5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan teori-teori yang akan menjelaskan tentang pengelasan GMAW tersebut yang berkaitan dengan cara kerja mesin las GMAW, Pneumatik dan proximity sensor yang akan dijelaskan di bab II. 2.2
MESIN LAS GMAW
2.2.1
Prinsip Kerja Las GMAW(Gas Metal Arc Welding)
Mesin las secara sederhana dapat diartikan sebagai alat yang digunakan untuk menyambung logam. Pengelasan adalah teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa penekanan dan menghasilkan sambungan yang kontinyu (Bintoro, 2006).
Gambar 2.1 Sistem Kerja Mesin Las GMAW (Sumber: Widyaiswara Madya Teknik Pengerjaan Logam, 2015)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Pengertian pengelasan GMAW adalah pengelasan yang menggunakan shielding gas. Shielding gas berfungsi pelindung logam las saat proses pengelasan berlangsung agar tidak terkontaminasi dari udara lingkungan sekitar logam lasan, karena logam lasan sangat rentan terhadap difusi hidrogen yang dapat menyebabkan cacat porosity. Pengelasan GMAW dapat menggunakan gas Argon (Ar) yang biasa disebut MIG ataupun gas karbondioksida (CO2) yang biasanya disebut MAG. Ada 2 proses dalam pengelasan GMAW (Sonawan & Suratman, 2010), antara lain: 1. Proses las MAG (Metal Active Gas) Pada proses pengelasan ini gas CO2 digunakan sebagai gas pelindung dan menggunakan kawat las pejal sebagai logam pengisi dan digulung dalam rol kemudian diumpankan secara terus menerus selama proses pengelasan berlangsung. Karena menggunakan gas pelindung CO2 yang bersifat oksidator maka pengelasan ini bagus untuk pengelasan yang menggunakan gas pelindung lainnya seperti Argon (Ar). Dalam penggunaan gas CO2 sebagai gas pelindung berpengaruh pada pemindahan logam cair dari elektroda ke material induk berbentuk bola-bola yang relatif besar. Hal ini dikarenakan logam yang mencair tetap melekat pada ujung elektroda karena busur yang kurang bagus. Pada proses GMAW juga sering terjadi banyak sparter atau percikan – percikan, tetapi sparter ini dapat dikurangi dengan cara memperpendek jarak busur las sehingga ujung elektroda seperti logam yang mencair. 2.
Proses las MIG (Metal Inert Gas)
Pada proses pengelasan MIG ini tidak berbeda jauh dengan proses pengelasan pada GMAW, yang membedakan kedua pengelasan ini terdapat pada gas pelindung. Sesuai dengan namanya metal inert gas, maka pada pengelasan MIG ini gas pelindung yang digunakan adalah inert gas atau gas mulia seperti argon (Ar), helium atau helium dicampur dengan argon, tetapi juga dapat menggunakan gas CO2 sebagai gas pelindung, untuk proses pengelasan MIG ini biasanya digunakan untuk mengelas material yang terbuat dari aluminium atau baja tahan karat. Pada proses pengelasan GMAW dapat dikerjakan secara semi-otomatis atau otomatis, asap dan percikan las yang terjadi pada proses GMAW lebih sedikit dibandingkan dengan SMAW ,juga tidak ada slag atau terak yang harus dibersihkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
setelah pengelasan selesai. Kecepatan pengelasan dan laju pengisian sama atau lebih besar dari pada SMAW. Tetapi penetrasi pada GMAW lebih dangkal dibandingkan pada proses pengelasan SMAW.
Gambar 2.2 Mesin Las GMAW Manual (Sumber: Panasonic Corporation, 2013)
2.2.2 Peralatan Las GMAW Secara umum peralatan yang dibutuhkan untuk proses pengelasan GMAW adalah 1.
Mesin las (power source)
2.
Elektroda (solid wire)
3.
Stang las (Welding gun / torch)
4.
Tabung gas pelindung
5.
