BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Investasi Teori Investasi adalah teori permintaan modal. Investasi adalah arus
pengeluaran yang menambah stok modal fisik atau dengan kata lain investasi adalah jumlah yang dibelanjakan sektor usaha untuk menambah stok modal dalam periode tertentu. Investasi biasanya menempati proporsi yang relatif sedikit dari permintaan agregat, akan tetapi fluktuasi investasi menempati sebagian besar pergerakan siklus bisnis dalam PDB. Salah satu alasan mengapa negara-negara dengan pertumbuhan tinggi mereka mencurahkan bagian substansial dari output mereka ke dalam investasi (Dornbush, 2004). Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ada tiga bentuk pengeluaran investasi yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan, investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2003). Selain ini, investasi dapat dibedakan atas
Universitas Sumatera Utara
investasi finansial dan investasi non-finansial. Investasi finansial lebih ditujukan kepada investasi dalam bentuk pemilikan instrumen finansial seperti penyertaan, pemilikan saham, obligasi, dan sejenisnya. Sedangkan investasi non-finansial dalam bentuk investasi fisik (kapital dan barang modal), termasuk pula inventori (persediaan). Menurut Sukirno, S (1999) mengartikan bahwa investasi adalah sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini menunjukkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barangbarang modal yang lama yang telah haus dan perlu di depresiasikan. Nanga, M (2005), investasi (investment) dapat didefenisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah pemupukan modal (capital formation) atau akumulasi modal (capital accumulation). Dengan demikian di dalam makro ekonomi pengertian investasi tidak sama dengan modal (capital). Dalam Makro ekonomi, investasi memiliki arti yang lebih sempit, yang secara teknis berarti arus pengeluaran yang menambah stok modal fisik. Investasi merupakan jumlah yang dibelanjakan sektor bisnis untuk menambah stok modal dalam periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan
(Expected
net
rate
of
return)
atau
pengeluaran
kapital
tambahan.Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan. Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula sebagai berikut : R1
+
R2
+ ... +
Rn
Ck =
…………….. (2.1) (1 + MEC)1
(1 + MEC)2
(1 + MEC)3
Dimana R adalah perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek, dan Ck adalah biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan. Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat bergantung pada perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of additional capital (Ck) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan. Sedangkan hubungan permintaan investasi dan tingkat bunga (r) dengan MEC tertentu, oleh keynes dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut : I = f (i) (given MEC) ......................................................
(2.2)
Universitas Sumatera Utara
Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan sebagai berikut : Tingkat bunga (i)
i1 i2 0
I = I (i) Investasi (I) Gambar 2.1 Kurva Permintaan Investasi
2.2
Teori Kebijakan Fiskal Kebijakan dibidang fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku maka akan berpengaruh pada perekonomian nasional. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Dalam beberapa literatur terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan teori klasik (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar
Universitas Sumatera Utara
pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS ke kanan sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
2.3
Jenis Kebijakan Fiskal Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi
dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif
adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan dengan output Actual ( ). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana
>
. Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun
Universitas Sumatera Utara
mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak (∆T) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).
