BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD – OFDM
Pada bab tiga ini akan membahas mengenai seluk beluk DFTS-OFDM baik dalam hal dasar-dasar DFTS-OFDM hingga DFTS-OFDM sebagai suatu sistem yang digunakan pada proses uplink untuk Jaringan 4G.
3.1 Prinsip Dasar DFTS-OFDM Selama proses mempelajari LTE, alternatif lain untuk mengoptimalkan proses uplink masih terus dicari dan diselidiki. OFDM memenuhi syarat untuk mengoptimalkan proses downlink, namun OFDM sangat tidak dianjurkan dalam proses uplink. Salah satu parameter yang mempengaruhi seluruh perangkat mobile adalah usia dari baterai. Walaupun performa baterai akan meningkat seiring perkembangan zaman, namun sangatlah penting untuk memastikan bahwa perangkat mobile yang dipakai user menggunakan energi baterai sekecil mungkin. Dengan menggunakan Power Amplifier yang mengirimkan sinyal frekuensi radio melalui antena menuju ke BS, jumlah energi yang digunakan perangkat mobile sangatlah besar, sehingga sangat diharapkan perangkat mobile dapat bekerja seefisien mungkin. Sinyal yang memiliki nilai PAPR tinggi memerlukan proses penguatan linear yang tidak mengarahkan mereka pada penggunaan energi yang besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa penting untuk menggunakan metode transmisi yang memiliki level energi tetap pada saat beroperasi. Sayangnya OFDM memiliki nilai PAPR tinggi yang akan merugikan UE karena bila nilai PAPR tinggi pada transmisi uplink akan mengakibatkan borosnya baterai pada UE. Oleh karena itu dicarilah sebuah sistem baru yang dapat mengatasi kekurangan pada OFDM 30
31 untuk digunakan pada proses uplink.Kemudian didapat DFTS-OFDM, sistem yang digunakan dalam proses uplink Jaringan 4G karena dapat menutupi kekurangan pada OFDM berupa nilai PAPR rendah hingga 2 dB dibandingkan OFDM. Karakterisitk PAPR sangatlah penting untuk penghematan desain pada UE. Nilai PAPR yang rendah pada DFTS-OFDM diperoleh karena pada blok pengirim dan penerima terdapat blok tambahan berupa DFT precoding dan inverse pre-coding.Oleh karena adanya blok tambahan tersebut maka DFTSOFDM memiliki kapabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan OFDM dalam menjaga fluktuasi envelope dari sinyal yang dikirim. Hal ini mengarah kepada lebih efisiennya konsumsi daya yang digunakan. Sebagai tambahan, kerumitan DFTS-OFDM difokuskan pada sisi penerima, oleh karena itu DFTS-OFDM adalah teknologi yang pantas untuk digunakan dalam proses pengiriman uplink karena kerumitan pada base station bukan merupakan suatu persoalan. Namun pada dasarnya DFTS-OFDM memiliki kesamaan dengan OFDM sehingga keduanya dapat diselaraskan dalam proses downlink serta uplink. Perlu dicatat bahwa proses pengoperasian DFT pada DFTS-OFDM menyebarkan energi dari satu subcarrier ke semua subcarrier yang teralokasi sebelum di-IFFT. Setelah mekakukan penghitungan DFT dari masukan data, hasilnya akan didistribusikan ke seluruh bandwidth atau ditempatkan pada subcarrier yang berurutan. Kemudian subcarrier yang tidak terpakai akan dinolkan. Pada DFTS-OFDM, bit-bit berukuran M dimasukkan ke dalam blok simbol M modulasi. DFT mengubah simbol-simbol modulasi ke dalam ranah frekuensi, dan hasilnya akan dipetakan pada subcarrier yang tersedia. Kemudian modulator OFDM akan diimplementasikan sebagai N-point IFFT, dimana N>M dan masukan yang tidak berguna akan dijadikan nol, dan sama seperti pada OFDM dimana akan terjadi penambahan cyclic
32 prefix serta konversi paralel-to-serial. Penambahan cyclic prefix dimaksudkan sebagai penjaga di antara blok-blok untuk mencegah IBI (Inter Block Interference) yang disebabkan oleh multipath propagation dan agar memungkinkan melakukan penghitungan pada ranah frekuensi. Apabila DFT berukuran M sama dengan IDFT berukuran N. Maka proses DFT/IDFT akan saling menghilangkan. Namun bila nilai M lebih kecil dibanding nilai N dan masukan IDFT yang tidak berguna dijadikan nol, keluaran IDFT akan menjadi sinyal single-carrier
yang memiliki variasi daya rendah serta bandwidth yang bergantung pada M.
