BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Rumput laut tergolong tumbuhan berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun sejati. Tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja, dkk., 2010). 2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut Alga hijau dan alga hijau biru banyak yang hidup dan berkembang di air tawar. Sedangkan alga coklat (kelp/rockweed) dan alga merah hampir secara eksklusif sebagai habitat laut dan kelompok ini yang lebih banyak dikenal sebagai rumput laut atau seaweed (Winarno, 1990). Turbinaria sp. tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu (Aslan, 1998). Rumput laut jenis ini mampu tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak. Indikator jenis untuk jenis ini antara lain Turbinaria sp., Gelidium sp., Caulerpa sp., dan Padina sp. (Anggadiredja, dkk., 2010) 2.1.2 Morfologi tumbuhan Ciri-ciri jenis ini yaitu “batang” silindris, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan. Holdfast berbentuk cakram kecil dengan terdapat perakaran yang
Universitas Sumatera Utara
berekspansi radial. Percabangan berputar sekeliling batang utama. Bentuk “daun” menyerupai kerucut segitiga, pinggirnya bergerigi (Atmadja, 1996) 2.1.3 Sistematika tumbuhan Taksonomi rumput laut Turbinaria decurrens Bory diklasifikasikan sebagai berikut: (LIPI, 2013). Divisi
: Phaeophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Bangsa
: Fucales
Suku
: Sargassaceae
Marga
:Turbinaria
Jenis
:Turbinaria decurrens Bory
2.1.4 Nama daerah Nama daerah dari Turbinaria decurrens Bory adalah Jamrud (Aceh). 2.1.5 Kandungan kimia Turbinaria decurrens Bory Turbinaria decurrens Bory merupakan rumput laut penghasil alginat. Alginat merupakan fitokoloid atau hidrokoloid yang diekstraksi dari Phaeophyceae (alga coklat). Senyawa tersebut merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh dua unit monomerik, yaitu β-D-mannuronic acid dan α-Lguluronic acid (Anggadiredja, dkk., 2010). Pigmen santotif yang memberikan warna coklat, sargatriol yang merupakan senyawa diterpen (Ragan, 1981). 2.1.6 Budidaya rumput laut Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) amat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit) serta
Universitas Sumatera Utara
berpenduduk padat, sehingga diharapkan pembukaan lahan budidaya rumput laut di perairan tersebut bisa menjadi salah satu alternatif terbaik untuk membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil, khususnya di Pulau Jawa (Aslan, 1998). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan rumput laut di perairan pantai (laut) adalah pemilihan lokasi, melakukan uji penanaman, menyiapkan areal budidaya, memilih metode budidaya yang akan digunakan, penyediaan
bibit,
penanaman
bibit,
perawatan
selama
pemeliharaan,
pemanenan, pengeringan hasil panen (Aslan, 1998). 2.1.7 Manfaat Turrbinaria decurrens Bory Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut jenis Turbinaria belum banyak. Kandungan kimia yang dimanfaatkan berupa alginat dan iodine (Atmadja, 1996). Turbinaria telah digunakan sebagai pupuk di Cina, dan di Jepang, Sri Lanka, dan India spesies yang dianggap tidak cocok untuk konsumsi manusia juga telah digunakan (Waaland, 1981). Sebagai pupuk, rumput laut memiliki banyak kandungan nitrogen dan kalium tetapi rendah fosfat dan harus dilengkapi dengan fosfat untuk digunakan pada sebagian besar tanaman. Komposisi spesies yang digunakan sebagai pupuk bervariasi tergantung pada kondisi musiman dan letak geografis. Dibandingkan dengan pupuk kotoran, rumput laut memiliki nilai nitrogen yang sama, kandungan fosfat sekitar sepertiga, dan kandungan kalium sekitar tiga kali lebih banyak. Besarnya kadar senyawa organik sama dan bermanfaat
Universitas Sumatera Utara
dalam meningkatkan retensi air dan sifat mekanik tanah. Keuntungan rumput laut sebagai pupuk adalah bebas dari biji gulma dan spora jamur yang dapat merugikan tanaman. Selain kadar pupuk, rumput laut dan ekstrak rumput laut mengatur pertumbuhan dan pematangan tanaman karena berkaitan erat dengan auksin, sitokinin, dan giberelin dan dapat menghambat patogen tertentu, termasuk virus pembawa kutu daun dan beberapa jamur (Waaland, 1981).
