BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Pengelolaan Piutang 1.
Pengertian Piutang Setiap perusahaan yang beroperasi pasti mempunyai target dan tujuan. Salah
satu tujuan tersebut adalah optimalisasi likuiditas perusahaan melalui penjualan maksimal. Untuk menghasilkan penjualan dalam jumlah besar, tentu tidak mungkin hanya dilakukan secara tunai saja melainkan juga harus dilakukan secara kredit, yaitu suatu kebijaksanaan untuk memberi keringanan kepada pelanggan untuk menunda pembayaran selama satu periode tertentu. Penundaan pembayaran oleh langganan atas penjualan disebut piutang, artinya perusahaan tidak dapat memperoleh uang pada waktu terjadinya penjualan tersebut. Dengan memberikan piutang ini berarti perusahaan telah menanamkan sebagian modalnya dalam piutang yang telah diberikan kepada pihak lain. Smith dan Skousen (2001:286 ) memberikan definisi piutang adalah sebagai berikut: Dalam arti luas, istilah piutang dapat digunakan bagi semua hak atau klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi istilah ini pada umumnya diterapkan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu berupa klaim yang diharapkan akan diselesaikan melalui penerimaan kas. Sedangkan C. Rollins Niswonger et al (2000:232) memberikan definisi piutang sebagai berikut: “Piutang (receivable) meliputi semua tagihan dalam bentuk uang terhadap perorangan, badan usaha, atau pihak tertagih lainnya”. Warren et al (2005:422) mengklasifikasikan secara umum piutang meliputi semua klaim uang terhadap entitas-entitas lain, termasuk perorangan, perusahaan, dan 9 9
10
organisasi lainnya. Piutang biasanya diklasifikasikan sebagai usaha, wesel tagih, atau piutang lain. Berdasarkan artinya secara umum menurut Earl K. Stice et al (2004:479) mengemukakan, “Istilah piutang dapat diterapkan kesemua klaim atas uang, barang dan jasa. Akan tetapi untuk tujuan akuntansi, istilah tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas)”. Selanjutnya menurut
PSAK No. 43 menyebutkan piutang adalah jenis
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha. Bagi perusahaan, piutang merupakan alternatif untuk menyimpan sementara dana perusahaan yang sekaligus dapat digunakan untuk menarik konsumen dan meningkatkan penjualan. Piutang adalah suatu komponen yang penting dari laporan keuangan khususnya neraca. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak atau klaim kepada pihak tertagih dalam bentuk uang ataupun kas.
2.
Klasifikasi Piutang Menurut Smith dan Skousen (2001:239) atas dasar sifat / timbulnya piutang
dapat dibedakan menjadi: 1) Piutang usaha ( Trade Receivable ) Piutang usaha merupakan salah satu kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayaran biasanya jatuh tempo dalam 30 sampai 60 hari. Perjanjian kreditnya merupakan suatu persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen – dokumen perusahaan, seperti sales order dan bukti penyerahan
11
barang. Biasanya piutang usaha tidak melibatkan bunga, meskipun bunga dapat saja ditambahkan bilamana pembayarannya tidak dilakukan dalam periode yang telah ditentukan. Piutang usaha merupakan piutang yang paling lazim ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar. 2) Piutang non usaha ( Non Trade Receivable ) Piutang non usaha meliputi seluruh tipe piutang lain. Piutang non usaha timbul dari berbagai transaksi seperti: a) Penjualan sekuritas atau harta benda lainnya selain persediaan b) Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan dan perusahaan afiliasi c) Setoran atau deposito kepada kreditur, perusahaan utilitas (Perum), dan instalasi - instalasi lain d) Pembayaran dimuka atas pembelian e) Panjar untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya. f) Tuntutan atas kerugian atau kerusakan. Selanjutnya Earl K. Stice et al (2004:479) mengemukakan klasifikasi piutang, yaitu : 1) Piutang dagang (trade receivables), yaitu: kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal bisnis, yaitu, penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelangan. Piutang dagang dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Akan tetapi, dalam kasus dalam piutang dagang adalah “piutang terbuka” tanpa jaminan, dan sering disebut dengan piutang usaha. 2) Piutang non usaha ( Non Trade Receivable ) Piutang ini muncul dari berbagai transaksi, seperti: 1. Penjualan surat berharga atau property lainnya selain persediaan. 2. Deposit atau simpanan untuk jaminan pelaksanaan kontrak atau pembayaran atas beban 3. Klaim untuk pengurangan harga atau pengembalian pajak, dan 4. Piutang dividen bunga. Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa piutang non usaha adalah piutang yang terjadi karena transaksi-transaksi lain yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas utama perusahaan. 3. Penilaian dan Pelaporan Piutang Menurut Smith dan Skousen (2001, hal 290) “Piutang usaha dilaporkan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan atau nilai kas yang diharapkan akan diterima,
12