Gambar 3.1 Blok Diagram DFTS-OFDM[3] Perbedaan utama pada DFTS-OFDM dan OFDM terletak pada proses DFT. Dapat diketahui dari nama DFT-spread-OFDM bahwa pada masing-masing subcarrier digunakan untuk mengirimkan informasi dari semua simbol-simbol modulasi, karena laju data masukan telah disebarkan oleh proses DFT ke seluruh subcarrier yang tersedia. Sedangkan pada
OFDM masing-masing subcarrier hanya membawa simbol-simbol modulasi yang berisi informasi.
33 3.2 Analisis Matematis DFTS-OFDM Pada DFTS-OFDM, untuk menghindari pemakaian modulator dan filter yang banyak pada pengirim maupun penerima, maka digunakan teknik DFT (Discrete Fourier
Transform).
Gambar 3.2 (a) Spektrum dasar DFTS-OFDM[5]
Gambar 3.2 (b) Spektrum multi-carrier DFTS-OFDM[5] Pada Gambar 3.2 (b) dapat dilihat bahwa pada frekuensi tengah subcarrier tidak
terjadi interferensi antar frekuensi. Secara matematis, apabila d1 adalah bilangan kompleks hasil pemetaan sinyal, N
adalah jumlah subcarrier dan fk adalah frekuensi carrier, maka suatu sinyal OFDM dinyatakan seperti pada persamaan (3.1)[8].
34
N1 −1 i + 0.5 s (t ) = Re ∑ d1+ N exp( j 2 ( f C − )) , t S ≤ t ≤ t S + T 2 T … (3.1) N − 1 s(t ) = 0, t < t S ∧ t > t S + T
Bagian nyata dan khayal berkoresponden dengan bagian in-phase dan quadratur dari sinyal OFDM, yang dikalikan dengan sinus dan kosinus dari frekuensi carrier tertentu membentuk sinyal OFDM akhir. N −1 1
∑d
s (t ) =
i =−
N 1
N i+ 2
exp( j 2π
i )), t s ≤ t ≤ t s + T T
…(3.2)
s (t ) = 0, t < t s ∧ t > t s + T Namun pada DFTS-OFDM, sinyal OFDM yang terbentuk akan diolah terlebih dahulu oleh DFT yang digunakan untuk memetakan sejumlah besar bit-bit untuk semua subcarrier. Dengan ini maka semua subcarrier akan dimodulasi dengan data yang sama.
3.3 Penerima DFTS-OFDM
Prinsip dasar proses penerimaan pada DFTS-OFDM adalah seluruhnya berkebalikan dengan subbab sebelumnya atau pada Gambar 3.1. Oleh karena itu pada proses DFT, penghilangan frekuensi sampel tidak berhubungan dengan sinyal yang akan dikirim maupun proses IDFT. Pada keadaan ideal, tanpa adanya gangguan sinyal pada kanal radio, penerima DFTSOFDM akan berjalan sebagaimana pada Gambar 3.3 yang akan mengembalikan blok dari simbol-simbol yang dikirim. Namun bila terjadi gangguan sinyal, maka sinyal DFTS-OFDM akan terganggu pula. Oleh karena itu pada DFTS-OFDM, equalizer dibutuhkan untuk
35 memilih frekuensi kanal radio. Dengan penerima DFTS-OFDM seperti pada Gambar 3.3 dan dengan menggunakan persamaan pada ranah frekuensi, keduanya dapat diaplikasikan
untuk transmisi DFTS-OFDM.
