BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Validasi Metode Secara umum, laboratorium penguji menggunakan metode-metode standar
(CODEX, AOAC, dan Standar nasional lainnya) yang secara ekstensif telah divalidasi melalui percobaan-percobaan antar laboratorium. Namun demikian, tanggungjawab tetap kepada pengguna untuk mendokumentasikan validasi metode selengkap mungkin untuk memenuhi kebutuhannya. Semua operasi dan pengukuran dalam metode analisa mempunyai kesalahan yang melekat pada setiap metode. Beberapa menghasilkan data yang lebih dapat diterima dari yang lain. Penting bahwa setiap metode yang digunakan laboratorium dievaluasi dan diuji untuk menjamin bahwa unjuk kerja suatu metode dapat dimengerti dan menghasilkan data yang sesuai dengan tujuan. Validasi adalah langkah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan
tertentu untuk suatu maksud khusus
dipenuhi (SNI 19 - 17025 -2000). Metode yang harus divalidasi adalah: a. Metode tidak baku, misalnya dari diktat, textbook dan jurnal yang belum diakui secara luas. b. Metode yang didesain/dikembangkan oleh laboratorium untuk keperluan sendiri yang merupakan suatu kegiatan yang terencana dan ditugaskan kepada personil yang cakap, dilengkapi dengan sumber daya yang memadai. 5
6 c. Perubahan sekecil apapun dari metode standar, misalnya perubahan prosedur dan perubahan volume reagensia. d. Metode rutin digunakan di laboratorium yang berbeda, atau dilakukan oleh analis yang berbeda atau dilakukan dengan peralatan yang berbeda. e. Gabungan dari dua atau lebih metode standar, seperti penggabungan dari metode yang diadopsi dari AOAC dan ICH. Metode yang akan digunakan dalam pengujian mutu dievaluasi secara sistematik sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pada kondisi aktual yang digunakan. Proses evaluasi ini disebut validasi metode analisis. Validasi metode menilai kinerja metode analisa dan menentukan apakah suatu metode cocok dengan tujuan. Data yang dihasilkan menentukan lingkup dan keterbatasan suatu metode, dan keterbatasan suatu parameter pengendalian mutu yang dikembangkan untuk analisa rutin. Validasi metode memberikan tingkat kepercayaan pada hasil analisa dari suatu metode. Parameter validasi metode meliputi 10 parameter, yaitu: linieritas, batas deteksi (LOD), batas kuantitasi (LOQ), akurasi, presisi, selektivitas atau spesifisitas, sensitivitas, uji ketangguhan (ruggedness), uji ketegaran (robustness), dan ketidakpastian (uncertainty) [Sumardi, 2002]. 2.1.1. Liniearitas Liniearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita,2004).
7 Linieritas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linieritas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Di dalam prakteknya, biasanya digunaka satu seri larutan yang berbeda konsentrasi antara 0-200% kadar analit dalam sampel. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya tujuh buah. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisisen korelasi r pada analisis regresi linier Y = aX+b. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a=0 dan r=+1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan b menunjukkan kepekaan analisis terutama instrument yang digunakan. Nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan adalah sebesar ≥ 0,9970 (ICH, 1995), ≥ 0.97 (SNI) atau ≥ 0,9980 (AOAC). 2.1.2. Batas deteksi (LOD, Limit of Detection) Batas deteksi dinyatakan dengan satuan konsentrasi suatu zat yang secara statistik dapat dibedakan dari blanko analitiknya. IUPAC (International Union Pure and Applied Chemistry) pada tahun 1975 menetapkan definisi batas deteksi sebagai konsentrasi (CL) yang diturunkan dari pengukuran sinyal terkecil (XL) yang masih dapat dideteksi dengan ketentuan yang masuk akal bagi suatu prosedur analisis tertentu, sedangkan menurut ACS (American Chemical Society), batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari suatu analit yang dapat dideteksi oleh prosedur analisis.
