Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA & TEORI DASAR
2.1
Tinjauan Umum Bangunan Dome dipilih sebagai solusi dalam upaya mendapatkan
kebutuhan ruangan lebar dan bentang panjang serta ruangan yang tinggi untuk tujuan memaksimalkan jumlah kapasitas pengunjung. Para Structure Engineer berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan teknik nya membuat sistem struktur yang kuat, kaku dan stabil yaitu Struktur yang terdiri susunan elemen-elemen linear yang membentuk segitiga sehingga menjadi bentuk rangka yang tidak dapat berubah bentuk jika dibebani gaya eksternal pada satu atau lebih batangnya. Sistem ini disebut Struktur Rangka Batang (Daniel L. Schodek, 2000).
Dari segi Biaya, Penghematan signifikan pada bentangan panjang dan tidak memerlukan kolom tambahan. Jika dibandingkan baja Konvensional, bentang panjang tentu akan memerlukan profil baja dengan ukuran yang besar dan otomatis berat sendiri struktur juga besar. Selain letak penyambungan balok menentukan, suatu penambahan kolom membutuhkan sambungan baut yang banyak.
Dari segi Struktur & Konstruksi, dibandingkan sistem Konvensional (kolom-balok), Struktur Rangka Batang lebih cocok dengan jenis atap dengan penyangga di sekelilingnya. Serta pengerjaan yang mudah, bahan material yang mudah di pasaran dan pekerja yang relatif sedikit. II-1
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.1.1. Definisi Bangunan Kubah (Dome) Dome merupakan salah satu bentuk bangunan yang digunakan untuk Stadion Olahraga, Hall Konser, Penutup atap Masjid, Hanggar Pesawat Terbang yang membutuhkan optimasi ruangan. Dome umumnya berbentuk rangka 1 lapis dan 2 lapis. Pada sistem 1 lapis bentangan mencapai sekitar 40m hingga 100m. Sedangkan sistem 2 lapis dapat dicapai bentangan hingga lebih dari 200m. (Makowski, Z.S).
Gambar 2.1 Sistem Struktur Rangka Dome. (Sumber: Tien T. Lan ,2005)
Pada visualisasi Gambar 2.1, Dome dapat dibentuk dengan 3 Metode pemodelan struktur, yaitu menggunakan:
(a)
Ribbed Domes adalah Sistem Portal lengkung yang dibagi beberapa portal
dengan batang pengekang (secondary beam) agar struktur rigid. (b)
Schwedler Domes adalah Struktur rangka berusuk (Braced Dome) dengan
batang-batang profil tersusun pada arah 3 dimensi melengkung membentuk cangkang dengan alat penyambung tiap modul nya menggunakan sistem Nodal.
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
(c)
3-Way Grid Domes adalah struktur rangka dengan susunan portal pada 3
arah baris yang melengkung.
Gambar 2.2 Metode Pemodelan Rangka Dome. (Sumber: Tien T. Lan, 2005)
Untuk meng analisa Dome, pendekatan akurat dapat dilakukan dengan studi perilaku elastis karena besarnya perbedaan tinggi dan panjang bangunan mengakibatkan bangunan rawan terhadap lendutan karena beban tak seragam yang berpengaruh pada ketidakstabilan struktur atas. Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah masalah tekuk lokal dan batang tekan.
Gambar 2.3 Peristiwa Tekuk pada Struktur Dome. (Sumber: Tien T. Lan ,2005)
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.1.2. Definisi Struktur Rangka Batang Ruang a. Konsep Dasar Struktur Rangka Batang merupakan sistem struktur yang tersusun oleh elemen-elemen struktur kolom-balok-bracing, membentuk struktur Portal Truss atau sistem struktur 2-dimensi berubah ke sistem struktur 3-dimensi untuk memikul beban atau gaya yang bekerja diatas nya. Dalam beberapa kasus konstruksi, struktur rangka ruang dapat dipakai untuk menopang permukaan atap datar maupun melengkung.
Elemen dasar pembentuk Struktur Rangka Batang Ruang ini adalah: (a) Rangka batang ruang Rectangular. (b) Piramid dengan dasar segiempat membentuk Oktahedron. (c) Piramid dengan dasar segiempat membentuk Tetahedron.
Gambar 2.4 Elemen dasar pembentuk sistem Rangka Batang Ruang. (Sumber: Schodek 1999)
b. Aplikasi Struktur Struktur Rangka Ruang memiliki beberapa komponen terdiri dari komponen tekan dan tarik, terutama batang pipa dan kotak dikenal sebagai CHS maupun RHS, dan alat penyambung. Komponen lain yang bisa digunakan yakni
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
profil I dan profil H, terutama untuk menahan beban yang disalurkan ke batang cukup besar dan berpengaruh pada sambungan. untuk beberapa aplikasi struktur bangunan kubah, dimana beban atau gaya yang disalurkan pada sambungan nodal, profil batang pipa atau batang kotak lebih cocok daripada profil lain karena lebih efisien pada arah tekan, memiliki jari-jari girasi dan momen inersia yang tinggi pada semua area.
