BAB III FENOMENA MUNKIRUS SUNNAH DI KABUPATEN KENDAL
Fenomena munkirus sunnah di Kabupaten Kendal sebagai isu sentral penelitian ini berdasarkan temuan peneliti di wilayah Kabupaten Kendal terkonsentrasi pada kelompok keagamaan al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Kelompok ini dianggap sebagai munkirus sunnah karena aktivitas dan ajaran keagamaan al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali dianggap menyesatkan, terutama inkar pada sunnah nabi Muhammad saw. A. Munculnya Fenomena Munkirussunah di Kabupaten Kendal Beberapa tahun terakhir ini, di Kabupaten Kendal muncul kelompok keagamaan yang ajarannya dipandang menyesatkan, terutama dari agama Islam. Salah satunya adalah ajaran kelompok pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali di Desa Weleri Kabupaten Kendal. Aliran ini pernah mencuat di akhir tahun 2010 lalu. Aliran ini hanya mengakui al-Quran sebagai satu-satunya pedoman bagi umat Islam dan tidak mengakui hadits atau sunnah sebagai sumber syariat Islam. Selain itu kelompok ini juga menafsirkan al-Quran berdasarkan kekuatan akal, menghalalkan anjing, tidak mengakui zakat, menghalalkan minuman keras, mengharamkan dzikir menggunakan tasbih, dan tidak mewajibkan shalat wajib lima waktu bagi pengikutnya. Kemunculannya yang diberitakan melalui media massa, langsung mendapatkan reaksi keras di kalangan umat Islam,1 terutama dari kalangan Muhammadiyah Kabupaten Kendal, mengingat sebagian besar pengikut pengajian ini warga Muhammadiyah. MUI Kabupaten Kendal dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kendal meskipun belum menyatakan pengajian al-Qur`aniyah pimpinan Kyai Hambali sebagai aliran sesat, dan pihak Kejaksaanpun belum melarang keberadaan kelompok ini, namun pihak MUI sepakat bekerja sama dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri mengadakan pendekatan intensif untuk mengarahkan 1
Reaksi tersebut muncul dari orang tua ketika mengetahui anak remajanyaa enggan melakukan shalat. Menurut pengakuan para remaja yang menjadi santri di pengajian Kyai Hambali, mereka hanya melaksanakan shalat tiga kali saja dalam sehari, pagi, siang, dan sore hari.
57
58
kelompok pengajian ini agar meluruskan ajaran-ajarannya sesuai dengan syariat Islam yang benar. Meskipun belum dinyatakan sesat, tetapi kehadiran faham ini tetap merupakan fenomena sosial keagamaan yang penting untuk dikaji. Hal ini terlihat dari pengikut pengajiannya yang mencapai 200 orang dan tersebar di empat Kecamatan di Kabupaten Kendal2 telah membuktikan ajaran Kyai Hambali ini mampu mempengaruhi banyak kalangan umat Islam. Oleh karena itu kajian terhadap fenomena munkirus sunnah pengikut pengajian Kyai Hambali ini menjadi penting untuk dipahami oleh masyarakat. Terlebih dengan peristiwa munculnya aliran-aliran baru di masyarakat yang dianggap menyimpang dari sunnah dan menyebabkan keresahan di masyarakat. Studi kasus terhadap pengajian Kyai Hambali dapat memberi informasi mengenai modus dan ajaran yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok sejenis ini. Kajian ini didasarkan pada pengamatan dan wawancara dengan tokoh-tokoh dan pengikut pengajian Kyai Hambali di wilayah empat kecamatan di Kabupaten Kendal serta kajian terhadap dokumen-dokumen ajarannya. 1. Biografi Kyai Hambali Kyai Hambali yang memiliki nama beken Kyai mbeling ini merupakan tokoh utama pengajian al-Qur`aniyah yang berpusat di Desa Weleri Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Nama aslinya Muhammad Hambali lahir tanggal 21 April 1959. Keseharian ayah dari tiga anak ini adalah sebagai pedagang dan petani. Hambali muda pernah belajar di jurusan Filsafat program S.1 Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan nyantri di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Muhammad Hambali masuk pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur pada tahun 1975. Ketika masuk Pesantren Gontor, Hambali muda berumur 16 tahun dan selesai belajar di pesantren Gontor tersebut ketika berumur 21 tahun. Jarak tempuh pesantren ini dari Kabupaten Kendal adalah sekitar 220 km. Pesantren ini adalah sebuah pesantren yang cukup memberikan nuansa 2
Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Shobirin, S.Pd.I yang merupakan generasi akhir pengikut pengajian al-Qur`aniyah Kyai Hambali, dari sekitar 200 pengikutnya, 40 persen adalah warga Kecamatan Weleri, 30 persen warga Kecamatan Ringinarum, dan sisanya adalah warga Kecamatan Rowosari dan sebagaian kecil warga Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal.