8 Jika respon analitik blanko dinyatakan sebagai XB, sedangkan , maka batas deteksi dapat dihitung pembacaan rata-rata blanko adalah dengan rumus:
=
……………… (2.1)
karena XL = + k. SB, SB merupakan standar deviasi blanko, maka: .
=
…………………..(2.2)
m adalah kepekaan analitik , sedangkan harga k yang digunakan biasanya = 3. Nilai SB didapat dari rumus: ∑
=
………………(2.3)
Sehingga untuk rumus LOD (Limit of Detection) adalah sebagai berikut,(Harmita,2004): =
!"#$
……………………(2.4)
2.1.3. Batas kuantitasi (LOQ, Limit of Quantitation, Limit of Determination). Batas kuantitasi (LOQ) merupakan parameter yang diartikan sebagai konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SB) dari kurva antara respon dan kemiringan dengan rumus (Harmita,2004): % =
&' !"#$
……………………(2.5)
2.1.4. Akurasi Akurasi menunjukan derajat kedekatan hasil dari sederet pengukuran yang diperoleh dari contoh yang homogen pada kondisi tertentu (ICH Q2(R1), 1995: 10).). Ada 3 cara dalam metode ujinya, yaitu:
9 1.
Uji Pungut Ulang (Recovery Test) Pada
prinsipnya,
uji
pungut
ulang
dapat
dilakukan
dengan
menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah kuantitatif analit yang akan ditetapkan. Jumlah absolut analit yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah serupa yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh (tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai pungut ulang analit itu. Apabila dalam pengujian tidak terdapat kesalahan sistematik, maka nilai pungut ulang yang diperoleh dalam uji ini tidak akan berbeda secara signifikan dari 100%. Uji pungut ulang juga dapat dilakukan dengan teknik adisi standar menggunakan suatu seri larutan standar. Dalam hal ini evaluasi beberapa hal dapat dilakukan sekaligus, seperti adanya kesalahan acak terlihat dari sebaran data di sekitar garis, adanya kesalahan proporsional misalnya karena adanya interaksi antara analit dengan matrik, atau efisiensi ekstraksi, akan terlihat pada kemiringan garis regresi dengan slope kurva baku. Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan perbedaan antara kondisi analit yang ditambahkan dan kondisi analit dalam matriks. Nilai uji pungut ulang sebesar 100% tidak selalu dapat menjamin bahwa seluruh analit dalam matriks telah benar-benar digambarkan oleh data hasil uji. Oleh karena itu, uji ini biasanya hanya dilakukan sebagai uji pendahuluan dalam evaluasi akurasi metode uji. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks menurut AOAC dapat dilihat pada tabel 2.1.
10 Tabel 2.1. Rentang Perolehan Kembali Analit dalam Beberapa Konsentrasi Konsentrasi Analit pada Matrik Sampel 100 % 10 % 1% 0.1 % 0.01 % 10 ug/g (ppm) 1 ug/g 10 ug/kg (ppb)
Rata-rata yang Diperoleh 98-101% 95-102% 92-1055 90-108% 85-110% 80-115% 75-120% 70-125%
Makin dekat hasil analisis yang diperoleh dengan nilai yang sebenarnya, maka akurasinya semakin tinggi. Dihitung persen perolehan kembali (%recovery) dengan rumus (harmita, 2004): % Perolehan Kembali =
56 57 57∗
9 100 …………..(2.6)
Keterangan: < = Konsentrasi total sampel yang ditambah analit. = = Konsentrasi sampel sebenarnya =∗ = Konsentrasi analit yang ditambahkan 2.
Uji Relatif Terhadap Akurasi Metode Baku Metode baku adalah metode standar yang diambil dari AOAC, USEPA, APHA atau sumber serupa untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian paralel atas contoh uji yang sama menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode uji lain yang telah diakui sebagai metode baku. Apabila dalam pengujian tidak terdapat kesalahan sistematik, maka tidak akan terdapat perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua pengujian tersebut. Dengan anggapan bahwa
11 metode baku memiliki akurasi yang tinggi, tidak adanya perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua pengujian tersebut menunjukkan bahwa akurasi metode uji yang sedang dievaluasi memiliki akurasi yang setingkat dengan metode baku. Dibandingan dengan metode uji pungut, uji ini dapat memberikan reliabilitas evaluasi yang lebih baik. Apabila dipandang perlu, reliabilitas evaluasi ini dapat ditingkatkan dengan melibatkan lebih dari satu metode baku dalam evaluasi. 3.
