum semua laku, demikian pula dengan film-film yang membangkitkan nafsu hewani. Banyak orang-orang melancong ke negeri-negeri yang menjajikan kebebasan maksiat. Disana-disini berdiri bursa sex, pemerkosaan terjadi dimana-mana, jumlah anak haram meningkat tajam. Demikian halnya dengan Aborsi akibat kumpul kebo dan sebagainya19. Zina menurut penulis, adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah secara Syari’ah Islam, atas dasar suka sama suka dari kedua belah pihak. Menurut Ensiklopedia Hukum Islam, Zina adalah “Hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguan dalam hubungan seksual tersebut”20. Para Mufassirin dari Tim Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Merumuskan: “perbuatan zina adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dengan wanita diluar pernikahan, baik pria ataupun wanita itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah ataupun belum, diluar ikatan perkawinan yang sah”21.
19
Syaikh Abdul Aziz, op.cit., h. 36 Abdul Aziz Dahlan, et al., Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6, cet. 1, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 2026 21 Departemen Agama Republik Indnesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, cet. Ulang, (Semarang: Wicaksana, 1994), h. 588 20
15
Hati-hatilah terhadap perbuatan zina! Dan janganlah masuk ke-dalam jalan-jalan yang mendekati zina. Sesungguhnya sabar untuk tidak masuk ke jalanjalan tersebut lebih mudah daripada sabar untuk tidak berzina ketika sudah ada di dalam jalannya. Maka janganlah mendekati zina dan janganlah masuk ke dalam jalan-jalan yang mendekatinya.
E. Pendapat Ulama Tentang Pernikahan Wanita Hamil Pra Nikah Secara umum, pandangan pakar fikih mengenai perkawinan wanita hamil karena zina dapat dibedakan menjadi dua: ulama yang mengharamkan perkawinan wanita hamil karena zina dan ulama yang membolehkan perkawinan hamil karena zina22. Akan tetapi, secara lebih rinci, pendapat mereka dapat dikelompokkan menjadi enam: a. Menurut pendapat Abu Hanifah berdasarkan riwayat dari Hasan dikabarkan bahwa beliau membolehkan perkawinan wanita hamil zina, tetapi tidak boleh tidur dengan suaminya sebelum anak yang dikandungnya lahir, karena tidak adanya ketentuan syara’ secara tekstual yang melarang perkawinan wanita hamil karena zina23. b. Abu Yusuf dan Zukar berpendapat bahwa perkawinan wanita hamil karena zina tidak boleh seperti ketidakbolehan perkawinan wanita hamil selain zina (seperti ditinggal wafat oleh suami dalam keadaan hamil), karena 22
Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), h. 105-107. 23 Wahbah al-Zahaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillah., al-fiqh al-Islami wa adillah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 6649.
16
tidak memungkinkan tidur bersama, maka tidak boleh melaksanakan perkawinan24. c. Ulama Malikiyah tidak membolehkan perkawinan wanita hamil zina secara mutlak sebelum yang bersangkutan benar-benar terbebas dari hamil (istibra’) yang dibuktikan dengan tiga kali haidh selama tiga bulan. Apabila perempuan tersebut nikah sebelum istibra’, pernikahan tersebut fasid (batal dengan sendirinya), karena khawatir bercampurnya keturunan di dalam rahim dan Nabi Saw. Melarang kita menyirami tanaman orang lain25. d. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa wanita hamil zina boleh dinikahkan, karena kehamilannya tidak dapat dinasabkan kepada seseorang (kecuali kepada ibunya), adanya kehamilan dipandang sama dengan tidak adanya kehamilan. Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa wanita yang hamil karena zina tidak diwajibkan melaksanakan iddah (waktu tunggu), alasannya adalah karena wanita hamil zina tidak termasuk yang dilarang kawin, sebagaimana terdapat dalam surat an-Nisa ayat (4): 21,
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteriisterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. e. Ulama Hanabilah menentukan dua syarat mengenai kebolehan menikahi wanita yang hamil karena zina. Menurut Ulama Hanabilah, seorang laki24 25
Ibid. Ibid., h. 6650.
17
laki yang mengetahui seseorang wanita telah berzina, tidak halal menikahi wanita tersebut kecuali dengan dua syarat: 1) Telah habis masa tunggunya, waktu tunggu bagi wanita hamil zina adalah sampai anak yang ada dalam kandungannya lahir, sebelum anak yang ada dalam kandungan lahir, wanita yang hamil karena zina haram menikah karena Nabi Saw. Melarang kita menyirami hasil tanaman orang lain. 2) Wanita yang hamil zina telah bertaubat (menyesali perbuatannya dan tidak mengulanginya). Sebelum bertaubat, wanita hamil karena zina haram dinikahi oleh seorang yang beriman,26 sebagaimana terdapat pada surat An-Nur ayat (24): 3,
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”. Dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa orang yang sudah bertaubat dari perbuatan dosa laksana orang yang tidak mempunyai dosa. f. Ibn Hazm berpendapat bahwa wanita hamil karena zina boleh dikawin atau dinikahkan walaupun belum melahirkan anaknya. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa wanita hamil yang tidak boleh dikawinkan adalah 26
Wahbah al-Zahaili, Locc.it, h. 6657
18
wanita hamil yang dicerai atau ditinggal wafat oleh suaminya. Wanita hamil selain dari hasil hubungan yang sah, boleh dikawinkan karena yang bersangkutan tidak berada dalam ikatan perkawinan dan tidak berada dalam waktu tunggu27. Dan karena kebetulan diantara beberapa mazhab fiqih di Indonesia ini yang paling berpengaruh adalah Mazhab Syafi’i yang membolehkan pernikahan gadis hamil, maka ketentuan hukum adat itu pun menjadi diperkuat oleh ketentuan fiqih Mazhab Syafi’I itu. Menurut ajaran Mazhab Syafi’i perempuan hamil yang tidak pernah bersuami, dihukumkan hamilnya itu bukan hamil iddah. Hamil iddah hanyalah hamilnya seorang janda yang suaminya mati setelah dia hamil atau ketika dia ditalak oleh suaminya ternyata dia telah hamil. Hal itu sesuai dengan maksud ayat Al-Qur’an sebagaimana terdapat pada surat At-Thalaq ayat (65): 4,
………….. Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang mengandung itu iddah mereka ialah hingga mereka melahirkan kandungan mereka”.
