BAB - II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Perencanaan Gedung Tahan Gempa Struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan (tidak rusak dan tidak runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata (dalam perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa (Tjokrodimulyo, 2007). Pada konsep perencanaan ketahanan gempa meliputi :
2.1.1
Sistem Struktur Dalam mendesain struktur, hal yang penting pada struktur bangunan adalah stabilitas dan kemampuan dalam menahan gaya lateral baik yang disebabkan oleh angin atau gempa. Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait pada massa bangunan. Jika bangunan tinggi tidak didesain secara benar terhadap gaya-gaya lateral dapat menimbulkan tegangan yang sangat tinggi serta getaran dan goyangan ke samping ketika gaya-gaya tersebut terjadi. Akibatnya tidak hanya menimbulkan kerusakan yang cukup parah pada bangunan tetapi juga mengakibatkan ketidaknyamanan pada penghuni. v
v v
v v
v v
DS
Sistem Dinding Penumpu
v v
v
v v
Sistem Rangka Gedung
v v
v
v v
DS
Sistem Rangka Pemikul Momen
Sistem Ganda
Gambar 2.1 Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gaya Gempa
II - 1
a. Sistem Dinding Penumpu Pada sistem ini hampir seluruh beban lateral dan beban gravitasi dipikul oleh dinding penumpu. Sebenarnya dinding penumpu ini tidak lain adalah dinding struktur. b. Sistem Rangka Gedung Pada sistem ini ruang lengkap seperti balok, kolom memikul seluruh beban beban gravitasi sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktur. c. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Menurut Tabel 3 SNI -1726 terdapat 3 jenis SRPM yaitu 1)
SRPM Biasa.
2)
SRPM Menengah,
3)
SRPM Khusus.
4)
Sistem Ganda, sistem ini memiliki 3 ciri dasar yaitu -
Rangka ruang lengkap (balok dan kolom) merupakan SRPM yang berfungsi memikul beban gravitasi.
-
Dinding struktur dan SRPM dapat direncanakan untuk menahan gaya geser nominal, V secara proporsional berdasarkan kekakuan relatifnya.
-
Dinding Struktur dan SRPM dapat memikul beban lateral dimana SRPM harus sanggup memikul paling sedikit 25% dan beban dasar geser nominal, V.
2.1.2
Jenis Beban Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan
pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan
dalam bangunan gedung meliputi : a. Beban Lateral 1)
Beban Angin
Beban angin adalah beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Menurut Schodek (1999), besarnya tekanan yang II - 2
diakibatkan angin pada
suatu titik akan tergantung kecepatan angin, rapat
massa udara, lokasi yang ditinjau pada stuktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometris struktur, dimensi struktur. 2)
Beban Gempa
Besarnya simpangan horisontal (drift) bergantung pada kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horisontal yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. Berdasarkan pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung baja, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%. b. Beban Gravitasi 1)
Beban Mati
Menurut Salmon (1992), beban mati merupakan beban gaya berat pada suatu posisi tertentu. Disebut demikian karena ia bekerja terus menerus menuju arah bumi pada saat struktur telah berfungsi. Beban mati adalah beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti penutup lantai, alat mekanis, dan partisi. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau peraturan pembebanan. 2)
Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghuni suatu gedung, termasuk beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat dipindahkan dan / atau beban akibat air hujan pada plate atap. Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian (occupancy load).
II - 3
Beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku, lemari arsip ,perlengkapan mekanis dan sebagainya. 2.1.3
Defleksi Lateral Besarnya simpangan horisontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu kinerja batas layan struktur dan kinerja batas ultimit. Mc.Cormac (1981) menyatakan bahwa simpangan struktur dapat dinyatakan dalam bentuk Drift Indeks seperti pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Defleksi Lateral
Drift indeks dihitung menggunakan persamaan dibawah ini :
Drift Indeks =
Dimana :
h
= Besar defleksi maksimum (m)
h
= ketinggian struktur portal (m)
Besarnya drift Indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang dikenakan pada struktur. Berdasarkan AISC 2005, besarnya drift indeks berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016. Kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002. 2.1.4 Gempa Rencana dan Kategori Gedung Akibat pengaruh gempa rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun. II - 4
Untuk berbagai kategori gedung, tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan pengaruh gempa rencana terhadap bangunan harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I menurut persamaan : I = I1.I2 Faktor – faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel. 1 Pasal 4.1.2.
2.1.5 Analisis Struktur Secara Statik Ekivalen Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. Kategori gedung memiliki faktor keutamaan I menurut tabel 2 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi ditingkat dasar dihitung menurut persamaan :
V Beban
Cl I Wt R
geser dasar nominal, V yang diperoleh menurut Pasal 6.1.2 harus
dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan : Fi
Wi .z i
V
n
W z i 1
i
i
Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya adalah arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9V sisanya harus diibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
II - 5
2.1.6
Wilayah Gempa dan Spektrum Respons Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung dan bangunan yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekuivalen pada struktur yang beraturan sesuai Pasal 6.1.2, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum response gempa rencana C - T seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 Pasal 4.7.4.
2.1.7
Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur harus dibatasi, bergantung pada koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan : T1 < .n Dimana koefisien ditetapkan menurut Tabel 2.1. Pasal 5.6.