Beberapa model konstruksi struktur rangka ruang berdasarkan sistem sambungan yang ideal digunakan, antara lain:
Gambar 2.5 Tipe-tipe Sambungan Rangka Ruang. (Sumber: Schodek 1999)
Berikut adalah salah satu contoh Aplikasi Struktur Rangka Batang Ruang, yaitu:
Gambar 2.6
Konstruksi Rangka Ruang Bentuk Kubah. (Sumber: www.google.com) II-5
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.2
Teori Analisa Struktur
a. Konsep Dasar Dalam analisis perancangan struktur, suatu struktur bangunan dikatakan aman apabila memiliki 3 kriteria yaitu Kaku, Kuat dan Stabil. Menurut teori kuliah Struktur baja II (Ir. Edifrizal Darma, MT, 2009), setiap komponen struktur bangunan baja dipisahkan baik struktur tunggal maupun struktur gabungan menjadi Batang Tekan dan Batang Tarik. Maksud dari pengelompokkan ini adalah berdasarkan daya dukung dan kekuatan dari profil itu sendiri baik sebelum menerima gaya maupun sesudah menerima gaya.
b. Syarat Kesetimbangan Momen & Gaya Secara spesifik, analisis struktur meliputi kesetimbangan gaya dan momen. Ketika beban bekerja pada bagian-bagian struktur, gaya-gaya atau momen yang ditimbulkan agar struktur tetap dalam kesetimbangan harus diperhitungkan secara matematis. Teori Kesetimbangan menggunakan persamaan hukum NEWTON: a. Jumlah gaya-gaya horisontal yang bekerja sama dengan 0. ΣH = 0
(2.1)
b. Jumlah gaya-gaya vertikal yang bekerja sama dengan 0. ΣV = 0
(2.2)
c. Jumlah gaya-gaya Momen yang bekerja sama dengan 0. ΣM = 0
(2.3) II-6
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.2.1. Teori Pembebanan Besar beban-beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh Peraturan Pembebanan yang berlaku (PPIURG, 1987), sedangkan untuk masalah kombinasi dari beban-beban yang bekerja diatur dalam SNI-03-1729-2002 pasal 6.2.2. Beberapa jenis beban yang dipakai pada struktur baja, antara lain:
a. Beban Mati (DL) Seperti berat sendiri struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-lampu, cerobong atap, plafon, penutup atap, jaringan elektronik. Tabel 2.1. Berat Sendiri Bahan. Bahan Bangunan Baja Besi Tuang Komponen Gedung Penutup atap seng (BJLS-25) (Tanpa Gording)
Berat 7850 kg/m³ 7250 kg/m³
10 kg/m³
(Sumber: PPIURG, 1987)
b. Beban Hidup (LL) Seperti berat pekerja, perabotan yang berpindah-pindah, alat konstruksi, air hujan. Untuk perencanaan, beban hidup diambil sebesar 100 kg/m.
c. Beban Angin (W) Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2 kecuali Tekanan tiup di tepi laut hingga 5 km dari pantai diambil minimum 40 kg/m². Koefisien angin yang ditinjau pada gedung tertutup dengan atap melengkung struktur rangka ruang yaitu:
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
•
Penampang melintang persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang di pihak angin = + 1,6 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah + 1,2.
•
Penampang melintang bujur sangkar dengan arah angin 45˚, di pihak angin adalah + 0,65 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah + 0,5.
Gambar 2.7 Koefisien Angin menurut pasal 4.3 (Sumber: PPIURG, 1983)
d. Beban Gempa (E). Yang termasuk input beban dalam beban Gempa yaitu beban statik ekuivalen yang bekerja pada struktur akibat gempa bumi baik arah vertical maupun arah horizontal. Besar gaya gempa ditentukan berdasarkan persamaan: V = (C x I/R).Wt
(2.4)
Dimana: C
= Faktor respon gempa berdasarkan lokasi dan jenis tanah.
I
= Faktor keutamaan gedung.
R
= Faktor reduksi gempa tergantung pada jenis struktur.
Wt
= Berat total bangunan termasuk beban hidup. II-8
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.2.2. Teori Material Baja
Setiap jenis baja memiliki sifat mekanis, tegangan leleh (fy), tegangan putus (fu) masing-masing. Menurut SNI 03-1729-2002, ditetapkan Sifat mekanis baja struktur untuk tujuan perencanaan sebagai berikut: Modulus Elastisitas (E)
: 200.000 MPa
Modulus Geser (G)
: 80.000 MPa
Nisbah Poisson (μ)
: 0,3
Koefisien Pemuaian (α)
: 12 x 106 /˚C
Tabel 2.2. Sifat-sifat Mekanis Baja Struktural.
(Sumber: SNI 03-1729-2002)
Perlu di ingat bahwa, pada perencanaan konstruksi struktur baja perlu memperhatikan jenis-jenis keruntuhan pada komponen struktur yang disebabkan oleh faktor-faktor jenis profil baja maupun gaya-gaya yang bekerja. Jenis keruntuhan yang terjadi pada struktur baja, yaitu: a. Keruntuhan Getas (Brittle). b. Keruntuhan Lelah (Fatigue). c. Sobekan Lamelar pada proses pekerjaan Las. II-9
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.2.3. Teori Perhitungan Metode LRFD Secara konsep desain LRFD struktur baja, struktur baja dikatakan aman apabila memenuhi persamaan: ϕRn ≥ Σγi.Qi
(2.5)
Sesuai persamaan diatas, maka tahanan rencana harus melebihi jumlah dari beban-beban yang bekerja dikalikan dengan suatu faktor beban. Peraturan baja nasional SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2 menetapkan jenis-jenis pembebanan, sebagai berikut: U
= 1,4D
U
= 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lo atau H)
U
= 1,2D + 1,6L(Lo atau H) + (γLL atau 0,8W)
U
= 1,2D + 1,3W + γLL + 0,5 (Lo atau H)
U
= 1,2D + 1,0E + γLL
U
= 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
Dimana: D
= Beban Mati.
