BAB III DASAR TEORI
3.1 Penggunaan Bahan Bakar Pada Mesin Kendaraan 3.1.1
Sistem Penggerak (Propulsion System) Daya mesin (engine horsepower) dan operating gear merupakan faktor utama yang menentukan besar tenaga yang tersedia untuk drawbar pada mesin. Daya mesin tersebut dihasilkan oleh bahan bakar solar dan oksigen melalui sistem pembakaran self-ignition di dalam silinder mesin. Secara umum, sistem penggerak yang menggerakkan mesin kendaraan pada haul truck mempunyai diagram seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Powertrain
Mesin menggerakkan torque converter yang menggerakkan transmisi (transmission) untuk kemudian menggerakkan diferensial (differential). Melalui diferensial tersebut, roda gigi dan roda ban kendaraan digerakkan. Bahan bakar jenis High Speed Diesel (HSD) atau yang biasa dikenal dengan bahan bakar solar mempunyai nilai kalor sekitar 37 MJ/Liter. Daya keluaran
16
dari mesin pada roda gaya dengan kecepatan rpm dapat dinyatakan sebagai flywheel horsepower (fwhp). Daya keluaran mesin (fwhp) menjadi daya masukan bagi sistem transmisi. Sistem ini terdiri dari drive shaft, transmission, planetary gears, drive axles, dan drive wheels.
Gambar 3.2 Transmisi Daya (Power Transmission)
3.1.2
Rimpull/Tractive Effort Rimpull/tractive effort merupakan besarnya gaya/kekuatan tarik yang dapat diberikan oleh mesin suatu alat kepada permukaan roda atau ban penggeraknya yang menyentuh permukaan jalur jalan. Rimpull biasanya dinyatakan dalam pounds (lbs) dan dapat dihitung dengan rumus [3-1].
Rp =
1.379.437,87 × fwhp × E .............................. [3-1] v
Keterangan : Rp
= rimpull atau gaya tarik (kg)
17
fwhp = flywheel horsepower atau tenaga mesin (watt) v
= kecepatan kendaraan (m/s)
E
= Efisiensi mesin
Dari persamaan [3-1] dapat dilihat bahwa flywheel horsepower (fwhp) berbanding lurus terhadap rimpull dan kecepatan kendaraan. Rimpull digunakan untuk mengatasi total tahanan yang menghambat pergerakan kendaraan dan mempercepat laju kendaraan. Total energi dari sebuah mesin kendaraan yang dirancang untuk membawa muatan dapat dikonversikan menjadi rimpull apabila didapatkan traksi yang cukup antara roda kendaraan dan permukaan jalan. Jika tidak terdapat traksi yang cukup maka daya total yang dihasilkan mesin tidak bisa digunakan karena roda kendaraan akan mengalami slip pada permukaan jalan.
3.2 Tahanan-Tahanan Yang Mempengaruhi Gaya Gerak Kendaraan 3.2.1
Tahanan Gulir (Rolling Resistance) Tahanan gulir merupakan jumlah segala gaya-gaya luar yang berlawanan dengan arah gerak kendaraan yang berjalan di atas jalur jalan atau permukaan tanah. Tahanan ini dipengaruhi oleh kecepatan, berat total kendaraan, struktur jalan, tipe permukaan jalan, ukuran ban, tekanan dan permukaan ban. Tahanan gulir juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus [3-2]. Wr = µr. G ...................................................... [3-2] Keterangan : µr
= Koefisien tahanan gulir
G
= Berat total kendaraan (ton)
Wr
= Tahanan gulir (ton)
18
Koefisien tahanan gulir dapat ditentukan dari Tabel 3.1, berdasarkan tipe jalan dan kondisi permukaan jalan.