2.1.8 Waktu Getar Alami Fundamental Untuk kebutuhan analisis pendahuluan, waktu getar alami T1 dari struktur bangunan gedung (detik) dapat ditentukan dengan rumus pendekatan atau rumus empiris sebagai berikut : a. Untuk struktur gedung berupa portal tanpa unsur pengaku yang dapat membatasi simpangan : T = 0,060*H0,75 untuk portal beton b. Untuk struktur gedung yang lain : T = 0,090*H(-0,75) Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masingmasing sumbu utama dapat ditentukan dengan persamaan Rayleigh sebagai berikut : n
T 6.3
Wid i 1 n
g Fidi i 1
II - 6
2 i
2.1.9
Daktalitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal Faktor daktalitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan m dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama y, yaitu : 1,0 ≤ =
m m y
Dari persamaan di atas nilai = 1,0 adalah nilai faktor daktalitas untuk struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktalitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan. Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh gempa rencana yang dapat diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang kerutuhan dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur gedung, maka berlaku hubungan :
Vn
Vy f1
Ve R
Dimana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar 1,6 dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan : 1.6 ≤ R =..f1≤ Rm Pada Tabel 2 Pasal 4.3.3 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai dan R tidak dapat melampaui nilai maksimumnya. Sedangkan dalam tabel 3 Pasal 4.3.6 ditetapkan nilai m yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut faktor reduksi gempa maksimum, Rmyang bersangkutan.
II - 7
2.1.10 Eksentrisitas Rencana ed Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana, eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat diatur pada pasal 5.4.3 dan 5.4.4. harus ditinjau baik analisis statik maupun analisis dinamik 3 dimensi. Bila ukuran horizontal denah struktur gedung pada lantai tingkat itu diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : Untuk 0 < e < 0.3b : ed = 1.5e + 0.05b atau ed = e - 0.05b dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau. Untuk e > 0.3b : ed = 1.33e + 0.1b atau ed = 1.17e - 0.1b dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau. Pada gambar di bawah ini merupakan faktor respon gempa pada wilayah 4 yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan desain struktur bangunan gedung bertulang berlantai banyak pada tugas akhir ini. 2.2
Kinerja Struktur Gedung
2.2.1
Kinerja Batas Layan (S) Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni.
II - 8
Menurut Pasal 8.1.1 untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung mana yang nilainya terkecil. 2.2.2
Kinerja Batas Ultimit (M) Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung diambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusiadan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi). Sesuai Pasal 4.3.3 Untuk struktur beraturan bahwa simpangan dan simpangan antar tingkat harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali tertera sebagai berikut : = 0,7 R R faktor adalah reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,025 kali tingkat yang bersangkutan.
2.3
Konsep Dasar Perencanaan Beton Berulang Daniel L. Schodek (1999), menjelaskan terdapat beberapa cara untuk menjamin kestabilan struktur yaitu dengan menggunakan dinding geser. Elemennya merupakan elemen permukaan bidang kaku, yang tentunya dapat menahan deformasi akibat beban horisontal dan simpangan horisontal yang akan dihasilkan akan lebih kecil. Smith (1991), menjelaskan bahwa perbandingan kekakuan shearwall terhadap frame makin kecil nilainya seiring dengan peningkatan jumlah lantai struktur. Perubahan kekakuan relatif terjadi pada bagian atas shearwall sehubungan dengan jumlah
lantai disebabkan oleh fleksibilitas bagian atas shearwall.
Dimana shearwall berperilaku seperti flexural cantilever.
Oleh sebab itu,
ketinggian dan jumlah lantai menentukan pengaruh frame terhadap kekakuan II - 9
lateral dari struktur Shearwall - Frame. Perilaku tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.3 Perilaku Dinding Geser (Shearwall) dan Frame dalam menahan beban lateral
2.3.1 Perencanaan Pelat Beton Yang dimaksud dengan pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Pada bangunan gedung, pelat berfungsi sebagai diafragma/ unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal. unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal. Beban yang bekerja pada pelat pada umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban mati dan/ atau beban hidup). Beban tersebut mengakibatkan terjadi momen lentur. Syarat dalam Menentukan Tebal minimum pelat h, sebagai berikut : a. Untuk pelat satu arah, tebal minimal pelat dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Lampiran 2.1) b. Untuk pelat dua arah sesuai Pasal 11.5.3, tebal minimal tergantung αm = αrata-rata, αadalah rasio kekauan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat dengan persamaan sebagai berikut :
Jika αm< 0,2 maka h ≥ 120 mm II - 10
Ecb I b Ecp I p
Jika 0,2 ≤ αm ≤ 2 maka
fy n 0,8 1500 dan 120mm h 36 5. ( m 0,2) Jika αm> 2 maka
fy n 0,8 1500 h dan 90 mm 36 9 dengan β = rasio bentang bersih pelat dalam arah memanjang dan arah memendek dan = bentang bersih pelat. c. Tebal pelat h tidak boleh kurang dari ketentuan Tabel 2.2 (Lampiran 2.2) yang bergantung pada tegangan tulangan fy, Nilai fy pada tabel dapat diinterpolasi linear. d. Tebal selimut beton minimal sesuai Pasal 9.7.1, sebagai berikut : Untuk batang tulangan D ≤ 36, Tebal selimut beton ≥ 20 mm Untuk batang tulangan D44 – D56 Tebal selimut beton ≥ 40 mm e. Jarak bersih antar tulangan sesuai Pasal 9.6.1, sebagai berikut : s ≥ D dan s ≥ 25 mm Pasal 5.3.2.3 : s ≥ 4/3 x Dia maksimal agregat, atau s ≥ 40 mm f. Jarak maksimal tulangan dari as ke as sesuai Pasal 12.5.4 & Pasal 15.3.2 , sebagai berikut : Pelat 1 arah
: s ≤ 3.h dan s ≤ 450 mm
Pelat 2 arah
: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
Tulangan bagi sesuai Pasal 9.12.2.2, sebagai berikut : s ≤ 5.h dan s ≤ 450 mm g. Luas tulangan minimal Pelat sesuai Pasal 12.5.1& Pasal 15.3.2, sebagai berikut : Tulangan pokok :
II - 11
f c' 31,36 MPa, A s
f c 31,36MPa, As
1,4 .b.d dan fy
f c'
'
4.f y
.b.d
Tulangan bagi/ tulangan susut dan suhu sesuai Pasal 9.12.2.1, sebagai berikut : Untuk fy ≤ 300 MPa, maka Asb ≥ 0,0020.b.h. Untuk fy = 400 MPa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h. Untuk fy ≥ 400 MPa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h.(400/fy) Tetapi Asb ≥ 0,0014.b.h. 2.3.2
Perencanaan Balok Beton Balok dapat didefinisikan sebagai salah satu dari elemen struktur portal dengan bentang yang arahnya horizontal, sedangkan portal merupakan kerangka utama dari struktur bangunan, khususnya bangunan gedung. Beban yang bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun momen puntir (torsi), sehingga perlu diberi baja tulangan untuk menahan beban-beban tersebut. Tulangannya berupa tulangan horizontal atau memanjang fungsinya untuk menahan beban lentur dan tulangan geser fungsinya untuk menahan beban geser dan momen puntir.