Regulator
6.
Gas mixturer
2.2.3
Parameter yang Berpengaruh Pada Las GMAW
Metode pengelasan GMAW welding process tergantung dari beberapa parameter las sebagai berikut (Kuswanto, 2013):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
1. Voltage: arus yang digunakan pada saat pengelasan. 2. Wire feed speed: kecepatan keluarnya kawat pada saat pengelasan terjadi. 3. Welding speed: kecepatan gerakan stang yang dikendalikan operator pada saat pengelasaan. 4. Type of shielding gas: jenis gas pelindung yang digunakan pada pengelasan, disesuaikan dengan bahan material yang akan di las. 5. Elektroda / solid wire: material yang berperan sebagai penyambung lasan. 2.2.4
Kelebihan Pengelasan Las GMAW
Kelebihan yang didapat dari proses pengelasan GMAW ini terdiri dari: 1.
Sangat efisien dan proses yang cepat
2.
Dapat digunakan untuk semua posisi pengelasan
3.
Tidak menghasilkan sleg atau terak
4.
Membutuhkan kemampuan operator yang baik
2.2.5
Kekurangan Pengelasan Las GMAW
Kekurangan yang dihasilkan dari proses pengelasan GMAW ini terdiri dari: 1.
Sewaktu-waktu dapat terjadi burnback
2.
Cacat las porosity sering terjadi
3.
Buser yang tidak stabil
4.
Pada awalnya set-up yang sulit
Pada Proses pengelasan GMAW dapat dikerjakan secara manual dan otomatis. Asap dan percikan las yang terjadi pada proses GMAW lebih sedikit dibandingkan dengan SMAW, juga tidak ada slag atau terak yang harus dibersihkan setelah pengelasan selesai. Kecepatan pengelasan dan laju pengisian sama atau lebih besar dari pada SMAW. Tetapi penetrasi pada GMAW lebih dangkal dibandingkan pada proses pengelasan SMAW.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Gambar 2.3 Proses Pengelasan pada Material (Sumber: Agus, 2016) Pada gambar 2.3 dapat dilihat lebih detail tentang cara kerja pengelasan GMAW itu sendiri (Purwaningrum, 2006), berikut penjelasan dari point-point tersebut: 1. Solid wire electrode: kawat yang digunakan sebagai penyambung lasan. 2. Shielding gas: gas pelindung kawat yang bertujuan agar saat pengelasan tidak terpengaruh dengan udara sekeliling karena dapat menyebabkan porosity dan cacat pada struktur micro las tersebut. 3. Current conductor: kabel yang bertujuan untuk mengaliri arus voltage pada kawat yang bertujuan untuk membakar atau melelehkan solid wire. 4. Nozzle: berguna untuk membungkus atau menjaga agar shielding gas tidak menyebar luas atau dengan kata lain shielding gas di fokuskan kearah weldingan saja agar dapat focus melindungi solid wire maka dari itu bentuk ujung nozzle dibuat mengerucut agar keluar gas tidak terlalu berlebihan. 5. Wire guide & contact tube: berguna sebagai guider solid wire itu sendiri, lubang wire guide itu mengikuti ukuran pada solid wire arah tetap presisi, misal solid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
wire yang digunakan Ø1.2mm maka lubang wire guide juga harus memakai ukuran Ø1.2mm 6. Arc: jarak antara ujung solid wire yang belum meleleh dengan benda kerja yang akan di las, arc ini sendiri ada yang namanya dengan arc length yaitu perhitungan jarak antara kawat dan benda kerja, jika solid wire terlalu jauh dengan benda kerja maka sparter yang dihasilkan menjadi lebih banyak dan menyisakan bekas-bekas pada permukaan benda yang di las, jika solid wire terlalu dekat maka akan sering menempel dan membekas pada barang yang di las. 7. Molten weld metal: kawah yang dihasilkan oleh pengelasan itu sendiri yang sering disebut penetrasi welding jika parameter yang digunakan berlebih maka akan menembus plat yang dilas namun sebaliknya jika parameter yang digunakan terlalu kecil maka penetrasi welding tidak sampai masuk kedalam plat yang dilas. 2.2.6
Gas yang Digunakan Dalam Proses Las GMAW
Fungsi gas pelindung pada proses pengelasan GMAW ini adalah untuk melindungi dari proses oksidasi karena pengaruh dari udara luar dapat memberikan pengaruh pada kualitas las tersebut (Sidarta, Rusianto, Hadi, & Susanto, 2008),
Terdiri dari 3
pengelompokan gas yang dapat digunakan dalam mengoperasikan mesin las GMAW ini: 1.