bukan pada nilai sekarang yang didiskontokan”. Ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat bersih sesudah memperhitungkan estimasi piutang ragu-ragu, potongan penjualan, dan retur serta pengurangan harga jual yang diantisipasikan. Tujuannya adalah agar piutang dilaporkan sebesar klaim terhadap pelanggan yang diharapkan akan tertagih dalam bentuk kas. Ada dua metode untuk mengakui kerugian dari piutang yang tak tertagih yaitu: a. Direct Write Off Method (Metode Penghapusan Langsung) Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan-perusahaan kecil. Metode ini tidak membuat taksiran, tapi apabila jelas diketahui adanya piutang yang tidak dapat ditagih maka piutang tersebut langsung dihapuskan. Metode ini juga tidak akan memberikan perbandingan pendapatan dengan beban periode berjalan dan tidak melaporkan piutang pada nilai bersih yang dapat direalisasikan. Metode ini dianggap menyimpang dari prinsip akuntansi yang diterima umum, maksudnya metode penghapusan merupakan suatu metode yang menyimpang dari prinsip akuntansi dan tidak memberikan penandingan pendapatan dengan beban periode berjalan. Tapi karena sifatnya yang sederhana maka banyak digunakan perusahaan – perusahaan kecil. Jurnalnya: Beban piutang tak tertagih Piutang usaha
xxx xxx
13
Contoh : Dari beberapa debitur diketahui bahwa salah satu debitur yang bernama D.L. Ross telah pindah keluar kota tanpa memberitahu kepada pihak perusahaan. Sedangkan D.L. Ross masih mempunyai hutang sebesar $ 42. Maka jurnal untuk menghapus perkiraan piutangnya adalah : Beban piutang tak tertagih Piutang usaha
$ 42 $ 42
b. Allowance Method (Metode Penyisihan) Metode ini digunakan untuk mencatat estimasi piutang yang tak tertagih. Pencatatan ini dilakukan pada akhir periode sehingga pada akhir periode harus dilakukan estimasi piutang yang tak tertagih. Beban tersebut akan dilaporkan sebagai beban bagian penjualan atau beban bagian umum dan administrasi, dan perkiraan penyisihan akan ditunjukkan sebagai pengurangan atas piutang usaha, sehingga piutang akan dilaporkan pada jumlah bersih yang dapat direalisasikan. Beban piutang ragu-ragu tersebut dilaporkan sebagai beban bagian penjualan apabila perusahaan beranggapan bahwa beban piutang ragu-ragu merupakan beban yang terjadi karena adanya transaksi penjualan kredit sehingga merupakan tanggung jawab bagian penjualan. Apabila dilaporkan sebagai beban bagian administrasi dan umum, maka ini berarti bahwa perusahaan menganggap beban tersebut merupakan beban yang pasti akan terjadi pada setiap penjualan yang dilakukan secara kredit. Dengan kata lain beban piutang ragu-ragu tersebut merupakan beban yang tidak dapat dihindari pada setiap transaksi penjualan kredit. Apabila terbukti positif mengenai ketidaktertagihan sebagian atau seluruh piutang, seperti bangkrutnya perusahaan
14
debitur, meninggalnya debitur, dan sebagainya maka ayat jurnal untuk menghapus piutang tak tertagih adalah: Jurnalnya: Beban piutang tak tertagih
xxx
Penyisihan piutang ragu – ragu
xxx
Bukti positif atas ketidaktertagihan piutang usaha dapat berupa kepailitan atau hilangnya seorang debitur, kegagalan untuk memaksakan penagihan secara hukum oleh adanya halangan penagihan akibat keterbatasan daya upaya. Penghapusan harus didukung oleh bukti ketidak tertagihan piutang dari pihak-pihak yang terpercaya seperti pengadilan, ahli hukum atau lembaga penagihan dan harus diotorisasi secara tertulis oleh pejabat perusahaan yang berwenang. Penyisihan piutang ragu – ragu
xxx
Piutang usaha
xxx
Contoh : Dalam saldo piutang usaha sebesar $ 105.000 diantaranya terdapat beberapa pelanggan yang hutangnya sudah lewat jatuh tempo selama beberapa hari yang berbeda-beda. Tidak ada pelanggan tertentu yang saat ini dapat dipastikan tidak dapat tertagih seluruhnya, namun menurut perkiraannya, beberapa akan tertagih sebagian saja dan pelanggan lainnya seluruhnya tak tertagih. Berdasarkan telaah yang cermat diperkirakan bahwa piutang sebesar $ 3000 benar - benar tak tertagih. Jadi, jumlah piutang usaha yang diharapkan dapat diterima adalah sebesar $ 105.000 - $ 3000 = $ 102.000, dan pengurangan sebesar $ 3000 itu merupakan beban piutang tak tertagih untuk periode berjalan. Maka jurnalnya :
15
Beban piutang tak tertagih
$ 3000
Penyisihan piutang ragu – ragu
$ 3000
Contoh : Diketahui bahwa salah satu debitur yang bernama John Parker telah meninggal dunia. Sedangkan perusahaan masih memiliki piutang pada debitur tersebut sebesar $ 110. Maka jurnal untuk menghapus piutang tersebut dari perkiraan penyisihan adalah : Penyisihan piutang ragu-ragu
$ 110
Piutang usaha – John Parker
$ 110
Adakalanya piutang yang telah dihapuskan sebagai piutang tak tertagih secara tak terduga ternyata diterima pembayarannya. Maka jurnalnya adalah : Piutang usaha
xxx
Penyisihan piutang ragu- ragu
xxx
(untuk membalik ayat jurnal yang dibuat guna menghapus piutang) Contoh : Ternyata piutang terhadap John Parker yang telah dihapuskan, tanpa terduga dibayar lunas oleh ahli warisnya. Maka jurnal untuk menimbulkan kembali piutang tersebut adalah : Piutang usaha – John Parker
$ 110
Penyisihan Piutang ragu-ragu Kas/ Bank
$ 110 xxx
Piutang usaha (untuk mencatat hasil penagihan piutang).