2.3.3
Sistem Perencanaan Beton Untuk menentukan awal perencanaan dimensi balok dapat digunakan persamaan berikut : H =
1/10.L sampai 1/12.L
B =
½.H sampai dengan 2/3.H
Dimana L = bentang pelat terpanjang, H = Tinggi balok dan B = lebar balok. Sedangkan untuk keperluan analisis balok persegi panjang dengan tulangan tunggal, berikut ini dilukiskan bentuk penampang balok yang dilengkapi dengan distribusi regangan dan tegangan beton seperti pada gambar 2.5 di bawah ini.
II - 12
0,85fc’
0,85fc’
c’ a/2 c
h
c
Cc
a=β1.c
d
garis netral
(d– a/2)
Mn
Mn
As
s = y
ds
Ts
fs = fy
b
(a)
Penampang balok
(b)
Distribusi regangan
(c)
Distribusi tegangan aktual
(d)
Gambar 2.4 Distribusi Regangan dan Tegangan pada Balok Tulangan Tunggal
β1
Distribusi tegangan tekan persegi ekivalen
= faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung pada mutu beton (fc’) untuk fc’ ≤ 30MPa, maka β1= 0,85 untuk fc’ ≥ 30MPa, maka β1= 0,85 -
0,05.( f c' 30) 7
tetapi β1≥ 0,65 cu = regangan tekan beton maksimum = 0,003 y =
= regangan tarik baja tulangan pada saat leleh
f y' Es
f y' 200000
Gaya tekan beton dapat diperhitungkan dari hubungan tegangan-regangan beton pada gambar 2.4. Karena gaya merupakan hasil kali antara tegangandan luas penampangnya, maka dari gambar 2.4(d) dengan blok tegangan tekan persegi ekivalen dapat dihitung besar gaya tekan beton Cc, sebagai berikut : Cc = 0,85.fc’.a.b Gaya tarik baja tulangan (Ts) dapat dihitung dengan cara membuat perkalian antara luas baja tulangan dan tegangan lelehnya, sebagai berikut : Ts = As.fy Luas tulangan longitudinal, karena balok dalam keadaan setimbang, maka gaya tekan beton akan sama dengan gaya terik baja tulangan. Hasil substitusi dari kedua persamaan tersebut di atas akan menghasilkan luas tulangan balok, As.
II - 13
0,85. f c' .a.b As fy Luas tulangan balok (As) dapat dihitung dan nilainya bergantung pada mutu beton fc’, tinggi balok tegangan tekan beton persegi ekivalen a, lebar balok b dan mutu baja fy, Untuk menentukan tinggi blok tegangan beton, a perlu dianalisis melalui pembahasan momen nominal (Mn), sebagai berikut : Dari gambar 2.7 (d) besarnya gaya tekan Cc sama dengan gaya tarik Ts dan kedua gaya tersebut berlawanan dengan jarak sebesar d – a/2. Arah gaya tekan beton Cc ke kiri sedangkan arah gaya tarik baja tulangan Ts ke kanan, sehingga membentuk momen kopel atau disebut momen nominal aktual, Mu. Mn
= Cc.(d – a/2) atau
Mn
= Ts.(d – a/2)
Jika faktor momen pikul K didefinisikan sebagai momen nominal (Mn) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi efektif balok (b.d x d), maka diperoleh hitungan / persamaan berikut :
K
Mn Mn atau K 2 b.d .b.d 2
Dari persamaan-persamaan di atas disubstitusikan akan menghasilkan : Mn
=
Cc.(d – a/2)
atau Mn
= Ts.(d – a/2)
0,85. f c' .a.b.(d a / 2) 0,85. f c' .a(d a / 2) K atau K b.d 2 d2 Sehingga,
K.d2 K.d2 2 2 ad 0,5a atau 0,5a ad 0 0,85 f c' . 0,85 f c' .
a 1,2
0,5.K.d 2 - (-d) d 2 - 4 ' 2.K 0,85f c d 1 d 2.0,5 0,85f c'
Maka tinggi blok tegangan beton, a adalah 2.K. . d a 1 1 ' 0,85f c
II - 14
Dalam perencanaan beton bertulang, regangan tekan beton, c, dibatasi sampai batas retak cusebesar 0,003. Nilai regangan c ditentukan dari diagram distribusi regangan pada Gambar 2.7 (b).