59
pemikiran reformis bagi Hambali. Pondok pesantren Modern Gontor Ponorogo didirikan tahun 1926 oleh K.H. Ahmad Sahal sebagai pengasuh dan K.H. Imam Zarkasyi sebagai Direkturnya pada masa itu. Sekarang ini di bawah pimpinan K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A., K.H. Ahmad Hassan Sahal, dan K.H. Imam Badri. Kurikulum Gontor ditempuh untuk jangka waktu enam tahun dengan tiga tahun terakhir mempelajari metode-metode pengajaran. Maka sangat lazim bahwa alumni Gontor masih menetap di pesantren paling tidak untuk satu tahun lagi untuk mengajar. Adapun untuk kelangsungan ekonomi para guru sepenuhnya bergantung kepada pesantren, yaitu berupa jatah makan dan rumah pondokan.3 Rupanya di Pondok Pesantren Modern Gontor Hambali merasa cocok. Menurut pengakuan Hambali, Pondok Pesantren Gontor sendiri banyak memberi bekas kepadanya. Bagi Hambali, Pondok Pesantren Gontor inilah yang memberi inspirasi kepadanya mengenai modernisme dan nonsektarianisme. Pluralisme di sini cukup terjaga. Para santri boleh ke NU atau Muhammadiyah. Karena suasana seperti ini, Hambali merasa begitu cocok belajar di Pondok Pesantren Gontor. Jika dilihat dari proses perkembangan pendidikan Hambali ketika masuk pesantren di Gontor Ponorogo ini dari tahun 1975 sampai Hambali menyelesaikan studinya tahun 1980, terungkap bahwa Hambali menempuh pendidikan selama enam tahun. Satu hal yang sangat signifikan dalam proses pertumbuhan dan kematangan intelektualitas Hambali. Berkaitan dengan ini, Mustakim, yang merupakan warga Kendal dan sahabat dekatnya waktu sama-sama di Gontor, mengatakan dengan sangat apresiasif, sebagai berikut : “Jika ditelusuri ke belakang riwayat pendidikan dan aktivitas intelektualnya, maka akan sangat mudah dipahami mengapa Hambali tampil menjadi pemikir yang independen dan lontaran pemikirannya selalu bernada menggugat kemapanan. Selama enam tahun melewatkan pendidikan menengahnya di Pesantren Gontor Ponorogo, iklim pendidikan yang diterimanya menjadikan untuk berpikir kritis, tidak memihak pada salah satu mazhab secara fanatik dan, lebih dari itu, kemampuan berbahasa Arab serta Inggris sangat ditekankan agar para santri mampu melihat dan menyadari bahwa dunia ini begitu luas. Salah 3
hlm. 75
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, (Jakarta : P.T. Paramadina, 1999),
60
satu ciri menonjol pada alumni pesantren Gontor Ponorogo adalah terlatih berpikir komparatif sehingga tidak mudah terjebak pada fanatisme mazhab”.4 Pondok Pesantren Gontor menerapkan semboyan : Berpikir bebas setelah berbudi tinggi, berbadan sehat dan berpengetahuan luas. Sehingga terbentuklah iklim pendidikan yang kritis, tidak berpihak kepada salah satu mazhab pemikiran secara fanatik dan mengajarkan kehidupan sosial yang relatif modern. Bahkan berpikir bebas itu merupakan salah satu suasana kehidupan yang harus ada dalam pondok pesantren modern.5 Pondok Pesantren Gontor memodernisasi diri dengan mengintegrasikan sistem madrasah dan sistem pesantren. Dengan kurikulum normal Islam berintegrasi dengan pesantren, seperti yang dilakukan Mahmud Yunus di Padang dan model madrasah “Arabiyyah tempat guru K.H. Imam Zarkasyi, diintegrasikan dengan model pesantren. Materi pelajaran yang diberikan di Pondok Pesantren Modern Gontor di antaranya, al-Quran, tajwid, fiqih, ushul fiqih, akhlak, ilmu mantiq, perbandingan agama, dan sejarah kebudayaan Islam.6 Jika diukur dengan masa sekarang, pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor ketika Hambali “nyantri” di akhir 1980-an, pola pendidikan yang dikembangkan dapat dianggap sebagai pendidikan yang progresif. Jika dianalisis dari ukuran saat itu, gaya pendidikan yang dipelopori Pesantren Gontor sangat revolusioner. Kurikulum Gontor memberikan secara intensif perpaduan yang liberal, yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern Barat. Hal ini terwujud 4
Wawancara di rumahnya, di Desa Pamriyan Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Saat ini Mustaqim dipercaya menjadi tokoh agama di desanya sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Desa atau Carik. 5 Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak K.H. Imam Zarkasyi, pendiri Pesantren Gontor, dalam seminar Pondok Pesantren seluruh Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 4 – 7 Juli 1965 mengatakan, bahwa kehidupan dalam Pondok Pesantren dijiwai suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Pancajiwa sebagai berikut : “Jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kesanggupan menolong diri sendiri (Zelf-Help) atau berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), jiwa ukhuwah diniyah yang demokratis, dan jiwa bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depannya, dalam memilih jalan hidup di dalam masyarakat kelak bagi para santri; dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi kehidupan. Kebebasan itu bahkan sampai kepada bebas dari pengaruh asing/kolonial”. Lihat Abdul Qadir Kaelani, Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta : Insan Cendekia, 2002), hlm. 49. 6 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta : Paramadina, 1997), hlm. 46
61
secara baik dalam sistem pengajaran maupun mata pelajarannya. Dinamika utuh di setiap pesantren-pesantren, ternyata juga diajarkan di Gontor, istimewanya semua itu diberikan dalam bentuk praktik pengajaran yang modern yang sangat berbeda di lingkungan tradisi pesantren pada umumnya.7 Hambali di Pondok Pesantren Gontor, sempat menunjukkan kembali bahwa dirinya merupakan orang yang pantas diperhitungkan. Dan kecerdasan Hambali ini rupanya ditangkap pula oleh pimpinan pesantren, sehingga setelah lulus dari Gontor, sang guru bermaksud mengirim Hambali ke Universitas AlAzhar, Kairo. Tetapi karena di Mesir saat itu sedang terjadi krisis yang cukup kontroversial itu, keberangkatan Hambali sampai tertunda. Sambil menunggu keberangkatannya ke Mesir itulah, Hambali memanfaatkan untuk mengajar di Gontor selama satu tahun. Namun, waktu yang ditunggu-tunggu untuk berangkat ke Mesir sulit memperoleh visa, sehingga tidak memungkinkan Hambali pergi ke Mesir. Hambali sendiri memang sempat kecewa. Setelah satu menunggu tidak ada titik harapan yang jelas, Hambali akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Tepat pada bulan April, Hambali meninggalkan Pondok Pesantren Gontor Ponorogo dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Gajahmada Yogyakarta. Dengan demikian, setelah menyelesaikan pendidikannya di pesantren Gontor Ponorogo, maka pada tahun 1981 Hambali melanjutkan ke Universitas Gajahmada Yogyakarta. Di tempat yang baru ini, Hambali memilih Fakultas Filsafat. Sebuah pilihan yang bukan tanpa sengaja atau ikut-ikutan seperti sering terjadi pada mahasiswa Indonesia, bahkan sampai sekarang. Sebab dari latar belakang pendidikan seperti yang dipilih Hambali inilah, banyak lahir pemikir-pemikir Islam yang tangguh. Sebut saja, Fazlur Rahman, Iqbal (seorang penyair dan pemikir terkemuka dari Pakistan), Nurcholish Madjid, dan yang lainnya. Ketika masih aktif menjadi mahasiswa, Hambali memilih aktif di organisasi mahasiswa Islam, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Di organisasi 7
hlm. 75
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, (Jakarta : P.T. Paramadina, 1999),
62
ini, Hambali dapat mengapresiasikan pemikiran-pemikirannya yang segar yang sejalan dengan pendidikannya di pesantren Gontor Ponorogo yang membawa paradigma baru, termasuk paradigma dalam membangun pemikiran Islam ke depan saat itu yang kemudian menjadi “latar belakang” yang sedikit banyak menjadi variabel signifikan bagi lahirnya gagasan dan pemikiran keislaman Hambali yang relatif “asing” bagi umat Islam mainstream di kemudian hari. Selama kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Hambali muda sering mengikuti pengajian-pengajian di kampus, seperti pengajian Irshad Manji, HTI, Salafi, Wahdah, KAMMI, Tarbiyah, IMM, KAMMI, PMII, dan Jama`ah Shalahuddin.8 Untuk menambah wawasannya, Hambali juga menyempatkan diri hadir dalam pengajian-pengajian yang muncul di masyarakat seperti pengajian alQiyadah Yogyakarta. Muhammad Hambali memiliki otak yang cerdas dan penguasaan ilmu pidato dengan baik. Berbekal pengetahuan filsafat dan pesantren yang dimilikinya, Hambali belajar tentang agama Islam dan mempelajari al-Quran secara otodidak, karena itu dirinya memiliki pemahaman dan pemikiran sendiri tentang Islam. Berdasarkan uraian tentang riwayat pendidikan Hambali di atas, dapat dipahami bahwa Hambali adalah seorang tokoh yang secara intelektual dididik dan dibesarkan dalam lingkungan tradisi keagamaan Islam yang kuat dan dunia keilmuan yang kritis. Pengembaraan intelektualismenya akhirnya mengantarkan Hambali ke arah mazhab neo-modernisme dengan wacana yang bersifat humanitarianistik dan sarat dengan pemikiran yang liberal, tetapi tetap autentik dan sekaligus historis. Setelah kembali ke kampung halamannya, di Desa Montongsari Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal, Hambali menjalin komunikasi dengan komunitas penduduk di desanya. Hasilnya Hambali mampu mendirikan kelompok pengajian Islam sendiri bersama penduduk desa sebagai jamaahnya. 8
Kelompok-kelompok pengajian ini secara bergantian mengadakan pengajian, diskusi dan bedah buku-buku keagamaan. Biasanya penjadwalan kegiatan pengajian tersebut setelah pengajian berakhir, kemudian ditawarkan kepada peserta pengajian yang dianggap mampu menyediakan tempat. Adapun minuman dan makanan untuk pengajian biasanya berasal dari sumbangan peserta pengajian dan swadaya dari tuan rumah penyelenggara pengajian. (Wawancara dengan Nurhadi, Pengawas PPAI SD Kecamatan Weleri).