Gambar 2.2 Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah
kebijakan pemerintah
dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual ( ). Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kurva Kebijakan Fiskal Kontraktif
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) turun atau selisih pajak (∆T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat ke bawah sehingga Pendapatan akan turun dari (Y1) menjadi (Yf)
2.4
Kesinambungan Fiskal Ada berbagai pengertian kesinambungan fiskal. Ayumu Yamauchi (2004)
berpendapat bahwa kesinambungan fiskal akan terjadi jika nilai sekarang (present value) dari kendala pengeluaran (expenditure constraint) yang akan datang dapat dipenuhi tanpa harus melakukan koreksi atau penyesuaian fiskal untuk mencapai keseimbangan. Barnhill dan Kopits (2003) melihat bahwa kesinambungan fiskal merupakan interaksi antara keseimbangan anggaran primer dengan parameter kunci, yaitu pertumbuhan dan tingkat bunga yang mempengaruhi pembayaran utang publik. Sementara menurut Joseph Ntamatungiro (2004) menekankan bahwa fiskal akan aman jika terdapat kestabilan rasio utang terhadap PDB. Sementara itu, Edwards (2002) berpendapat bahwa fiskal akan stabil bila rasio utang terhadap PDB bersifat stasioner. Chouraqui, Hagemann dan Sartor (1999) menegaskan bahwa suatu indikator minimal harus memenuhi tiga persyaratan yaitu implementasi dan interpretasi yang sesuai dengan karakteristik Negara terkait, penjabarannya didasarkan pada prinsip-
Universitas Sumatera Utara
prinsip ekonomi positif (bukan normatif), dan adanya kesamaan persepsi dalam perbandingan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perbedaan-perbedaan pengukuran dalam hubungan antar negara. Defisit fiskal juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Mankiw (2003) mencatat tiga efek yang dapat ditimbulkan oleh ekspansi anggaran pemerintah yang terlalu ekspansif. Pertama, terjadinya ekspansi di sektor moneter yang berujung pada peningkatan jumlah uang beredar (inflasi). Kedua, jika tidak ditangani dengan baik, akan berlanjut dengan pelarian modal (capital flight) ke luar negeri. Di beberapa negara, persentase capital flight terhadap utang pemerintah menunjukkan angka yang cukup tinggi. Bahkan, Venezuela pernah memiliki persentase capital flight terhadap utang pemerintah sebesar 240 persen pada akhir tahun 1988. Indonesia pernah mengalami capital flight yang besar pada puncak krisis 1998. Ketiga, dalam jangka panjang akan timbul pergeseran beban utang ke generasi yang akan datang.
2.5
Efek Pembelian Pemerintah terhadap Batasan Anggaran Asumsikan bahwa pemerintah membeli output dengan harga G(t) per satuan
pekerja efektif per satuan waktu. Pembelian pemerintah diasumsikan bukan untuk mempengaruhi utilitas dari konsumsi swasta, ini bisa terjadi jika pemerintah memperuntukkan barang-barang untuk suatu aktivitas yang tidak mempengaruhi utilitas sama sekali, karenanya utilitas sama dengan jumlah utilitas dari konsumsi
Universitas Sumatera Utara
swasta dan utilitas dari barang-barang yang disediakan pemerintah. Serupa halnya, pembelian diasumsikan tidak mempengaruhi output masa mendatang; yaitu, pembelian diperuntukkan untuk konsumsi publik dan bukan investasi publik. Pembelian dibiayai dengan jumlah pajak dalam jumlah bulat G(t) per satuan pekerja efektif per satuan waktu; dengan demikian pemerintah selalu menjalankan anggaran berimbang. Investasi sekarang sama dengan selisih antara output dan jumlah konsumsi swasta dan pembelian pemerintah. Dengan demikian persamaan gerakan k adalah
k (t ) = f (k (t )) − c(t ) − (n + g )k (t ) menjadi k (t ) = f (k (t )) − c(t ) − G (t ) − (n + g )k (t ) Nilai G yang lebih tinggi menggeser tempat k = 0 ke bawah: semakin banyak barang yang dibeli pemerintah, semakin sedikit yang bisa dibeli swasta, karenanya k tetap konstan. Untuk mengetahui implikasi model, andaikan bahwa ekonomi berada pada jalur pertumbuhan seimbang dengan G(t) konstan pada suatu tingkatan GL(level), dan bahwa terjadi peningkatan permanen tak terduga dalam G menjadi GH(high). Dari (1.00), locus k = 0 bergeser ke bawah hingga sebesar peningkatan dalam G. Karena pembelian pemerintah tidak mempengaruhi persamaan Euler, maka locus c = 0 tidak terpengaruh.
Universitas Sumatera Utara
Reaksi terhadap perubahan sedemikian, c harus melompat sehingga ekonomi berada pada jalur pelana baru. Jika tidak, maka seperti sebelumnya, modal akan menjadi negatip di suatu titik atau rumah tangga akan menumpuk kekayaan tak terkira. Dalam kasus ini, penyesuaian mempunyai bentuk sederhana: c turun hingga sebesar peningkatan dalam G, dan ekonomi segera berada pada jalur pertumbuhan seimbang barunya. Secara intuitif, peningkatan permanen dalam pembelian pemerintah dan pajak menurunkan kekayaan seumur hidup rumah tangga. Dengan demikian konsumsi segera turun, dan persediaan modal dan suku bunga riil tak terpengaruh.