xxx
16
Contoh : Dari transaksi diatas maka jurnalnya adalah : Kas
$ 110 Piutang usaha
$ 110
Ada dua cara untuk menentukan jumlah kerugian piutang yang tak tertagih, yaitu: 1. Atas dasar penjualan Dengan metode ini, kita menentukan estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase (%) dari penjualan kredit. Biasanya persentase ditentukan berdasarkan persentase rata-rata dari dua tahun terakhir. Misalnya : Tahun
1992
1993
1994
Penjualan (Rp)
80 juta
90 juta
140 juta
% piutang tak tertagih
1,9 %
2,1 %
2%
Dengan demikian maka % piutang tak tertagih untuk tahun 1994 adalah 2% yaitu ( 1,9% + 2,1 % ) : 2. Jadi untuk tahun 1994 estimasi piutang ragu – ragu adalah Rp. 2,8 juta, yaitu 2 % x Rp. 140 juta. Ayat jurnal yang dibuat adalah : Beban piutang ragu-ragu Penyisihan piutang ragu-ragu 2. Atas dasar saldo piutang
2.800.000 2.800.000
17
Untuk mengestimasikan besarnya piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang maka kita merumuskan melalui penetapan umur piutang (Aging Receivable). Metode analisis umur piutang memberikan pendekatan yang paling memuaskan untuk menilai piutang pada jumlah yang dapat direalisasikan. C. Rollins Niswonger et al (2000:242) Tabel II – 1. Contoh menentukan jumlah kerugian piutang tak tertagih atas dasar penjualan
PT. ABC Analisis piutang – 31 Desember 19xx
Debitur
Saldo
Belum jatuh Tempo
Lewat jatuh tempo 1-30 hari 31-60 hari 61-90 hari
PT. AAA
100
PT. BBB
80
PT. CCC
30
PT. DDD
60
60
PT. EEE
10
10
TOTAL
280
>90 hari
100 80 30
100
70
80
30
Sumber : C. Rollins Niswonger et-al (2000:366). Prinsip-Prinsip Akuntansi. Tabel II – 2 Contoh menentukan jumlah kerugian piutang tak tertagih atas dasar saldo piutang.
18
PT. ABC Estimasi Jumlah Piutang Tak Tertagih –31 Desember 19xx (dalam Rp.000) Klasifikasi
Persentase piutang tak tertagih menurut pengalaman 2% 5% 10% 15% 20%
Saldo
Belum jatuh tempo Lewat waktu 1-30 hari Lewat waktu 31-60 hari Lewat waktu 61-90 hari Lewat waktu > 90 hari
100 70
Total
280
80 30
Estimasi jumlah piutang tak tertagih 2 3,5 12 6 23,5
Sumber : C. Rollins Niswonger et-al (2000:367). Prinsip-Prinsip Akuntansi. Kalau saldo awal perkiraan penyisihan sudah ada yaitu sebesar Rp.50.000.maka ayat jurnal berikut akan dibuat : Penyisihan piutang ragu-ragu
26.500
Penghasilan lain – lain
26.500
4. Pengelolaan Piutang Dalam
hubungannya
dengan
piutang,
pimpinan
perusahaan
perlu
memperhatikan dan memastikan bahwa piutang dapat ditagih begitu waktunya tiba. Misalnya apabila syarat penjualan yang diberikan adalah 3/10, n/30, maka ini berarti bahwa piutang yang berhubungan dengan penjualan tersebut harus diusahakan dapat ditagih dalam 10 hari setelah dikeluarkan faktur dan untuk itu debitur akan diberikan potongan sebesar 3 %. Tetapi apabila debitur tidak bersedia untuk membayar hutangnya dalam 10 hari setelah tanggal faktur maka pimpinan perusahaan harus berusaha agar tagihan tersebut sudah dapat diterima paling lambat pada hari ke-30 setelah tanggal faktur, dengan demikian diharapkan kerugian akibat piutang tak tertagih dapat ditekan seminimal mungkin.
19
Agar tujuan pengelolaan piutang dapat berjalan dengan baik dan benar dan dapat menekan tingkat piutang tak tertagih semaksimal mungkin, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pihak pimpinan perusahaan, yaitu : a) Character Menunjukkan kemungkinan atau probabilitas dari langganan untuk secara jujur memenuhi kewajiban-kewajibannya. b) Capacity Yaitu kemampuan langganan untuk membayar hutang tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian sebelum kredit diberikan. c) Capital Yaitu modal yang dimiliki oleh langganan dalam menjalankan usahanya. Kalau modal langganan dalam menjalankan usahanya besar maka diharapkan kerugian akibat piutang tak tertagih dapat ditekan seminimal mungkin. d) Colleteral Yaitu adanya jaminan guna mendukung pemberian kredit kepada langganan. e) Conditions Menunjukkan pengaruh langsung dari tren ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan oleh perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi yang mungkin mempunyai efek terhadap kemampuan langganan dalam memenuhi kewajibannya. Ada beberapa alat yang dapat digunakan pimpinan perusahaan untuk memonitor pengelolaan terhadap piutang, yaitu : a. Analisa umur piutang
20
Dari analisa umur piutang maka pimpinan perusahaan akan dapat menghitung beberapa jumlah piutang yang tidak tertagih, sehingga dapat diambil tindakan dengan cara menagih piutang-piutang yang seharusnya ditagih. b. Perputaran piutang Menunjukkan berapa kali suatu perusahaan menagih piutangnya dalam suatu periode. Makin tinggi perputaran piutang makin baik pula pengelolaan piutang yang dilakukan perusahaan. Perputaran piutang =
Penjualan Kredit Bersih Piutang Rata - Rata
c. Rata-rata jangka waktu penagihan Menunjukkan rata-rata jangka waktu yang digunakan untuk memperoleh pembayaran piutang. Makin pendek jangka waktu penagihan, makin baik bagi perusahaan. Rata-rata jangka waktu penagihan 360 : perputaran piutang. B. Prosedur Pencatatan, Penagihan, dan Penerimaan Piutang 1.