63
2. Profil Kelompok Jamaah al-Qur`aniyah Kyai Hambali Kegiatan pengajian al-Qur`aniyah Kyai Hambali telah dimulai sejak tahun 2000, di desa Montongsari Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Pengajian dilakukan di rumah-rumah penduduk yang diundi secara bergiliran.9 Awalnya kegiatan ini tidak mempunyai masalah, karena materi yang diajarkan Kyai Hambali pada masa awal kiprahnya di pengajian belum menunjukkan adanya pertentangan dengan ajaran Islam yang sudah baku dan belum menunjukkan perbedaan dengan kelompok organisasi Islam mainstream. Kepiawainya dalam seni berceramah membuat masyarakat merasa simpati terhadapnya, sehingga pengikutnyapun menjadi semakin besar dan tersebar di berbagai desa atau daerah. Salah satu tokoh masyarakat yang aktif mengikuti pengajian Kyai Hambali adalah K.H. Mas`ud, seorang pengusaha. Tokoh satu ini mengikuti kegiatan pengajian Kyai Hambali sejak tahun 2003 dan menjadi orang yang dipercaya untuk mengorganisir kegiatan pengajian tersebut agar lebih kondusif sehingga dapat memusat di satu tempat sebagai pusat pengajian al-Qur`aniyah Kyai Hambali. Melalui usaha K.H. Mas`ud inilah akhirnya pengajian ini mulai tahun 2005 dapat menempati Mushola di wilayah Desa Weleri, tepatnya di belakang kantor Pegadaian Weleri Kabupaten Kendal. Setelah menempati musholla sebagai sentral dakwah, Kyai Hambali mulai mengubah sistem dakwaknya. Artinya, kalau dahulu hanya orang tua saja yang boleh mengikuti pengajian, maka sekarang siapa saja boleh mengikuti pengajian tersebut. Melalui sistem terbuka tersebut, jumlah peserta semakin bertambah baik laki-laki, perempuan, remaja, atau bahkan beberapa mahasiswa10 9
Menurut Nurhadi, Kyai Hambali membentuk pengajian tabligh di desa yang jumlahnya terus bertambah. Pada tahun 2002 tercatat ada sekitar 40 anggota jamaah tablih yang semuanya adalah orang tua laki-laki. 10 Menurut Sulis Mardiyono, anggota pengajian yang sekarang menjabat sebagai sekretaris Dikdasmen Muhammadiyah Kabupaten Kendal, mahasiswa yang mengikuti pengajian Kyai Hambali umumnya tertarik dengan pemikiran-pemikiran Kyai Hambali yang cenderung menguraikan materi dengan pendekatan filosofis, hal ini sesuai dengan sifat mahasiswa yang cenderung menyukai penyegaran dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam. Jumlah mahasiswa yang mengikuti pengajian ini juga semakin bertambah, sebagain besar dari mahasiswa STIT Muhammadiyah Kendal yang dahulu sebelum dilarang membuka kelas jauh, memiliki kampus III di Weleri.
64
mengikuti pengajian Kyai Hambali ini, seperti mahasiswa STIT Muhammadiyah Kendal dan STI Kendal yang pada umumnya berdomisili di wilayah kecamatan Weleri dan sekitarnya. Keunikan pengajian al-Qur`aniyah Kyai Hambali ini memang mirip pengajian al-Qiyadah al-Islamiyah Yogyakarta yang pernah bersinar sebelum ditutup atau divonis sebagai aliran sesat oleh MUI dan Kejaksaan Tinggi Yogyakarta pada tahun 2007.11 Sifatnya pengajiannya yang terbuka, profil tokohnya yang nyentrik,12 dan pendekatan akal yang digunakan dalam membedah materi pengajian lebih terkesan membumi dibandingkan pengajian-pengajian yang selama ini ada di masyarakat yang materinya dianggap monoton atau statis. Pengikut pengajian al-Qur`aniyah Kyai Hambali dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian; pertama adalah tokoh masyarakat dan mahasiswa yang ratarata telah memiliki dasar-dasar keilmuan agama yang sudah baik; kedua, orang tua yang memiliki dasar-dasar agama sedang-sedang atau rendah yang hanya bermotif mengikuti pengajian untuk ibadah; dan ketiga, para remaja pelajar SLTA yang masih rentan terhadap nilai-nilai dan muatan agama. Pengelompokan pengikut
jamaah
menjadi
tiga
tersebut
mempengaruhi
relasi
sosial
kemasyarakatan anggotanya. Kelompok pertama dan kedua menjalin relasi sosial yang baik di masyarakat. Kelompok ini tidak menerima secara harfiyah ajaran Kyai Hambali dan dapat menempatkan ajaran-ajaran tersebut sebagai khazanah pengetahuan
11
Islam
yang
luas13,
meskipun
ada
beberapa
kyai
juga
Jamaah al-Qiyadah Yogyakarta pernah mencuat sebagai aliran sesat di Yogyakarta pada tahun 2007 karena pemimpin mereka Ahmad Mushaddeq AI-Masih Al-Mau'ud menyatakan diri sebagai nabi pengganti Nabi Muhammad saw. Pengikut jamaah ini menurut pemberitaan Jawa Pos, secara keseluruhan berjumlah mencapai dua puluh ribu yang tersebar di seluruh nusantara. Di Yogyakarta, pengikut jamaah ini hanya seribu orang dan seratus orang diantaranya adalah wanita. Lihat Jawa Pos edisi 25 bulan Juli tahun 2007. 12 Profil Kyai Hambali memang berbeda dengan kyai pada umumnya yang lebih suka dihormati dan terkesan ada jarak dengan jamaahnya. Kyai nyentrik ini suka berbaur dengan jamaahnya seperti temannya saja, tidak mau dipanggil kyai, bahkan menurut pengakuan salah satu mahasiswa yang merupakan jamaahnya, Kyai Hambali suka makan-makan dan minum-minum bersamanya sehabis shalat Jumat dan pernah beberapa kali minuman keras bersamanya. Wawancara dengan Abdul Muslim, jamaah dari Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal tanggal 6 Agustus 2014. 13 Para ustadz atau mahasiswa sering mendiskusikan materi pengajian Kyai Hambali dengan kolega-koleganya baik di pertemuan-pertemuan organisasi kemasyarakatan atau di kampus. Fenomena pembahasan masalah-masalah yang hangat ini justeru menambah wawasan
65
mengembangkan ajaran Kyai Hambali tersebut di masyarakat.14 Namun untuk kelompok ketiga yaitu para remaja yang masih menginjak bangku SLTA, ajaranjaran yang diterimanya dari Kyai Hambali diterima dan dipraktikan di rumah atau masyarakat sehingga memunculkan banyak masalah karena dalam beberapa segi, ajaran Kyai Hambali bertentangan dengan ajaran kelompok mainstream yang dapat mementahkan atau menipiskan keimanan remaja.
