BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab I telah dijelaskan mengenai empat tujuan pengerjaan tugas akhir ini, yaitu memahami berbagai algoritma penjadwalan, memahami metrik QoS sebagai pengukur kualitas suatu algoritma penjadwalan, merancang kerangka uji algoritma penjadwalan, dan menganalisis algoritma penjadwalan berdasarkan metrik yang telah ditentukan. Tujuan pertama dan kedua dari tugas akhir telah dicapai melalui paparan pada bab II. Untuk memenuhi tujuan ketiga, akan dirancang suatu kerangka uji algoritma.
Perancangan kerangka uji ini dilakukan agar suatu algoritma penjadwalan dapat dinilai kualitasnya sesuai dengan metrik yang telah ditentukan. Metrik pengujian perlu ditetapkan agar terdapat kesamaan sudut pandang dalam menilai suatu algoritma. Tidak semua metrik QoS yang dijelaskan pada subbab 2.4 akan diimplementasikan dalam pengujian. Hanya metrik yang berpengaruh pada performansi algoritma dan memungkinkan untuk dihitung yang akan dipakai sebagai parameter penguji algoritma. Penjelasan mengenai metrik yang dipakai, cara penghitungan metrik, serta penjelasan mengenai metrik yang tidak dipakai dipaparkan pada subbab 3.1.
Dalam melakukan simulasi, perlu ditetapkan skenario simulasi yang tepat agar algoritma penjadwalan teruji pada bergabai kondisi. Pada tiap skenario akan dihitung nilai untuk tiap metrik QoS. Penjelasan mengenai skenario yang dipilih dan alasan pemilihan skenario-skenario tersebut dipaparkan pada subbab 3.2.
Berdasarkan metrik QoS, dapat didefinisikan kriteria suatu algoritma penjadwalan yang ideal. Kriteria ini yang nantinya dibandingkan dengan hasil pengujian dari berbagai skenario simulasi. Penjelasan mengenai kriteria algoritma penjadwalan yang ideal dipaparkan pada subbab 3.3. Kerangka uji yang dibangun terdiri atas metrik QoS beserta cara perhitungannya, skenario-skenario
simulasi, dan metode pengujian
algoritma. Skema kerangka uji algoritma dan metode pengujian dipaparkan pada subbab 3.4
III-1
III-2
3.1 Implementasi metrik QoS 3.1.1 Average Throughput Average throughput adalah jumlah rata-rata data yang dipilih untuk dikirimkan pada suatu jangka waktu tertentu. Throughput yang dihitung pada metrik ini merupakan attainable rate, yaitu throughput yang terjadi pada satu jangka waktu tertentu tanpa memperhatikan throughput sebelumnya. Dengan metrik ini, dapat diukur efektifitas penggunaan bandwidth dari suatu algoritma penjadwalan. Makin tinggi average throughput yang dihasilkan, maka makin tinggi pula efektifitas pemakaian bandwidth oleh algoritma tersebut. Average throughput didapat dari rumus berikut ini :
Throughput =
3.1.2 Packet Loss Packet Loss adalah perbandingan paket yang didrop dari antrian dibandingkan dengan seluruh paket yang ada pada antrian. Paket didrop dari antrian apabila paket telah melewati deadline. Dengan metrik ini, dapat diukur efektifitas algoritma untuk jenis paket yang memiliki deadline. Makin tinggi jumlah paket yang harus didrop, maka makin rendah efektifitas penggunaan algoritma untuk paket yang memiliki deadline. Berikut rumus untuk mendapatkan nilai packet loss :
Keterangan : = jumlah paket yang di drop dari antrian = jumlah seluruh paket yang masuk ke antrian
3.1.3 Fairness Index Fairness index merupakan indeks yang menunjukkan tingkat keadilan dalam memberikan bandwidth. Terdapat dua jenis fairness, yaitu memberikan jumlah resource yang sama kepada tiap pengguna dan memberikan jumlah resource yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pengguna. Fairness dalam hal ini merupakan
III-3 fairness yang berupa equality yang memberikan jumlah resource yang sama pada tiap pengguna [JRK84]. Dengan fairness index, dapat diukur tingkat keadilan algoritma antar paket sejenis maupun antar paket tidak sejenis. Fairness index dihitung untuk satu kelas (intra-class fairness) dan antar kelas (inter-class fairness). Untuk interclass fairness, akan digunakan Jain fairness index yang dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Jain’s Fairness Index = Keterangan : xi
merupakan throughput pada saat i, dimana throughput dihitung dengan
menggunakan rumus berikut
Untuk intra-class fairness, akan dihitung memakai MinMax fairness dengan rumus sebagai berikut MinMax Fairness =
Fairness terbaik dicapai apabila fairness index sama dengan 1. Pada Minmax fairness, nilai fairness sama dengan 1 dicapai apabila throughput tertinggi sama dengan throughput terendah.