c' y c’.(d – c) = c.y, sehingga diperoleh persamaan : c d c c'
c . y d c
Dari diagram diperoleh bahwa tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen a= β1.c, disubstitusikan ke persamaan di atas, maka akan didapat :
c'
a . y 1 .d a
Menurut Pasal 12.5, sistem perencanaan beton bertulang dibatasi dalam 2 kondisi berikut : As ≥ As min atau ≥ min dengan =As/(b.d) dengan : f c' 1.4 .b.d (pilih yang besar) .b.d atau A S min fy 4. f y
A S min
min
f c' 1.4 atau min (pilih yang besar) fy 4. f y
Agar penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, sesuai Pasal 12.3.3. diberikan syarat sebagai berikut : As ≤ As maks atau ≤ maks dengan = As/(b.d) dengan : As maks = 0,75 x As.b dan maks = 0,75 x b Penampang beton dalam keruntuhan seimbang, apabila terjadi :
c' cu' 0,003 dan s = ydengan s= fy/200.000 dengan melakukan perbandingan segitiga pada distribusi regangan maka akan menghasilkan :
cb
II - 15
600.d 600 f y
Nilai ab = .cb, maka akan diperoleh persamaan :
ab
600.1 .d 600 f y
Keseimbangan antara gaya tekan beton Cc,b dan gaya tarik baja tulangan Ts,b akan diperoleh hitungan sebagai berikut : Cc,b= Ts,b
AS ,b
b
0,85. f c' .ab .b fy
As ,b b.d
0,85. f c' .b f y .d
Dari persamaan tersebut jika disubstitusikan akan didapat :
maks 0,75. b
382,5.1' . f c' (600 f y ) f y
Faktor Momen Pikul maksimal, KMaks Gaya tarik tulangan Ts,b = As,b.fy (As,b = maks.b.d)
maka akan diperoleh
persamaan berikut :
Ts ,b
382,5.1' . f c' .b.d (600 f y )
Cc,b= Ts,b
a
450.1' .d (600 f y )
Momen nominal aktual, Mn,maks, sebagai berikut : Mn,maks = Ts,(d – a/2)
M n ,maks
382,5.1' . f c' .b.d 2 (600 f y 225.1 ) (600 f y ) 2
Besar faktor momen pikul K = Mn,maks/(b.d2), maka ditentukan juga, sebagai berikut :
K maks
II - 16
M n,maks b.d 2
K maks
382,5.β1' .f c' .(600 f y 225.β1 ) (600 f y ) 2 Dimensi balok (b, h, d, ds), mutu bahan (fc’, fy), dan beban (Mu) - ≤ .Mn
tidak
K ≤ Kmaks
Dimensi diperbesar atau Dipakai tulangan rangkap
ya
Dipilih As,u (nilai yang besar) dari As, berikut : ;
atau
Gambar 2.5 Flowchart Hitungan Tulangan Longitudinal Balok (Penampang Balok dengan Tulangan Tunggal)
II - 17
Dimensi balok (b, h, d, ds), mutu bahan, (fc’, fy), dan beban (Mu) ≤ .Mn
dan
Dimensi tentukan d :
tidak
K ≤ Kmaks
diperbesar,
d harus ≥
ya Hitung tulangan tarik (gambar 2.5) Gambar 2.6 Flowchart Hitungan Pembesaran Dimensi Balok (Penampang Balok dengan Tulangan Tunggal)
2.3.4
Perencanaan Balok Beton pada Tulangan Rangkap Dalam praktek di lapangan hampir semua balok selalu dipasang tulangan rangkap. Selain menambah kekuatan balok dalam hal menerima beban lentur, juga berfungsi untuk memperkuat kedudukan sengkang/ begel balok.
As
d's
garis netral
d'sC
s
cb h
0,85fc’
c ’ s ’
a = β1.c
a/2
Cc
d
(d– a/2)
As
Mn
s = y
ds
fs =fy
Ts
b (a)
Penampang
(b)
Distribusi regangan
(c)
Distribusi tegangan tekan persegi ekivalen
Gambar 2.7 Distribusi Regangan dan Tegangan pada Balok Tulangan Rangkap
II - 18
Dalam
perencanaan
balok
bertulang,
diperhitungkan sudah leleh, yaitu
regangan
tulangan
s = y,dengan y=
fy Es
tarik
atau y=
selalu
fy 2.10 5
,
sedangkan untuk tulangan tekan, regangan tulangan tekan (’s) belum tentu leleh. Nilai regangan tulangan tekan ’s dapat ditentukan dari distribusi regangan pada gambar 2.13(b) dengan penjabaran rumus berikut : c c ds ' cu s' c ds ' s' x cu c
dengan c
a dan regangan batas tekan beton cu’ = 0,003 1
diperoleh :
s'
a s .d s' x0,003 a
Tegangan tekan baja tulangan fs’ dapat ditentukan, dengan menggunakan persamaan regangan tekan baja tulangan s '
fs
f s' sebagai berikut : Es
a 1 .d s1 x 600 dan fs’ ≥ 0 a
Jika fs’ ≥ fy maka dipakai fy Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen, a pada balok tulangan rangkap dapat dihitung berdasarkan prinsip keseimbangan gaya, yaitu gaya tarik dan gaya tekan yang terjadi pada penampang balok. Pada gaya tarik yang disebabkan oleh baja tulangan Ts, sedangkan gaya tekan balok terdiri dari 2 jenis, yaitu gaya tekan baja tulangan Cs dan gaya tekan beton Cc. Melalui prinsip keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tekan pada penampang balok tersebut :
II - 19
Ts
= Cs + Cc
As.fy
= As’.fs’ + 0,85.fc.a.b
Jika tulangan tekan sudah leleh, maka nilai fs’ = fy, maka diperoleh : As.fy
= As’.fy + 0,85.fc.a.b a
2.3.5
( As As' ). f y 0,85. fc'.b
Momen Nominal dan Momen Rencana Balok Mengacu pada gambar 2.7, jika ada 2 buah gaya sama besar yang bekerja dengan arah berlawan pada jarak tertentu, maka dapat menimbulkan momen kopel yang besarnya sama dengan gaya yang bekerja dikalikan dengan jaraknya. Mn
II - 20
=
Mnc + Mns
Mnc =
Cc.(d - a/2) dengan Cc = 0,85.fc’.a.b
Mns =
Cc.(d -ds’) dengan Cs = As’.fs’
Mr
.Mn dengan = 0,8
=
Data :
Dimensi Balok (b,h,d,ds,ds’) Mutu Bahan (f’c, fy) dan Beban (Mu) ≤ (Mn) Note : Jika tulangan tersedia sudah ditentukan maka hitung dahulu tulangan,m perbaris.