B. Bentuk atau Ragam Inkarus Sunnah Kelompok Pengajian Kyai Hambali Ajaran utama yang dikembangkan pengajian Kyai Hambali Weleri dan para pengikutnya adalah penolakan terhadap sunnah Nabi Muhammad saw. sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran. Kelompok ini beralasan bahwa “cukuplah bagi kami Kitabullah (al-Quran saja) karena di dalamnya telah disebutkan semua urusan agama beserta penjelasan dan perinciannya, sehingga kaum Muslimin tidak perlu lagi hadits Nabi Muhammad saw. sebagai sumber syariat dan tidak perlu lagi mengambil hukum darinya”. Sejalan dengan pendapat di atas, kelompok juga menyatakan, bahwa “Sunnah Nabi Muhammad saw yang terdapat dalam Hadits bukanlah wahyu Allah, namun merupakan perkataan manusia yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan cara penipuan dan pemalsuan, di mana wahyu tidak memiliki campur tangan dalam hal kemunculan Hadits Nabi Muhammad saw. dan tidak ada satupun wahyu yang turun kepada Nabi saw. kecuali al-Quran”. Karena itu menurutnya, mengakui hadits atau sunnah Nabi saw. dan melaksanakannya keagamaan bagi ustadz atau mahasiswa. Terhadap ajaran Kyai Hambali, mereka cenderung mengolok-olok jika materinya dianggap menyimpang. Meskipun demikian, kelompok pertama dan kedua ini tetap memandang dan menghormati Kyai Hambali sebagai orang alim yang berwawasan luas dan memiliki ide-ide segar tentang ajaran agama Islam. (Muhammad Sobirin, wawancara tanggal 23 Agustus 2014). 14 Beberapa pengikut pengajian ini juga menyebarkan ajaran Kyai Hambali di masyarakat. Salah satunya adalah Mbah Salim yang berprofesi sebagai spiritualis atau dukun di Desa Tegorejo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. Berdasarkan penelusuran peneliti melalui wawancara mendalam (menyamar sebagai pasien) di rumahnya pada tanggal 12 Agutus 2014. Mbah Salim mempengaruhi pasiennya dengan ajaran-ajaran yang sebagian bersumber dari Kyai Hambali. Menurut pengakuan Mashudi, yang merupakan tetangga dekatnya, Mbah Salim tidak pernah shalat Jumat, tidak pernah shalat Tarawih, suka puasa sehari-semalan (ngebleng), suka menyalakan dupa pada malam Selasa Wage dan Jumat Kliwon, dan sebagainya, sehingga dianggap sebagai orang aneh (nyleneh) yang cenderung menganut aliran kebatinan daripada mengamalkan ajaran Islam.
66
merupakan bentuk-bentuk pelanggaran syariat Islam. Namun tidak semua hadits ditolak, terhadap hadits nabi Muhammad saw. yang jelas-jelas berstatus sebagai hadits mutawatir, kelompok ini menggunakannya sebagai sumber syariat Islam. Pernyataan di atas senada dengan tokoh munkirus sunnah Abdullah bin Abdullah
al-Jakrawali
asal
Punjab
Pakistan,
yang
menyatakan
bahwa
sesungguhnya umat Islam tidak diperintahkan kecuali untuk mengikuti wahyu Allah. Seandainya dianggap benar penisbatan beberapa hadits kepada nabi Muhammad saw. dengan periwayatan yang pasti, maka betapapun digunakan orang banyak dan betapapun shahihnya penisbatan itu maka tetap tidak diwajibkan untuk diikuti karena ia bukan wahyu Allah SWT.15 Masalah posisi al-Quran sebagai satu-satunya sumber syariat Islam ini merupakan issu utama ajaran pengajian Kyai Hambali dan para pengikutnya. Kepiawaiannya menggunakan dalil-dalil filsafat dalam membedah ajaran Islam, membuat konsekuensi membedah makna Dien Islam yang oleh kebanyakan orang diartikan sebagai agama. Menurut pandangan Kyai hambali, para nabi dan rasul yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia tidak untuk menyebarkan agama, tetapi mengajarkan Al-Dien. Dien adalah jalan hidup dari Allah yang mana sistem tersebut hanya menjadikan Allah satu-satunya Rabb (pengatur), Malik (penguasa) dan Ilahlma'bud (yang ditaati). Oleh karena itu terdapat 3 dimensi dalam Dien Islam, yaitu aturan, kekuasaan dan ketaatan. Dengan demikian Dien Islam intinya pada syariah atau hukum yang baru dapat dikatakan sempuma jika didukung oleh sarana hukum, aparat hukum dart legitimasi ummat Islam. Dien Islam yang dimaksud adalah umat manusia yang telah bersedia untuk rnasuk ke dalam Dien Islam secara kaffah, yakni komunitas umat yang menyatakan diri dengan tauhid kepada Allah dan mewujudkan pengabdian kehidupan ini hanya kepada Allah sebagai Rabb, Malik dan Ilah. Komunitas atau ummat di luar kategori ini berarti ummat thaghut. Selain konsep mengenai Dien Islam, Kyai Hambali juga memiliki konsep Sunnatullah yang dimaknai sebagai ketetapan Allah dalam alam semesta dan 15
Asep Ahmad Hidayat, Model Penanganan Konflik Keagamaan, (Jakarta : Harmoni, 2008), hlm. 12.