Gambar 3.3 Penerima DFTS-OFDM[3]
Gambar 3.4 Persamaan Ranah Frekuensi[3] Ada cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kompleksitas dari persamaan linear yang terjadi, yaitu dengan membawa persamaan tersebut ke dalam ranah frekuensi seperti
36 yang diilustrasikan pada Gambar 3.4. Penerima berukuran N blok menerima sinyal sampel yang akan diubah ke dalam ranah waktu menggunakan ukuran-N DFT. Persamaan yang dihasilkan oleh DFT akan dibawa menuju dengan jeda tiap sample
,…,
yang merupakan filter pada ranah frekuensi
. Akhirnya, sinyal keluaran pada ranah frekuensi
tersebut akan diubah kembali dalam ranah waktu menggunakan ukuran N-IDFT.Blok berukuran N didefinisikan dengan
2 untuk beberapa integer n sebagai implementasi
dari proses DFT/IDFT. Untuk setiap blok N, persamaan dalam ranah frekuensinya terdiri dari N DFT/IDFT, perkalian kompleks N, serta N IDFT/DFT. Dengan menggunakan cara diatas tetap memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah keluaran dari persamaan pada ranah frekuensi tidak identik dengan keluaran dari persamaan pada ranah waktu dikarenakan filter pada ranah frekuensi bekerja secara konvolusi melingkar pada ranah waktu. Diandaikan persamaan pada ranah waktu memiliki panjang L, maka sampel dengan panjang L-1 tidak akan menghasilkan keluaran yang sama. Untuk mengatasinya digunakan band time guard antara blok-blok yang berurutan. Metode alternatif untuk menghindari ISI adalah dengan menambahkan guard interval ke setiap blok dari N sinyal sampel (x0, x1,…,xN-1). Guard interval terdiri dari sampel pada xN-v, xN-v+1,…,xN-1. Hasil sampling ini ditambahkan pada awal setiap blok simbol. Penambahan ini akan menambah panjang dari blok simbol OFDM ke N + G sampel, yang diberi indeks dari n = - G , ….., N –1, dimana sampel G yang pertama membentuk prefix. Jika respon impuls kanal hn dimana 0 ≤ n ≤ N − 1 , maka hasil konvolusinya dengan xn, − G ≤ n ≤ N − 1 , menghasilkan rn, deretan sinyal terima. Sampel yang diambil adalah rn untuk 0 ≤ n ≤ N − 1 , dari ini akan diperoleh sinyal deretan yang dikirim dengan menggunakan DFT N point untuk demodulasi.
37 Penggunaan cyclic prefix pada transmiter dilakukan sebagai pencegahaan terjadinya ISI (Inter Symbol Interference). Sama seperti pada OFDM, penggunaan cyclic prefix dalam pengiriman data single carrier menunjukkan bahwa cyclic prefix dengan panjang NCP disisipkan di blok-blok simbol pada transmitter. Ukuran dari blok transmitter harus sama dengan blok berukuran N yang digunakan pada sisi penerima dari persamaan dalam ranah
frekuensi.
Gambar 3.5 Penyisipan Cyclic Prefix[5] Dengan adanya cyclic prefix seperti pada gambar 3.5 maka filter pada ranah frekuensi akan dapat dikalkulasi langsung dari kanal sampel dalam ranah frekuensi tanpa harus menentukan persamaan dalam ranah waktu terlebih dahulu.
3.4 Jenis Pemetaan DFTS-OFDM Pada sisi pengirim, setelah dilakukan proses DFT dihasilkan sinyal tone diskrit dalam domain frekuensi. Kemudian sinyal dipetakan dengan teknik tertentu. Ada 2 tipe pemetaan
subcarrier yaitu Localized dan Distributed (Interleaved). Pada pemetaan Localized, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan ke dalam beberapa subcarrier secara mengelompok atau terlokalisasi. Sedangkan dalam pemetaan Distributed/Interleaved, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan ke dalam beberapa subcarrier secara terdistribusi atau menyebar. Jenis ini menawarkan peningkatan frequency diversity sehingga pemetaan jenis ini memiliki keunggulan terhadap selective fading.
38 Selain itu, pemetaan distributed juga mengurangi PAPR lebih besar dibandingkan
dengan tipe localized.
Gambar 3.6 Perbedaan Localized dan Distributed Mapping[6]
Pada Gambar 3.6 menunjukkan proses pemetaan subcarrier pada DFTS-OFDM. Sebagai contoh terdapat 3 user berbagi dalam 12 subcarrier dengan masing-masing memiliki 4 blok data simbol yang akan ditransmisikan pada saat bersamaan. Gambar 3.6 merupakan proses pemetaan untuk 1 user saja, sedangkan untuk 2 user yang lain polanya akan sama seperti pada Gambar 3.6. Keluaran dari proses DFT dari data blok adalah 4
sample dalam domain frekuensi yang akan dipetakan ke dalam 12 subcarrier.