Uji Terhadap Standard Reference Material (SRM) SRM adalah bahan referensi yang bersertifikat yang sifatnya homogen dan stabil yang digunakan dalam proses pengukuran. Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM dengan menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi. Harus diasumsikan bahwa nilai yang sebenarnya (true value) dari suatu bahan yang akan diuji adalah seperti yang dinyatakan pada SRM tersebut. Bias (kekeliruan) hasil uji dari metode uji yang dievaluasi terhadap true value menggambarkan seberapa tinggi akurasi dari metode uji tersebut.
2.1.5. Presisi Presisi didefinisikan sebagai kedekatan hasil yang diterima (baik sebagai nilai teoretis maupun sebagai nilai rujukan yang diterima) dengan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran (ICH 1995 diacu dalam Chan, 2004: 17). Suatu istilah umum untuk variasi antar pengulangan uji. Presisi juga merupakan keadaan kedekatan antara hasil tes yang diperoleh di bawah
12 kondisi yang ditetapkan (Fleming, et al, 1996). Semakin dekat nilai‐nilai hasil pengulangan pengukuran maka semakin tinggi presisi pengukuran tersebut. Secara gambaran tentang suatu data dapat dikategorikan presisi dan akurasinya kedalam beberapa kelompok berdasarkan sebarannya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. a. Presisi dan akurasi tinggi; b. Presisi rendah, akurasi tinggi; c. Presisi tinggi, akurasi rendah; d. Presisi dan akurasi rendah
Penentuan presisi dalam pengujiannya dapat dilakukan melalui 2 metode uji (Denker, 2006): 1.
Uji Ketahanan (Repeatability) Uji ketahanan adalah pengujian metode uji jika dilakukan berulang kali di bawah kondisi pengukuran yang sama, baik prosedur, pengamatan, alat ukur, serta lokasi dalam interval waktu yang pendek.
2.
Uji Reprodusibilitas Uji reprodusibilitas adalah pengujian metode uji jika dilakukan berulang kali di bawah kondisi yang berbeda. Kondisi tersebut biasanya dibedakan menurut prinsip pengukuran, metode pengukuran, pengamatan,
13 alat instrumen yang digunakan, referensi standar, ataupun analis yang berbeda pula. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Koefisien variasi ini menurut Horwitz, et.al (1980) dan Wood, et.al (1998) meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Hal ini dijelaskan pada gambar 2.2 dan tabel 2.2.
Gambar 2.2. Rekomendasi Simpangan Baku Relatif dari Keterulangan yang Dapat Diterima pada Konsentrasi Analit yang Berbeda Menurut Horwitz, et.al (1980). Tabel 2.2. Rekomendasi Simpangan Baku Relatif dari Keterulangan yang Dapat Diterima pada Konsentrasi Analit yang Berbeda Menurut Wood, et.al (1998).
14 Koevisien variasi atau Persen Relatif Standar Deviasi ( % RSD ) dapat dihitung dengan rumus (Harmita, 2004): =
∑ &
% ? =
@
……………………………….(2.7)
9 100%......................................(2.8)
Keterangan: SD = standar deviasi Xi = konsentrasi sampel X = konsentrasi rata-rata sampel n = jumlah perlakuan 2.1.6. Selektivitas dan Spesifisitas Selektivitas adalah kemampuan metode uji untuk memberikan sinyal analitik dengan benar untuk campuran analit dalam suatu contoh tanpa adanya interaksi antaranalit (Achmad, 2000). Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). Spesifisitas sutu metode uji adalah kemampuan metode itu dalam mendeteksi hanya satu senyawa analit dalam contoh yang diuji, meskipun matriks contoh sangat kompleks (Achmad, 2000). Metode penetapan kadar logam dengan spektofotometri serapan atom adalah salah satu contoh metode pengujian dengan spesifisitas tinggi.