3.1.4 Metrik QoS yang Tidak Diimplementasikan Dari 8 metrik QoS yang dijelaskan pada subbab II.4, terdapat 5 metrik yang tidak diimplementasikan, yaitu : 1. Jumlah SS yang dilayani pada satu frame 2. Mechanism for wireless link variability 3. Pre-allocated resource for compensation 4. Average Queueing Delay 5. Frame Utilization
Metrik jumlah SS pada satu frame dimaksudkan untuk menilai fairness dalam pemberian alokasi bandwidth. Makin banyak jumlah SS yang dilayani dalam satu frame, maka algoritma penjadwalan memiliki tingkat fairness yang makin tinggi.
III-4 Metrik ini dinilai dapat diukur melalui metrik fairness index, sehingga tidak perlu diimplementasikan.
Mechanism for wireless link variability dan pre-allocated resource for compensation merupakan faktor pengukuran yang berkaitan dengan diperhatikan tidaknya faktor keadaan link dalam memberikan alokasi bandwidth. Kedua faktor ini dinilai sebagai fitur kelengkapan dari suatu algoritma, bukan sebagai metrik QoS. Suatu algoritma yang memiliki fitur penilaian keadaan link belum tentu lebih baik daripada algoritma yang tidak memiliki fitur tersebut. Algoritma Weighted Round Robin (WRR) merupakan algoritma yang tidak memperhatikan kualitas link dalam memberi alokasi bandwidth.
Metrik average queueing delay dan frame utilization merupakan dua metrik yang dapat
mengukur
kualitas
suatu
algoritma
penjadwalan
namun
tidak
diimplementasikan dalam tugas akhir ini. Hal ini dilakukan karena tidak tersedia informasi yang cukup pada trace file hasil simulasi untuk mengukur kedua metrik ini. Perlu dilakukan perubahan pada stuktur kelas trace file agar dapat menampilkan informasi yang dibutuhkan.
Average Queueing Delay adalah jumlah rata-rata waktu antara sampainya paket ke antrian sampai paket meninggalkan antrian. Dengan metrik ini, dapat diukur rata-rata waktu yang terbuang untuk menunggu dalam antrian. Makin tinggi nilai average queueing delay, maka makin kecil efisiensi pemakaian waktu pada algoritma penjadwalan tersebut. Average queueing delay dihitung dalam satuan milisecond (ms) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : = average queueing delay = waktu dimana paket ke-i masuk ke antrian = waktu dimana paket ke-i meninggalkan antrian N
= jumlah paket
III-5 Untuk dapat menghitung average queueing delay, diperlukan informasi waktu saat tiap paket memasuki antrian dan saat tiap paket meninggalkan antrian. Informasi ini dapat diperoleh dengan menambah 2 jenis event pada trace file, yaitu enqueue dan dequeue. Untuk tiap paket dapat dihitung selisih waktu terjadinya event enqueue dan dequeue. Selisih waktu tersebut kemudian dijumlahkan lalu dibagi jumlah paket yang memasuki antrian. Event enqueue dan dequeue telah diimplementasikan untuk trace file jenis fixed network, namun belum diimplementasikan untuk trace file jenis wireless network.
Frame utilization adalah persentase simbol yang dipakai untuk mengirim data dibandingkan dengan jumlah seluruh simbol yang ada pada satu frame. Frame dalam hal ini merupakan OFDM PHY frame. Satu OFDM PHY frame mungkin berisi lebih dari satu MAC frame untuk tujuan yang berbeda-beda. Berikut rumus untuk mendapatkan nilai frame utilization :
Keterangan : = jumlah simbol yang dialokasikan untuk data C
= total simbol yang disediakan
N
= jumlah koneksi
Untuk dapat menghitung frame utilization, diperlukan informasi struktur frame yang akan dikirimkan. Dari struktur frame, dapat dihitung jumlah simbol yang dipakai untuk preamble, ULMAP, DLMAP, FCH (Frame Control Header), dan burst data. Untuk tiap burst data, dapat dihitung jumlah simbol yang dipakai sebagai header dan payload. Jumlah simbol yang dipakai sebagai payload kemudian dijumlahkan menjadi jumlah simbol data. Frame utilization merupakan perbandingan antara jumlah simbol yang dipakai sebagai data dengan jumlah keseluruhan simbol pada frame.