L
= Beban Hidup, termasuk beban kejut.
La
= Beban hidup atap yang ditimbulkan pekerja / alat.
H
= Beban Hujan, tidak termasuk genangan air.
W
= Beban Angin
E
= Beban Gempa
γL
= Reduksi beban hidup, jika L < 5 kPa diambil 0,5 dan L > 5 kPa
diambil 1,0
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.2.4. Teori Elemen Struktur a. Batang Tekan Batang Tekan adalah Batang dari suatu rangka batang atau komponen struktur bangunan yang mengalami gaya aksial tekan searah dengan sumbu batang nya (Gaya yang tegak lurus pada penampang). Beban maupun gaya yang berakibat batang mengalami deformasi akan menghasilkan tegangan pada batang tekan tersebut.
Batang Tekan
Gambar 2.8 Struktur Portal Rangka Batang (Portal Truss). (Sumber: Koleksi Pribadi 2012)
Desain komponen stuktur tekan memiliki syarat kestabilan, hal ini untuk mengantisipasi efek Tekuk (Buckling) pada komponen-komponen langsing. Tekuk lokal pada elemen batang tekan terjadi pada : -
Pelat Sayap (Flange)
-
Pelat Badan (web)
Sedangkan Tekuk global elemen batang tekan terjadi pada: -
Tekuk Lentur
-
Tekuk Torsi
-
Tekuk Torsi Lentur. II-11
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Masalah Tekuk Lokal Tekuk Lokal adalah peristiwa menekuknya elemen pelat penampang sayap
atau web akibat rasio lebar terhadap tebal yang terlalu besar. Maka disyaratkan pula nilai maksimum rasio lebar terhadap tebal pelat penampang tekan. Sesuai SNI Baja, Penampang batang tekan memiliki batas kelangsingan (λ): λ = Lk / i min
(2.6)
Dimana:
-
Lk
= Panjang tekuk batang tekan
I
= Jari-jari girasi minimum, dengan i min = √Imin/A
i min
= Momen Inersia (min), mm4
A
= Luas Penampang , mm²
Tahanan Tekan Nominal Pendekatan awal dengan coba-coba besarnya nilai kelangsingan λ. Nilai λ
diambil pada daerah Inelastic berkisar antara 80 – 100. Kemudian dihitung dengan cara trial & error nilai λc dan nilai ω. Dari kontrol kekuatan bisa didapatkan nilai Ag. Nu ≤ ϕnNn
(2.7)
Nn = Ag.fcr = Ag(fy / ω)
(2.8)
Dimana:
ϕn
= nilai reduksi diambil 0,85
Nu
= Beban terfaktor
Nn
= Kuat tekan nominal komponen struktur
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
•
Untuk λc ≤ 0,25 maka nilai ω = 1
•
Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka nilai ω = 1,43/(1,6 – 0.67 λc)
•
Untuk λc ≥ 1,2 maka nilai ω = 1,25 λc²
Dari harga Ag dan R tersebut, pemilihan dapat dicapai profil yang aman.
Pada komponen batang tekan yang ditinjau adalah faktor tekuk Euler, Kekuatan kolom dan Tegangan sisa (Residual Stress). Teori Euler adalah komponen struktur yang dibebani secara konsentris dimana seluruh serat bahan masih dalam kondisi elastis sampai terjadi tekuk dan perlahan-lahan melengkung. Ingat bahwa faktor tekuk Euler dipakai jika nilai I cukup besar (I > 110).
-
Kekuatan Kolom Pada komponen tekan seperti Kolom, jika menggunakan persamaan Euler
sebaiknya diperhatikan faktor-faktor, antara lain: 1. Beban bekerja pada titik berat penampang hingga batang melentur dan tidak ada tegangan sisa. 2. Kolom benar-benar lurus dan prismatik tanpa puntir pada penampang. 3. Berlakunya teori lendutan kecil (small deflection theory). 4. Kondisi tumpuan / perletakan.
-
Panjang Tekuk Hubungan Faktor tekuk dengan Angka kelangsingan untuk baja ST37
dapat dihitung dengan cara: λg = π√E / 0,7σ yield
(2.9) II-13
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
dan λs = λ / λg
(2.10)
dimana: Untuk λs ≤ 0,183
maka, nilai ω = 1
Untuk 0,183 < λs < 1
maka, nilai ω = 1,41/(1,593 – λs)
Untuk λs ≥ 1
maka, nilai ω = 2,381 λc²
Gambar 2.9 Nilai Kc ujung kolom yang ideal. (Sumber: SNI Baja, 2002)
Dengan memakai Nomogram, besarnya faktor panjang tekuk (Kc) dapat ditentukan setelah tahanan di kedua ujungnya yaitu
GA dan GB dihitung.
penggunaan Nomogram ini hanya berlaku untuk portal kaku dan tekuk di dalam bidang lentur yang sama.