tidak
K > Kmaks
Dipakai tulangan tunggal
ya K1 = 0,8 Kmaks
,
As = A1 + A2 dan A’s = A2
Dimensi penampang diperbesar
tidak
tul.yang dipakai, n pada tulangan tari dan tulangan tekan.
≤ maks
,
ya
Tulangan diperbesar
tidak a
a >amin leleh
tidak
ya Mnc= 0,85.f’c.a.b.(d - a/2) Mns= A’s.fy(d –d’) Mn =Mnc + Mns
Mr = .Mn Mr ≥ MU
Gambar 2.8 Flowchart Hitungan Tulangan Longitudinal Balok (Penampang Balok dengan Tulangan Rangkap)
II - 21
2.3.6
Perencanaan Tulangan Geser/ Begel Balok Pemasangan tulangan geser pada Balok untuk menahan beban geser pada ujung balok dekan tumpuan karena pada daerah ini biasanya timbul gaya geser / gaya lintang yang cukup besar. Beberapa persamaan yang digunakan sebagai dasar perencanaan untuk menghitung tulangan geser/ begel balok yang tercantum dalam Pasal 13.1.1 yaitu : Vr = .Vn dan Vn ≥ Vu Vn = Vc+ Vs Pasal 13.1.3.1, nilai Vu boleh diambil pada jarak d (Vud) dari muka kolom seperti pada gambar berikut :
Vud Vut
x (Vu Vut ) y y
y x
x
Vud
Vu
Vud
Vu d
Vut
d
Vut
Vut
d Vud
Vu
Gambar 2.9 Lokasi Geser Maksimum (Vud) untuk Perencanaan
Pasal 13.1, gaya geser yang ditahan oleh beton (Vc) dihitung dengan persamaan berikut :
Vc
1 ' f c .b.d 6
Pasal 13.5.6.1, gaya geser yang ditahan oleh begel (VS) dihitung dengan persamaan berikut :
VS
(Vu .Vc)
Vs harus ≤
II - 22
2 ' fc .b.d 3
Jika Vs harus ≥
2 ' fc .b.d , maka ukuran balok diperbesar. 3
Luas tulangan geser per meter panjang balok yang diperlukan (Av,u) sebagai berikut : (a) Pasal 13.5.6.2 :, Av , u
Vs .S f y .d
(b) Pasal 13.5.5.3 :, Av , u
b.S 3. f y
(c) Pasal 13.5.5.3 :, Av , u
75 f c' .b.S 1200 . f y
dengan S = panjang balok 1000 mm, Av,u diambil yang terbesar. Spasi begel (s) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
1 n. . .d p2 .S (a) s 4 Av,u (b) Pasal 13.5.4.1 untuk Vs<
1 ' f c .b.d ., maka 3
s ≤ d/2 dan s ≤ 600 mm (c) Pasal 13.5.4.3 untuk Vs>
1 ' f c .b.d ., maka 3
s ≤ d/4 dan s ≤ 300 mm
2.3.7 Dasar Teori Struktur Kolom Beton Bertulang Kolom merupakan komponen struktur yang mendapat beban tekan eksentris yang berfungsi sebagai menerima beban aksial tekan dan momen. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan, (Istimawan, 1999) Elemen struktur beton bertulangan dikategorikan sebagai kolom jika :
II - 23
L 3 ; L panjang kolom, b lebar penampang kolom b
L 3 ; elemen tersebut dinamakan kolom pedestal b
Dalam dasar perencanaan elemen struktur beton bertulang harus memiliki kuat rencana () yang lebih besar dari kuat yang diperlukan, yaitu : Mr ≥ Mu Vn ≥ Vu Pn ≥ Pu Sedangkan kuat rencana, = 0,65 untuk aksial tekan dan Momen.