ARGON (GAS MULIA / INERT GAS). Pada umumnya semua pengelasan
menggunakan shielding gas tersebut karena mechanicalnya yang baik, bisa menstabilkan arc dan produktifitas nya lebih besar. Gas argon digunakan untuk material non ferrous (aluminium, copper alloys, nickel alloys, stainless, dll), sedangkan
untuk
material
ferrous
menggunakan
campuran
beberapa
gas
(argon+helium, argon+CO2 atau argon+oxygen) dengan presentasi komposisi menyesuaikan. 2.
Gas CO2 adalah berupa gas aktif, Gas CO2 tidak bisa digunakan untuk
pengelasan menggunakan Spray transfer jika tidak di-mix. CO2 sendiri hanya bisa digunakan pada proses pengelasan Globular transfer dan Short Arc transfer tanpa dimix. 3.
Helium merupakan inert gas, dan sering digunakan sebagai shielding pada
pengelasan yang membutuhkan untuk tembus lebih dalam, kecepatan thermal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
conductivity dari gas helium lebih tinggi dibanding argon, maka membutuhkan voltage lebih besar pada proses pengelasannya, dan biasanya disarankan untuk material aluminium dengan ketebalan lebih besar. 2.2.7 Permasalahan Las GMAW Ada beberapa permasalahan yang dihasilkan dari berbagai faktor terhadap pengelasan GMAW (Suyono, Irawan, & Purnowidodo, 2011), antara lain: 1.
Cacat porositas
Cacat Porositas merupakan sekelompok gelembung gas yang terperangkap atau terjebak didalam lasan. Porositas dapat terjadi karena proses pemadatan yang terlalu cepat, porositas dapat dilihat dengan kasat mata berupa rongga-rongga kecil berbentuk bola yang mengelompok pada lokasi-lokasi lasan, terkadang terjadi rongga besar berbentuk bola yang tunggal atau tidak berkelompok. Rongga besar tersebut dinamakan blow hole. penyebab terjadinya cacat porositas:
arc welding terlalu panjang
benda kerja yang kotor
elektroda yang basar/lembab.
Solusi agar tidak terjadi nya cacat porositas sebagai berikut:
Jaga arc length atau jarak antara kawat las dengan benda kerja selalu tepat.
Bersihkan benda kerja dari minyak, oli, cat, debu, dan kotoran sebelum melakukan pengelasan.
Gunakan kawat las yang kering, jangan sampai lembab atau basah.
2.
Cacat las kurang menyatu (lack of fushion)
Cacat ini terjadi karena logam dan benda kerja gagal menyatu, cacat jenis ini bisa terjadi akibat benda kerja yang kurang panas atau permukaan benda kerja yang kurang bersih. Penyebab terjadinya cacat las kurang menyatu ialah:
Heat input terlalu rendah
Permukaan benda kerja yang akan di las kotor.
Teknik pengelasan operator kurang tepat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Solusi yang dapat mencegah terjadinya cacat las kurang menyatu antara lain:
Tingkatkan arus listrik.
Sesuaikan kawat yang digunakan dengan benda yang akan dilas.
Posisikan kawat tepat pada sambungan benda kerja.
Kontrol sudut kawat.