15 Suatu metode yang memiliki kespesifikan yang rendah akan mengakibatkan kekeliruan positif dalam pengujian kualitatif. Dalam pengujian kuantitatif, kekurangspesifikan suatu metode uji akan menghasilkan data hasil uji yang cenderung lebih tinggi dari harga yang sebenarnya. Pada metode AAS, sistem pemilihan panjang gelombang yang dipakai harus selektif untuk zat yang ditentukan. Pada uji kalsium pengukuran optimum didapat pada panjang gelombang yang digunakan sebesar 422.7 nm, lebar celah 0.5 nm, sensitivitas 0.02 µg/mL dan menggunakan tipe nyala yang bersumber dari Nitrous oxide-acetylene (NA) atau bisa juga dengan tipe nyala udara-asetilena, dengan resiko adanya gangguan kimia umum yang terjadi pada nyala. Namun hal ini dapat diminimalkan dengan penambahan 20005000 mg / mL Stronsium atau Lantanum ke dalam sampel yang akan diukur (Houba, et.al.1989). 2.1.7. Sensitivitas Sensitivitas suatu metode uji merupakan ukuran kualitas metode yang menggambarkan kemampuan metode itu untuk mendeteksi adanya suatu komponen dalam contoh yang diuji. Dalam prakteknya, sensitivitas dinyatakan sebagai rasio antara perubahan respon alat ukur terhadap perubahan konsentrasi komponen yang diukur. Sensitivitas suatu metode ditentukan dari kemiringan (slope) grafik kalibrasi. Bila grafiknya linier dan memiliki persamaan y=ax+b, maka sensitivitas adalah a= (y-b)/x.
16 2.1.8. Ketidakpastian (Uncertainty) Ketidakpastian adalah suatu parameter yang terasosiasi dengan hasil pengujian/pengukuran yang mencerminkan ketersebaran nilai-nilainya yang layak dimiliki pada benda yang diuji/diukur. Sumber-sumber ketidakpastian, yaitu: sampling, preparasi sampel, kalibrasi peralatan, instrument, kesalahan random, kesalahan sistematik, dan personil. Terdapat tiga jenis ketidakpastian, yakni : 1. Ketidakpastian Baku Ketidakpastian baku adalah ketidakpastian yang timbul karena efek individual dan dinyatakan secara numerik. 2. Ketidakpastian Gabungan Ketidakpastian gabungan adalah ketidakpastian yang dihasilkan dari penggabunagn ketidakpastian baku. 3. Ketidakpastian yang diperluas Keridakpastian yang diperluas adalah dua kali ketidakpastian baku gabungan (tingkat kepercayaan 95%). 2.1.9. Uji Ketangguhan (Ruggedness) Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal seperti laboratorium, analisis, instrument, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antar laboratorium
17 dan antar analis. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis sampel yang homogen dalam laboratorium yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. 2.1.10. Uji Ketegaran (Robustness) Uji ketegaran menurut ICH (1995) adalah ukuran kapasitas metode yang tetap menghasilkan akurasi dan presisi yang baik untuk tetap tidak terpengaruh oleh variasi kecil. Dilakukan untuk mengetahui perubahan reliabilitas metode uji dengan berjalannya waktu karena rentannya metode uji terhadap adanya perubahan kondisi pengujian. Acuan penentuan parameter-parameter validasi yang dilakukan dalam disesuaikan dengan tujuan analisisnya. (AOAC, 2007:5). Penyesuaian pemilihan parameter-parameter validasi metode dijelaskan pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Parameter Analitik yang Harus Dipertimbangkan untuk Tipe Prosedur dalam Validasi Metode Parameter Performa Analitik
Identifikasi
Sampel dalam konsentrasi kecil Kuantitatif
Akurasi Presisi Spesifisistas LOD LOQ Ketangguhan Linieritas
Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Sampel dalam konsentrasi kecil Kualitatif Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Sampel dalam konsentrasi besar Kuaantitatif
Sampel dalam konsentrasi besar Kualitatif
Kualitatif
Ya Ya Ya Ya / Tidak Ya / Tidak Ya Ya
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
18 2.2.