Bila
menggunakan Localized DFTS-OFDM, maka keempat sample tersebut akan dipetakan mengelompok pada f1, f2, f3,dan f4. Sedangkan pada Distributed DFTS-OFDM, keempat
sample tersebut akan disebarkan pada ke-12 subcarrier tersebut, yaitu pada f1, f4, f7, dan f10.
39 Gambaran pemetaan pada DFTS-OFDM dapat dilihat pada Gambar 3.7 dimana ke-3 user dapat mentransmisikan data secara bersamaan menggunakan localized mapping maupun distributed mapping.
Gambar 3.7 Pemetaan DFTS-OFDM[1]
3.5 DFTS-OFDM untuk proses uplink pada Jaringan 4G Discrete Fourier Transform-spread OFDM (DFTS-OFDM) adalah suatu teknik multiple access baru yang digunakan untuk uplink pada LTE juga pada jaringan 4G. Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai pengembangan dari OFDM yang telah ada sebelumnya. Hanya saja pada DFTS-OFDM terdapat penambahan proses DFT pada transmitter. Pada DFTS-OFDM setiap simbol data disebar di beberapa subcarrier. Secara rinci proses transmisi DFTS-OFDM dapat dilihat seperti pada Gambar 3.8. Dari diagram blok tersebut dapat dijelaskan proses dari tiap blok sebagai berikut : 1. Pengirim Aliran bit-bit yang masuk akan diubah menjadi simbol single carrier (modulasi BPSK , QPSK, atau 16-QAM berdasarkan keadaan kanal) S-to-P : mengelompokkan simbol-simbol single carrier (time domain) ke dalam sebuah blok berisi N-simbol untuk dijadikan input DFT, biasanya 4 simbol.
40 N-point DFT : mengubah blok simbol single carrier (time domain) menjadi tone diskrit (domain frekuensi). Sub-carrier Mapping : memetakan keluaran tone ke dalam M-subcarrier, dimana M>N. M-point IDFT : mengubah kembali ke domain waktu. Add CP : penyisipan Cyclic prefix melindungi terhadap multipath fading, serta pulse shaping mencegah bertambahnya spectrum. DAC : mengubah sinyal digital menjadi sinyal analog untuk ditransmisikan.
Gambar 3.8 Skema Transmisi DFTS-OFDM[4] 2. Penerima Menghilangkan CP, mengubah kembali ke domain frekuensi dengan M-point DFT.
41 Dilakukan equalization untuk mengatasi Intersymbol Interference (ISI) maupun error. Sinyal tone diskrit ditransformasi menjadi blok simbol single carrier dalam domain waktu menggunakan N-point IDFT. Dilakukan deteksi dan decoding hingga menjadi aliran bit informasi kembali.
Pada DFTS-OFDM setiap simbol data disebar di beberapa subcarrier.
Gambar 3.9 Uplink Resource Block
42 Untuk proses uplink data informasi diletakkan pada resource block. Ukuran resource block dalam ranah frekuensi adalah 12 subcarrier sama dengan jumlah subcarrier pada downlink. Sinyal yang ditransmisikan dalam setiap slot digambarkan oleh sebuah Physical Resource Block (PRB) dimana resource grid yang terdiri dari subcarrier dan
simbol DFTS-OFDM. Jadi suatu PRB terdiri dari
x
resource element , dimana 1 slot sepanjang 10 ms dalam domain waktu dan 180 KHz dalam domain frekuensi. Masing-masing slot membawa 7 simbol DFTSOFDM pada konfigurasi cyclic prefix yang normal, atau 6 simbol DFTS-OFDM pada konfigurasi extended cyclic prefix. Konfigurasi resource block
pada Gambar 3.9 berdasarkan panjang cyclic
prefix dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Parameter resource block uplink[1]
Proses scheduling pada uplink dilakukan oleh eNodeB. eNodeB bekerja pada ranah waktu maupun ranah frekuensi tertentu pada UE dan menginformasikan format pengiriman data yang dapat digunakan oleh UE. Pada uplink, data dialokasikan pada beberapa slot dalam satu resource block . Ukuran resource block pada uplink adalah 12 subcarrier. Namun tidak semua integer diperbolehkan untuk pengalokasian data guna memperingkas desain DFT pada proses uplink. Hanya kelipatan 2,3 dan 5 yang diperbolehkan. Berbeda dengan
43 downlink, UE diharapkan untuk tetap berdekatan pada sumber dalam proses uplink. Interval waktu untuk proses pengiriman data pada uplink sebesar 1ms serta data dari pengguna dibawa oleh PUSCH (Physical Uplink Shared Channel ).