Bersihkan benda yang akan dilas dari oli, minyak, embun, kotoran, dan cat sebelum melakukan pengelasan
Gambar 2.4 Kondisi Las yang Tidak Menyatu (Sumber: H Kadir, 2014) 3.
Cacat undercut
Undercut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah alur (groove) benda kerja yang mencair dan terletak pada tepi/kaki lasan (manik-manik las)dimana alur benda kerja dimana alur benda kerja yang mencair tersebut tidak terisi oleh cairan las. Undercut menyebabkan slag terjebak didalam alur yang tidak terisi oleh cairan las.
Gambar 2.5 Undercut (tanda panah) (Sumber: H Kadir, 2014) Cacat undercut ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain:
Penggunaan amphere terlalu besar (excessive amps/volts)
Kecepatan tangan saat pengelasan terlalu besar ( excessive travel speed)
Sudut elektroda salah (incorrect electrode angle)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Teknik pengelasan salah (incorrect welding technique)
Diameter elektroda terlalu besar (electrode too large)
4.
Overlap
Cacat overlap ini dapat disebabkan karena:
Arus saat pengelasan terlalu besar
Kecepatan pengelasan terlalu rendah
Kesalahan dalam teknik pengelasan
Kontaminasi lingkungan sekitar pengelasan
5.
Cacat retak (Crack)
Cacat retak merupakan putusnya benda kerja akibat tegangan. Retakan sering terjadi pada lasan maupun benda kerja lain yang berdekatan dengan lasan. Retakan sering terjadi berupa retakan yang sangat sempit, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi retakan yang luas, retakan dibagi menjadi 3 yaitu retakan panas, retakan dingin, dan macrofissure.
Gambar 2.6 Contoh Retak pada Lasan (Sumber: H Kadir, 2014) 6.
Distorsi
Merupakan cacat pengelasan yang terjadi akibat kontraksi logam las selama pengelasan yang mendorong/menarik benda kerja untuk bergerak. Penyebab terjadinya distorsi pada pengelasan yaitu heat input yang terlalu besar. solusi untuk menghindarkan dari terjadi nya distorsi antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Mengikatkan kecepatan lasan karena jika terlalu lama akan mengakibatkan distorsi.
Menggunakan arus listrik yang lebih kecil.
Gunakan clamp untuk menahan benda kerja.
Las dalam segmen yang kecil, tunggu hingga las dingin dan lanjutkan las kembali.
Gambar 2.7 Cacat Distorsi (Benda Kerja Menekuk Ke Atas) (Sumber: H Kadir, 2014) 7.
Spatter berlebih
Cacat ini merupakan bintik-bintik kecil logam las akibat cairan elektroda yang diteteskan berupa semprotan (spray). Spatter berlebih ini disebabkan oleh arc length yang terlalu besar. Solusi untuk menghindari terjadi nya spatter berlebih dengan cara memperkecil arc length, dan menjaga arc length selalu tepat.
Gambar 2.8 Spatter Berlebih dalam Benda Kerja (Sumber: H Kadir, 2014) 8.
Manik-manik las kurang rapih
Manik-manik las kurang rapih terjadi karena tidak sejajar dan tidak dapat mencakup sambungan yang terbentuk oleh benda kerja. Selain itu, tinggi logam las yang berbeda (naik-turun) juga menandakan bahwa manik-manik las kurang rapih.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Penyebab terjadinya manik-manik kurang rapih adalah tangan operator saat mengendalikan stang las tidak stabil. Solusi untuk meminimalisir dari manik-manik tidak rapi antara lain:
seperti gunakan kedua tangan untuk mengendalikan stang las agar tetap stabil dalam pengelasan.
Gambar 2.9 Manik-manik Kurang Rapih (Sumber: H Kadir, 2014) 9.