Tabel 3.1 Koefisien Tahanan Gulir Type and conditions of ground Iron truck Concrete floor Macadam road Wood pavement Dry unpaved plain road Firm terrain Dry, loose terrain Soft terrain Loose gravel Loose sand Muddy ground Packed snow Ice
3.2.2
µr (%) Vehicle w/iron wheel treads 1.0 2.0 2.9 2.5 4.5 10.0 11.5 16.0 15.0 15.0
Crawler tractor
Tractor w/pneumatic tires wheels
2.8 3.3
2.3 2.8
4.6 5.5 6.5 8.0 9.0 9.0 12.0
3.5 4.0 4.5 9.0 12.0 12.0 16.0 3.7 2.0
Tahanan Udara (Aerodynamic Resistance) Tahanan udara dapat disebabkan oleh adanya pressure drag karena bentuk alat angkut dan gesekan udara yang masuk dan keluar kendaraan dan yang mengenai permukaan alat angkut. Saat alat angkut bergerak dalam massa udara, pada bagian permukaan depan dan samping kendaraan akan bekerja gaya tekan dan gaya gesekan serta aliran udara turbulen di antara roda penggerak akibat adanya gaya udara yang melawan pergerakan kendaraan. Tahanan udara dipengaruhi oleh luas bidang melintang (cross section area) dan koefisien tahanan aerodinamis (Ca).
Koefisien tahanan aerodinamis
tergantung pada bentuk kendaraan dan dapat diketahui dengan menggunakan Tabel 3.2 dan Gambar 3.3. Tahanan udara dapat dihitung dengan menggunakan rumus [3-3].
RA =
1 2 ρv C a A ............................................ [3-3] 2
19
Keterangan : RA = Tahanan udara atau tahanan aerodinamis A
= Luas kontak (m2)
Ca = Koefisien tahanan aerodinamis v
= Kecepatan alat angkut (m/det)
ρ
= Massa jenis udara (kg/m3) = 1.292 Kg/m3
Tabel 3.2 Koefisien Tahanan Aerodinamis
C
D E
Ca
W
X
Y
Z
C
0.30
0.24
0.20
0.12
D
0.30
0.27
0.21
0.12
E
0.32
0.26
0.25
0.17
F
0.35
0.35
0.32
0.24
W
X
F
Y
Z
Gambar 3.3 Komponen Koefisien Tahanan Aerodinamis Kendaraan
3.2.3
Tahanan Kemiringan (Grade Resistance)
Tahanan kemiringan adalah besarnya gaya berat yang melawan pergerakan kendaraan menaiki permukaan miring yang licin. Saat kendaraan bergerak menaiki sebuah permukaan miring yang menanjak, daya tarik total (tractive effort/rimpull) yang dibutuhkan untuk menjaga pergerakan kendaraan bertambah sebanding dengan kemiringan jalan. Sebaliknya bila kendaraan bergerak di permukaan miring yang menurun maka tractive effort yang
20
dibutuhkan untuk menjaga pergerakan kendaraan berkurang sebanding dengan kemiringan jalan. Hal ini dikarenakan pada saat bergerak di permukaan yang menurun, gaya gravitasi membantu pergerakan dari kendaraan sehingga mengurangi rimpull/tractive effort dari kendaraan tersebut. Sebagai ilustrasi, tahanan kemiringan diberikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Ilustrasi Tahanan Kemiringan
Keterangan : G
= Berat kendaraan total (ton)
α
= Sudut yang dibentuk antara jalan dengan garis horisontal (°)
Ws = Tahanan kemiringan (ton) = G. Sin α ...................................................................................... [3-4] = G. (b/a) ........................................................................................ [3-5] Tahanan kemiringan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu : a.
Besarnya kemiringan yang umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan 1 % berarti jalur jalan itu naik sebesar 1 meter untuk tiap jarak mendatar sebesar 100 meter.
b.
Berat total kendaraan tersebut yang dinyatakan dalam ton.
