7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran, seperti dikemukakan oleh E. Rohimah dalam Adi Maulana (2002: 9). Dahlan dalam N.Nurlaela (2001: 1) menyatakan bahwa yaitu suatu model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam penyusunan kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Model pembelajaran merupakan rencana dalam mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengajaran. Rencana pengajaran ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran.
2.2 Pengertian Model Pembelajaran CLIS (Children’s Learning In Science) Model pembelajaran CLIS (Children’s Learning In Science) adalah model mengajar yang urutannya sudah ditentukan oleh Rosalind Driver yang terdiri dari tahap : 1) orientasi (orientation) 2) pemunculan gagasan (elicitation of ideas) 3) penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas)
8
4) penerapan gagasan (application of ideas) 5) mengkaji ulang perubahan gagasan ( review change in ideas) Tahap penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas) terbagi lagi menjadi beberapa sub-sub tahap yaitu: (a) pengungkapan dan pertukaran gagasan (clarification and exchange), (b) pembukaan situasi konflik (exposure to conflict situation), dan kontruksi gagasan baru dan evaluasi (construction of new ideas and evaluation) (Nuriman Wijaya, 1997: 9). Alfiati Syafrina (2000: 20) mengemukakan bahwa model pembelajaran CLIS adalah suatu model pembelajaran yang memiliki tahapan-tahapan untuk membangkitkan perubahan konseptual siswa. Alfiati Syafrina menambahkan, model pembelajaran CLIS ini dilandasi oleh pandangan konstruktivisme yang memperhatikan pengalaman dan konsep awal siswa, pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktivitas hands on/minds on dan menghadapi lingkungan sebagai bahan belajar.
9
Kelima langkah model pembelajaran CLIS dapat dirangkum dalam bagan sebagai berikut: ORIENTASI
PEMUNCULAN GAGASAN
PENYUSUNAN ULANG GAGASAN Pengungkapan dan pertukaran gagasan
Membandingkan dengan gagasan
Pembukaan situasi konflik Konstruksi gagasan baru Evaluasi
PENERAPAN GAGASAN
MENGKAJI ULANG PERUBAHAN GAGASAN Bagan 2.1 Struktur Umum Urutan Mengajar Model CLIS
(Driver, 1988: 175 dalam Nuriman Wijaya, 1997:15)
10
Model pembelajaran CLIS yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1) Tahap orientasi (orientation) Pada tahap ini, perhatian dan minat siswa dibangkitkan dengan cara guru memberikan contoh-contoh fenomena alam yang menarik dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. 2) Tahap pemunculan gagasan (elicitation of ideas) Pada tahap ini, untuk memunculkan gagasan awal siswa, guru mengajukan suatu masalah. Kemudian guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang siswa. 3) Tahap penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas) Dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengungkapan dan pertukaran gagasan (clarification and exchange) Pada langkah ini, siswa mendiskusikan jawaban dalam masing-masing kelompok kecil sambil melakukan kegiatan praktikum. Hasil diskusi ditulis dalam selembar kertas dan dijelaskan oleh salah seorang siswa pada setiap kelompok. Melalui diskusi ini siswa bisa mengungkapkan kembali dan saling bertukar gagasan (Nuriman Wijaya, 1997: 23). b. Pembukaan situasi konflik (exposure to conflict situation) Pada langkah ini, siswa mengalami konflik gagasan dengan menyelidiki perbedaan antara gagasan awal dengan gagasan yang diperoleh dari fenomena selama kegiatan praktikum. Pembukaan situasi konflik dapat dilakukan
11
dengan cara, guru menunjuk salah seorang siswa untuk mengemukakan hasil percobaannya, sedangkan siswa lainnya menanggapinya. c. Kontruksi gagasan baru dan evaluasi (construction of new ideas and evaluation) Pada langkah ini, siswa mengkontruksi gagasan baru dan mengevaluasi gagasan dengan bimbingan guru. 4) Penerapan gagasan (application of ideas) Pada tahap ini, siswa menerapkan konsep yang telah dikuasai ke dalam situasi baru dengan bantuan bimbingan dari guru. Situasi yang baru di sini dapat berupa penerapan konsep yang dipelajari dengan dalam kehidupan seharihari. 5) Mengkaji ulang perubahan gagasan ( review change in ideas) Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk memperkuat konsep yang telah diperoleh siswa. Kemudian guru mengajak siswa untuk membandingkan gagasan baru yang telah diperoleh dengan gagasan awalnya
2.3 Kelebihan Model Pembelajaran CLIS Kelebihan-kelebihan model pembelajaran CLIS (Nuriman Wijaya, 1997: 21-22), yaitu: 1)
Membiasakan siswa belajar mandiri dalam memecahkan suatu masalah.