2.2 Alginat Alginat adalah salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam dinding sel rumput laut coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan alga (Rasyid, 2003). Alginat dalam rumput laut coklat umumnya bersenyawa dengan garam natrium, kalium, kalsium, dan magnesium (Yulianto, 2007). Alginat merupakan fitokoloid atau hidrokoloid yang diekstraksi dari Phaeophyceae (alga coklat). Senyawa tersebut merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh dua unit monomerik, yaitu β-D-mannuronic acid dan α-Lguluronic acid. Alginat disintesa pertama kali oleh Stanford pada tahun 1880 (Chapman dan Chapman, 1980). Rumput laut komersil sebagai penghasil alginat
berasal
dari
genus-genus
Laminaria,
Lessonia,
Ascophyllum,
Sargassum, dan Turbinaria (Anggadiredja, dkk., 2010). Alginat adalah sejenis bahan yang dikandung oleh Phaeophyceae dikenal dalam dunia industri dan perdagangan karena banyak manfaatnya.
Universitas Sumatera Utara
Asam alginik adalah suatu getah selaput (membrane mucilage), sedangkan alginat dalam bentuk garam dari asam alginik. Garam alginat ada yang larut dalam air yaitu natrium alginat, kalium alginat dan ammonium alginat, sedangkan yang tidak larut dalam air adalah kalsium alginat (Aslan, 1998). 2.2.1 Struktur alginat Alginat merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Secara kimia, alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang (Winarno, 1990). Stanford adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi alginat berpendapat alginat merupakan suatu molekul yang mengandung unsur nitrogen dengan rumus molekul C76H76O22(NH2)2. Tetapi dari metode isolasi yang telah dikembangkan menunjukkan tidak ditemukan adanya nitrogen dalam struktur molekul alginat. Namun demikian saat ini alginat dianggap sebagai poliuronida yang terdiri dari asam D-mannuronat dan L-guluronat dan adanya kemungkinan ikatan lain di dalamnya (Furia, 1972). Terdapat dua jenis monomer penyusun algin, yaitu β-D-mannopiranosil uronat (M) dan α-L-asam gulopiranosil uronat (G). Dari kedua jenis monomer tersebut, alginat dapat berupa homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis, yaitu β-D-asam-mannopiranosil uronat saja (c) atau α-L-asam gulopiranosil uronat saja (a); atau alginat dapat juga berupa senyawa heteropolimer jika
Universitas Sumatera Utara
monomer penyusunannya adalah gabungan kedua jenis monomer tersebut (b) (An Ullman’s, 1998), seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Struktur alginat Menurut Marsh et al., Lunde et al., Hirst dan Spekman, rumus molekul alginat adalah (C6H8O6)n. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Dillon menyatakan bahwa rumus alginat adalah (C6H10O7)n dimana n adalah bilangan yang berkisar antara 80-83 (Chapman dan Chapman, 1980). Bobot molekul alginat bervariasi, tergantung pada jenis alginat, sumber bahan baku yang digunakan, dan cara penyiapan bahan baku. Menurut Cook et al. dan Smidsrod et al., bobot molekul alginat berkisar antara 350.0001.500.000 (Chapman dan Chapman, 1980). Sedangkan menurut Furia (1972), alginat yang diperdagangkan mempunyai berat ekivalen antara 194-215. Alginat yang diperdagangkan mempunyai bobot molekul antara 22.000200.000 dengan tingkat polimerisasi antara 180-930. Istilah alginat sebenarnya adalah garam dari asam alginat. Garam alginat paling banyak dijumpai dalam bentuk natrium alginat (Winarno, 1990).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sifat fisikokimia alginat Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Asam alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH <3,5. Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat paling stabil pada pH antara 4-10, tetapi pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi β-eliminatif (Rasyid, 2003). Tetapi pada pH di bawah 4,5 dan di atas 11 viskositasnya akan mudah terdegradasi atau labil (Yulianto, 2007). Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi pengendapan. Alginat memiliki sifat-sifat utama : 1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. 2. Kemampuan untuk membentuk gel. 3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat (kalsium alginat) (Abadi, 2010). 2.2.3 Pembentukan gel alginat Salah satu sifat terpenting dalam pemanfaatan natrium alginat, kalium alginat, maupun magnesium alginat adalah kemampuannya untuk membentuk gel yang bereaksi dengan ion-ion kalsium. Sumber-sumber kalsium biasanya
Universitas Sumatera Utara
berupa kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium klorida, kalsium fosfat, dan kalsium tartrat. Selain memiliki kemampuan membentuk gel, alginat juga digunakan sebagai pengental (pengikat air), pengemulsi, penstabil, dan bahan pembentuk filmstrip (Kirk dan Othmer, 1994). Sifat spesifik di atas ditentukan oleh prosentase dari setiap unit-unit monomer penyusunnya. Misalnya, alginat dengan prosentase poli (asam guluronat) lebih tinggi akan membentuk gel yang kaku dan lebih rapuh. Alginat dengan prosentase poli (asam mannuronat) lebih tinggi akan membentuk gel yang elastis. Bentuk gel alginat yang berbeda-beda tersebut dibuat dari bahan baku yang berbeda pula (Hui, 1992). Alginat yang biasa digunakan untuk kebutuhan industri (misalnya industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, cat, dan beberapa industri lainnya) meliputi natrium alginat, kalium alginat, ammonium alginat, campuran kalsium-amonium alginat, campuran kalsium-natrium alginat yang merupakan garam-garam dari asam alginat dan propilen glikol alginat. Alginat yang larut dalam air diproduksi dalam berbagai bentuk partikel (butiran atau serabut), bobot molekul, kadar kalsium, ukuran partikel, dan rasio asam mannuronat terhadap asam guluronat (Kirk dan Othmer, 1994).
2.3 Rumput Laut Penghasil Alginat Algin
dapat
diekstrak
dari
Alginophyt, yaitu
kelompok
dari
Phaeophyceae yang menghasilkan algin, antara lain dari Macrocystis, Ecklonia, Fucus, Lessonia dan Turbinaria (Aslan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, semua jenis alga coklat mengandung alginat, namun demikian kebanyakan alginat yang diproduksi secara komersial, diekstraksi hanya dari sejumlah kecil spesies. Misalnya di Amerika, alginat diekstraksi hanya dari Macrocystis pyrifera yang tumbuh di sepanjang pantai Barat kepulauan Amerika Utara yaitu dari Meksiko sampai California. Sedangkan di Kanada, alginat diekstraksi dari Ascophyllum nodosum yang tumbuh sepanjang pantai bagian Selatan Nova Scotia. Sementara itu industri-industri alginat di Eropa terutama di Inggris, Norwegia, dan Perancis melakukan ekstraksi alginat dari Ascophyllum nodosum, Laminaria hyperborea, dan Laminaria digitata. Alga coklat penting lainnya yang digunakan untuk ekstraksi alginat adalah Ecklonia maxima dan Lessonia nigrescans (Kirk dan Othmer, 1994). Adapun spesies alga coklat asal perairan pantai Indonesia yang memiliki potensi untuk diolah menjadi alginat adalah Sargassum sp., Turbinaria sp., Hormophysa sp., dan Padina sp. Keempat spesies alginofit (alga penghasil alginat) tersebut masih diperoleh dari sediaan alami. Negara yang memiliki industri alginat cukup besar adalah Jepang dan Korea (Rasyid, 2003). 2.4 Penggunaan Alginat Alginat banyak digunakan pada industri kosmetik untuk membuat sabun, krim, lotion, sampo dan pencelup rambut. Industri farmasi memerlukannya untuk pembuatan suspensi, emulsifier, stabilizer, tablet, salep, kapsul, plester dan filter. Dalam industri bahan makanan algin banyak dijadikan sayur, saus, dan mentega. Dalam beberapa proses industri algin juga