Prosedur Pencatatan Piutang Menurut Zaki Baridwan (2004:155) prosedur pencatatan piutang adalah :
“Langkah-langkah yang harus dilalui mulai dari terjadinya sampai dengan pencatatan transaksi tersebut ke buku-buku perusahaan. Prosedur biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang sering terjadi”. Proses pencatatan piutang dimulai dengan adanya bukti asli penjualan, dalam hal ini adalah faktur penjualan kredit. Faktur penjualan kredit ini diterima bagian
21
pembukuan dan akan mencatatnya dalam buku penjualan. Buku penjualan ini memuat tentang tanggal transaksi, nama debitur, nomor faktur penjualan, nomor buku pembantu serta jumlah pencatatan ke dalam penjualan ini dilakukan secara harian yaitu tanggal terjadinya transaksi kemudian di setiap periode tertentu buku penjualan diposting kebuku besar ( debet rekening piutang dan kredit rekening penjualan ). Hal ini dilakukan apabila frekuensi transaksi penjualan setiap harinya cukup banyak. Bila penjualan yang dilakukan setiap periodenya tidak terlalu sering, pencatatan ke dalam buku besar piutang dan buku penjualan dapat dilakukan pada saat penjualan terjadi. Untuk mencatat piutang dapat dilakukan dengan tiga cara dalam mengerjakan jurnal dan posting yaitu : a. Metode Konvensional Dalam metode ini, posting kedalam kartu piutang dilakukan atas dasar data yang di catat dalam jurnal. Berbagai transaksi yang mempengaruhi piutang ialah transaksi penjualan kredit, transaksi retur penjualan, transaksi penerimaan kas dari piutang, dan transaksi penghapusan piutang. b.
Metode Posting Langsung Metode posting langsung ke dalam kartu piutang dibagi menjadi dua, yaitu : metode posting harian dan metode posting periodic.
c.
Metode Pencatatan Tanpa Buku Pembantu (Ledgerless Bookkeeping) Dalam metode pencatatan piutang ini, tidak digunakan buku pembantu piutang. Faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya yang diterima dari bagian penaguhan, oleh bagian piutang diarsipkan menurut nama pelanggan dalam arsip
22
faktur yang belum dibayar. Arsip faktur penjualan ini berfungsi sebagai catatan piutang.
2. Prosedur Penagihan Piutang Adapun prosedur yang digunakan dalam penagihan piutang yaitu a. Bagian piutang menyusun daftar tagihan piutang yang telah jatuh tempo. Daftar tagihan tersebut akan diserahkan kepada penagih beserta faktur penjualan asli. b. Penagih langsung mendatangi pelanggan kealamat masing-masing dan menagih piutang yang tercantum pada daftar tagihan. Setiap pelunasan yang dilakukan pelanggan akan diberikan kwitansi yang telah dicap lunas. c. Uang hasil penagihan akan diserahkan kepada kasir beserta daftar tagihannya. d. Kasir menghitung uang tagihan dan apabila cocok dengan daftar tagihan, maka daftar tersebut akan diberi cap telah diterima kasir. Setelah dicap, daftar tagihan tersebut diserahkan kepada penagih. e. Selanjutnya bagian penagih akan menyerahkan daftar tagihan kepada bagian piutang, dan bagian akuntansi. Bagian piutang mencatat piutang yang telah diterima pada buku tambahan masing-masing pelanggan, dan bagian akuntansi mencatat ke buku harian dan buku besar. (Zaki Baridwan (2004:154) 3. Prosedur Penerimaan Piutang Menurut Zaki Baridwan (2004:157) : “Prosedur penerimaan piutang dalam sebuah perusahaan melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan agar transaksi penerimaan uang tidak terpusat pada satu bagian saja, hal ini perlu agar dapat memenuhi prinsip internal control”. Bagian yang terlibat dalam prosedur penerimaan piutang ini adalah : a) Bagian surat masuk Bertugas menerima semua surat yang diterima perusahaan. Surat yang berisi pelunasan piutang harus dipisahkan dari surat lainnya. Setiap hari bagian surat masuk membuat daftar penerimaan uang harian dan mengumpulkan check. Kecocokan jumlah dalam check menjadi tanggung jawab bagian surat masuk.