2)
Menciptakan kreativitas siswa untuk belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerja sama sesama siswa dan siswa terlibat secara langsung dalam melakukan kegiatan.
12
3)
Menciptakan belajar lebih bermakna, karena timbulnya kebanggaan siswa menentukan sendiri konsep ilmiah yang sedang dipelajari dan siswa akan bangga dengan hasil temuannya.
4)
Guru dalam mengajar akan lebih mudah, karena dapat menciptakan suasana belajar yang lebih aktif, sehingga guru hanya menyediakan berbagai masalah yang berhubungan dengan konsep yang diajarkannya, sedangkan siswa bisa mencari sendiri jawabannya.
5)
Guru dapat menciptakan alat-alat atau media pengajaran yang sederhana yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
2.4 Kelemahan Model Pembelajaran CLIS M.D Salwin (1996: 8) mengemukakan beberapa kelemahan model pembelajaran CLIS antara lain: guru dituntut untuk menyiapkan model pembelajaran untuk setiap topik pelajaran dan sarana laboratorium harus lengkap. Selain itu, bagi siswa yang belum terbiasa belajar mandiri atau berkelompok akan merasa asing dan sulit untuk dapat menguasai konsep.
2.5 Hasil Belajar Ranah Kognitif Hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang telah direncanakan guru sebelumnya. Tujuan instruksional pada umumnya dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain (ranah) kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual.
13
Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahanperubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor) (Moh. Usman Uzer, 1995: 34). Istilah ranah sering disebut juga sebagai matra, sedangkan istilah cognitive berasal dari bahasa Latin “cognoscre” yang berarti “mengetahui (to know)” (Nana Syaodih, 2004: 56). Oemar Hamalik (1999: 79) mengemukakan bahwa: “Matra kognitif menitikberatkan pada proses intelektual.” Bloom (Oemar Hamalik, 1999: 79-80) mengemukakan jenjang-jenjang kognitif dimulai dari jenjang terendah sampai ke jenjang tertinggi sebagai berikut: 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai ke teori yang menyangkut informasi yang bermanfaat, seperti : istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur, konsep dan prinsip. Pengertian lain tentang pengetahuan atau ingatan (recall) yaitu kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar (Moh. Usman Uzer, 1995: 35). 2) Pemahaman Pemahaman adalah abilitet (kemampuan) untuk menguasai pengertian. Pemahaman tampak pada alih bahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran, dan memperkirakan. Contoh: memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan, menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke
14
rumus matematika. Moh. Usman Uzer (1995: 35) mengemukakan pemahaman adalah mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Jenjang pemahaman dibagi lagi menjadi tiga sub-sub jenjang sebagai berikut: a)
Translation atau pemahaman terjemahan (C2a) Benyamin Bloom (Herdiani, 2002:14) menyatakan bahwa: “ Translation form symbolic form to another form, or vice versa; The ability to translate relationship expressed in symbolic form, including illustrations maps, table, diagram, graphs, and mathematical and other formulas, to verbal form and vice versa.” Pemahaman menerjemahkan diartikan sebagai kemampuan mengungkapkan hubungan dari bentuk simbol yang dapat berupa peta, tabel, diagram, grafik dan persamaan matematik atau suatu rumus ke dalam bentuk ungkapan lisan (verbal), atau sebaliknya. Kata operasional yang dapat digunakan adalah menerjemahkan, merubah, memberikan
kata
sendiri,
mengatakan
dengan
cara
menguraikan, lain,
membaca,
mengemukakan
menggambarkan, kembali.