2.6
Surat Utang Negara (SUN) Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun
2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan, istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai “obligasi pemerintah”. Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) semacam TBills di AS - SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI) dan Obligasi Negara (ON) merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau pembayaran bunga secara diskonto Tujuan penerbitan SUN adalah untuk membiayai defisit APBN dan menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran serta untuk Mengelola portofolio utang negara.
2.7
Defisit Anggaran Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran
yang
memang
direncanakan
untuk
defisit,
sebab
pengeluaran
pemerintah
direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) adalah suatu anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan menurut Dornbusch, Fischer dan Startz defisit anggaran adalah selisih antara jumlah uang yang dibelanjakan pemerintah dan penerimaan dari pajak. Menurut Catao dan Terrones (2003) setiap periode t, pengeluaran pemerintah (gt) dibiayai dengan pemungutan pajak, penerbitan obligasi pemerintah maupun pencetakan uang. Jadi, masing-masing kendala anggaran disajikan dalam model sebagai berikut:
.......................................... diimana
(2.4)
adalah nilai riil dari obligasi bersih pemerintah yang dicatat pada per unit
Universitas Sumatera Utara
yang dikonsumsi dalam periode t ,
adalah tingkat pengembalian kotor riil obligasi
internasional dalam satu periode, τ adalah lump-sum pajak pada periode t, gt adalah pengeluaran pemerintah periode t, Pt adalah tingkat harga, Mt adalah mata uang yang diterbitkan pemerintah saat awal dari periode t. Antara Ketika
dan M0 sudah tersedia.
<0 pemerintah berutang pada periode t. Sedangkan kendala anggaran rumah tangga disajikan sebagai berikut: ...............................................................
Dimana ct adalah konsumsi periode t,
(2.5)
adalah nilai riil obligasi bebas resiko dalam
satu periode yang dipegang rumah tangga yang didapat pada awal periode t, aset ini dicatat pada periode t, mt+1 mencatat keseimbangan uang yang dipegang oleh rumah tangga antara t dan t+1, yt adalah pendapatan masyarakat periode t, τt adalah lumpsump pajak pada periode t, pt adalah level harga. dan
adalah tingkat pengembalian
kotor riil obligasi internasional dalam satu periode. Inisial persediaan dari
dan M0
sudah tersedia dan yt <<∞. Dengan penawaran uang sama dengan permintaan uang (mt=Mt) dan bt+1 = +
untuk seluruh t, maka kendala anggaran ekonomi secara luas adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
..............................................
(2.6)
Dimana bi+1 adalah obligasi asing bersih yang dimiliki dalam suatu perekonomian sebagai satu kesatuan dan b0 sudah tersedia, jadi akun tersebut didefinisikan sebagai bt+1- bt. Sedangkan Salomon dan Weet (2004) menuliskan kendala anggaran sebagai berikut:
Bt −l = Pt
di mana
⎛ M t + j − M t −l − j 1 ⎛⎜ τ t + j − g t + j ⎜⎜ ⎜ Pt + j j ⎝ ⎝
∑r
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟⎟ ⎠⎠
.............................
(2.7)
Bt-1/Pt = Utang pemerintah rj = Tingkat potongan τt+j = Total pendapatan pajak Gt+j = Total pengeluaran pemerintah Mt = Penawaran uang yang luas
Dengan memperhatikan kasus tertentu di mana utang pemerintah tidak bisa bertumbuh mengimplikasikan bahwa defisit anggaran secara keseluruhan pada pokoknya dibiayai melalui penerbitan uang (seignorage). Dengan menetapkan batasan ini atas utang pemerintah, diperoleh kendala anggaran jangka pendek:
Universitas Sumatera Utara
Bt −l (t ) = τt – gt + Pt
⎛ M t − M t −l ⎜⎜ Pt ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
........................................