3.2 Skenario Simulasi Skenario simulasi dirancang untuk melihat keterkaitan antara kepadatan trafik dan variasi jenis paket dengan metrik QoS yang telah ditetapkan. Skenario simulasi dibagi atas dua skenario besar, yaitu skenario dimana trafik tidak padat dan skenario dimana
III-6 trafik padat. Jenis modulasi yang dipilih adalah QPSK dengan coding scheme 1/2. Jenis modulasi dan coding scheme ini merupakan paduan yang memberikan bandwidth terendah, yaitu sekitar 4,99Mbps [JCT06]. Alasan pemilihan jenis modulasi dan coding scheme ini adalah untuk mempermudah generating paket pada skenario trafik padat. Skenario trafik tidak padat adalah kondisi dimana trafik yang diciptakan lebih kecil dari bandwidth yang tersedia. Skenario trafik padat adalah kondisi dimana trafik yang diciptakan melebihi bandwidth yang tersedia. Lamanya simulasi dilakukan dalam 5 detik. Angka 5 detik dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam 5 detik sudah cukup waktu untuk menguji performansi algoritma penjadwalan dan untuk mengatasi keterbatasan Trace Graph yang memerlukan waktu banyak untuk menganalisis trace file yang terdiri dari banyak line.
Pada saat simulasi, tiap SS menerima satu jenis streaming data melalui satu atau lebih aplikasi pada tiap periode waktu tertentu. Streaming data ini memakai salah satu dari lima kelas QoS yang diberikan Wimax. Pada tiap skenario besar dibuat skenarioskenario kecil dimana pada tiap skenario terdapat streaming data dari 5 jenis kelas QoS dengan salah satu jenis kelas QoS yang dominan. Dominasi diciptakan untuk melihat pengaruh kelas QoS yang dominan terhadap nilai metrik yang telah ditetapkan. Pada skenario trafik tidak padat, perbandingan streaming data yang dominan dan streaming data lainnya adalah 3 : 1. Perbandingan 3 : 1 dipilih untuk menggambarkan dominansi yang cukup besar dari salah satu jenis kelas QoS. Pada skenario trafik data padat, perbandingan streaming data disesuaikan dengan bit rate masing-masing kelas agar tetap memenuhi keadaan dimana trafik lebih dari perkiraan bandwidth yang tersedia.
Alokasi SS yang diberikan untuk menciptakan streaming data dominan adalah 3 SS, sedangkan untuk streaming data tidak dominan dialokasikan masing-masing satu SS. Pada seluruh simulasi, ditetapkan terdapat 1 BS dan 7 SS. Jumlah 7 SS dipilih untuk menyesuaikan dengan perbandingan streaming data dominan dan tidak dominan, yaitu 3 : 1. Telah dilakukan percobaan simulasi dengan 14 dan 28 SS, namun simulasi tidak dapat dijalankan hingga selesai. Diperkirakan hal ini terjadi karena keterbatasan hardware atau keterbatasan simulator NS2 dan modul 802.16. Karena keterbatasan ini, ditetapkan jumlah SS adalah 7 untuk semua skenario Pada tiap skenario, 3 SS
III-7 digunakan untuk menciptakan streaming data dari kelas yang dominan dan 4 SS digunakan untuk menciptakan masing-masing 1 streaming data yang tidak dominan.