Objek
operasionalnya yaitu arti, contoh, definisi, gambaran, intisari dan sebagainya. b)
Interpretation atau menginterpretasikan (C2b) Benyamin Bloom (Herdiani, 2002: 15) menyatakan: “Interpretation is ability to graps the thought of a works as a whole at any desired level of generality.” Menginterpretasi diartikan sebagai kemampuan untuk memahami suatu akrya atau kerja secara keseluruhan pada tingkat yang diinginkan secara umum.
15
Kata operasional yang digunakan adalah menafsirkan, menyusun kembalai, membedakan, menggambar grafik, menjelaskan. Objek operasionalnya yaitu sangkut paut, hubungan dasar, teori, intisari. c)
Extrapolation atau mengekstrapolasi (C2c) Bloom (Herdiani, 2002:17) menjelaskan pengertian ekstrapolasi sebagai berikut: “ Skill in predicting continuation of trend: Skill in interpolation where there are gaps in data.” Mengesktrapolasikan
diartikan
sebagai
keterampilan
memprediksikan
kelanjutan dari suatu kecenderungan. keterampilan dalam menyisipkan dimana ada data yang kosong. Kata operasional yang digunakan yaitu menaksir, menduga, memperkirakan, menentukan, menghitung, menggambarkan. Objek operasionalnya yaitu akibat, pengaruh, kesimpulan dan sebagainya. 3) Penerapan (aplikasi) Penerapan adalah abilitet (kemampuan) untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata, meliputi: aturan, metode, konsep, prinsip, hukum, teori. Moh. Usman Uzer (1995: 35) mengemukakan penerapan mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Contoh aplikasi: melaksanakan konsep dan prinsip ke situasi baru, melaksanakan hukum dan teori ke situasi praktis, mempertunjukkan metode dan prosedur.
16
4) Analisis Analisis adalah abilitet (kemampuan) untuk merinci bahan menjadi bagianbagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, meliputi identifikasi bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsipprinsip organisasi. Contoh: menyadari asumsi-asumsi, menyadari logika dalam pemikiran, membedakan fakta dan inferensi. Sedangkan menurut Moh. Usman Uzer (1995: 35), analisis di sini mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. 5) Sintesis Sintesis adalah abilitet (kemampuan) untuk mengkombinasikan bagianbagian menjadi suatu keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Contoh: menulis cerita pendek yang kreatif, menyusun rencana eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah. Menurut Moh. Usman Uzer (1995: 35), sintesis mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. 6) Evaluasi Evaluasi adalah abilitet (kemampuan) untuk mempertimbangkan nilai bahan untuk maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kriteria eksternal. Contoh mempertimbangkan konsistensi bahan tertulis, kemantapan suatu
17
konklusi berdasarkan data, nilai suatu pekerjaan berdasarkan kriteria internal dan/atau eksternal. Menurut Moh. Usman Uzer (1995: 35), evaluasi di sini mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Berbeda dengan yang telah dikemukakan oleh Bloom, Robert M. Gagne (Ratna Wilis Dahar, 1996: 134) mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan (Ratna Wilis Dahar 1996: 134). Lima hasil belajar menurut Gagne (Ratna Wilis Dahar, 1996: 135-140) adalah sebagai berikut: 1) Keterampilan Intelektual Keterampilan-keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasangagasan. Belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkattingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang. 2)
Strategi-strategi kognitif Dalam teori belajar modern, strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberiakn perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir (Ratna Wilis Dahar, 1996: 139).
18
3)
Informasi Verbal Informasi verbal disebut juga pengetahuan
verbal; menutur teori,
pengetahuan verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (Ratna Wilis Dahar, 1996:140). Nama lain untuk pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah, dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca, radio, televisi, dan media lainnya. 4)
Sikap-sikap Sikap
merupakan
pembawaan
yang
dapat
dipelajari,
dan
dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk-makhluk hidup lainnya. Dalam pelajaran sains misalnya, sikap sosial ini dapat dipelajari selama siswa melakukan percobaan di laboratorium. 5)
Keterampilan-keterampilan Motorik Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual. Dalam pelajaran fisika, misalnya bagaimana cara menggunakan berbagai macam alat, seperti mikroskop, berbagai alat listrik. Urutan lima hasil belajar atau kemampuan-kemampuan tersebut tidak
menjadi masalah (Ratna Wilis Dahar, 1996: 135).