67
kehidupan manusia yang tidak pernah berubah. Sunnatullah ini tergambar dari alam semesta seperti rotasi pergantian siang dan malam, dan siklus hidup makhluk hidup dari lahir hingga mati. Kyai Hambali membandingkan alam semesta tersebut dengan alam insan atau peradaban manusia, di mana terlihat dari kejayaan dan keruntuhan suatu bangsa. Sunnatullah dalam peradaban manusia di antaranya adalah tegaknya Dien Islam laksana siang dengan cahaya Allah dan kemudian runtuh digantikan oleh Dien Thaghut seperti zulumat atau kegelapan. Keadaan ini akan bergulir berganti-gantian. Demikian ini dipandang menjadi Sunnatullah yang telah ditetapkan dalam Kitab-Nya, sehingga ketetapan itu pasti terjadi. Oleh karena itu, secara Sunnatullah tidak ada kekuasaan yang berkuasa selamanya, melainkan ada waktu ajalnya. Ini digambarkan dalam rentang sejarah kekuasaan Dien Islam bergantian dengan Dien Thaglzut. Menurut pandangan Kyai Hambali, berdirinya Dien Islam tidak bisa lepas dari peran para rasul yang ditunjuk oleh Allah. Kyai Hambali meyakini semua nabi yang diyakini oleh umat Islam, bahkan seringkali mengutip perjuangan Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub, Nabi Isa dan sebagainya. Dengan kesatuan misi kerasulan yaitu menegakkan Dien Islam, semua nabi-nabi tersebut diyakini semuanya adalah mukmin. Tidak (ada istilah Yahudi dan Nasrani, karena Allah tidak menurunkan agama Yahudi dan Nasrani, yang ada adalah ajaran Millata Ibrahim Hanifa. Nabi-nabi itu menyeru kepada umat manusia untuk mentauhidkan, yakni utama mengajarkan dan mengenalkan Alah sebagai rabhul alamin, Pengatur, Penguasa dan yang harus ditaati oleh semua umat manusia di dunia ini. Menurut Kyai hambali, pengertian nabi berasal dari kata naba'a artinya berita, nabiyyun artinya penyampai berita yakni berita dari Allah. Kata rasul berasal dan rasala atau arsala yang artinya mengutus, kata rasulan yang berarti utusan dan kata mursil yang artinya pihak yang mengutus. Dengan pemaknaan bahasa ini, Kyai hambali menunjukkan bahwa dalam al-Quran banyak kalimat yang menunjukkan bahwa rasul itu bisa siapa saja, seperti dalam QS. Al-Qomar: 27, onta betina; QS. Al-Maidah: 31, burung gagak; QS. A1-A'raf: 57, angin; QS. Al-Mulk: 17, badai; bahkan QS. Maryam: 83, syetan yang dikirim untuk
68
menghasud orang-orang berbuat maksiat kepada diri sendiri atau orang lain. Demikian juga kata wahyu sebagai petunjuk Allah yang diberikan kepada para rasul-Nya. Menurut Kyai hambali, istilah rasul dalam al-Quran adalah istilah yang bisa berlaku terhadap siapa saja yang dikehendaki oleh Allah. Misalnya dalam QS. AI-Qashashayat 7 ibu Nabi Musa mendapatkan wahyu, QS. An-Nahl ayat 68 Allah memberi wahyu kepada lebah. QS. Fushilat ayat 12 Allah mewahyukan pada langit segala urusannya. Dengan dasar itu, menurut Kyai Hambali siapa saja dapat menjadi nabi dan rasul. Istilah Nabiyullaahi adalah kata majemuk yang artinya siapa saja yang diutus membawa berita oleh Allah. Sedang istilah rasulullah adalah nama bagi seseorang yang telah berhasil membawa Dien al-Haq menjadi tegak berkuasa di atas Dien-Dien yang lainnya yang ada di dunia. Nabi Muhamad saw. sendiri sebelumnya adalah manusia biasa, ana basyarun mitslukum, ", sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diberi wahyu" (QS. Al-Kahfi: 110). Nabi Muhammad saw. menjadi nabi karena beliau mendapatkan wahyu yaitu al-Quran. Al-Quran maknanya adalah Al-Kitab, yaitu suatu kumpulan firman Allah yang dikodifikasikan menjadi mushaf atau buku. Sedangkan di dalam bacaan ada yang menjadi esensi, yaitu wahyu. Karena itu hakikat wahyu berbeda dengan al-Quran. Wahyu yang diberikan kepada manusia melalui para rasul itu bisa dicabut atau dilenyapkan kembali oleh Allah. Keberadaan Ruh Allah atau wahyu inilah yang membedakan rasul dengan manusia biasa. Istilah malaikat adalah personifikasi dari ruh Allah, Malaikat Jibril bukanlah suatu pribadi tetapi hanya ismun atau penamaan dari firman Allah. Dengan demikian firman Allah adalah Jibril atau wahyu itu sendiri yang merupakan energi spirit Allah, attau disebut juga ruh Allah yang seharusnya ada dalam kalbu setiap manusia. Kelahiran seorang nabi dan rasul bukan pada kelahiran darah dan daging, melainkan kelahirannya selaku pengemban wahyu Allah atau penyampai firman Allah. yaitu sebagai pribadi Ruhul Qudus, pada saat pribadi itu dibaptis atau dikuatkan dengan firman Allah SWT. Itulah hakikat Ruhul Qudus.