3.6 Desain Simulasi Pertimbangan penting pada DFTS-OFDM salah satunya adalah bagaimana Npoin sinyal dipetakan ke dalam M-subcarrier sistem.Terdapat 2 strategi utama, yang pertama dimana menggunakan N subcarrier yang berdekatan atau yang kedua dengan mendistribusikan nilai N melalui subcarrier-subcarrier M menggunakan setiap subcarrier. Untuk lebih memperjelas prinsip kerja DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi dari prinsip kerja DFTS-OFDM sebagai berikut : Simulasi DFTS-OFDM menggunakan Matlab 6.5 1 2
9
3
8
4
7
6
5
Gambar 3.10 Blok Diagram DFTS-OFDM yang Digunakan untuk Simulasi.
Simulasi DFTS-OFDM dilakukan menggunakan program Matlab 6.5. Fungsi scfdma adalah fungsi yang menjelaskan proses modulasi dan demodulasi teknik
44 DFTS-OFDM. Fungsi runSimSCFDMA adalah fungsi menjalankan fungsi scfdma dengan kondisi masukan sesuai yang diinginkan oleh pengguna. function [SER_ifdma,SER_lfdma] = scfdma(SP)
numSymbols = SP.FFTsize; Q = numSymbols/SP.inputBlockSize; H_channel = fft(SP.channel,SP.FFTsize);
for n = 1:length(SP.SNR), tic; errCount_ifdma = 0; errCount_lfdma = 0;
for k = 1:SP.numRun,
% pembentukan simbol masukan (simbol acak) : tmp = round(rand(2,SP.inputBlockSize)); tmp = tmp*2 - 1; inputSymbols = (tmp(1,:) + i*tmp(2,:))/sqrt(2);
%%%%%%%%%%%%% % MODULATOR %%%%%%%%%%%%%
1
% proses FFT simbol masukan : inputSymbols_freq = fft(inputSymbols); inputSamples_ifdma = zeros(1,numSymbols); inputSamples_lfdma = zeros(1,numSymbols);
2
% subcarrier mapping : inputSamples_ifdma(1+SP.subband:Q:numSymbols) =
inputSymbols_freq;
45
inputSamples_lfdma([1:SP.inputBlockSize]+SP.inputBlockSize*SP.subband) = inputSymbols_freq;
3
% proses iFFT : inputSamples_ifdma = ifft(inputSamples_ifdma); inputSamples_lfdma = ifft(inputSamples_lfdma); % proses penambahan CP: TxSamples_ifdma = [inputSamples_ifdma(numSymbols-
4
SP.CPsize+1:numSymbols) inputSamples_ifdma]; TxSamples_lfdma = [inputSamples_lfdma(numSymbolsSP.CPsize+1:numSymbols) inputSamples_lfdma];
5
% penambahan noise w[n] : RxSamples_ifdma = filter(SP.channel, 1, TxSamples_ifdma); %
Multipath Channel RxSamples_lfdma = filter(SP.channel, 1, TxSamples_lfdma); % Multipath Channel
%%%%%%%%%%%%% % DEMODULATOR %%%%%%%%%%%%%
6
% proses pemisahan CP: tmp = randn(2, numSymbols+SP.CPsize); complexNoise = (tmp(1,:) + i*tmp(2,:))/sqrt(2); noisePower = 10^(-SP.SNR(n)/10); RxSamples_ifdma = RxSamples_ifdma +
sqrt(noisePower/Q)*complexNoise; RxSamples_lfdma = RxSamples_lfdma + sqrt(noisePower/Q)*complexNoise; RxSamples_ifdma = RxSamples_ifdma(SP.CPsize+1:numSymbols+SP.CPsize);
46 RxSamples_lfdma = RxSamples_lfdma(SP.CPsize+1:numSymbols+SP.CPsize);
7
% proses FFT: Y_ifdma = fft(RxSamples_ifdma, SP.FFTsize); Y_lfdma = fft(RxSamples_lfdma, SP.FFTsize); % subcarrier demapping :
8 Y_ifdma = Y_ifdma(1+SP.subband:Q:numSymbols); Y_lfdma = Y_lfdma([1:SP.inputBlockSize]+SP.inputBlockSize*SP.subband);