3.3 Ketinggian Dari Permukaan Air-Laut (Altitude)
Ketinggian letak suatu daerah berpengaruh terhadap hasil kerja mesin kendaraan. Hal ini dikarenakan kinerja mesin kendaraan dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur udara luar. Semakin tinggi suatu daerah maka tekanan
21
udara ambient semakin rendah sehingga jumlah oksigen untuk pembakaran pun berkurang. Pada haul truck HD785-5, mesin yang dipakai adalah jenis SA12V140-1 yang memiliki fitur turbocharged dan after-cooled serta sistem injeksi bahan bakar tipe direct injection. Turbocharged berarti udara yang disemprotkan ke dalam silinder diberi tekanan tinggi sedangkan after-cooled berarti udara yang bertekanan tinggi dari turbocharger tersebut didinginkan temperaturnya untuk mengurangi emisi NOx dan meningkatkan massa jenis udara sehingga konsumsi bahan bakar menjadi lebih sedikit. Dikarenakan pemakaian turbocharger, maka kebutuhan jumlah udara yang masuk ke dalam silinder untuk memperoleh pembakaran yang sempurna dapat dipenuhi hingga ketinggian 2300 m di atas permukaan laut sedangkan lokasi tertinggi pada daerah penelitian di site PT. INCO Sorowako pada saat penelitian adalah 711,22 m dari permukaan laut seperti terlihat pada Tabel 3.3. Oleh sebab itu pengaruh ketinggian dari permukaan laut dapat diabaikan.
Tabel 3.3 Ketinggian Maksimum pada Lokasi Penelitian Trayek
Titik Tertinggi (m)
ANOAVL470W1 - ANO04_DP
512.12
SS10BRNORTH - SSP_E1A
588.06
INALHI620W1 - KOR04_DP
625.68
SS10BRNORTH - SSP_E3A1
587.25
KATRYN400W1 - BRI01_DP
507.87
SS10BRNORTH - SSP_W3C
593.08
PETEAA721E1 - PET06_DP
711.22
SS10BRSOUTH - SSP_E3A1
587.25
SS10ATAS - PET01_DP
467.45
SSANGN470W1 - HAR01DYKE
570.57
SS10BRNORTH - SSP_E2B1
587.77
WB8BAWAH - SS10ATAS
598.88
WTLBUS640W1 - WAT03_DP
659.20
Trayek
Titik Tertinggi (m)
3.4 Perilaku Operator
Perilaku operator saat mengemudi dapat pula mempengaruhi tingkat konsumsi bahan bakar kendaraan tersebut. Tekanan pedal gas (throttle) yang tidak
22
konsisten pada saat berjalan maupun pada saat melakukan dumping merupakan perilaku operator yang paling berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar.
3.5 Waktu Daur (Cycle Time)
Waktu daur atau cycle time adalah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan material. Waktu daur dari haul truck meliputi beberapa faktor yaitu waktu pemuatan (loading time), waktu pengangkutan (hauling time), waktu pembongkaran muatan (dumping time), waktu kembali ke tempat pemuatan (return time), spot time dan delay time.
Gambar 3.4 Ilustrasi Waktu Daur (Cycle Time) dari Haul Truck
3.2.1
Waktu Pemuatan (Loading Time)
Waktu pemuatan atau loading time adalah periode waktu yang diperlukan loader untuk mengisi haul truk. Loading time dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut : Loading time = Cms x n.......................................[3.6] Keterangan : Cms = Loader cycle time
n = Jumlah cycle untuk mengisi haul truck
23
3.5.1.1
Loader Cycle Time (Cms)
Waktu daur dari sebuah loader bergantung pada tipe dari loader tersebut (excavator, crawler type loader, wheel loader, dan sebagainya). Waktu daur dari loader ditentukan oleh excavating time, swing time (loaded), dumping time, swing time (empty). 3.5.1.2
Jumlah cycle untuk mengisi haul truck (n)
Kapasitas muatan dari haul truck bergantung pada volume atau berat muatan tersebut. Bila kapasitas muatan ditentukan oleh volume maka : n=
Rated Capacity (m 3 , yd 3 ) of haul truck ......... [3-7] Kapasitas Bucket (m 3 , yd 3 ) × bucket fill factor
Dan bila kapasitas muatan dari haul truck ditentukan oleh berat muatan maka : Rated Capacity (m 3 , yd 3 ) of haul truck n= . [3-8] Kapasitas Bucket (m 3 , yd 3 ) × bucket fill factor × specific weight Kapasitas bucket dan dump body umumnya beracuan pada kapasitas munjung (heaped capacity) tetapi dapat pula beracuan pada kapasitas peres (struck capacity) bergantung pada jenis material yang diangkut.