(2.8)
di mana B(t) adalah utang yang jatuh tempo pada periode t yang harus dibayar dan bukan bergulir. Dornbusch, Fischer, dan Startz (2000) mengatakan bahwa Pemerintah secara keseluruhan, terdiri dari Departemen Keuangan bersama Bank Sentral dapat membiayai defisit anggarannya
dengan dua cara yaitu dengan menjual obligasi
maupun ”mencetak uang”. Bank Sentral dikatakan ”mencetak uang” ketika Bank Sentral meningkatkan stok uang primer, umumnya melalui pembelian pasar terbuka dengan membeli sebagian utang yang dijual Departemen Keuangan. Kendala anggaran pemerintah ditulis : Defisit anggaran = penjualan obligasi + peningkatan uang primer Ada dua kemungkinan jenis hubungan yang terjadi antara defisit anggaran dengan pertumbuhan uang. Pertama, dalam jangka pendek kenaikan defisit yang disebabkan karena kebijakan ekpansioner akan cenderung menaikan suku bunga nominal dan riil. Jika Banks Sentral menjaga supaya suku bunga tidak naik, maka dilakukan tindakan dengan meningkatkan pertumbuhan uang. Kedua, pemerintah dengan sengaja menaikan persediaan uang dengan maksud agar mendapat penerimaan pemerintah dalam jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
2.8
1.
Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Pemerintah
Mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara elakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak.
2.
Rendahnya daya beli masyarakat, masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
3.
Pemerataan pendapatan masyarakat, pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masingmasing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan
Universitas Sumatera Utara
kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya. 4.
Melemahnya nilai tukar, Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS,maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00. Apa artinya? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun 1999.3 Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan
Universitas Sumatera Utara
daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan
dana
ekstra
untuk
program-program
kemiskinan
dan
pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu. 5.
Pengeluaran karena inflasi, penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi.
2.9
Hubungan Teoritis antara Defisit Anggaran, PDB dengan Inflasi Menurut perspektif ahli moneter, penawaran uang akan mendongkrak inflasi.
Jika kebijakan moneter diterapkan terhadap defisit anggaran, penawaran uang terus meningkat dalam waktu yang lama. Permintaan agregat meningkat sebagai hasil dari pembiayaan defisit ini, yang menyebabkan output meningkat di atas tingkat output alamiah. Permintaan tenaga kerja yang meningkat akan menaikkan upah, yang pada gilirannya menyebabkan pergeseran penawaran agregat kearah menurun. Setelah
Universitas Sumatera Utara
kurun waktu tertentu ekonomi kembali ke tingkat output alami. Akan tetapi, ini terjadi dengan biaya pada tingkat harga lebih tinggi secara permanen. Menurut pandangan ahli moneter, defisit anggaran bisa menyebabkan inflasi, tetapi hanya sampai tingkat di mana defisit anggaran tersebut ditalangi (Hamburger dan Zwick, 1981). Dalam model ahli moneter (dan neo-klasik), perubahan tingkat inflasi sangat tergantung pada perubahan penawaran uang. Umumnya, defisit anggaran tidak menyebabkan tekanan yang bersifat inflasi, tetapi mempengaruhi tingkat harga melalui dampaknya pada agregat uang dan ekspektasi publik, yang pada gilirannya memicu pergerakan harga. Hubungan sebab-akibat penawaran uang didasarkan pada teori uang terkenal Milton Friedman, yang menyatakan bahwa inflasi kapan saja dan di mana saja selalu merupakan fenomena moneter. Teori tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan harga secara terus menerus dan menetap selalu didahului atau disertai dengan peningkatan berkelanjutan dalam penawaran uang. Ekspekatasi hubungan sebab-akibat bekerja melalui kendala anggaran antar waktu, yang mengimplikasikan bahwa pemerintah harus mengalami defisit masa sekarang, dan pada masa mendatang akan mengalami surplus anggaran (Walsh, 1998). Satu cara yang mungkin untuk menghasilkan surplus adalah dengan meningkatkan pendapatan dari pencetakan uang (seignorage), sehingga publik mungkin mengharapkan pertumbuhan uang masa mendatang. Hubungan defisitinflasi juga dibahas dengan mempertimbangkan efek langsung inflasi pada utang yang belum dilunasi, pendapatan pajak dan pembelanjaan pemerintah. Interaksi