Analisis Kalsium sebagai Kation Dapat Ditukar dalam Tanah Analisis tanah dapat dilakukan dengan analisis cepat di lapangan atau
analisis rutin di Laboratorium. Analisis tanah merupakan alat bantu untuk menilai kesuburan tanah, terutama keberadaan hara makro dan mikro.analisis hara dilakuakn terhadap ekstrak tanah. Macam ikatan hara terhadap tanah dan kelarutannya mengakibatkan banyak macam ekstrak yang digunakan untuk melepaskan hara dari ikatannya tersebut. Ada hara total (potensial), hara tersedia, dan ada hara larut air (Rosmarkam, 2002:211). Adanya hara tersedia disebabkan oleh sifat permukaan bermuatan negatif dari berbagai tanah yang menyebabkan adanya gaya tarik menarik antara tanah dengan suatu kation, kation-kation tersebut seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+. Kation-kation tersebut diserap secara elektrostatika oleh permukaan partikel liat bermuatan yang terdispersi dalam suatu larutan elektrolit yang mengalami gaya tarik antarion (mengikuti hukum Colomb) dan gaya kinetik. Gaya-gaya tarik antarion mengarah kepada proses pengikatan ion-ion secara kuat ke permukaan mineral liat, sedangkan gaya-gaya kinetik dalam bentuk gerakan panas mengarah kepada terlepasnya ion – ion tersebut dari permukaan partikel mineral liat. Koloid liat dan humus dapat melakukan pertukaran ion, yaitu pertukaran kation – kation yang diserap dengan kation-kation yang terdapat bebas di dalam air tanah. Adapun urutan pertukarannya dari yang paling sukar kepada yang lebih mudah ditukar adalah sebagai berikut: H, Ba, Ca, Mg, K, NH4, dan Na. unsurunsur ini disebut sebagai kation dapat tukar atau basa-basa dapat tukar. Jumlah terbanyak dari basa-basa dapat tukar tersebut yang dapat diserap oleh koloid liat
19 disebut kejenuhan basa. Dalam hal ini koloid tersebut tidak dapat menampung lagi basa-basa karena sudah jenuh sama sekali, kapasitas ini disebut juga sebagai daya adsorpsi kation. Nilai besarnya daya adsorpsi kation ini dapat dinyatakan sebagai nilai tukar kation (KTK), yang berarti banyaknya kation dalam ukuran milligram setara (milekuivalen) yang dapat diserap oleh koloid tanah sebesar 100 gram. Tanah pertanian dengan kapasitas tukar kation tinggi akan mampu menyerap, menyimpan, dan menyediakan unsur hara cukup banyak (sebagai gudang) bagi tanaman sehingga tanah tersebut dinilai tingkat kesuburannya tinggi. Kalsium yang merupakan salah satu kation yang dipertukarkan didalam tanah diserap oleh tanaman dalam bentuk kation divalen Ca2+. Penyerapan kalsium terbatas pada ujung akar. Analisis penentuan kalsium sebagai kation dapat tukar (KTK) dalam tanah dilaboratorium biasanya dilakukan dengan memakai ekstraksi pelarut ammonium asetat (NH4OAc) pH 7. Penentuan KTK tanah dengan pH dibawah 7 akan memberikan nilai KTK tanah lebih besar daripada nilai KTK tanah sebenarnya, sedangkan untuk tanah dengan pH lebih besar dari 7 penentuan KTK dengan cara ini hasilnya akan lebih rendah daripada nilai sebenarnya (Sarief, 1989:13). Analisis penentuan KTK tanah dengan cara lain adalah dengan ekstraksi dpelarut menggunakan garam netral. Sebagai contoh yang sering dipakai adalah KCl 1N pada pH tanah yang sebenarnya (tanpa disangga). Dapat pula dipakai ekstraksi barium klorida dan trietanolamin (BaCl2 - TEA) disangga pada reaksi pH ± 8,2. Dalam hal ini akan dihasilkan beberapa nilai KTK, diantaranya yang penting adalah KTK efektif dan KTK bergantung pH. Apabila KCl 1N sebagai