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sebagai bahan additive antara lain pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida, pelindung kayu dan pencegah api (Aslan, 1998). Penggunaan alginat dalam berbagai industri adalah sebagai berikut: a. Industri makanan: Alginat dapat digunakan sebagai stabilisator pada produk coklat susu, serta produk susu lainnya, seperti yoghurt, susu asam, dan lain sebagainya untuk membantu menstabilkan keutuhan/bentuk (body) dari produk tersebut (Winarno, 1990). Alginat banyak digunakan pada produk roti-kue karena sifatnya yang bagus dalam mencengkeram air (water holding capacity) sehingga produk tersebut tidak cepat kering di udara dengan kelembaban rendah. Di samping itu, dengan penambahan alginat tekstur yang halus dapat dipertahankan. Dosis yang digunakan sekitar 0,1-0,5 persen. Alginat tersebut dapat digunakan dalam berbagai produk kue dan roti seperti cake filling dan toppings, bakery jellies, meringues, glazes, pie filling, dan lain sebagainya (Winarno, 1990). Sifat unik yang dimiliki propilen glikol alginat yaitu sebagai emulsifier dan bahan pengental yang sangat tepat diterapkan pada produk french dressing (bumbu salad). Dressing dengan algin dapat tahan lama dan tidak pecah bila disimpan pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Propilen glikol alginat cepat larut dalam air tanpa pemanasan dan sangat mudah bercampur dengan larutan asam. Dosis yang digunakan kira-kira 0,5 persen atau lebih rendah (Winarno, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi alginat dengan garam kalsium atau asam digunakan untuk membuat candy gels (permen agar-agar) sehingga dapat dicapai tekstur empuk sampai pada pengunyahannya (chewing body gels). Candy (permen) tersebut bersifat bening dan tahan lama.Dengan algin permen memiliki retention (penyimpanan) air yang bagus. Dosis yang digunakan sekitar 0,1-0,7 persen (Winarno, 1990). Alginat banyak digunakan untuk proses stabilisasi buih bir. Dalam produksi bir, bila ditambahkan propilen glikol alginat 40 sampai 80 ppm (1 mg/liter), akan menghasilkan buih yang stabil, tahan lama, dan lebih creamer (Winarno, 1990). Pengalengan pangan yang mengandung cairan atau gravying, waktu pemrosesan (pemanasan) dikurangi dengan mengganti sebagian besar pati dengan 0,3-0,8 persen alginat. Pelepasan kalsium dihambat sehingga memiliki viskositas cukup rendah untuk membiarkan proses berlangsung secara pemanasan konveksi. Ketika suhu diturunkan setelah proses sterilisasi, ion kalsium bereaksi dengan algin sehingga menyebabkan viskositas meningkat untuk mencapai nilai akhir (Winarno, 1990). b. Industri farmasi Dalam pembuatan pasta, salep, atau obat kurap (ointment) juga digunakan alginat untuk memantapkan body (bentuk) dan stabilitas emulsi dari ointment tersebut. Salep yang mengandung algin mudah dioleskan dan konsentrasi yang diperlukan adalah 0,5-3,5 persen (Winarno, 1990).
Universitas Sumatera Utara
c. Industri kertas dan tekstil Di bidang industri alginat digunakan dalam berbagai bidang, diantaranya sebagai berikut: 1. Pembuatan kertas digunakan sebagai surface sizing (2.500m2 per kg), Crafting 0,5 persen, bahan perekat (adhesive) 0,1-0,2% (Winarno, 1990). 2. Pembuatan tekstil digunakan untuk printing silk atau silk serve printing sehingga dapat memperbaiki warna yang timbul (1,5-3%), Finishing, dan bahan perekat (adhesive) (Winarno, 1990). 3. Pada ketel uap, alginat digunakan sebagai boiler feed water compounds atau pelindung koloid. Hal ini disebabkan karena alginat dapat membuat endapan air bersifat lunak dan tidak menjadi kerak pada dinding dalam ketel uap (boiler). Sehingga endapan ini lebih mudah disingkirkan keluar tanpa banyak kesulitan. Natrium alginat dan ammonium alginat sering digunakan untuk keperluan ini (Winarno, 1990).