Gambar 2.10 Analisa Tulangan Struktur Kolom
Sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 12.9.2), penulangan pokok memanjang kolom berpengikat spiral minimal terdiri dari 6 batang, sedangkan untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segi empat atau lingkaran terdiri dari 4 batang, dan untuk kolom dengan pengikat sengkang berbentuk segitiga minimal terdiri dari 3 batang tulangan. Dan pada pasal 9.6.3) menetapkan bahwa jarak bersih antara batang tulangan pokok memanjang kolom berpengikat sengkang atau spiral tidak boleh kurang dari 1,5 db atau 40 mm. Persyaratan detail penulangan spiral pasal 9.10.4) dimana diameter minimum batang adalah D10 dan umumnya tidak menggunakan tulangan lebih besar dari batang D16. Berdasarkan Pasal
12.12.2 kolom dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
berdasarkan kelangsingannya, yaitu Kolom pendek : tidak ada bahaya tekuk. Kolom panjang : dimana bahaya tekuk harus diperhitungkan. 2.3.8
Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Kecil Perencanaan kolom beton bertulang pada hakekatnya menentukan dimensi serta ukuran-ukuran, baik beton maupun tulangan baja. Sejak dari menentukan
II - 24
ukuran dan bentuk penampang kolom, menghitung kebutuhan penulangannya, sampai dengan memilih tulangan gesernya, sehingga didapat ukuran dan jarak spasi yang tepat. Karena Pu ≤ φ Pn(maks) maka dapat disusun ungkapan Ag perlu berdasarkan pada kuat kolom Pu dan rasio penulangan ρg sebagai berikut :
Untuk kolom dengan pengikat sengkang,
A g perlu
Pu 0,80 0,85f (1 g ) fy g ' c
Untuk kolom dengan pengikat spiral,
A g perlu
Pu 0,85 0,85f (1 g ) fy g ' c
2.3.9 Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Besar Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, diagram interaksi terutama diperuntukkan sebagai alat bantu analisis, sedangkan untuk proses perencanaan kolom dengan beban eksentris diagram tersebut digunakan untuk pendekatan dengan cara coba-coba. Keseimbangan gaya-gaya, ΣH = 0, pada penampang dengan beban aksial kolom eksentrisitas besar adalah : Pn = 0,85.f’c .a.b + As’fs’ - Asfs Apabila penulangan tekan dan tarik simetris, As = As’ dan keduanya sudah mencapai luluh, maka didapaatkan : Pn = 0,85 fc’ a.b Keseimbangan momen terhadap pusat plastis atau titik berat geometris, dimana jarak eksentrisitas e ditentukan, Σ (momen) = 0, menghasilkan persamaan sebagai berikut : 2 e' e' d' Pn 0,85.f c' .b.d . 1 1 2mp 1 d d d
II - 25
2.3.10 Struktur Kolom Langsing (Kolom Panjang) SNI 03-2847-2002 menggolongkan komponen struktur tekan menjadi dua, yaitu komponen struktur kolom pendek dan langsing. Semakin langsing atau semakin mudah suatu komponen struktur tekan melentur akan mengalami fenomena tekuk. Untuk mencegah tekuk yang tidak dikehendaki, diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan yang harus diberikan dalam perhitungan struktur kolom. Suatu kolom dikatakan langsing apabila dimensi atau ukuran penampang lintangnya kecil dibandingkan dengan tinggi bebasnya (tinggi yang tidak ditopangnya). Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom diungkapkan sebagai rasio kelangsingan, kl u r
Dimana : k =
faktor panjang efektif komponen struktur tekan.
ln =
panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang.
r =
jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang komponen struktur tekan =
I ; ditetapkan 0,30h dimana h ukuran dimensi A
kolom persegi pada arah bekerjanya momen, atau 0,25D, dimana D adalah diameter kolom bulat. Untuk memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat dari kelangsingan, sudah tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur tekan harus diperhitungkan atau dapat diabaikan. SNI 03-2847-2002 pasal 12.12.2) memberikan ketentuan bahwa untuk komponen struktur tekan dengan pengaku lateral, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila rasio kelangsingan memenuhi :
kl u 34 12 r
M1 M2
dimana M1b dan M2b adalah momen-momen ujung terfaktor pada kolom yang posisinya berlawanan. Momen-momen tersebut terjadi akibat beban yang tidak II - 26
menimbulkan goyangan ke samping yang besar, dihitung dengan analisis struktur elastis. Momen M2b adalah momen ujung terfaktor yang lebih besar dan selalu positif. Sedangkan momen M1b bernilai negatif apabila komponen kolom terlentur dalam lengkungan ganda, dan positif apabila terlentur dalam lengkungan tunggal. Untuk komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk tertahan ke arah samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi : kl u 22 r
Panjang efektif klu diperlakukan sebagai panjang modifikasi kolom untuk memperhitungkan efek tahanan ujung yang bukan sendi. Faktor panjang efektif tahanan ujung k bervariasi antara nilai 0,50-2,0 tergantung kondisinya, untuk keadaan tipikal adalah sebagai nilai-nilai berikut ini : Kedua ujung sendi, tidak tergerak lateral
k = 1,0
Kedua ujung jepit
k = 0,50
Satu ujung jepit, ujung lain bebas
k = 2,0
Kedua ujung jepit, ada gerak lateral
k = 1,0
Untuk kolom yang merupakan komponen rangka yang dikenal sebagai portal balok-kolom, tahanan ujungnya terletak di antara kondisi sendi dan jepit dengan nilai k di antara 0,75-0,90. Untuk kolom kaku tertahan pelat lantai, nilai k berkisar di antara 0,95-1,0. Beberapa asumsi, dalam melakukan perencanaan, sebagai berikut : 1) Distribusi regangan disepanjang permukaan penampang kolom bersifat linier. 2) Tidak terjadi slip beton dengan tulangan. 3) Regangan tekan maksimum beton, ’cu=0,003. 4) Kekuatan tarik beton diabaikan. 2.3.11 Kekuatan kolom yang dibebani aksial Jika sebuah kolom simetris dibebani beban aksial P pada sumbunya maka akan menimbulkan regangan yang besarnya sama diseluruh penampang. Keruntuhan terjadi pada saat beban total pada kolom, Po mencapai maksimum.