69
Satu istilah yang erat hubungannya dengan masalah kenabian adalah khatamun nabiyyin. Kata ini berasal dari khatama-khatimun yang artinya menutup atau menggenapi, dan nabiyyun dari kata naba'a berarti berita. Frase ini mengandung pengertian penggenap nubuwah. Kyai Hambali menggambarkan bahwa posisi Yesus juga khatamun nabiyyin karena menggenapi nubuwah Nabi Yesaya, Ahmad ibn Abdullah atau Nabi Muhammad saw. menjadi khatamun nabiyyin (QS. A1-Ahzab : 40) karena menggenapi nubuwah dari Nabi Musa (AlKitab Ulangan 18 :15-20) dan menggenapi nubuwah Yesus (Al-Kitab Yohanes 14 :10-17). Sedangkan nama Muhammad, menurut Kyai Hambali dengan mengartikan surat Al-Fath ayat 29, adalah gelar bagi orang-orang yang berhasil melahirkan atau mewujudkan tegaknya Dien Allah, sehingga Nabi Musa dan Nabi Isa mendapat nama Muhammad juga, sebagaimana Ahmad ibn Abdullah dipanggil Muhammad. Kemudian Nabi Muhammad saw. juga menubuatkan tentang hadirnya nabi/rasul sebagai penolong yang dijanjikan setelah beliau. Kyai Hambali merujuk pada QS Al-Jumu'ah: 2-3 sebagai dasar datangnya nabi untuk bangsa ummi yang berasal dari kalangan mereka sendiri. Istilah umini biasanya diterjemahkan sebagai buta huruf, tetapi oleh Kyai Hambali diartikan sebagai bangsa yang tidak berasal dari kalangan kenabian sebelumnya. Nabi yang akan datang nantinya bukan dari Bani Israil dan bukan dari Arab (ummi dan 'ajam). Pembahasan konsep Dien Islam menurut Kyai Hambali tersebut, secara garis besar terdapat tiga kelompok ajaran Kyai Hambali dan para pengikutnya yang bertentangan dengan ajaran kelompok Islam lainnya, yaitu akidah, ibadah mahdoh (fiqh dalam kategori umum), dan ibadah muamalah. Dalam bidang akidah, mereka menekankan kewajiban taat kepada Allah SWT dan nabi Muhammad saw. Namun demikian, ketaatan kepada Nabi Muhammad saw. terbatas pada perkara-perkara akidah saja,16 adapun perkara-perkara Fiqh dan 16
Minimnya kepercayaan Kyai Hambali terhadap keontetikan dan orisinalitas Hadits disebabkan keyakinannya bahwa semua Hadits atau sunnah yang tidak mutawatir adalah palsu, hal ini terbukti banyaknya hadits-hadits yang bertentangan satu dengan lainnya, yang satu hadits dhoif yang satu tidak, dan bahkan banyak hadits-hadits atau sunnah nabi Muhammad swa. yang bertentangan dengan al-Quran. (wawancara dengan Abdul Muslim, S.Pd.I pengikut pengajian Kyai Hambali generasi terakhir).
70
muamalah manusia mereka disesuaikan dengan budaya dan Negara masingmasing. Konsep ini mirip dengan ajaran atau pemikiran Ulil Abshar Abdalla, ketua Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia. Gerakan yang muncul di Indonesia ini sering menuntut adanya pembedaan yang tegas antara Arabisme (tempat dan budaya munculnya Sunnah) dan Islam, bagi Ulil dan kelompoknya di JIL, Arab tidak selamanya sama dengan Islam. Demikian pula sebaliknya Islam tidak sama dengan Arab. Bagi Ulil dan kelompokny, lebih jauh, menerapkan Islam sama persis dengan cara-cara yang ditempuh Nabi Muhammad saw. (Sunnah) adalah tidak realistis dan utopis. Harus dikritisi kapan dan bagaimana Nabi Muhammad saw. bertindak sebagai orang Arab atau Islam.17 Bidang ibadah yang juga dianggap inkar sunnah adalah ajaran shalat wajib yang dipraktikkan dan diajarkan Kyai Hambali dan pengikutnya 18. Shalat dalam pandangan kelompok ini adalah sesuai dengan arti kata shalat yaitu doa. Karena itu shalat berarti melakukan doa atau permohonan kepada Allah SWT, sehingga tidak boleh ada perbuatan atau kata-kata di luar dari permohonan terhadap Allah SWT. Seperti cerita, doa qunut, salam kepada orang lain, menengok ke kiri dan ke kanan. Shalat pada hakikatnya adalah hubungan dengan Allah SWT, kapan saja dan di mana saja. Shalat Nabi Muhammad saw. adalah memberikan atau menyampaikan wahyu yang diterima Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada umatnya, atau dengan kata lain Nabi mengajarkan al-Quran kepada umatnya itulah shalat bagi Nabi saw. Hal ini karena Nabi saw. diperintahkan shalat supaya “sholli” atas mereka (al-Taubah ayat 103), di mana sholli-nya itu akan memberikan ketenangan. Dengan demikian, konsep shalat yang diajarkan Kyai Hambali dan pengikutnya berkaitan dengan shalatnya Nabi Muhammad saw. adalah konsep shalat yang terdapat dalam surat al-Taubah ayat 103 yakni dengan menyampaikan “ayatul bayyinat”, yang diwahyukan kepada 17
Ulil Abshar Abdalla dkk, Islam Liberal dan Fundamental, Sebuah Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), hlm. 265 18 Pengikut yang mempraktikan shalat model Kyai Hambali adalah para remaja berpendidikan SMA. Kebanyakan para remaja setelah mengikuti pengajian Kyai Hambali menjadi enggan melakukan shalat lima waktu atau hanya mengerjakan tiga kali shalat dalam sehari semalam, padahal menurut orang tua mereka, dahulu anaknya rajin melakukan shalat lima waktu sehari semalam. (wawancara dengan Mukito, pengasuh pondok pesantren Darul Arqom SMP Muhammadiyah 9 Ringinarum Kendal).