23
Sesudah daftar penerimaan uang harian selesai dikerjakan oleh bagian surat masuk maka daftar tersebut didistribusikan sebagai berikut; satu lembar bersama cek diserahkan kepada kasir dan satu lembar diserahkan kepada seksi piutang. b) Bagian kasir Bertugas menerima uang yang berasal dari bagian penagihan, pembayaran langsung atau penjualan dari salesman. Setiap hari kasir membuat bukti setoran ke bank dan menyetorkan semua uang yang diterimanya. Agar penerimaan uang ini dapat diawasi dengan baik maka satu lembar bukti setor dari bank langsung dikirim kebagian akuntansi. Bukti setor yang diterima dibagian akuntansi dicocokkan dengan daftar penerimaan uang yang dibuat oleh bagian surat masuk dan oleh kasir. Salah satu cara pengawasan penerimaan uang langsung oleh kasir dapat dilakukan dengan dibuatnya bukti kas masuk yang diberi nomor urut yang dicetak. c) Bagian piutang Bagian ini bertugas sebagai : 1) Membuat catatan piutang yang dapat menunjukkan jumlah-jumlah piutang kepada tiap-tiap langganan 2) Membuat/ menyiapkan dan mengirimkan surat tagihan piutang kepada tiaptiap langganan 3) Membuat daftar analisa umur piutang setiap periode. Daftar ini dibuat untuk menilai keberhasilan kebijaksanaan kredit yang dijalankan dan juga sebagai dasar untuk memuat bukti memo untuk mencatat kerugian piutang. 4) Bagian kredit
24
Dalam prosedur penjualan setiap pengiriman barang untuk pesanan pembeli yang bersifat kredit, harus ada persetujuan dari bagian kredit. Sebagai bahan pertimbangan bagian kredit menggunakan catatan yang dibuat oleh bagian piutang untuk masing-masing langganan. Persetujuan pembelian kredit ditujukan dalam formulir surat-surat dimana perintah pengiriman dari bagian kredit langsung didistribusikan pada masingmasing bagian yang bersangkutan dan bagian kredit menerima tembusannya guna persetujuan atau penolakan. Dengan penolakan oleh bagian kredit ini maka bagian pesanan penjualan memberitahukan bagian pengiriman barang tersebut. Surat pernyataan piutang dikirim agar langganan dapat mengetahui berapa jumlah hutangnya pada perusahaan pada tanggal tertentu dicatat, maka langganan
dapat
menghubungi
bagian
akuntansi
perusahaan
untuk
mengadakan koreksi.
C. Pengertian Pengawasan Pengawasan mempunyai arti yang sangat penting dalam setiap proses pencapaian tujuan dari suatu perusahaan, maka akan dapat diketahui semua rencana dan hal-hal yang telah digariskan untuk pelaksanaannya. Untuk itu setiap perusahaan baik yang bergerak di bidang produksi maupun jasa, mengutamakan pengawasan sebagai faktor yang sangat penting. Pengawasan dapat didefenisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Hal ini berkenaan dengan cara-cara
25
membuat kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, serta menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan. Ikatan Akuntan Indonesia (2001:12) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan Pengawasan intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya syarat-syarat mengenai unsur dari pengawasan intern, apabila syarat-syarat telah dipenuhi maka kemungkinan terjadinya kerugian bagi perusahaan dapat dihindari. Mockler dalam Handoko (2001:160) mengemukakan bahwa pengawasan sebagai “suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi”. Selanjutnya menurut Fayol dalam Harahap (2001:10) mengemukakan “Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari”. Berdasarkan defenisi di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu bertujuan untuk pelaksanaa suatu rencana dengan apa yang ingin dicapai perusahaan sehingga terwujud sasaran yang ditetapkan. Pengawasan ini juga untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan perusahaan. Bagi perusahaan
26
besar, dimana jaringan perusahaan semakin kompleks, pengawasan mutlak diperlukan dan dipelihara sebaik – baiknya. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan beberapa cara yaitu : 1) Pengawasan langsung, yang dilakukan oleh pribadi-pribadi anggota, pimpinan atau oleh pihak yang biasanya seorang akuntan publik. Apabila organisasi perusahaan semakin luas maka pengawasan langsung ini sukar dilaksanakan oleh akuntan publik. 2) Pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan yang disebut dengan sistem pengawasan intern.
1. Pentingnya Pengawasan Adanya berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi atau perusahaan, yaitu : a. Perubahan lingkungan organisasi Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, ditemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Disini manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi. Sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan tersebut. b. Peningkatan kompleksitas organisasi Semakin besar organisasi akan semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati- hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa
27
kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Penjualan eceran pada para penyalur perlu dianalisis dan dicatat secara tepat, bermacam-macam pasar organisasi luar dan dalam negeri perlu selalu dimonitor. Disamping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi dengan banyak agen-agen atau cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas penelitian yang tersebar luas. Semuanya memerlukan fungsi pengawasan yang lebih efektif dan efisien. c. Kesalahan-kesalahan Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan uji pengawasan. Tapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan, seperti memesan barang atau komponen yang salah, membuat penentuan harga yang terlalu rendah, masalah-masalah didiagnosa secara tidak tepat, maka sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis. d. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang. Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya, tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah para bawahan telah melakukan tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengelementasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut manajer tidak dapat memeriksa pelaksanaan tugas bawahan. Di samping itu perlu ditempuh cara-cara dalam proses dan prosedur pengawasan, yaitu :
28
1) Menetapkan rencana-rencana pengawasan Dalam rencana pengawasan ini perlu diperhatikan sistem-sistem yang dipergunakan dalam perusahaan, yaitu : a) Sistem pengawasan yang digunakan b) Standar-standar pengawasan yang diterapkan c) Rencana operasional yang dijalankan. 2) Pelaksanaan pengawasan Pelaksanaan pengawasan dapat menggunakan suatu sistem pengawasan, yaitu : a) Inpektif, yaitu melakukan pemeriksaan setempat untuk mengetahui secara langsung keadaan sesungguhnya. b) Komperatif, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana yang ditetapkan. c) Verifikasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan manajemen khususnya dalam bidang keuangan. d) Investigatif, yaitu menyelidiki untuk mengetahui atau penyelewengan dan penyimpangan yang tersembunyi. Semua sistem pengawasan ini bersifat refresif. 3) Penilaian atau evaluasi dari pelaksanaan pengawasan. Yaitu untuk mengetahui apakah sistem yang di jalankan itu sudah memenuhi kebutuhan pengawasan atau tidak. Dalam versi lain proses pengawasan adalah serangkaian tindakan dalam melaksanakan pengawasan. Rangkaian tindakan ini mutlak dilaksanakan di manapun
29
dan terhadap objek apapun tanpa terkecuali, proses pengawasan ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui oleh pimpinan dalam melaksanakan pengawasan.