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
b. Batang Tarik Batang Tarik adalah Batang yang mengalami atau memikul gaya aksial tarik searah dengan sumbu batang. Batang tarik digunakan pada struktur jembatan, Bracing atau ikatan angin karena Batang tarik ini sangat efektif dalam memikul beban. Jarak diantara 2 buah profil batang tarik harus cukup agar dapat diselipkan pelat buhul yang digunakan sebagai tempat penyambungan antar profil.
Gambar 2.10 Bentuk penampang Batang Tarik. (Sumber: www.google.com)
Gambar 2.11 Aplikasi Batang Tarik pada Struktur Rangka Truss. (Sumber: www.google.com)
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Kuat Tarik Rencana Semua Batang tarik yang memikul gaya aksial tarik terfaktor sebesar (Nu),
harus memiliki persamaan kuat tarik rencana: Nu ≤ ϕ.Nn
(2.11)
Dimana:
ϕNn
= Tahanan Nominal penampang
Besar Tahanan Nominal batang tarik yang ditentukan harus diperiksa berdasarkan 3 macam kondisi keruntuhan, yaitu: 1. Keruntuhan Leleh dari luas penampang brutto pada daerah yang jauh dari sambungan. 2. Keruntuhan Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan. 3. Keruntuhan Geser Blok (Shear Block) pada daerah sambungan.
Tabel SNI 6.4-2 menetapkan Faktor Reduksi (ϕ) untuk keadaan batas pada komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial: Terhadap kuat tarik leleh sebesar
= 0,9
Terhadap kuat tarik fraktur sebesar
= 0,75
Catatan: - Faktor reduksi untuk kondisi fraktur diambil lebih kecil daripada kondisi leleh, karena keruntuhan fraktur lebih getas dan berbahaya. Jadi sedapat mungkin desain batang tarik dengan keruntuhan leleh yang daktail.
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Analisis Keruntuhan Tarik Standar SNI menetapkan untuk Batasan kuat tarik leleh pada daerah yang
jauh dari sambungan:
ϕNn = ϕAg.fy
(2.12)
Kuat tarik fraktur pada daerah sambungan:
ϕNn = ϕAe.fu
(2.13)
Dimana:
ϕ
= Faktor reduksi berdasarkan tabel SNI 6.4.2
Nn
= Kuat tarik rencana, kN
Ag
= Luas penampang brutto, mm²
Ae
= Luas penampang efektif, mm²
fy
= Tegangan leleh, MPa
fu
= Tegangan putus, MPa
Gambar 2.12 Distribusi tegangan akibat lubang pada penampang. (Sumber: Agus Setyawan, 2008)
Untuk luas netto, penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar dari 85% luas bruto, atau An ≤ 0,85.Ag.
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Luas Netto Penampang SNI-03-1729-2002 pasal 10.2.1, menetapkan tata cara perhitungan luas
netto penampang dengan lubang yang berselang-seling.
Gambar 2.13 Keruntuhan potongan 1-1 & 1-2. (Sumber: Agus Setyawan, 2008)
Pada potongan 1-1 diperoleh: An = Ag – (n.D.t)
(2.14)
Dan pada potongan 1-2 diperoleh: An = Ag – (n.D.t) + Σ (S².t/Au) Dimana: Ag
= Luas penampang Brutto.
Au
= Luas penampang Netto.
t
= Tebal penampang.
D
= Diameter lubang baut.
n
= Banyak nya lubang dalam satu potongan.
s
= Jarak antar sumbu lubang arah Horisontal
u
= Jarak antar sumbu lubang arah Vertikal
II-18
(2.15)
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Luas Penampang Efektif Luas Penampang Efektif (Ae), pada sambungan terdapat eksentrisitas gaya
terutama apabila hanya sebagian penampang yang disambungkan. perilaku pada sambungan batang tarik ini disebut sebagai Shear Lag. Untuk perhitungan masalah shear lag, luas penampang yang digunakan dalam desain tarik adalah luas penampang efektif yang nilainya sama atau lebih kecil dari luas penampang netto untuk sambungan baut dan las. Ae = ϕAn
(2.16)
Dimana: Ae
= Luas penampang efektif.
An
= Luas penampang netto untuk sambungan baut.
Gaya tarik hanya disalurkan oleh baut (SNI Pasal 10.2.1 dan Pasal 10.2.2), Luas penampang netto harus dikalikan dengan faktor reduksi ketika: •
Seluruh bagian penampang disambung U = 1
•
Hanya sebagian penampang disambung U = 1 – x/L ≤ 0,9
Dimana: x
= Eksentrisitas sambungan, mm.
L
= Panjang sambungan pada arah gaya tarik, mm.
Gambar 2.14 Besanya Nilai X. (Sumber: Agus Setyawan, 2008)
II-19
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Untuk menghindari kemungkinan bergetarnya batang tarik, terutama jika ada beban bergerak maka kelangsingan batang tarik harus dibatasi agar tidak terlalu fleksibel. Kelangsingan batang tarik (λ) dinyatakan dengan perbandingan panjang batang (L) dan jari-jari girasi (r). Batang Primer
(λ = L/r ≤ 240)
Batang Sekunder
(λ = L/r ≤ 300)
Dimana: r
= Jari-jari girasi (min), mm = √I/A
L
= Jari-jari girasi (min), mm
I
= Momen Inersia (min), mm4
A
= Luas Penampang , mm²
Pada batang tersusun, komponen struktur tarik yang tersusun dari 2 buah profil yang saling membelakangi yang kondisi nya: -
dihubungkan dengan las atau baut pada jarak interval tertentu sehingga kelangsingan nya untuk setiap komponen ≤ 240.