Universitas Sumatera Utara
dinamis antara defisit pemerintah dan inflasi bisa berlangsung dalam salah satu dari dua arah. Efek inflasi mengurangi nilai riil utang yang menonjol, atau inflasi memperburuk posisi fiskal pemerintah disebabkan keterlambatan penagihan, yang mengurangi pendapatan riil pemerintah (Dornbusch, 1990). Penurunan pendapatan itu sendiri diterima sebagai faktor pendukung dalam proses inflasi oleh peningkatan penawaran uang untuk membiayai defisit yang dipicu inflasi ini (Tanzi, 1991’ Aghevli & Khan, 1978). Penelitian empiris tentang hubungan antara defisit dan inflasi menghasilkan hasil-hasil yang saling bertentangan. Walaupun arah sebab-akibat umumnya diterima dari defisit ke inflasi namun bukti empiris tentang sebab-akibat satu arah ini tidak konklusif (misalnya, Abizadeh & Yousefi, 1998; Ahking & Miller, 1985; Barnhart & Darrat, 1988; Dwyer, 1982; Hamburger & Zwick, 1981; Hondroyannis & Papapetrou, 1997). Walaupun beberapa studi memberikan hasil yang mendukung ide bahwa inflasi disebabkan defisit, namun dalam banyak studi tidak ada bukti yang signifikan. Di lain pihak, Aghevli dan Khan (1978), Ahking dan Miller (1985), Barnhart dan Darrat (1988), Hondroyiannis dan Papapetrou (1997) menemukan hubungan sebabakibat dua-arah antara defisit dan inflasi. Sebagian besar studi empiris menyesuaikan pendekatan ad hoc dengan menggunakan teknik ekonometrika. Tampaknya hubungan “defisit anggaran-inflasi” ternyata menunjukkan interaksi dua-arah, yaitu bukan hanya defisit anggaran melalui dampaknya pada uang dan ekspektasi menimbulkan tekanan inflasi, tetapi inflasi yang tinggi juga kemudian
Universitas Sumatera Utara
mempunyai efek feedback yang mendongkrak defisit anggaran. Pada dasarnya, proses ini bekerja melalui keterlambatan yang signifikan dalam penagihan pajak. Masalahnya terletak pada fakta bahwa saat pengumpulan pajak dan saat pembayaran yang seharusnya dilakukan tidak bertepatan dengan pembayaran yang biasanya dilakukan di hari kemudian. Menurut pandangan ini, inflasi tinggi selama keterlambatan waktu seperti ini akan mengurangi beban pajak riil. Karena itu mungkin dialami fenomena penguatan-sendiri sebagai berikut: berlarut-larutnya defisit anggaran menjadikan inflasi membubung tinggi, yang pada gilirannya menurunkan pendapatan pajak riil; kemudian penurunan dalam pendapatan pajak riil mengharuskan peningkatan lebih jauh pada defisit anggaran dan seterusnya. Dalam literatur ekonomi ini biasanya disebut sebagai efek Olivera-Tanzi. Seperti yang ditunjukkan Sachs dan Larain (1993), bukti dari negara-negara sedang berkembang pada tahun 1980-an menguatkan kesimpulan bahwa proses penguatan-sendiri ini juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan menyebabkan inflasi yang sangat tinggi. Beberapa peneliti juga mengajukan bahwa pembiayaan defisit anggaran dengan menggunakan akumulasi utang domestik ternyata hanya menangguhkan pajak inflasi. Jika pemerintah menalangi defisit anggarannya dengan mencetak uang sekarang, maka di masa mendatang beban menangani stok utang pemerintah yang sudah ada sebelumnya akan lebih mudah. Pembayaran bunga yang menambah pengeluaran pemerintah di periode berikutnya tidak akan menimbulkan tekanan tambahan pada otoritas fiskal dan defisit tidak akan meningkat seiring
Universitas Sumatera Utara
berjalannya waktu. Seperti yang ditegaskan Sachs dan Larrain (1993), “meminjam hari ini bisa menangguhkan inflasi, tetapi dengan risiko inflasi yang bahkan lebih tinggi di masa mendatang”. Sargent dan Wallace (1981) mengamati bahwa bila otoritas fiskal menetapkan anggaran secara tersendiri, otoritas moneter hanya bisa mengontrol ketepatan-waktu inflasi. Baru-baru ini muncul teori dengan arah baru, yang juga bisa dipandang sebagai perluasan dari hipotesa inflasi ditangguhkan. Menurut teori fiskal baru tentang tingkat harga (lihat Komulainen & Pirttila, 2000 dan Carzoneri, Cumby & Diba, 1998) ada dua aturan untuk penentuan harga. Yang pertama disebut dengan rezim “dominan moneter”, dimana kebijakan moneter menentukan tingkat harga, dan kebijakan
fiskal
akan
bereaksi
terhadap
kebijakan
moneter.