71
nabi saw. sebagai “yusholli Allah dan Malaikat-Nya, agar manusia keluar dari kegelapan. Konsep ibadah shalat dalam pandangan Kyai Hambali di atas juga berada dalam konteks pemahaman tentang Dien Islam sebagaimana telah dibahas di muka, yaitu berlakunya atau tegaknya sistem aturan hidup kehidupan menurut aturan Islam dan berada dalam kekuasaan Islam (undang-undang, hukum dan teritorial Islam), yang sampai pada hari ini belum tegak kembali. Oleh karena itu peribadatan shalat yang dimaksudkan oleh Kyai Hambali dan pengikutnya adalah aktivitas untuk mendukung tegaknya kembali Dien Islam yang dimaksudkan tersebut. Berdasarkan pemaparan tentang ajaran shalat di atas secara tegas, Kyai Hambali menyimpulkan makna ibadah adalah upaya berjihad memenangkan Dien Islam. Oleh karena pada masa sekarang ini Dienul Islam dianggap belum berdiri, maka dianalogikan sama dengan Periode Makkiyah di jaman Nabi Muhammad dimana ritual syar'i belum diwajibkan. Untuk menegakkan kembali Dien Islam berdasarkan Sunnatullah ini maka rujukannya terdapat dalam al-Quran secara teori dan perjalanan rasul sebagai aplikasi. Dengan mengambil pelajaran dari penciptaan alam semesta dan manusia, maka marhalah (tahapan) menegakkan Dien Islam harus dilakukan sesuai koridor Sunnatullah tersebut yaitu 6 fase perjuangan : Sirran (dakwah secara rahasia), Jahran (dakwah terang-terangan), Hijrah (pindah teritorial), Qital (perang), Futhu Makkah (merebut kekuasaan) dan Madinah Munawwaroh (membangun khilafah Islam), sebagaimana yang dilakukan pula oleh Nabi Muhammad dalam menegakkan Dien Islam. Merujuk pada pemahaman terhadap fase perjuangan Nabi Muhammad saw., pengikut pengajian Kyai Hambali belum mewajibkan pelaksanaan shalat 5 waktu dan ibadah ritual lainnya. Pada masa sekarang ini menurut Kyai Hambali, dipandang masih berada pada Fase Makkah pada masa Nabi Muhammad saw. di mana masa itu belum turun perintah menjalankan kewajiban-kewajiban ritual tersebut. Namun tidak hanya berdasarkan hal itu saja, Kyai Hambali tidak memberi perhatian pada pelaksanaan ritual shalat, tetapi mereka memiliki pandangan yang tersendiri tentang makna shalat yang masih terkait dengan
72
konsep tentang Dien Islam. Berangkat dari sebuah hadis shahih yang artinya, "shalat itu tiang Dien, barangsiapa menegakkan shalat maka dia menegakkan Dien, dan barangsiapa meninggalkan shalat maka ia merobohkan Dien." Berdasarkan konsep tentang Dien Islamnya, pengajian Kyai Hambali tidak mengganti atau mengartikan istilah Dien dengan agama. Menurut Kyai Hambali, mengartikan Dien dalam hadis ini sebagai agama, akan menimbulkan banyak kontradiksi, banyak orang yang menunaikan shalat, tetapi apakah sekarang ini Dien Islam telah tegak ? Kyai Hambali melalui uraian di atas mengembalikan pemahaman kepada konsep Dien Islam, sehingga aktivitas shalat adalah aktivitas menegakkan Dien. Shalat menegakkan Dien dapat mencegah perbuatan keji dan munkar karena adanya hukum yang tegas seperti hukum qishash, hukum potong tangan bagi pencuri, rajam atau jilid bagi pezina sesuai dengan al-Quran pasti akan membuat orang jera dan jeri melakukan kekejian dan kemungkaran. Mengingat Allah SWT dalam konsep shalat menegakkan Dien bukan dengan membayangkan wajah Allah, atau hanya menghafal bacaan (mantra), tetapi mengingat Allah adalah melaksanakan dan mematuhi hukum Allah karena paham bahwa hukum Allah pasti berlaku. Ruku' dan sujud sebenarnya hanya simbol dari ketundukan dan kepatuhan. Itu sebabnya ruku' dan sujud senantiasa digandeng identik dengan kata sami'na wa atho'na (QS. Al-Hajj : 18). Bukti ketundukan adalah adanya tanda bekas sujud, yaitu bukti sejarah adanya pemberlakukan hukum Allah. Berdasarkan pada argumen di atas, pengikut pengajian Kyai Hambali tidak mewajibkan pelaksanaan shalat secara ritual. Terlebih lagi dengan pandangan tentang ajaran sittati ayyani sebagai marhalah perjuangan menegakkan Dien Islam, maka pada saat sekarang di mana masih berada pada tahapan jahron yang berarti berada dalam fase Makkah, belum ada kewajiban menjalankan ritual shalat sampai memasuki fase Madinah, yaitu pada saat tahapan Qital. Kegiatan shalat yang dilakukan dan diwajibkan adalah shalat Qiyamul Lail. Ibadah shalat yang dilaksanakan di waktu malam hari ini sesuai dengan perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw. pada awal kenabian beliau (QS. AlMi izzammil/73) yaitu ayat 1-6. Aktivitas Shalat Qiyamul Lail ini dilaksanakan
73
sebagaimana shalat yang pada umumnya dilakukan oleh umat Islam. Kelompok ini menjalaninya sekitar pukul 02.00 dini hari sebanyak 11 rakaat, yaitu 8 rakaat yang terbagi dalam 4 kali salam dan 3 shalat penutup. Dalam setiap rakaat mereka mengupayakan untuk membaca surat Makkiyah sebagai bacaan surat pendek yang terdapat dalam juz 29. Selain shalat malam, di antara kelompok ini juga melakukan shalat wajib tiga kali dalam sehari semalam, yakni shalat di pagi hari yakni shalat subuh, shalat ashar, dan shalat maghrib. Shalat jenis ini kebanyakan dilakukan oleh para remaja usia SLTA atau remaja berpendidikan SLTA. Selain para remaja, para ustadz dan mahasiswa tetap menjalankan shalat lima waktu sebagaimana ketentuan syariat Islam yang diajarkan golongan mainstream di Kabupaten Kendal, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Rifa`iyah, dan LDII. Persoalan Fiqh lain yang tersentuh pengajian Kyai Hambali adalah persoalan memakai Tasbih dalam berdzikir. Kyai Hambali menghimbau kepada jamaahnya tentang haramnya menggunakan Tasbih dalam berizikir. Alasan utamanya adalah tidak ada dasar hukumnya di dalam al-Quran. Pemakaian tasbih dapat mengganggu konsentrasi berzikir seseorang, karena mengingat Allah menggunakan kontrol bilangan membatasi seseorang berzikir kepada Allah SWT. Persoalan pemakaian tasbih ini, mengundang polemik di tubuh jamaah pengajian Kyai Hambali, tercatat bahwa Kyai Mas`ud beradu argumentasi tentang keabsahan tradisi sunnah Nabi Muhammad saw memakai tasbih dalam berzikir ini, sampai keduanya dihentikan karena perbedaan masalah furu`iyah saja. Selain persoalan di atas, masalah Fiqh lain yang dianggap inkar sunnah dari ajaran pengajian Kyai Hambali adalah pernyataan Kyai Hambali dan para pengikutnya yang menyatakan bahwa semua hewan adalah halal dimakan dagingnya, termasuk binatang yang jelas-jelas diharamkan oleh Nabi Muhammad seperti Anjing, Babi, dan binatang liar lainnya. Bahkan Kyai Hambali dalam sebuah percakapan dengan santrinya mengatakan tidak menganggap najis orang yang menyentuh atau bersentuhan dengan Anjing.19 19
Wawancara dengan Abdul Muslim tanggal 12 Agustus 2014 di kampus STIT Muhammadiyah Kendal.
74
Berangkat dari pernyataan Kyai Hambali tentang binatang Anjing yang halal di makan dan tidak najis ini sepaham dengan dakwah Majelis Tafsir AlQuran pimpinan ustadz Sukino. Meskipun ustadz ini pada akhirnya menyangkal pernyataannya dengan mengatakan bahwa bukan Anjingnya yang halal, namun binatang buruan hasil tangkapan Anjing yang dilepaskan dengan mengucapkan basmalah, maka binatang hasil tangkapan tersebut halal dimakan.