-
Komponen struktur dibagi minimum 3 bentang sama panjang.
-
Sambungan harus direncanakan dengan menganggap adanya gaya lintang sebesar 2% gaya aksial yang bekerja.
Tahanan Nominal tarik pada keruntuhan Geser Blok, berlaku persamaan: Geser Leleh – Tarik Fraktur (fu.Ant ≥ 0,6.fu.Anv) Tn = 0,6.fy.Agv + fu.Ant
(2.17)
II-20
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Geser Fraktur – Tarik Leleh (fu.Ant ≤ 0,6.fu.Anv) Tn = 0,6.fu.Anv + fy.Agt
(2.18)
Dimana: Agv
= Luas bruto akibat geser.
Agt
= Luas bruto akibat tarik.
Anv
= Luas netto akibat geser.
Ant
= Luas netto akibat tarik.
fu, fy
= Kuat tarik, Kuat leleh.
Untuk tujuan perancangan struktur batang tarik, diharapkan keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan leleh pada penampang bruto nya agar diperoleh tipe keruntuhan yang daktail.
Gambar 2.15 Keruntuhan Geser Blok. (Sumber: Agus Setyawan, 2008).
c. Komponen Struktur Lentur Komponen Struktur Lentur merupakan kombinasi antara elemen tarik dengan elemen tekan, di asumsikan bahwa balok tak akan tertekuk karena elemen yang mengalami tekan sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu kuat ataupun sumbu lemah nya.
II-21
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Lentur Sederhana Profil Simetris
Tegangan lentur pada penampang profil yang memiliki minimal 1 sumbu simetri dan dibebani pada pusat geser nya dihitung dengan persamaaan: f = (Mx/Sx) + (My/Sy)
(2.19)
dengan, Sx = Ix/Cy dan Sy = Iy/Cy
(2.20)
Sehingga, f = (Mx.Cy/Ix) + (My.Cx/Iy)
(2.21)
Dimana:
-
F
= Tegangan Lentur.
Mx,My
= Momen Lentur arah X dan Y.
Sx, Sy
= Modulus penampang arah X dan Y.
Ix, Iy
= Momen Inersia arah X dan Y.
Cx, Cy
= Jarak titik berat ke tepi serat arah X dan Y.
Lendutan Balok SNI-03-1729-2002 pasal 6.4.3 membatasi Nilai lendutan yang timbul pada
balok agar memberikan Serviceability baik dengan syarat Lendutan maksimum untuk balok pemikul dinding atau finishing yang getas sebesar L/360 dan Balok biasa ≤ L/240. Besar lendutan pada beberapa jenis pembebanan balok ditunjukan sebagai berikut:
II-22
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Gambar 2.16 Besar Lendutan Balok. (Sumber: Agus Setyawan, 2008).
-
Beban Terpusat Pada Balok Jika balok dikenai beban terpusat, leleh lokal akibat tegangan tekan yang
tinggi di ikuti tekuk inelastik pada daerah web akan terjadi di sekitar lokasi beban terpusat. Gaya tumpu perlu (Ru) pada pelat harus memenuhi persamaaan: Ru ≤ ϕRn
(2.22)
Dimana:
ϕ
= Faktor reduksi berdasarkan tabel SNI 6.4-2
Rn
= Kuat tumpu nominal pelat web, kN.
II-23
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Bila persamaan (2.22) terpenuhi, maka tidak diperlukan pelat Stiffener pada Web. Besarnya Rn ditentukan menurut SNI-03-1729-2002 pasal 8.10 : a.
Lentur lokal pada flange.( ϕ = 0,9) Rn = 6,25 tf².fy.f
b.
(2.23)
Leleh lokal pada web. (ϕ = 1) Rn = (αk + N)fyw.tw
(2.24)
d. Batang Pengekang Lateral (Fly Brace) Untuk menahan struktur rangka batang agar lebih kuat, kaku dan stabil serta untuk menahan momen atau untuk mengurangi panjang efektif tekanan, maka diperlukan suatu Sistem Pengekang Lateral.
Gambar 2.17 Bentuk Sistem Pengekang Lateral. (Sumber: Koleksi Penulis 2012)
Pada batang pengekang tunggal, didesain menahan gaya tekan terfaktor (Nu): Nu = 0,01.As.fy.(L/Lkr)
(2.25)
Dimana: As
= Luas sayap tertekan penampang komponen yang terkekang, mm
L
= Jarak antar pengekang lateral, mm.
Lkr
= Panjang tekuk batang pengekang lateral, mm.
II-24
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Pada Teori Kekakuan, Batang Pengekang Tunggal sebaiknya di desain pada lendutan paling kritis pada flange atau rangka batang diukur dari titik tumpuan dan tidak melebihi 1/3 tinggi penampang komponen struktur yang dikekang.