2. Komponen Pengawasan Intern Pengawasan intern suatu organisasi terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan organisasi dapat dicapai. Dalam penyusunan sistem pengawasan intern ada beberapa komponen yang harus diperhatikan. Hadibroto dan Oemar Witarsa (2004: 3) menyebutkan : Pengawasan intern adalah merupakan suatu sistem pengawasan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur rencana organisasi, unsur sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang mampu untuk mengadakan pengawasan akuntansi terhadap harta benda, kewajiban, hasil dan biaya unsure praktek yang sehat untuk dilaksanakan dalam penunaian tugas pada tiap hari bagian organisasi dan unsure mutu personalia yang memadai sesuai dengan tanggungjawabnya. Jadi tujuan sistem pengawasan intern ialah untuk mengamankan harta benda organisasi, memperoleh data akuntansi yang tepat dan dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong akan kepatuhan terhadap kebijaksanaan pimpinan. Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pengawasan intern mencakup pengawasan yang dapat dibedakan atas pengawasan akuntansi dan pengawasan administrasi. Pengawasan akuntansi yaitu pengawasan yang meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur yang terutama menyangkut dan berhubungan langsung dengan pengamanan harta benda serta mengecek ketelitian dan dapat dipercaya atau tidaknya data akuntansi, seperti adanya sistem otorisasi/pengesahan dan persetujuan transaksi-transaksi, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, adanya pemisahan tugas antara pihak yang mencatat dan membuat laporan dengan pihak yang menyimpan aktiva, adanya
30
pencatatan transaksi agar memudahkan penyiapan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim atau kriteria lain yang sesuai dengan tujuan laporan tersebut serta memudahkan dalam mengadakan pertanggungjawaban atas aktiva. Pengawasan akuntansi ini sering juga disebut dengan pengawasan yang bersifat preventif. C. Rollins Niswonger et al (2002:184) mengemukakan bahwa pengendalian intern memberikan jaminan yang wajar bahwa : “1) aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, 2) informasi bisnis akurat, dan 3) karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan”. Untuk mencapai tiga tujuan tersebut di atas C. Rollins Niswonger et al (2002: 184) merancang dan menerapkan lima unsur pengendalian intern, yaitu: “Lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, pemantauan atau monitoring serta komunikasi dan informasi”. Selanjutnya Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) struktur pengawasan intern satuan usaha terdiri dari tiga unsur berikut ini : 1) Lingkungan pengawasan Unsur ini mempengaruhi kesadaran anggotanya akan lingkungan pengawasan yang akan menentukan sifat dari suatu organisasi. Disamping itu unsur ini merupakan dasar yang dapat memberikan disiplin dan struktur bagi keseluruhan komponen pengawasan intern lainnya. Lingkungan pengawasan piutang meliputi tindakan, kebijakan dan prosedur yang menunjukkan sikap manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masalah pengawasan piutang. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) adapun tindakan kebijakan dan prosedur tersebut terdiri dari beberapa faktor : a) Falsafah manajemen dan gaya operasi b) Struktur organisasi satuan usaha
31
c) Berfungsinya dewan komisaris dan komite-komite yang dibentuk d) Metode pemberian wewenang dan tanggung jawab e) Metode pengendalian manajemen dalam memantau dan menindak lanjuti kinerja, termasuk audit intern f) Kebijakan dan praktek personalia g) Berbagai faktor extern yang mempengaruhi operasi dan praktik satuan usaha, seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh badan legislatif dan pemerintah. Gabungan faktor-faktor di atas mempengaruhi lingkungan pengendalian dalam membentuk, memperkuat dan memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. 2) Sistem akuntansi Sistem akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasikan, menghimpun, menganalisis, mengelompokkan, mencatat, dan
melaporkan
transaksi
satuan
usaha
dan
untuk
menyelenggarakan
pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban yang bersangkutan dan transaksi tersebut. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) penyusunan sistem akuntansi yang efektif harus mempertimbangkan pembuatan metode dan catatan yang akan: a) Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi sah b) Menggambarkan transaksi secara tepat waktu dan cukup rinci sehingga memungkinkan pengelompokan transaksi secara semestinya untuk pelaporan keuangan c) Mengukur nilai transaksi dengan cara yang memungkinkan pencatatan nilai keuangan yang layak dalam laporan keuangan d) Menentukan periode terjadinya transaksi untuk memungkinkan pencatatan transaksi pada periodetansi yang semestinya e) Menyajikan dengan semestinya transaksi dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.