II - 27
Po merupakan kapasitas beban aksial atau disebut juga beban aksial maksimum yaitu : Pn = Po = Cs + Ts = 0,85 fc’(Ag - Ast)+fy.Ast
2.3.12 Diagaram Interaksi Diagram interaksi rencana adalah suatu diagram yang digunakan dalam batas kemampuan kolom menerima momen dan gaya normal untuk perencanaan, yakni Momen nominal, Mn dan Gaya aksial nominal, Pn yang dikalikan dengan faktor reduksi, . Prosedur dalam pembuatan diagram Interaksi Rencana : 1) Hitung gaya aksial konsentrik rencana, Po. Po = .0,85f’c(Ag - Ast) + fyAs.
-Titik A’
2) Hitung gaya aksial nominal rencana Pn
maks
dengan mengantisipasi
eksentrisitas minimum). Untuk kolom dengan tulangan spiral : Pn maks = .0,85[0,85f’c(Ag - Ast) + fyAs] Untuk kolom dengan tulangan pengikat : Pn maks = .0,80[0,85f’c(Ag - Ast) + fyAs] 3) Hitung Pnb dan Mnb pada keruntuhan seimbang, Jika menggunakan prosedur umum, maka Z = 1. Hitung jarak garis netral balance dan tinggi tekan ekivalen Hitung sumbangan gaya tekan beton Hitung regangan pada setiap lapis tulangan ke-i, 1 = 2,3 dan seterusnya. (selain lapis ke 1), dengan persamaan :
c di si b .0,003 cb Hitung tegangan setiap lapis tulang ke-i, 1=2,3 dst (selain lapis ke 1). fsi = siEs namun –fy ≤ fsi≤fy Hitung sumbangan gaya masing-masing lapis tulangan ke i, i = 2,3 dst Jika a < d, maka fsi = fsiAsi
II - 28
Data : ukuran kolom (b,h,d’),lu, beban (Pu,Mu), mutu bahahn (fy,fc)
Kekakuan Kolom :
tidak
Kolom Pendek
> 34 – 12 Kolom Langsing
> emin = 15 + 0,03h
d = h – d’
As = .b.d
A Gambar 2.11 Flow Chart Analisa Perencanaan Penulangan Kolom
II - 29
A
tidak
fs’ > fy ya Pnb
= 0,85.fc’.a.b. + As’.fy - As.fy
.Pnb = 0,65.Pnb
Kolom hancur diawali didaerah tekanbeton
ya
.Pnb> Pu
tidak
Kolom hancur diawali di lelehnya baja tulangan tarik
Pemerinksaan kekuatan penampang :
Pemeriksaan tegangan pada tulangan tekan :
fs’ > fy
tidak
Redesain penampang dan tulangan
ya Selesai Gambar 2.12 Flow Chart Analisa Perencanaan Penulangan Kolom Pendek
II - 30
2.3.13 Desain Kolom Struktural Beton Khusus (DKBK) Prosedur DKBK Sesuai Pasal 23.4.(2) bahwa kuat lentur Kolom harus memenuhi berikut ini :
6
Me 5 Mg Dimana :
Me
= Jumlah momen dimuka HBK sesuai dengan disain kuat lentur nominal kolom-kolom.
Mg
= Jumlah momen dimuka HBK sesuai dengan disain kuat lentur nominal balok-balok. Pada konstruksi balok T, tulangan pada lebar efektif balok sesuai Pasal 10.10 harus ikut menentukan kekuatan ini. Mnb
Mkr
Mkn
Mnt
Gambar 2.13 Strong Kolom Weak Beam Persyaratan Rangka di Wilayah Gempa 5 dan 6
II - 31
2.3.13 Dasar Teori Struktur Dinding Geser (Shear Wall) Dinding Geser (Shearwall) merupakan dinding struktur yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau sebagai dinding pendukung. Dalam Struktur bangunan bertingkat tinggi dinding geser sangat diperlukan karena selain untuk mencegah kegagalan eksterior, juga dapat mendukung lantai gedung sehingga dapat dipastikan tidak runtuh akibat gerakan lateral baik yang disebabkan oleh gempa bumi maupun angin. Fungsi dinding geser terdiri dari dua yaitu Kekuatan dan Kekakuan. 1)
Kekuatan -
Dinding geser harus memberikan kekuatan lateral yang diperlukan untuk melawan kekuatan gempa horizontal.
-
Ketika dinding geser cukup kuat, maka akan mentransfer gaya horizontal ini ke elemen berikutnya dalam jalur beban di bawahnya, seperti dinding geser lainnya, lantai, pondasi dinding, lembaran atau footing.
2)
Kekakuan Dinding geser juga memberikan kekakuan lateral untuk mencegah terjadinya goyangan yang berlebihan di atas atap atau lantai.
Dinding geser sebagai elemen penahan gaya lateral memiliki keuntungan utama karena menyediakan kontinuitas vertikal pada sistem lateral struktur gedung. Perilaku batas yang terjadi pada dinding geser dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pantazopoulou dan Imran, 1992): 1)
Flexural behavior, dimana respons yang terjadi pada dinding akibat gaya luar dibentuk oleh mekanisme kelelehan pada tulangan yang menahan lentur. Keruntuhan jenis ini pada umumnya bersifat daktail.
2)
Flexural-shear behavior, dimana kelelehan yang terjadi pada tulangan yang menahan lentur diikuti dengan kegagalan geser.