Pemerintah
menyeimbangkan batasan antar-waktunya dengan menerima inflasi sebagaimana terjadi. Sebaliknya, dalam rezim “dominan fiskal”, tingkat harga ditentukan oleh batasan anggaran antar-waktu. Jika surplus masa mendatang tidak cukup untuk menutupi defisit, tingkat harga harus disesuaikan ke level lebih tinggi, yang menurunkan nilai riil utang pemerintah. Kebijakan moneter akan bereaksi terhadap rezim “dominan fiskal”: penawaran uang bereaksi terhadap perubahan tingkat harga untuk membawa persamaan permintaan uang kepada titik keseimbangan (Carlston & Fuerst, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.10
Kontroversi Dampak Defisit Anggaran Pemerintah Dampak defisit anggaran terhadap perekonomian secara teoritik dipenuhi oleh
kontrovesi, yang paling umum ada tiga kelompok yang berbeda pendapat dalam hal dampak defisit anggaran terhadap perekonomian, diantaranya ;
2.10.1 Teori Ricardian Equivalence (RE) Teori ini merupakan pengembangan dari teori pendapatan permanen dan hipotesis siklus hidup (Permanent Income and Life Cycle Hypotesis atau PILCH). Dalam teori ini bahwa belanja pemerintah, pajak dan utang pemerintah yang tidak ada dalam PILCH diintroduksikan ke dalam model. Kesimpulan dari teori RE adalah kebijakan defisit anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap perekonomian. Termasuk di dalamnya investasi, suku bunga dan tingkat harga. Dalam teori RE diasumsikan bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu pelaku ekonomi (a representative agent) yang hidup sepanjang waktu (infinite horizon). Secara umum model RE dapat diformulasikan sebagai berikut. Semua rumah tangga yang hidup dalam pasar uang sempurna aka memaksimalkan fungsi utilitasnya. (Seater, 1993).
U (t ) =
∞
∑ u (C i =0
t ÷i
)δ i
(2.9)
Universitas Sumatera Utara
Rumah tangga menghadapi kendala anggaran yaitu : ∞
∞
i =0
i =0
∑ (Yt ÷i − Gt ÷i ) R i = ∑ R i C t ÷i
(2.10)
Di mana U = utilitas rumah tangga, C = konsumsi rumah tangga, mewakili prefensi waktu serta R yang sama dengan (1/(1+r) mewakili faktor diskonto, sedangkan r adalah suku bunga, (Y-G) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan yang merupakan selisih antara pendapatan nasional dikurangi dengan pajak. Atau semua pengeluaran pemerintah dibiayai dengan pajak (G=T).