2.2.5. Teori Struktur Cangkang a. Definisi Struktur Cangkang Struktur Cangkang adalah Pelat yang melengkung ke satu arah atau lebih yang tebalnya jauh lebih kecil dari dari bentang nya (Joedicke, 1963). Definisi lain adalah bentuk struktur 3 dimensi yang kaku dan tipis yang mempunyai permukaan lengkung (Schodek, 2000).
b. Analisa Struktur Cangkang Adapun Gaya-gaya yang bekerja pada struktur cangkang adalah: -
Gaya Meredional, gaya yang berasal dari berat sendiri kemudian
gaya disalurkan melalui tulangan baja ke kolom penyangga atap. ΣFv = 0; W = (Nϕ.Sinϕ) (2.πa)
(2.26)
Dimana: Nϕ = Gaya tekan pada cangkang pada arah potongan horizontal. -
Gaya Rotasional, bekerja ke arah vertikal mengikuti arah
lengkung kemudian beban disalurkan ke kolom penyangga. Beban tekan dan tarik disalurkan melalui rangka-rangka atap. -
Beban Lentur, Pertemuan Atap & Dinding dibuat lebih tebal agar
dapat menopang gaya arah vertikal dan horizontal dari gaya Meredional.
II-25
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
-
Kondisi Tumpuan, tumpuan pada atap yang disalurkan ke kolom
mampu mengarahkan reaksi dari membran, baik reaksi tekan atau tarik.
Menurut teori Plate & Shell (Timoshenko, 1959), Diasumsikan bahwa pelat cangkang yang memikul berat sendiri (q) dengan luas per area konstan. Sedangkan radius struktur Dome dinyatakan dengan (a) dengan persamaan r0 = a sin φ, dengan melakukan pendekatan:
(2.27) Kemudian berlaku persamaan:
(2.28)
Terlihat bahwa Nφ selalu bernilai Negatif. Tekanan sepanjang garis bujur akan naik jika nilai sudut φ ikut naik. Maka untuk nilai φ = 0, berlaku persamaan: Nφ = - aq/2
(2.29)
Dan untuk nilai φ =π /2, berlaku persamaan: Nφ = - aq
(2.30)
Gambar 2.18 Analisa beban struktur Dome. (Sumber: Timoshenko, 1959)
II-26
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.3
Teori Sistem Sambungan
a. Konsep Dasar Sambungan Sambungan terdiri dari beberapa komponen sambungan antara lain Pelat pengisi, Pelat buhul/Simpul, pelat Pendukung, Pelat penyambung, Sambungan Nodal dan alat pengencang seperti Baut, Baut Mutu Tinggi serta Las.
b. Klasifikasi Sambungan Berdasarkan cara penyaluran gaya geser nya, Sambungan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: -
Sambungan Tipe Tumpu.
-
Sambungan Tipe Friksi.
Sedangkan, berdasarkan analisa kekuatan dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: -
Sambungan Kaku (Rigid) Umum nya Deformasi pada titik kumpul tidak mempengaruhi distribusi gaya maupun terhadap keseluruhan sistem struktur, mampu menahan gaya dan momen yang besar.
-
Sambungan Semi-Kaku (Semi-Rigid) Pada perhitungan kekakuan, penyebaran gaya dan deformasi nya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan epsperimental.
-
Sambungan Sendi (Hinge) Sambungan ini dapat ber deformasi secukupnya, sambungan tidak boleh menimbulkan momen lentur terhadap elemen yang disambung.
II-27
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.3.1. Sambungan Baut Dua tipe Penyambungan baut yang lazim dipakai adalah Simple Connection dan Moment Connection (AISC,2005). Simple Connection dipakai karena memiliki kekakuan dan mudah dalam penyambungan nya sedangkan Moment Connection diharapkan mampu menahan momen yang besar dan dapat di desain semi kaku dan kaku penuh.
Gambar 2.19 Sistem Sambungan Baut. (Sumber: AISC Connections,2005).
Baut memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak membutuhkan pekerja yang banyak, dapat dibantu dengan mesin pengencang baut, dapat menerima gaya yang lebih besar, hemat biaya pelaksanaan konstruksi. Klasifikasi tipe baut ditunjukkan pada tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.3. Tipe-tipe Mutu Baut. Tipe
Diameter
Proof stress
Kuat Tarik
Baut
(mm)
(Mpa)
Min. (Mpa)
A307
6,35 - 10,4
-
60
A325
12,7 - 25,4
585
825
28,6 - 38,1
510
725
12,7 - 38,1
825
1035
A490
(Sumber: SNI 03-1729-2002)
II-28
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
a. Kekuatan Baut Baut yang memikul beban terfaktor (Ru),besar nya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe Sambungan. Konsep LRFD memberikan syarat persamaan:
ϕRnb ≥ Ru
(2.31)
b. Tahanan Tarik Baut Baut yang memikul gaya tarik, tahanan nominal nya adalah:
Rn = 0,75.fub.Ab
(2.32)
Dimana:
ϕ
= Faktor Reduksi diambil 0,75.
Rnb
= Tahanan Nominal Baut.
fub
= Kuat Tarik Baut, MPa.
Ab
= Luas Penampang Baut
c. Tahanan Tumpu Baut Tahanan tumpu nominal (Rn) baut tergantung pada kondisi lemah baut atau komponen pelat yang disambung disyaratkan dengan persamaan:
Rn = 2,4.db.tp.fu
(2.33)
dimana: db
= Diameter Baut pada daerah tak berulir,mm.
tp
= Tebal Pelat, mm.
fu
= Tarik putus terendah dari Baut atau Pelat.