H_eff = H_channel(1+SP.subband:Q:numSymbols); if SP.equalizerType == 'ZERO' Y_ifdma = Y_ifdma./H_eff; elseif SP.equalizerType == 'MMSE' C = conj(H_eff)./(conj(H_eff).*H_eff + 10^(SP.SNR(n)/10)); Y_ifdma = Y_ifdma.*C; end
H_eff = H_channel([1:SP.inputBlockSize]+SP.inputBlockSize*SP.subband); if SP.equalizerType == 'ZERO' Y_lfdma = Y_lfdma./H_eff; elseif SP.equalizerType == 'MMSE' C = conj(H_eff)./(conj(H_eff).*H_eff + 10^(SP.SNR(n)/10)); Y_lfdma = Y_lfdma.*C; end
% proses iFFT : EstSymbols_ifdma = ifft(Y_ifdma);
9
47 EstSymbols_lfdma = ifft(Y_lfdma);
EstSymbols_ifdma = sign(real(EstSymbols_ifdma)) + i*sign(imag(EstSymbols_ifdma)); EstSymbols_ifdma = EstSymbols_ifdma/sqrt(2); EstSymbols_lfdma = sign(real(EstSymbols_lfdma)) + i*sign(imag(EstSymbols_lfdma)); EstSymbols_lfdma = EstSymbols_lfdma/sqrt(2);
I_ifdma = find((inputSymbols-EstSymbols_ifdma) == 0); errCount_ifdma = errCount_ifdma + (SP.inputBlockSizelength(I_ifdma)); I_lfdma = find((inputSymbols-EstSymbols_lfdma) == 0); errCount_lfdma = errCount_lfdma + (SP.inputBlockSizelength(I_lfdma)); end SER_ifdma(n,:) = errCount_ifdma / (SP.inputBlockSize*SP.numRun); SER_lfdma(n,:) = errCount_lfdma / (SP.inputBlockSize*SP.numRun); [SP.SNR(n) SER_ifdma(n,:) SER_lfdma(n,:)] toc end
function runSimSCFDMA()
SP.FFTsize = 512; SP.inputBlockSize = 16; SP.CPsize = 20; %SP.subband = 15; SP.subband = 0;
SP.SNR = [0:2:20];
48 SP.numRun = 10^1;
% TS 25.104 pedAchannel = [1 10^(-9.7/20) 10^(-22.8/20)]; pedAchannel = pedAchannel/sqrt(sum(pedAchannel.^2)); vehAchannel = [1 0 10^(-1/20) 0 10^(-9/20) 10^(-10/20) 0 0 0 10^(15/20) 0 0 0 10^(-20/20)]; vehAchannel = vehAchannel/sqrt(sum(vehAchannel.^2)); idenChannel = 1;
SP.channel = idenChannel; %SP.channel = pedAchannel; %SP.channel = vehAchannel;
SP.equalizerType ='ZERO'; %SP.equalizerType ='MMSE';
[SER_ifdma SER_lfdma] = scfdma(SP);
save scfdma_awgn
Dalam simulasi di atas, digunakan ukuran FFT pengirim adalah 512, Ukuran blok masukan adalah 16 simbol, ukuran Cyclic Prefix 20 sampel. Keluaran fungsi runSimSCFDMA adalah: ans = 0
0.3438
0.3125
0.2062
0.1812
elapsed_time = 0.0160 ans = 2.0000
49 elapsed_time = 0.0150 ans = 4.0000
0.0938
0.1187
0.0938
0.0375
0
0.0125
elapsed_time = 0.0160 ans = 6.0000 elapsed_time = 0.0160 ans = 8.0000 elapsed_time = 0.0320 ans = 10
0
0
elapsed_time = 0.0160 ans = 12
0
0
elapsed_time = 0.0310 ans = 14
0
0
elapsed_time = 0.0150 ans = 16
0
0
elapsed_time = 0.0160 ans = 18
0
0
50 elapsed_time = 0.0310 ans = 20
0
0
elapsed_time = 0.0160
Keluaran simulasi adalah berupa galat (error) simbol dengan menggunakan IFDMA dan LFDMA saat simbol SNR bernilai 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 beserta dengan lama waktu penghitungan. Sesuai hasil simulasi, hasil galat simbol saat simbol SNR lebih dari 10 akan bernilai 0 yang berarti simbol keluaran demodulator sesuai dengan simbol masukan modulator. Fungsi ini dapat mempermudah kita untuk mempelajari sistem DFTSOFDM baik modulatornya maupun demodulatornya.