Gambar 3.5 Ilustrasi kapasitas munjung dan kapasitas peres
Kapasitas peres adalah kapasitas volume dari bucket setelah muatan mengenai bidang strike. Bidang strike berawal dari pangkal bucket sampai ke ujung bucket yang merupakan pinggiran bucket untuk menggaru.
24
3.2.2
Waktu Pengangkutan (Hauling Time) dan Return Time
Waktu untuk pengangkutan (hauling time) dan return time ditentukan oleh kecepatan rata-rata dari kendaraan baik saat mengangkut muatan maupun saat kembali ke tempat pemuatan. Kecepatan rata-rata kendaraan dapat dihitung dengan membagi lintasan jalan angkut menjadi beberapa bagian berdasarkan tahanan gulir (rolling resistance) dan tahanan kemiringan (grade resistance). Lalu dengan menggunakan grafik unjuk kerja (performance curve) yang terdapat pada Komatsu Specification & Application Handbook seperti pada Gambar 3.6, dapat dihitung kecepatan kendaraan tersebut.
Gambar 3.6 Grafik Unjuk Kerja Haul Truck HD785-5
Misalkan sebuah truk HD785 dengan berat kosong sebesar 69,93 ton mengangkut muatan sebesar 89,1 ton di jalan yang memiliki tahanan gulir
25
(RR) sebesar 4% dan tahanan kemiringan (GR) sebesar 2 %. Langkah-langkah menentukan kecepatan : 1.
Pertama-tama dengan menarik garis vertikal dari berat kendaraan (Gross Weight) di titik 160 ton (berat kosong + muatan) ke bawah hingga berpotongan dengan grafik tahanan total (Total Resistance) di titik 6 % (RR + GR) di titik A.
2.
Lalu dari titik A ditarik garis horisontal ke kiri hingga berpotongan dengan grafik gigi di titik B. Dari titik B tarik garis vertikal ke bawah hingga memotong sumbu kecepatan (Travel Speed). Dari grafik didapatkan bahwa kecepatan truk yang ideal adalah 15 km/jam pada gigi 4.
Untuk melihat ilustrasi langkah-langkah pengerjaannya dapat dilihat pada Gambar 3.7.
B
A
Gambar 3.7 Ilustrasi Langkah-langkah Mencari Nilai Kecepatan
26
3.2.3
Waktu Pembongkaran Muatan (Dumping Time)
Dumping time adalah periode waktu yang digunakan oleh haul truck saat memasuki area pembongkaran muatan hingga saat akan kembali setelah melakukan operasi pembongkaran muatan. Lama waktu yang digunakan untuk periode ini bervariasi, tergantung pada kondisi operasi tersebut.
3.2.4
Spot dan Delay Time
Spot time adalah periode waktu yang diperlukan haul truck memposisikan diri untuk dimuat dan loader untuk memuat haul truck tersebut. Sedangkan delay time adalah waktu Selain dari perhitungan di atas, waktu daur (cycle time) juga bisa didapatkan melalui pengukuran yang dilakukan oleh alat PLM (Payload Meter) pada haul truck buatan Komatsu. Pada PLM terdapat data-data waktu daur (cycle time) sebagai berikut : -
Empty Travel Time (menit)
= Waktu dari tempat pembongkaran muatan ke tempat pengisian muatan (return time)
-
Empty Stop Time (menit)
= Waktu delay pada saat tidak bermuatan
-
Load Time (menit)
= Waktu pengisian muatan
-
Loaded Travel Time (menit)
= Waktu dari tempat pengisian muatan ke tempat pembongkaran muatan
-
Loaded Stop Time (menit)
= Waktu delay pada saat bermuatan
-
Dumping Time (menit)
= Waktu pembongkaran muatan
Sedangkan Spot Time ikut terukur pada Load Time di PLM.
27