32
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa sistem akuntansi untuk piutang merupakan teknik yang dipergunakan untuk memproses piutang mulai dari terjadinya piutang sampai pada pelaporannya. Teknik yang dipergunakan tersebut dapat berupa dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang diperlukan sehubungan dengan piutang tersebut. 3) Prosedur pengawasaan Merupakan serangkaian tindakan/aktivitas yang diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap piutang. Prosedur ini meliputi kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pihak manajemen dalam pencapaian tujuan dan pengawasan piutang.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) secara umum prosedur pengawasan dapat dikelompokkan kedalam prosedur yang berkaitan dengan: 1) Otorisasi yang semestinya atas transaksi dan kegiatan 2) Pemisahan tugas yang mengurangi kesempatan yang memungkinkan seseorang dalam posisi yang dapat melakukan dan sekaligus menutupi kekeliruan atau ketidakberesan dalam pelaksanaan tugasnya sehari – hari. 3) Dokumen dan catatan yang memadai Dokumen dan catatan yang memadai merupakan objek fisik dimana setiap transaksi dibukukan dan diikhtisarkan, yang terdiri dari ; faktur, cek, kontrak, kartu pencatat kerja, rekonsiliasi bank, rekening koran, kartu stok gudang, dan dokumen lainnya. 4) Pengawasan fisik atas aktiva dan pencatatan (Access Controls) merupakan pengawasan fisik secara langsung terhadap aktiva atau pengawasan tidak langsung melalui pemrosesan dan pembuatan dokumen. 5) Pengecekan pelaksanaan kerja yang terpisah, yang terdiri dari pengecekan terpisah meliputi kualitas personalia dan kebenaran dokumen, pencatatan dan jumlah laporan. Pengecekan pelaksanaan kerja yang terpisah terdiri dari pengecekan clerk, karyawan, membandingkan aktiva yang keluar dengan pencatatan saldo membuat rekonsiliasi.
33
D. Pengertian Likuiditas Menurut Weston J. Fred dan Eugene Brigham (2004:57), “likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo”. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa likuiditas adalah hubungan atau perbandingan antara kewajiban finansialnya (harus dipenuhi pada tahun berjalan) dengan kemampuan yang dimiliki perusahaan yaitu aktiva lancar. Apabila perusahaan memiliki kemampuan memenuhi kewajiban finansialnya maka dapat dikatakan likuid, dan sebaliknya perusahaan yang tidak mampu membayarnya maka perusahaan tersebut dikatakan inlikuid. Berpedoman pada likuiditas, untuk dapat membiayai suatu aktiva tertentu perlu diusahakan agar jangka waktu pembayaran modal yang dipinjam tidak lebih singkat dari jangka waktu pengggunaan modal atau jangka waktu terikatnya modal tersebut dalam perusahaan. Dalam menghitung kemampuan perusahaan membayar hutang yang akan jatuh tempo digunakan beberapa rasio likuiditas, yaitu: 1. Current Ratio Adalah suatu cara untuk menghitung kemampuan membayar hutang lancar dengan jalan membandingkan total aktiva lancar dengan total hutang lancar. Rumus : Current ratio =
Aktiva Lancar x 100% Hutang Lancar
Ratio ini menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek. Semakin tinggi tingkat current ratio, berarti semakin likuidlah perusahaan
34
tersebut. Current ratio umumnya digunakan sebagai standar adalah 200% atau 2 : 1, artinya bahwa setiap Rp. 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp. 2,- aktiva lancar. 2. Quick ratio atau Acid test ratio Fungsi dan kegunaan ratio ini sama dengan current ratio. Perbedaannya terletak pada rumusnya, yaitu: Rumus : Quick ratio =
Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar
Quick ratio sering digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan adalah karena secara umum persediaan dalam aktiva lancar adalah merupakan komponen yang kurang cair dibandingkan dengan kas, surat – surat berharga, dan piutang. Banyak orang berpendapat bahwa dilihat dari quick ratio 100% dianggap baik. Akan tetapi sebenarnya quick ratio yang tepat tergantung pada kepastian cash flow dari perusahaan. Untuk mengukur likuiditas perusahaan sering digunakan current ratio, quick ratio, dan cash ratio. Apabila perusahaan mempunyai persediaan yang sulit dicairkan maka quick ratio dan cash ratio dapat digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan. 3. Cash ratio atau Absolute liquidity ratio Sering pula terjadi current ratio dan quick ratio dianggap tidak cukup untuk mengukur likuiditas perusahaan
walaupun struktur aktiva lancar maupun
komposisi hutang lancar adalah sama. Hal ini disebabkan karena dianggap piutang dagang dan persediaan kurang cair. Dalam keadaan perekonomian yang sulit seperti masa resesi ekonomi hampir semua perusahaan mengalami kesulitan
35
dalam pengumpulan piutang. Sehingga yang dianggap dapat melunasi kewajiban jangka pendek hanya kas dan surat – surat berharga. Sehingga para kreditur jangka pendek lebih suka melihat cash ratio. Rumus : Cash ratio =
Kas + Surat - Surat berharga Hutang Lancar
Dalam keadaan perekonomian yang baik walaupun cash ratio rendah tidak menghawatirkan
para
kreditur
jangka
pendek.