20 garam netral dipakai untuk mengekstraksi tanah pada pH yang sebenarnya, akan terlepas ion H+ dan Al3+ sebagai kation dapat tukar. Disamping itu kation-kation seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ dapat ikut tertukar, namun dalam keadaan tertentu (terutama tanah tropis) dimana bagian tanah dapat diselaputi oksida besi (Fe) dan aluminium (Al), kurang tepat untuk digunakan. Apabila langkah selanjutnya diekstrak lagi dengan BaCl2 – TEA pada pH 8,2 akan mengakibatkan terlepas lebih banyak ion H+, sehingga dapat disebut sebagai penetuan KTK total tanah (KTK efektif + KTK tergantung pH). Sedangkan KTK dengan ekstraksi NH4OAc pH 7 ada diantara KTK efektif dan KTK total, sehingga untuk unsur kalsium yang merupakan kation yang masuk kedalam KTK efektif ekstraksi yang paling cocok adalah ekstraksi NH4OAc pH 7 (Sarief,1989:9).
2.3.
Metode Analisis Kalsium Analisis kalsium dalam sampel dapat dilakukan dengan cara konvensional
dan instrumental. Cara konvensional biasanya dilakukan dengan metode gravimetri dan titrimetri, sedangkan cara instrumental yaitu dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dan ICP – MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry). Metode gravimetri pada penentuan kadar kalsium, biasanya kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat CaC2O4.H2O dengan mengolah suatu larutannya dalam asam klorida panas dengan amonium oksalat, dan perlahanlahan dinetralkan dengan larutan air amonia. Endapan kemudian dicuci dengan larutan amonium oksalat encer dan kemudian dijadikan oksidanya sebagai CaO
21 dengan memijarkannya pada 1200oC. Kekurangan dari metode ini, yaitu oksida yang dihasilkan mempunyai bobot molekul yang relatif kecil dan higroskopik, bahan yang akan ditetapkan harus diendapkan terlebih dahulu, sifat fisika endapan harus mudah dipisahkan dari larutan dengan penyaringan, endapan harus dapat diubah menjadi suatu zat murni, dan seringkali ditimbang dalam bentuk yang lain daripada bentuk yang diendapkannya, peralatan dan bahan yang digunakan banyak, serta proses pengerjaannya yang lama. Kelebihan pada metode gravimetri yaitu biayanya yang murah. Metode titrimetri pada penentuan kadar kalsium dalam sampel biasanya dengan metode titrasi kompleksometri. Ion kalsium dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil dan pada titik akhir tidak akan diperoleh warna tajam dengan indikator hitam solokrom (EBT), oleh karena itu dilakukan proses substitusi , ion Ca2+ direaksikan dengan Mg-EDTA. Ion Mg2+ yang dibebaskan dititar dengan indikator solokrom dan warna titik akhir titrasi didapatkan merah anggur. Kekurangan dari metode titrasi kompleksometri ini, yaitu harus adanya penyesuaian pH yang biasanya dilakukan dengan penambahan larutan buffer, harus hati-hati dalam penambahan indikator, karena penambahan indikator yang terlalu banyak dapat menguranngi kecermatan mata ketika melihat warna titik akhir titrasi. Kelebihan dari metode titrimetri ini adalah murah.
2.4.