2.5 Viskositas Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah viskositas air murni pada suhu 20oC. Viskositas air yaitu 1,0050 centipoise disingkat dengan cps. Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu (Lachman, dkk., 1989; Yulianto, 2007). Sedangkan pengertian viskositas, dapat didefinisikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir (Martin, dkk., 1993). Menurut Rasyid (2003), ada empat faktor utama yang mempengaruhi viskositas larutan adalah yaitu: 1. Tingkat
polimerisasi,
bertambahnya
tingkat
polimerisasi
akan
meningkatkan viskositas. 2. Konsentrasi larutan, bertambahnya konsentrasi larutan akan meningkatkan viskositas. 3. Temperatur, viskositas akan turun dengan naiknya suhu. 4. Penambahan elektrolit. 2.5.1 Metode pengukuran viskositas dengan viskometer Brookfield Penetapan viskositas dilakukan dengan cara mengalikan skala yang telah konstan pada viskometer dengan faktor koreksi. Cairan yang akan diukur dimasukan dalam beaker glass diletakkan dibawah spindel, lalu spindel diturunkan hingga permukaan cairan mencapai batas spindel. Tentukan kecepatan, kemudian hidupkan viskometernya. Lihat dengan teliti jarum yang bergerak pada skala hingga jarum stabil pada skala tertentu. Kemudian viskositas ditentukan dengan: Viskositas = faktor koreksi x skala yang terbaca.
2.6 Spektrofotometri Infra Merah Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode untuk mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
Universitas Sumatera Utara
daerah panjang gelombang 0,75-1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000-10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan (Haska, 2012). Setiap senyawa pada keadaan tertentu mempunyai tiga macam gerak, yaitu gerak translasi (perpindahan dari satu titik ke titik lain), gerak rotasi (berputar pada porosnya), dan gerak vibrasi (bergetar pada tempatnya). Setiap molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi (Haska, 2012). Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya.Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu vibrasi regangan (Streching) dan vibrasi bengkokan (Bending) (Sastrohamidjojo, 1992). Vibrasi regangan (Streching) atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara
Universitas Sumatera Utara
keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu regangan simetri (unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar) dan regangan asimetri (unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar) (Haska, 2012). Sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu vibrasi goyangan (Rocking): unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar, vibrasi guntingan (Scissoring): unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang datar, vibrasi kibasan (Wagging): unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar, dan vibrasi pelintiran (Twisting): unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan molekul induk dan berada di dalam bidang datar (Sastrohamidjojo, 1992). Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada pada bilangan gelombang 2000-400 cm-1. Sedangkan pada bilangan gelombang 4000-2000 cm-1 merupakan daerah khusus yang berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbansi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Untuk daerah 2000-400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorpsi pada daerah tersebut. Pada bilangan gelombang 2000-400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorpsi
Universitas Sumatera Utara
yang unik, sehingga juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Oleh karena itu, dua senyawa dikatakan sama apabila pada daerah 4000-2000 cm-1 dan 2000-400 cm-1 menunjukkan pola yang sama (Haska, 2012). 2.6.1 Spektrofotometer infra merah transformasi fourier – FTIR Pada dasarnya spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red) sama
dengan
spektrofotometer
IR
dispersi.
Perbedaaannya
adalah
pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Dasar pemikiran spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830), seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform) (Haska, 2012). Pada sistem optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sistem optik spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak dan jarak cermin yang diam. Perbedaan jarak tempuh radiasi disebut retardasi. Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram.Sedangkan sistem optik dari spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red (Sastrohamidjojo, 1992). Pada sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor utuh dan lebih baik.Detektor yang digunakan dalam spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, dan sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Haska, 2012).
Universitas Sumatera Utara