Adapun gadis hamil karena dia tidak pernah menikah, maka mereka tidak mempunyai masa iddah, setiap saat dia bisa dinikahi laki-laki yang melamarnya. Pendapat Mazhab Syafi’i itu disetujui oleh dua mazhab lainnya yaitu Hanafi dan Maliki dengan sedikit perbedaan syaratnya. Menurut Syafi’I semua laki-laki boleh
27
Ibn Hazm, al-Muhalla (Beirut: Dar al-Jayl,2003), h. 474-478.
19
menikahi gadis hamil itu, dan setelah nikah boleh menggaulinya walaupun lakilaki itu bukan yang menghamilinya28. Para Ulama mazhab Syafi’i tetap membenarkan (meskipun memakruhkan atau tidak menyukai) pernikahan dengan perempuan yang sedang hamil karena zina (yakni sebelum melahirkan anaknya) mengingat bahwa perzinaan menurut mereka, sebagaimana telah disebutkan di atas adalah perbuatan di luar hukum dan tidak memiliki “kehormatan” sedikit pun (baik tentang adanya kehamilan tersebut ataupun tentang anak yang akan lahir sebagai akibatnya), Karena itu, tidak ada hambatan untuk menikahi perempuan seperti itu29. Majlis
Ulama
Daerah
pernah
mengeluarkan
fatwa
resmi
yang
mengumandangkan pendapat Mazhab Hambali ini. Tentu saja hal ini segera mengundang reaksi yang besar, baik dari banyak ulama atau reaksi dari Majlis Ulama Indonesia Pusat sendiri secara resmi untuk memantapkan kepastian hukum (rechtzekerheid) di Indonesia. Dalam pers Indonesia hal itu ramai dibicarakan, hingga satu hal terjadi secara kebetulan (yakni wafatnya secara mendadak Ketua Majlis Ulama Daerah tersebut) lalu masalah itu dianggap selesai. Artinya fatwa tersebut dianggap batal secara hukum, dan seluruh aparatur pemerintah Departemen agama (pengadilan Agama) khususnya kembali pada kitab rujukan dari fiqih Mazhab Syafi’I sebagaimana biasa30.
F. Pernikahan Wanita Hamil Pra Nikah Menurut KHI 28
Hasbullah Bakri, Pedoman Islam di Indonesia (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), h. 231. 29 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II (Bandung: Karisma, 2008), h. 26. 30 Hasbullah Bakri, loc.cit, h. 232.
20
Pernyataan implisit dari UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diulangi dan dinyatakan secara eksplisit dalam KHI yang disebarluaskan dengan Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Dalam KHI terdapat bab khusus mengenai kawin hamil, yaitu Bab VIII Pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). 1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Dalam KHI ditetapkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya terlebih dahulu, dan perkawinan pada saat hamil tidak diperlukan lagi perkawinan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir. Dengan demikian, perkawinan wanita hamil karena zina dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu perkawinan wanita hamil karena zina tersebut belum mengakomodir terhadap laki-laki yang menghamili wanita lain di luar nikah. Dalam KHI tahun 1991, ditetapkan bahwa wanita yang hamil karena zina dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Subtansi pasal ini dapat ditafsirkan pula bahwa wanita hamil karena zina dapat dikawinkan dengan lakilaki lain yang tidak menghamilinya. Oleh karena itu, dalam RUU Hukum Terapan Peradilan Agama bidang Perkawinan terdapat penegasan yang menyatakan
21
bahwa: (1) Seorang wanita yang hamil karena zina hanya dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Oleh karena itu, wanita yang hamil karena zina tidak boleh dikawinkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Sedangkan ayat (2) dan (3) Pasal 46 RUU Hukum Terapan, merupakan pengulangan terhadap KHI, Pasal 53 ayat (2) dan (3). Berbeda lagi dengan draft KHI Tahun 2004 terdapat ketentuan khusus mengenai perkawinan perempuan hamil di luar nikah. Ketentuan tersebut ditempatkan pada Bab IX Pasal 42 dan 44. Dalam draft KHI tahun 2004 ditetapkan bahwa: 1) Perempuan yang hamil di luar perkawinan dapat melangsungkan perkawinan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 2) Laki-laki yang menghamili perempuan di luar perkawinan wajib bertanggungjawab untuk mengawininya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3) Perkawinan dengan perempuan yang sedang hamil adalah sah. Oleh karena itu, perkawinan ulang setelah anak yang di dalam kandungannya lahir, tidak diperlukan. Dibanding dengan KHI yang disebarluaskan dengan Inpres Nomor 1 Tahun 1991, Draft KHI tahun 2004 lebih rinci dalam membahas perkawinan wanita hamil di luar perkawinan31.
31
Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), h. 113.