Metode Analisis Kalsium dengan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) AAS merupakan salah satu tekhnik analisis unsur yang didasarkan pada
interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak
22 digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Proses yang terjadi adalah larutan sampel disemprotkan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi atom yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Hubungan antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan dapat dinyatakan dengan persamaan Lambert-Beer pada persamaan 2.9. A = - log T = є b c …………………….(2.9) Dimana:
A = absorbansi T = transmitansi є = absorptivitas molar (L/mol cm) b = panjang sel (cm) c = konsentrasi zat yang menyerap sinar (mol/L)
23 Dalam
aplikasinya,
terdapat
beberapa
persyaratan
agar
hukum
Lambert‐Beer dapat digunakan, yaitu: a. Syarat konsentrasi, konsentrasi larutan yang diukur harus encer, agar jarak antar partikel pada larutan tidak terlalu rapat. b. Syarat kimia, zat pengabsorbsi (zat yang dianalisis) tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan produk lain. c. Syarat cahaya, radiasi cahaya yang digunakan untuk pengukuran harus monokromatis (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang). d. Syarat kejernihan, kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Dalam metode AAS, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan meninggalkan residu padat. 2. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. 3. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu memancarkan energi.
24 Pada gambar 2.3. akan digambarkan secara singkat tahapan-tahapan yang terjadi pada proses atomisasi pada AAS. M+Xlarutan
M+X- Penguapan kabut
Pancaran nyala hv
MX gas
MX padat
M+ gas
Pancaran kembali hv
eksitasi dengan nyala
M+X gas gas
M+ gas
Gambar 2.3. Tahapan Umum Atomisasi yang Terjadi pada AAS Adapun bagian-bagian komponen alat AAS dijelaskan sebagai berikut : a. Sumber Radiasi Pada spektrofotometer AAS digunakan lampu HCL (Hollow Chatode Lamp). Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut, sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan berubah menjadi uap. Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan dengan
25 ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi, ketika kembali ke keadaan dasar atom-atom tersebut memancarkan sinar dengan panjang gelombang (λ) yang sesuai dengan karakteristik untuk unsur katoda tersebut. Lampu katoda berongga dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi beberapa unsur, kombinasi yang ada antara lain : Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn. Sumber radiasi lain yang sering digunakan adalah Electrodless Discharge Lamp. Lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan HCL tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai sinyal yang lemah dan tidak stabil.
Gambar 4. Hollow Chatode Lamp Unsur Ca dan Tempat Pemasanganngnya
b. Sel atom Terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam sel atom pada alat AAS dengan sistem atomisasi nyala. Pertama, tahap nebulisasi untuk menghasilkan suatu bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh. Kedua, disosiasi analit menjadi atom-atom bebas dalam keadaan gas.
26 Proses atomisasi adalah proses pengubahan sampel dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi adalah: 1.
Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal.
2.
Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
3.
Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap-tiap elemen. yakni agar gangguan (interfererisi) dan pengaruh matriks sampel menjadi minimal.
4.
Memberikan analisis yang teliti dan tepat.
c. Monokromator Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator ini berupa celah (slit), lensa, cermin, prisma atau grating. Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating.
27 d. Chopper Chopper berfungsi untuk mengambil salah satu panjang gelombang dari hallow chatode lamp yang menghasilkan sinar dengan beberapa panjang gelombang. e. Detektor Detektor
yang
biasa
digunakan
ialah
tabung
pengganda
foton
(photomultiplier tube), terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampeler. Syarat detektor yang baik, yaitu: 1. Kepekannya yang tinggi. 2. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi. 3. Respon konstan pada berbagai panjang gelombang. 4. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi. 5. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi. 6. Sinyal
elektronik
yang
diteruskan
oleh
diamplifikasikan oleh amplifier ke recorder.