II-29
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
d. Kombinasi Geser & Tarik Baut Pada sambungan kombinasi geser & tarik, sambungan akibat momen maka baut tepi atas akan mengalami gaya tarik yang sebanding dengan momen yang bekerja. Persamaan interaksi geser dan tarik dari berbagai studi eksperimental dapat dipresentasikan sebagai persamaan lingkaran: [Rut / ϕt.Rnt]² + [Ruv / ϕv.Rnv]² ≤ 1
(2.34)
Dimana:
ϕt, ϕv = Faktor Reduksi diambil 0,75. Rut
= Beban Tarik Terfaktor Baut.
Ruv
= Beban Geser Terfaktor Baut.
ϕt.Rnt = Tahanan Rencana pada Baut dalam tarik. ϕv.Rnv = Tahanan Rencana pada Baut dalam geser.
e. Tahanan Nominal Geser & Tarik Baut Dari persamaan (2.29), Dengan Rnt dan Rnv masing-masing adalah tahan nominal tarik dan geser yang besarnya:
Rnv = m.0,5fub.Ab
(2.35)
Gambar 2.20 Sambungan Kombinasi Geser & Tarik. (Sumber: Agus Setyawan, 2008).
II-30
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
2.3.2
Sambungan Las
a. Keuntungan Las Sambungan Las memiliki beberapa kelebihan, antara lain: -
Ekonomis, Efisien & Fleksibel, karena biaya pengerjaan lebih murah dibanding dengan Baut dan menghemat pelat buhul pada sambungan. Contoh: penyambungan kolom CHS lebih cocok dengan Las daripada Baut.
-
Komponen struktur dapat tersambung secara kontinu, tingkat kebisingan pekerjaan las lebih rendah dan Struktur tersambung dengan las lebih rigid.
b. Metode Sambungan Las Beberapa metode penyambungan menggunakan Las yang sering digunakan, antara lain: -
Sambungan Sebidang (Butt Joint).
-
Sambungan Lewatan (Lap Joint)
-
Sambungan Tegak (Tee Joint)
-
Sambungan Sudut (Corner Joint)
-
Sambungan Sisi (Edge Joint)
Gambar 2.21 Tipe-tipe Penyambungan dengan Las. (Sumber: Agus Setyawan, 2008)
II-31
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
c. Jenis Sambungan Las Berikut adalah jenis-jenis Las yang sering digunakan, antara lain: 1. Las Tumpul (Groove Welds). 2. Las Sudut (Fillet Welds). 3. Las Baji dan Pasak (Slot & Plug Welds).
Gambar 2.22 Jenis-jenis Las. (Sumber: Agus Setyawan, 2008)
d. Eksentrisitas Sambungan Batang menerima tarik aksial yang memiliki ekesntrisitas terhadap sambungan Las, berlaku persamaan keseimbangan: ΣM = F1.d – F2.d/2 + T.e
(2.36)
Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki. Panjang kaki ditentukan oleh panjang a1 dan a2. Untuk ukuran minimum las sudut, lihat tabel 2.4. Tabel 2.4 Ukuran Minimum Las Sudut. Tebal pelat (t, mm)
Uk. Min. Las Sudut (a, mm)
t≤7
3
7 < t ≤ 10
4
10 < t ≤ 15
5
15 < t
6
(Sumber: SNI 03-1729-2002)
II-32
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Luas efektif las sudut dan las tumpul adalah hasil perkalian antara tebal efektif (te) dengan panjang las. Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh adalah tebal pelat yang paling tipis sedangkan Tebal efektif las sudut adalah jarak nominal terkecil dari kemiringan las dengan titik sudut didepannya.
e. Tahanan Nominal Tahanan Nominal sambungan Las menurut filosofi metode LRFD adalah:
ϕRnw ≥ Ru
(2.37)
Dimana:
2.3.3
Rnw
= Tahanan nominal las per satuan panjang las
Ru
= Beban terfaktor per satuan panjang las
Sambungan Nodal Pada struktur rangka ruang, Salah satu tipe sambungan yang relevant
adalah Nodal Sphere. Tipe sambungan Nodal ini berbentuk bulat dengan material baja khusus untuk menggabungkan batang-batang profil baja dari berbagai vektor gaya batang profil itu sendiri.
Menurut filosofi cara penyambungan nya, batang profil baja bulat atau kotak dihubungkan dengan profil baja berbentuk kerucut di las pada tiap-tiap ujung batang profil dan diujung kerucut diselipkan baut dibalut dengan ring baja sebagai koneksi antara Nodal Sphere dengan Struktur Batang profil agar sambungan dapat bersifat Rigid.
II-33
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Untuk ukuran diameter bola Nodal, Pabrikator dapat melayani produksi kebutuhan diameter bola Nodal antara 46,5 mm hingga 350 mm dengan batasan diameter lubang baut antara diameter M-12 hingga M-64 dengan maksimum gaya yang dapat dilayani sebesar 1413 kN. Dengan demikian, tipe MERO ini memiliki keuntungan bahwa sumbu pusat batang berkumpul pada satu titik diameter Nodal dan tidak terpengaruh dengan Eksentrisitas gaya. Tipe Nodal yang lazim digunakan terlihat dalam Tabel 2.5. Tipe sambungan dengan Sistem Nodal.