Streaming data yang dilakukan oleh tiap SS disesuaikan dengan sifat dari masingmasing kelas layanan. Pada modul 802.16 telah diimplementasikan kelas aplikasi untuk masing-masing kelas layanan. Untuk kelas UGS, rate yang digunakan adalah 64kbps dengan ukuran paket data fixed 200kb. Untuk kelas rtPS, rate yang digunakan adalah 1024kbps dengan ukuran paket data random antra 200kb hingga 1000kb. Untuk kelas ertPS, rate yang digunakan adalah 64kbps dengan ukuran paket 200kb saat kondisi talk dan 1kb saat kondisi silence. Untuk kelas nrtPS dan BE, ukuran paket akan dirandom antara 200kb hingga 1000kb. Rate yang pada kelas nrtPS adalah 32kbps sedangkan rate untuk kelas BE adalah 16kbps. Rate tiap kelas layanan dijadikan dasar untuk menentukan besarnya perbandingan kelas yang dominan dan tidak dominan untuk skenario dengan trafik melebihi kapasitas bandwidth yang tersedia. Sepuluh skenario simulasi dapat dilihat pada Tabel III.1. Tabel III-1 Skenario Simulasi
Nama Skenario
Perbandingan UGS : rtPS : ertPS : nrtPS : BE
1A
3:1:1:1:1
1B
1:3:1:1:1
1C
1:1:3:1:1
1D
1:1:1:3:1
1E
1:1:1:1:3
2A
12 : 4 : 4 : 4 : 4
2B
4:5:4:4:4
2C
4 : 4 : 12 : 4 : 4
2D
4 : 4 : 4 : 12 : 4
2E
4 : 4 : 4 : 4 : 21
3.3 Kriteria Algoritma Penjadwalan Ideal Berdasarkan 3 metrik QoS yang diimplementasikan, dapat ditetapkan kriteria algoritma penjadwalan yang ideal sebagai berikut :
III-8 1. Throughput Throughput merupakan jumlah data yang dikirim dalam jangka waktu tertentu, sehingga makin tinggi throughput berarti makin efektif suatu algoritma memanfaatkan bandwidth yang tersedia. Algoritma penjadwalan yang memiliki throughput tinggi cocok diterapkan pada kondisi jaringan dengan trafik yang padat.
2. Packet Loss Packet Loss merupakan jumlah paket yang didrop dari antrian selama selang waktu tertentu karena paket tersebut telah melewati deadline. Makin sedikit jumlah packet loss berarti makin baik kualitas algoritma penjadwalan dalam melayani pengiriman paket yang memiliki parameter deadline. Algoritma penjadwalan yang memiliki jumlah packet loss sedikit, cocok diterapkan pada kondisi jaringan yang trafik untuk kelas UGS, rtPS, dan ertPS tinggi.
3. Fairness Pada Tugas Akhir ini diimplementasikan 2 jenis metrik fairness, yaitu interclass fairness dan intraclass fairness. Nilai fairness tertinggi adalah 1 dan nilai fairness terendah adalah 0. Makin tinggi nilai interclass fairness, maka makin adil algoritma penjadwalan dalam melayani pengiriman paket dari semua kelas QoS. Makin tinggi nilai intraclass fairness, maka makin adil algoritma penjadwalan dalam melayani SS yang mengirimkan paket data dari kelas QoS yang sama. Algoritma penjadwalan yang memiliki nilai interclass fairness mendekati 1, cocok diterapkan pada kondisi jaringan dengan trafik data yang beragam. Algoritma penjadwalan yang memiliki nilai intraclass fairness mendekati 1, cocok diterapkan pada kondisi jaringan yang melayani banyak SS namun jenis paket yang dikirim cenderung memakai kelas QoS yang sama.
3.4 Skema Kerangka Uji Tujuan utama dari Tugas Akhir ini adalah untuk membangun kerangka uji untuk menguji algoritma penjadwalan sesuai dengan metrik QoS tertentu. Kerangka uji yang dibangun terdiri atas metrik QoS beserta cara perhitungannya, skenario-skenario
III-9 simulasi, dan langkah-langkah pengujian algoritma dengan menggunakan simulator dan tool untuk analisis trace file hasil simulasi. Gambar III-1 menggambarkan skema kerangka uji algoritma yang dibangun.
Gambar III-1 Skema Kerangka Uji
Urutan langkah-langkah pengujian algoritma adalah sebagai berikut : 1. Mengimplementasikan algoritma penjadwalan yang ingin diuji ke dalam NS2. 2. Menjalankan 10 skenario simulasi yang telah ditentukan dengan durasi waktu simulasi adalah 5 detik. 3. Melakukan analisis trace file hasil keluaran simulasi dengan menggunakan tool analyzer trace file. 4. Menggunakan data yang didapat dari analisis trace file untuk menghitung 3 metrik QoS, yaitu average throughput, packet loss, dan fairness index. 5. Pengujian selesai dilakukan. Didapat nilai tiap metrik untuk tiap skenario simulasi.