detektor
harus
dapat
28
Gambar 2.5. Detektor Photomultiplier Tube Analisis kuantitatif kalsium dapat dilakukan dengan metode kurva kalibrasi. Dalam metode ini dibuat suatu deret larutan standar kalsium dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope = a.b. Konsentrasi kalsium dalam sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi. Pembacaan pada AAS dapat mengalami beberapa gangguan, gangguan tersebut terjadi di dalam nyala, hal ini disebabkan terjadinya antaraksi-antaraksi dan reaksi-reaksi yang saling bersaingan yang menentukan jumlah banyaknya atom-atom didalam nyala yang terdapat di jalan berkas sinar yang melalui nyala itu. Gangguan-gangguan yang terjadi itu adalah sebagai berikut: 1. Gangguan oleh serapan bukan atom, yaitu serapan oleh molekul-molekul yang tak terdisosiasi di dalam nyala. 2. Gangguan dari matriks cuplikan, yaitu gangguan matriks yang menyebabkan mengendapnya unsur yang dianalisa, sehingga jumlah atom yang mencapai nyala lebih sedikit daripada yang sesuai dengan konsentrasi unsur yang bersangkutan di dalam cuplikan.
29 3. Gangguan kimiawi, yaitu terbentuknya atom-atom netral unsur yang dianalisis yang masih berada dalam keadaan dasarnya didalam nyala. Sering terganggu oleh dua macam gangguan kimiawi, yaitu disebabkan karena dissosiasi yang tak sempurna dari senyawa., bentuk gangguan jenis ini biasanya disebabkan oleh terjadinya di dalam nyala berbagai senyawa yang bersifat refractory (sukar diuraikan di dalam api nyala), seperti Ca-fospat, fosfat, silikat, aluminat dan oksida-oksida dari logam-logam alkali tanah dan Mg yang menyebabkan sulit sekali terbentuknya atom netral yang terbentuk. Contoh misalkan sampel Ca-nitrat dengan menggunakan nyala udara-asetilen, maka akan terjadi reaksi: Ca(NO3)2. H2O
Ca(NO3)2 + H2O CaO + NO + H2O Ca + hasil reaksi lain
Akan tetapi apabila larutan Ca-nitrat tersebut juga mengandung silikat dengan konsentrasi yang agak besar, maka sebagian dari CaO yang terjadi akan mengalami reaksi sebagai berikut: CaO + MO.SiO2
CaO.(SiO2)x (sangat refractory) Ca + hasil reaksi lain.
Dalam reaksi semacam ini, konsentrasi atom-atom Ca yang bebas akan kecil, disebabkan oleh sifat yang sangat refractory dari senyawa kompleks silikat, CaO.(SiO2)x.
30 Cara-cara untuk menghilangkan gangguan-gangguan tersebut, biasanya dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penggunaan Nyala yang Lebih Tinggi Suhunya. Dengan nyala yang suhunya lebih tinggi itu, senyawa-senyawa yang pada suhu yang lebih rendah tidak terdisosiasi dengan sempurna, akan dapat terurai dengan sempurna. Misalnya untuk menguraikan senyawa-senyawa refracrory seperti: oksida-oksida logam alkali tanah, sulfat-sulfat, fosfat,fosfat, aluminataluminat, silikat-silikat logam alkali tanah dan lain-lain sebaiknya digunakan nyala dinitrogen-asetilen yang suhunya sangat tinggi. 2. Penambahan Unsur Penyangga Unsur penyangga itu akan mengikat gangguan yang mengganggu (silikat, fosfat, aluminat, sulfat, dan sebagainya), sehingga gugusan-gugusan ini tidak akan mengikat unsur yang dianalisa. Dengan demikian, maka unsur yang dianalisa itu akan dapat teratomisasi dengan sempurna, juga di dalam jenis nyala yang suhunya lebih rendah. Contoh unsur penyangga misalnya stronsium (Sr) dan lantanium (La) pada penetapan kalsium, bila dalam cuplikan kalsium itu juga terdapat fosfat. Bila tidak ditambah unsur-unsur penyangga Sr atau La tersebut, maka fosfat akan mengikat Ca menjadi Cafosfat yang bersifat refractory. Akan tetapi bila ditambahkan La atau Sr, maka fosfat akan diikat oleh kedua unsur penyangga ini, sehingga tidak akan menggagu penetapan Ca dan penetapan Ca ini dapat dilakukan dengan nyala udara-asetilen.