19
2.6 Hubungan Antara Model Pembelajaran CLIS dengan Hasil Belajar Ranah Kognitif Menurut Piaget (Ratna Wilis Dahar, 1996: 152-156), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual: 1. Tingkat Sensori-motor (0-2 tahun) Selama periode ini, anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). 2. Tingkat Pra-operasional (0-7 tahun) Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub tingkat. Sub tingkat pertama antara 2-4 tahun disebut sub-tingkat pra-logis, sub-tingkat kedua ialah antara 4 hingga 7 tahun yang disebut tingkat berpikir intuitif. 3. Tingkat Operasional Konkret (7-11 tahun) Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. 4. Tingkat Operasi Formal (11 tahun keatas) Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Piaget (Ratna Wilis Dahar, 1996: 157) mengemukakan bahwa ada 5 faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual. Kelima faktor itu adalah: kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logiko-matematik (logico-mathematical experience), transmisi sosial (social
20
transmission), dan proses keseimbangan (equilibration) atau proses pengaturansendiri (self-regulation). Posner, et. all dalam M.D. Salwin (1996: 8) mengemukakan bahwa ada empat syarat utama untuk dapat membangkitkan perubahan konseptual siswa dalam memahami dan menerapkan konsep melalui model pembelajaran CLIS. Keempat syarat tersebut adalah ketidakpuasan, pemahaman minimal, kemasukakalan awal (logis) dan kebermaknaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Fischer dalam Tomo(1995: 23) sebagai berikut: In a new situation, the preexisting and formerly used concept is not able to organize interaction in satisfactory way (1); A new concept must be minimally understood, that is, it must be minimally understood how a new experience can be structured in satisfactory way (2); A new concept has to be immediately plausible (3); A new concept has to be potentially expandable (4)
2.7 Aktivitas Belajar Oemar Hamalik (2004: 176) mengemukakan bahwa asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode dalam kelas maupun metode di luar kelas. Dalam penggunaannya, dilaksanakan dalam bentuk yang berlainan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan disesuaikan dengan orientasi sekolah. Aktivitas atau kegiatan dalam pembelajaran sangat mendukung hasil belajar siswa. Akitivitas belajar banyak sekali macamnya. Oleh karena itu, para ahli mengadakan klasifikasi atau pengelompokan. Paul D. Diedrich (Oemar Hamalik, 2004: 172-173) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok: a) Kegiatan-kegiatan visual
21
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan,
memberi
saran,
mengemukakan
pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi. c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. d) Kegiatan-kegiatan menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. e) Kegiatan-kegiatan menggambar Menggambar, membuat grafik chart, diagram peta, dan pola. f) Kegiatan-kegiatan metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. g) Kegiatan-kegiatan mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. h) Kegiatan-kegiatan emosional Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain.
22
2.8 Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1) Penelitian Nuriman Wijaya mengenai penerapan model CLIS untuk meningkatkan konsepsi siswa tentang sumber makanan dalam pembelajaran IPA di SD yang dilakukan pada Kelas III. Nuriman Wijaya (1997: 77) mengemukakan tentang kesimpulan strategi mengajar perubahan konsepsi model CLIS yang didasari konstruktivisme dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk membangkitkan perubahan konsepsi siswa. Nuriman Wijaya berpendapat bahwa perubahan konsepsi siswa meningkat ke arah yang lebih konsisten dengan konsep ilmiah. 2) M.D. Salwin (1996: 44) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 1 SLTP dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep Fisika. 3) Hasil penelitian Tomo (1995: 97) menyatakan bahwa profil konsepsi siswa melalui model CLIS meningkat secara bervariasi. Dilihat secara numerik, ditemukan bahwa terdapat perubahan konseptual siswa yang signifikan setelah belajar melalui model CLIS dan perubahan konseptual tersebut cenderung bertahan lama. 4) N. Nurlaela meneliti penggunaan model pembelajaran CLIS pada Pokok Bahasan Cahaya. N. Nurlaela (2001:47) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan skor posttest yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
23
Penulis dalam hal ini meneliti penggunaan model pembelajaran CLIS dalam kegiatan pembelajaran Fisika untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VII pada Pokok Bahasan Wujud Zat. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut penggunaan model pembelajaran CLIS pada materi yang berbeda.