2.10.2 Kelompok Neoklasik Kelompok Neoklasik lebih menekankan pada pembahasan pada efek dari defisit anggaran yang permanent. Berheim (1989) menyebutkan bahwa model Neoklasik yang standar mendasarkan diri pada tiga karakter pokok. Pertama, pelaku ekonomi mempunyai masa hidup yang terbatas (finite horizon). Kedua, tingkat konsumsi optimal ditentukan oleh solusi optimasi antarwaktu (intertemporal optimization). Ketiga, setiap periode waktu terjadi keseimbangan pasar. Model Neoklasik serupa dengan model Ricardian. Dalam model Ricardian, satu pelaku ekonomi hidup sepanjang masa, sedangkan dalam model Neoklasik ada dua pelaku ekonomi yang hidup dalam periode yang berbeda. Hubungan intertemporal tidak seerat jika hanya ada satu pelaku ekonomi. Sangat mungkin
Universitas Sumatera Utara
pelaku ekonomi di masa sekarang tetap peduli terhadap pelaku ekonomi generasi penerus, tetapi tidak sepenuhnya
2.10.3 Kelompok Keynesian Berheim (1989) menunjukan tiga ciri aliran Keynesian yang membedakan dengan aliran yang lain. Pertama, kelompok Keynesian berpendapat bahwa ada kemungkinan sumber daya yang tidak digunakan secara penuh. Kedua, pelaku ekonomi mempunyai pandangan yang bersifat jangka pendek (myopic). Sifat ini menggambarkan adanya hubungan antar generasi yang erat. Ketiga, aliran Keynesian lebih memfokuskan diri pada efek defisit anggaran temporer yang desebabkan oleh fluktuasi perekonomian.
2.11
Penelitian Terdahulu Bahmani-Oskooee (2006), meneliti tentang apakah terjadi dampak crowding
out atau crowd in terhadap investasi swasta di Eropa dengan metode Eror Corection Model dan analisa Cointegration dengan menggunakan data 9 negara eropa (Austria, Finlandia, Francis, Jerman, Itali, Belanda, Spanyol, Yunani dan Inggris dari tahun 1965 - 1999. Penelitiannya menyebutkan bahwa pengalaman di Finlandia, Itali dan Belanda terjadi crwoding in terhadap investasi swasta. Sementara di 6 negara lainnya
Universitas Sumatera Utara
(Francis, Jerman, Spanyol, Yunani, Inggris, Austria) terjadi crowding out terhadap investasi swasta. Kustepeli (2005), menelitii dan menganalisis tentang efektifitas kebijakan fiscal dalam konteks hipotesis crowding out terhadap investasi swasta dalam pengambilan kebijakan fiscal yang dilakukan oleh pemerintah turkey. Penelitian tersebut menggunakan kointegrasi johansen yang menghasilkan bahwa pendapat Keynes dan pendapat neokalsik tentang akibat dari kebijakan fiscal yang diambil oleh pemerintah turkey berlaku terjadi di turki. Ketika terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah ditemukan crowding out terhadap investasi swasta. Disimpulkan bahwa defisit angaran menimbulkan crowding out efek terhadap investasi swasta. Romer dan Romer (2007), meneliti tentang pengaruh perubahan pajak dan level pajak terhadap variable ekonomi makro yang mendasarkan pada ukuran guncangan fiskal. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa kenaikan pajak merupakan kebijakan yang bersifat kontraksi terhadap perekonomian. Pengaruhnya sangat signifikan dan merugikan bagi perekonomian, karena efek perubahannya lebih besar dari pada perubahan tingkat pajak itu sendiri. Efek yang paling besar pengaruh negatifnya adalah pajak yang berhubungan dengan investasi. Evans (1987) meneliti tentang keterkaitan tingkat suku bunga dengan budget defisit di Canada, Francis, Jerman Barat, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan data tahun 1974–1985 , hasilnya bahwa budget defisit dapat menaikan tingkat suku bunga. Hayashi (1987) dan Kotlikoff (1998) berpendapat bahwa defisit anggaran yang dibiayai dengan pengurangan pajak di masa sekarang akan meningkatkan kekayaan pelaku ekonomi yang hidup dimasa sekarang. Peningkatan kekayaan itu akan meningkatkan komsumsi dan mengurangi tabungan. Obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak akan terserap semuanya oleh tabungan masyarakat yang berkurang. Karena jumlah obligasi lebih besar dari tabungan. Obligasi hanya akan dibeli oleh masyarakat jika suku bunganya lebih tinggi. Maka keseimbangan yang baru dengan tingkat bunga yang lebih tinggi akan tercapai. Peningkatan suku bunga pada proses berikutnya akan menyebabkan pengurangan investasi swasta (crowding out). Adapun Gupta et al. (2002) melakukan studinya dengan kasus 39 