Tabel 2.5. Tipe sambungan dengan Sistem Nodal - MERO. Bentuk Nodal
Sistem Koneksi
Profil
Nama Nodal
SPHERE
MERO - KK
(Solid Ball)
(Germany)
(Sumber: Tien T. Lan ,2005)
Gambar 2.23 Struktur sambungan Nodal tipe MERO. (Sumber: Tien T. Lan ,2005)
II-34
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Pada tipe sambungan MERO, disyaratkan batasan khusus dalam menentukan diameter lubang-lubang pada Nodal Sphere, agar dapat melayani gaya-gaya maksimum tekan dan tarik pada masing masing profil batang. Ukuran diameter baut berdasarkan diameter dari hasil perhitungan gaya dalam dan dapat direduksi antara 6 mm sampai 9 mm.
Hubungan antara kebutuhan diameter bola Nodal dengan diameter baut Batang dapat ditentukan dengan 2 persamaan berikut: D
≥
√ {(d2 / Sin θ) + d1.Cot θ + 2ξdi)²} + η².d1²
(2.38)
D
≥
√ {(η.d2 / Sin θ) + η.d1.Cot θ)²} + η².d1²
(2.39)
(Dari 2 persamaan diatas, disarankan untuk diambil nilai yang terbesar) Dimana: D
= Diamater bola Nodal, mm.
d1,d2 = Diameter baut, mm. θ
= Sudut terkecil antara 2 baut (Rad).
η
= Rasio antara diameter lubang dengan diameter baut,1.8
ξ
= Rasio antara panjang kedalaman lubang dengan diameter baut,1.1
Gambar 2.24 Dimensi Bola Nodal tipe MERO. (Sumber: Tien T. Lan ,2005)
II-35
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Untuk syarat batas kekuatan pada Nodal Sphere baja dapat dihitung: -
Syarat kekuatan batas Tekan Nc = ηc {(6,6 t.d – 2,2 x (t²d²/D)} x 1/K
-
(2.40)
Syarat kekuatan batas Tarik Nt = ηt (0,6 t.d.π) x [σ]
(2.41)
Dimana: D
= Diamater bola Nodal, mm.
t, d
= Tebal dinding bola Nodal dan Diameter batang profil, mm.
σ
= Tegangan batas Tarik, kg/cm²
K
= Faktor keamanan, 1.5
ηc, ηt = Faktor amplifikasi efek kekuatan Tekan & Tarik, 1.4 & 1.1
2.3.4
Sistem Dudukan (Base Plate)
a. Filosofi Dasar Struktur menerima gaya aksial tekan maupun momen akan menghasilkan kombinasi tegangan aksial tekan dan tegangan lentur pada pelat. Jika momen diganti gaya eksentris sama besar dengan beban aksial (Pc), diagram ditentukan dengan cara Superposisi.
b. Analisis Eksentrisitas Tegangan Jika eksentrisitas ≤ 1/6N, dimana N adalah ukuran pelat dasar yang sejajar dengan kolom, maka pelat dasar perletakan tak akan terangkat. Jika eksentrisitas ≥ 1/6N, maka pelat dasar perletakan akan terangkat ditentukan dengan persamaan: II-36
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
fc = (Pc /A) ± (Pc e / S)
(2.42)
Dimana: A
= Luas pelat dasar.
S
= Tahanan momen dari pelat dasar.
e
= Eksentrisitas.
Tegangan akan berkurang secara linier searah jarak Y dan penentuan jarak Y diambil pada sisi luar penampang kolom atau pada gaya tekan flange kolom dengan anggapan pusat gravitasi tetap berhimpit pada gaya tekan kolom.
Gambar 2.25 Distribusi akibat Aksial tekan dan tegangan lentur. (Sumber: Koleksi Pribadi 2012)
c. Analisis Kuat Tumpu Maka pendekatan umum adalah meng asumsikan penentuan gaya angkat pada struktur landasan (Base Plate) dengan persamaan: Y³ + K1Y² + K2 + K3 = 0
(2.43)
Dimana: K1
= 3(e-N/2)
K2
= (6n.As/B) (f + e)
K3
= - K2 (N/2 + f)
II-37
Bab II Tinjauan Pustaka & Teori Dasar
Jika nilai Y telah didapat, gaya tarik (Pt) pada baut yang tertanam adalah: Pt = -Pc .((N/2) – (Y/3) – e)) / ((N/2) – (Y/3) + f))
(2.44)
Dengan tegangan penahan reaksi nya adalah: 2 (Pc+Pt) / YB³
2.4
(2.45)
Standar Peraturan Perancangan a. Standar Pembebanan Agar hitungan dan kriteria pembebanan dapat dipertangggung jawabkan
maka dibutuhkan Pedoman Pembebanan yang berlaku saat ini adalah: TATA CARA PENGHITUNGAN PEMBEBANAN UNTUK BANGUNAN RUMAH DAN GEDUNG (Revisi SNI-03.1727.1989).
b. Standar Perencanaan Struktur Baja Dalam
perancangan
perhitungan
struktur
bangunan
Dome
akan
menggunakan standar perencanaan yang berlaku untuk saat ini, yaitu: TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002).
c. Aplikasi Program Komputer Untuk Desain Penulis Tugas Akhir ini memodelkan bangunan Kubah (Dome) dengan bantuan Design software aplikasi komputer yang relevant, antara lain: -
SAP2000 Versi 14.
-
AUTOCAD 2012.
-
REVIT STRUCTURE 2012.
II-38