Tetapi
dalam
keadaan
perekonomian sulit seperti situasi resesi kreditur jangka pendek biasanya lebih menghendaki cash ratio yang lebih tinggi. 4. Net working capital Modal kerja netto dari sebuah perusahaan adalah merupakan selisih aktiva lancar dengan hutang lancar. Hasil dari modal kerja netto tidak banyak memberikan arti untuk dijadikan sebagai alat pembanding dengan modal kerja netto rata – rata industri dimana perusahaan beroperasi, akan tetapi angka tersebut akan sangat berfaedah sebagai alat untuk pengendalian intern. Rumus : Net working capital =
Aktiva Lancar - Hutang Lancar x 100% Jumlah Aktiva
Weston J. Fred dan Eugene Brigham (2004:294).
E. Kriteria Likuiditas Bambang Riyanto (2001:19) menyatakan “Likuiditas badan usaha dapat diketahui dari neraca pada suatu saat antara lain dengan membandingkan jumlah
36
aktiva lancar (current assets) di satu fihak dengan hutang lancar ( current liabilities) di lain fihak, hasil perbandingan tersebut adalah apa yang disebut Current Ratio”. Current ratio ini merupakan ukuran yang berharga untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan untuk memenuhi current obligation-nya. Secara kasar dapatlah dikatakan bahwa bagi perusahaan yang bukan perusahaan kredit, current ratio kurang dari 2 : 1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun misalnya sampai lebih dari 50%, maka jumlah lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutup hutang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Dengan demikian pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman yang mutlak.
F. Hubungan Pengawasan Piutang dengan Likuiditas Piutang dagang merupakan aktiva yang relatif likuid, biasanya dikonversikan menjadi kas dalam jangka waktu 30 hari hingga 60 hari. Oleh karena itu, piutang dagang dari pelanggan diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, muncul di neraca setelah kas dan investasi jangka pendek pada surat berharga. Nama lain untuk piutang dagang adalah piutang niaga (trade receivable). Perusahaan mendebit rekening Piutang Dagang dan mengkredit rekening Penjualan pada saat mencatat penjualan kredit. Charles Horngren et al. (2001:404) mengemukakan bahwa Penjualan secara kredit akan menimbulkan keuntungan sekaligus kerugian. Orang yang tidak
37
membayar akan melakukan pembelian secara kredit, penerimaan dan keuntungan perusahaan akan meningkat tetapi kerugian yang dialami perusahaan tersebut akan meningkat pula. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah piutang yang tidak tertagih. Lebih lanjut Munawir (2002:68) mengmukakan bahwa Piutang tak tertagih akan mengurangi atau menurunkan jumlah piutang dagang. Piutang lancar perusahaan ialah sumber utama untuk membayar kembali utang lancar dan utangutang lain. Hal ini dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Jadi ukuran likuiditas adalah rasio lancar. Stice K Earl et al (2004:485) menyatakan “bahwa cara yang paling efektif untuk mengakui kerugian dari akun yang tak tertagih adalah mendebitkan beban, seperti beban piutang ragu-ragu, beban piutang sanksi atau puting tak tertagih serta, mengkredit piutang usaha pada saat diterapkan bahwa suatu piutang tak dapat ditagih
C. Rollins Niswonger et al. (2002:353) menyatakan : Pengendalian yang memadai atas piutang usaha dimulai dengan persetujuan penjualan oleh pejabat perusahaan yang bertanggung jawab atau bagian kredit, sesudah peringkat kredit pelanggan dikaji – ulang. Demikian pula penyesuaian piutang usaha, seperti retur dan pengurangan penjualan serta potongan penjualan, juga harus disetujui atau diperiksa kembali oleh pihak yang bertanggung jawab. Prosedur penagihan yang efektif juga harus ditetapkan guna memastikan penagihan yang tepat waktunya atas piutang usaha dan untuk meminimisasikan kerugian dari piutang tak tertagih. Penggunaan yang tepat atas perkiraan pengendali dan buku piutang usaha juga meningkatkan efektivitas pengendalian atas piutang usaha. Lebih lanjut Stice K. Earl et al. (2004:485) menyebutkan : Estimasi piutang tak tertagih dapat dasarkan pada penjualan periode tersebut atau berdasarkan jumlah piutang usaha yang belum dibayar pada akhir periode. Ketika dasar penjulan digunakan, jumlah piutang tak tertagih ditahun-tahun sebelumnya terhadap total penjualan akan memberikan persentase perkiraan piutang tak tertagih. Persentase in dapat diubah oleh
38
perkiraan berdasarkan pengalaman saat ini. Oleh karena akun piutang tak tertagih hanya terjadi pada penjualan secara kredit, merupakan hal logis untuk mengembangkan persentase perkiraan piutang tak tertagih berdasarkan penjulan kredit pada periode yang telah lewat. Persentase ini kemudian diaplikasikan kepenjulan kredit periode saat ini. Akan tetapi, karena diperlukan pekerjaan tambahan untuk memelihara catatan terpisah atas penjulan tunai dan kredit atau dalam menganalisis data penjualan, persentase tersebut sering kali di kembangkan berdasarkan total penjulan. Kecuali jika terdapat banyak fluktuasi periodic dalam proporsi penjulan tunai dan kredit metode persentase total penjualan biasanya akan memberikan hasil yang memuaskan.