negara ESAF dan PRGF dengan kurun waktu 1990-2000. Studi tersebut lebih dimaksudkan untuk mengetahui apakah fiscal adjustment dan perbaikan komposisi pengeluaran pemerintah memiliki manfaat baik bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Sumber pembiayaan pemerintah juga diamati di sini dengan dilatarbelakangi kenyataan bahwa selama ini studi-studi yang ada belum memperhatikan apakah defisit yang dibiayai dari luar negeri memiliki perbedaan dampak terhadap pertumbuhan dibandingkan defisit yang dibiayai dengan sumber-sumber dana dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan defisit fiskal, dampak yang ditimbulkan terhadap perekonomian akan berbeda. Hal ini bergantung pada cara pemerintah mengatasi kekurangan tersebut. Hoogendorn (1996) melengkapi analisis dengan 2 kemungkinan solusi yang diambil pemerintah untuk keluar dari defisit. Pertama, melakukan pinjaman ke swasta. Sejalan dengan pemikiran Neoklasik, skenario ini akan melahirkan efek tekanan terhadap swasta dalam hal kesempatan berinvestasi. Kedua, menambah penerimaan pajak, misalnya melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan perbaikan administrasi. Gale and Orszag (2004), menemukan hubungan antara defisit anggaran dengan tabungan nasional dan tingkat bunga di Amerika Serikat. Defisit anggaran akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan akan meningkatkan tingkat suku bunga dan dalam jumlah yang signifikan pengaruhnya terhadap perekonomian. Cuddington (1996) yang mengemukakan bahwa jika suatu perekonomian menciptakan rasio PDB-utang yang konstan pada laju pertumbuhan ekonomi tertentu dan tingkat suku bunga riil yang konstan, dimana laju pertumbuhan ekonomi lebih besar daripada tingkat suku bunga riil, maka defisit fiskal dapat dikatakan berkesinambungan. Dalam hal ketahanan utang, ada dua pendapat mengenai wacana indikator, yaitu mereka yang berpegang pada surplus primer dan yang berpegang pada rasio utang terhadap PDB. Beberapa penulis seperti Cohen (2000) menggunakan parameter rasio utang terhadap PDB sebagai indikator ketahanan fiskal. Pertumbuhan utang luar negeri idak boleh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonominya.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, pemantauan terhadap perkembangan utang swasta dilakukan oleh Bank Indonesia. Menurut Keppres No. 39/1991 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 2/22/PBI/2000, sektor perbankan swasta harus mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia dalam mencairkan pinjaman luar negeri dan melaporkan realisasinya. Lembaga swasta non bank atau non lembaga keuangan cukup melaporkan saja transaksi yang terjadi. Sistem pelaporan yang digunakan adalah External Debt Information System (EDIS). Maryatmo (2004), melaukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati dampak dari kebijakan deficit anggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap variable makro ekonomi secara umum dan khususnya variable moneter dalam jangka panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan spesifikasi model rasional ekspektasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk mengcegah efek – efek yang lain. Model tersebut mengkonstruksi 8 persamaan jangka panjang dan delapan persamaan jangka pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan metode two stage least square hasil penelitian menunjukkan bahwa deficit anggaran mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dan defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga dalam jangka panjang hasil uji causal memperlihatkan bahwa nilai tukar dan tingkat harga mempunyai efek yang berkebalikan dengan defisit anggaran.
Universitas Sumatera Utara
2.12
Kerangka Pemikiran
Pert. Ekonomi
Defisit Anggaran
Investasi
Pemerintah
Swasta
Suku Bunga Kredit Investasi
Kerangka berpikir :
Gambar 2. 4 Kerangka Berfikir
2.13
Hipotesis Penelitian Dari uraian di atas dan dikaitkan dengan teori-teori serta penelitian terdahulu
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1.
Defisit anggaran berpengaruh negatif terhadap investasi swasta di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi swasta di Indonesia
3.
Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi swasta di Indonesia
Universitas Sumatera Utara