C. Solusi Penanganan Kasus Munkirus Sunnah Kyai Hambali dan Pengikutnya Seringkali terjadi seorong tokoh muda setelah pulang dari pengembaraan spirutualnya (belajar agama di tempat lain), kemudian di kampung halamannya menyebarkan ajaran dan melakukan gerakan keagamaan yang berbeda dengan ajaran yang sudah ada (mainstream). Meskipun dahulu tokoh muda tersebut pernah belajar agama kepada tokoh tua (tokoh lama) yang sudah ada dan sudah mapan di kampung itu. Ini merupakan suatu strategi bagi tokoh muda untuk dapat lepas dari bayang-bayang dominasi tokoh tua. Jika tokoh muda harus tetap menganut paham yang sudah ada, maka dirinya hanya akan menjadi tokoh kedua, bahkan tidak pernah diperhitungkan orang atau masyarakat di kampung tersebut. Apalagi jika tokoh-tokoh tua yang sudah mapan adalah dari golongan “darah biru” para Kyai yang umumnya jabatan kyai itu adalah sebuah warisan yang turun temurun untuk memangku Masjid dan masyarakatnya. Sementara tokoh muda adalah dari golongan kebanyakan, mustahil tokoh muda diperhitungkan oleh Kyai tersebut. Tetapi apabila tokoh muda tersebut tampil sebagai pimpinan suatu gerakan keagamaan baru, dirinya akan menjadi tokoh tandingan dari tokoh tua yang sudah mapan. Strategi di atas nampaknya sudah diperhitungkan Kyai Hambali, sehingga akhirnya menjadikannya tokoh muda yang berhasil menjadi tandingan tokoh tua dan menguasai sumber daya manusia yang ada di wilayah penyebaran pengajiannya yaitu wilayah Kecamatan Weleri dan sekitarnya. Setelah menguasai SDM tersebut dengan sendirinya dari pihak Kyai Hambali akan mengalir infaq wajib atau pungutan-pungutan dengan dalih amal jariyah dan lain-lain. Dengan
75
adanya pungutan tersebut secara langsung maupun tidak langsung kebutuhan hidup keluarga Kyai Hambali dan eksistensi pengajiannya akan tercukupi atau bahkan berlebihan. Latar belakang psikologis kemunculan jamaah Kyai Hambali tersebut jika disimak merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak alasan bagi muncunya berbagai gerakan keagamaan, dengan dalih pemurnian agama, humanisasi agama, penyegaran agama atau menghadirkan kelompok agama pemersatu, meski pada kenyataannya telah menambah jumlah kelompok agama yang berarti telah memberi andil semakin menambah crusial fenomena perpecahan dalam gerakan keagamaan bermasalah. Karena gerakan agama Kyai Hambali dan pengikutnya yang bermasalah, sehingga memunculkan konflik dengan keluarga jamaahnya sendiri. Fenomena ini bermula dari beberapa kasus remaja yang ikut pengajian Kyai Hambali, yang semula rajin shalat lima waktu menjadi enggan menjalankan shalat, beberapa remaja juga gemar makan daging Ular yang terlebih dahulu digoreng sebagai makanan pendukung minuman keras yang menurut Kyai Hambali halal. Akibat minuman keras dengan ditunjang makan daging Ular tersebut, tentunya menjadikan kesadaran remaja menjadi tidak terkontrol disebabkan kandungan daging Ular dapat memompa emosi remaja yang dalam kasus ini sudah minum minuman keras yang juga memabukkan. Nampaknya karena pengaruh inilah kasus perkelahian remaja di desa Ringinarum dengan ramaja di desa Klumbu sempat memanas beberapa minggu, sampai pihak pemerintah, tokoh agama setempat, dan Polres Kendal yang didukung aparat Kodim Kabupaten Kendal turut ambil bagian meredakan konflik remaja antar desa tersebut.20 Kejadian tersebut menambah citra buruk pengikut pengajian Kyai Hambali, beberapa tokoh masyarakat yang merasa resah dengan eksistensi pengajian tersebut, banyak dibicarakan pada pertemuan-pertemuan tertentu seperti Pertemuan RT, pengajian-pengajian di masyarakat, dan pertemuan di tingkat organisasi sosial keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah. 20
Peristiwa perkelahian antar remaja dari dua desa yang menewaskan 1 orang remaja penduduk desa Ringinarum tersebut terjadi tanggal 23 Pebruari 2014 dan dimuat dibeberapa media cetak dan elektronik. Lihat Wawasan dan Suara Merdeka, terbitan 23 Pebruari 2014.
76
Akhirnya pada Minggu pagi beberapa orang tua mengadukan permasalahan tersebut kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri, agar keberadaan pengajian Kyai Hambali dihentikan. Atas dasar desakan warga masyarakat tersebut, PCM Muhammadiyah Weleri yang dikordinir oleh Bapak Drs. H. Abdul Syukur Jauhari,21 mengadakan mediasi antara warga masyarakat dengan Kyai Hambali dan beberapa anggota jamaahnya. Meski suasana cukup tegang karena masyarakat menuntut Kyai Hambali pergi atau hengkang dari Weleri, namun Kyai Hambali bersikeras bahwa ajarannya tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak mempengaruhi tindakan brutal remaja atau membuat keimanan remaja menjadi tipis. Figur H. Abdul Syukur Jauhari yang lembut dan piawai dalam proses mediasi ini akhirnya membuahkan hasil setelah dalam beberapa hari Kyai Hambali berjanji untuk bijaksana dalam menyampaikan ajaran-ajarannya sebagaimana anjuran dari ketua PCM Muhammadiyah Weleri Kabupaten Kendal tersebut. Dalam dialognya H. Abdul Syukur Jauhari mengingatkan pentingnya harmonisasi keagamaan bagi masyarakat dan pentingnya menyampaikan dakwah Islam sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kedewasaan serta pengetahuan masyarakat di daerah sekitar. H. Abdul Syukur Jauhari yang merupakan tokoh tua dan pengaruhnya sudah luas di masyarakat terutama di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kendal, nampaknya disegani Kyai Hambali. Hal ini dibuktikan dengan niat baik Kyai Hambali untuk menjaga harmoni kehidupan keagamaan di masyarakat, terutama di wilayah Kecamatan Weleri dan sekitarnya. Wujud iktikad baik tersebut dibuktikan dengan penyerahan Musholla Nurul Huda yang selama ini dijadikan sebagai pusat atau konsentrasi dakwah pengajiannya kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri yang selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan Ranting Muhammadiyah Desa Weleri untuk digunakan sebagi tempat ibadah bagi penduduk desa Weleri. Penyerahan tersebut diterima dengan senang hati, dan sampai sekarang Musholla tersebut digunakan warga setempat untuk kegiatan
ibadah
shalat
jamaah
lima
waktu
dan
kegiatan
organisasi
Muhammadiyah di Ranting desa Weleri Kabupaten Kendal. 21
Drs. H. Abdul Syukur Jauhari adalah mantan Ketua STIT Muhammadiyah Kendal