3)
Shear behavior, dimana dinding runtuh akibat geser tanpa adanya kelelehan pada tulangan yang menahan lentur. Perilaku batas ini bisa dibagi lagi menjadi diagonal tension shear failure (yang dapat bersifat
II - 32
daktil, karena keruntuhan terjadi terlebih dahulu pada baja tulangan) dan diagonal compression shear failure (yang umumnya bersifat brittle) 4)
Sliding shear behavior, dimana di bawah pembebanan siklik bolak balik, sliding shear bisa terjadi akibat adanya flexural cracks yang terbuka lebar di dasar dinding. Keruntuhan jenis ini sifatnya getas dan menghasilkan perilaku disipasi yang jelek.
2.3.14 Perencanaan Struktur Dinding Geser Perencanaan dinding geser (shearwall) sebagai elemen struktur penahan gempa pada bangunan gedung bertingkat tinggi.
Mengacu Pasal 23.6.3 dan Pasal
23.6.3 yaitu kuat geser perlu dinding, Vu diperoleh dari analisis beban lateral dengan faktor beban dengan kombinasi beban terfaktor, sedangkan kuat geser nominal Vn dinding struktur harus memenuhi :
V n Acv c
f c' n f y
Dimana koefisien αc = 1/4 untuk hw/lw ≤ 1.5 dan αc = 1/6 untuk hw/lw ≤ 2,0 ; Acv= luas penampang total dinding struktural, n = rasio penulangan arah horizontal (tranversal) a. Untuk memeriksa kebutuhan layer tulangan. 1)
Sesuai Pasal 23.6(2(21)) bahwa Baja tulangan harus dibuat dua layer apabila gaya geser terfaktor, Vu melebihi :
Vu
1 Acv 6
f c'
Dengan Acp adalah luas dinding geser. Rasio tulangan di arah vertikal dan horizontal tidak boleh kurang dari 0,0025 dan s ≤ 450 Pasal 23.6(2(11)). 2)
Batas kuat geser dinding struktur harus lebih besar dari batas kuat geser :
Vu 3)
2 Acv 3
f c'
Kuat Geser Nominal harus lebih kecil dari kuat geser yang timbul dari kuat lentur nominal komponen (Pasal 11.3(2(4a)). 1 Vn Acv 6
II - 33
f c' n f y
Dimana n adalah rasio tulangan geser terhadap luas bidang yang tegak lurus Acv. b.
Langkah – langkah dalam Perencanaan Penulangan Dinding Geser (Shear Wall) Data bahan
:
Dimensi Dinding Struktur (t, l dan b) Dimensi kolom (i x j)
Kuat Bahan :
f’c dan fy
Beban
Vu, Pu dan Mu
1)
:
Menentukan baja tulangan horizontal dan vertikal dengan persamaan, sebagai berikut :
1 Acv 6 2)
f c'
Apakah
Vu
1 Acv 6
f c' , jika lebih besar maka harus dibuat dua layer
tulangan. 3)
Tentukan batas kuat geser dinding struktur sesuai Pasal 23.6(4(4)), dengan persamaan sebagai berikut :
4)
2 Acv 3
f c' ( diambil = 0,55) sesuai Pasal 11.3(2(4a)
Berpedoman pada Pasal 23.6(4(1) maka kuat geser nominal harus < batas kuat geser, yaitu :
hw 2, maka kuat geser nominal,Vn lw
harus lebih besar dari kuat geser
perlu Vu. 1 Vn Acv 6
5)
f c' n f y >Vu .
Asumsikan jumlah tulangan, dengan
rasio tulangan dinding geser n
terhadap luas bidang yang tegak lurus Acv. Sehingga mendapatkan 1 Vn Acv 6
6)
II - 34
Acv f c' n f y >Vu . untuk n = tbl sw xp sw
Kebutuhan baja tulangan untuk kombinasi Aksial dan Lentur
Kuat tekan dan Kuat Kentur dinding geser dengan konfigurasi yang didesain dapat diplot dengan menggunakan bantuan program komputer PCACOL. 7)
Menentukan apakah spesial boundary elemen diperlukan Spesial boundary elemen diperlukan apabila momen dan gaya aksial yang bekerja pada dinding geser melebihi 0,2 f’c: a) Spesial boundary elemen diperlukan, jika : Pu M u y 0,2 f c' Ag I
atau
b) Pada Pasal 23.6(6(2a)) Spesial boundary elemen diperlukan, jika jarak c dari serat terluar zone kompresi lebih besar dari harga yang diperoleh dari :
c
8)
u 0,007 u lw 600 hw lw
,
Tentukan tulangan tranversal yang diperlukan di spesial boundry element. Dalam menentukan tulangan tranversal harus mengasumsikan penggunaan hoop berbentuk persegi dan cross ties di masing-masing sisi.
9)
Buat sketsa penulangan untuk shear wall.
2.3.15 Elemen Batas (Boundary System) Shear Wall Berikut adalah Diagram Alir dalam mengevaluasi dan mendesain manual Elemen Batas (Boundary System) Shear Wall sesuai SNI 03-2847-2002.
II - 35
Pu, Mu, dan Ve
Apakah Pu tekan ?
tidak
ya P Apakah Abs u Pe
0,35?
tidak
Persyaratan Boundary element tdk diperiksa
ya Apakah SW simetris ?
tidak
Apakah
ya
tidak
ya P Abs u ' 0,10? A .f g c
Apakah P Abs u ' 0,05? A .f g c
tidak
Boundary element diperlukan
ya ya
Apakah M Abs u ' 1,0 ? V .l u p
tidak Apakah M Abs u ' 3,0 ? V .l u p
ya Apakah AbsVn 3. Acv f c' ?
tidak
Boundary element diperlukan
ya Boundary element tdk diperlukan
Gambar 2.13 Flow Chart Analisa Perencanaan Penulangan Boundary System
II - 36