Benda kerja yang berlubang
Lubang pada benda kerja terjadi katika logam las mencair hinga memakan benda kerja sampai tidak ada sisa lagi. Penyebab terjadinya benda kerja dapat berlubang yaitu heat input terlalu besar atau dalam kata lain parameter yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi bahan yang akan dilas. Solusi yang dapat menghindari terjadinya benda kerja yang berlubang ialah:
kecilkan arus listrik.
gunakan kawat yang sesuai dengan benda yang akan dikerjakan.
percepat kecepatan pengelasan agar tidak terjadinya penumpukan lasan yang mengakibatkan bolong pada benda kerja.
Gambar 2.10 Benda Kerja yang Berlubang (Sumber: H Kadir, 2014)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
10.
Cacat penetrasi berlebih
Cacat las ini terjadi dimana logam las mencair melewati tebal benda kerja yang dilas dan tergantung pada bagian bawah hasil pengelasan. Penyebab yang sering terjadi dalam masalah ini seperti heat input yang terlalu besar dan juga teknik pengelasan sang operator yang kurang tepat. Solusi yang dapat menghindari dari cacat las ini seperti:
kecilkan arus listrik
gunakan kawat yang sesuai dengan bahan yang akan dilas, penetrasi berlebih maka akan berlanjut dengan masalah benda kerja yang belubang seperti pada masalah yang ada diatas, dan percepat kecepatan pengelasan.
Gambar 2.11 Penetrasi Welding yang Berlebih (Sumber: H Kadir, 2014) 11.
cacat las kurang penetrasi (lack of penetration)
cacat las ini terjadi karena logam las gagal mencapai root (akar) dari Sambungan dan gagal menyambungkan root secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan ukuran kawat dan parameter arus yang terlalu kecil dan rancangan sambungan yang kurang memadai. Kurang penetrasi sering dialami pada pengelasan posisi vertikal dan overhead. Solusi pencegahan agar tidak terjadinya las kurang penetrasi antara lain:
pembuatan groove harus tepat dimana mampu menyediakan akses pada bagian bawah penyambungan.
Tingkatkan arus listrik dalam pengelasan
Gunakan kawat yang sesuai dengan benda kerja.
Kontrol kondisi busur.
Kurangi kecepatan pengelasan karena jika terlalu cepat maka akan terjadinya masalah kurang penetrasi ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Gambar 2.12 Cacat Kurang Penetrasi dalam Benda Kerja (Sumber: H Kadir, 2014)
2.2.8 Jenis-Jenis Sambungan Las GMAW
Gambar 2.13 Jenis-jenis Sambungan Pengelasan dalam GMAW (Sumber: Haryanto, 2010) Setiap proses pengelasan pasti memiliki desain sambungan yang berfungsi untuk mendapatkan hasil sambungan yang baik atau lolos pengujian sesuai standar atau kode yang dianut. Oleh karena itu pemilihan jenis sambungan pengelasan sangat penting
sebelum
melakukan
proses
pengelasan.
Jenis
sambungan
pada
pengelasan sangat banyak macamnya, mulai dari sambungan Butt Joint atau sambungan tumpul, Sambungan T Joint atau sambungan Fillet, Sambungan sudut atau Corner Joint atau juga sambungan tumpang atau Lap Joint dan juga sambungan sisi atau edge joint. Jenis-jenis sambungan las tersebut mempunyai tujuan tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.3
PNEUMATIK
2.3.1
Pengertian Pneumatik
Pneumatik adalah sebuah sistem penggerak yang menggunakan tekanan udara sebagai tenaga penggeraknya. Cara kerja Pneumatik sama saja dengan hidrolik yang membedakannya hanyalah tenaga penggeraknya. Jika pneumatik menggunakan udara sebagai tenaga penggeraknya, dan sedangkan hidrolik menggunakan cairan oli sebagai tenaga penggeraknya. Dalam pneumatik tekanan udara inilah yang berfungsi untuk menggerakkan sebuah silinder kerja. silinder kerja inilah yang nantinya mengubah tenaga/tekanan udara tersebut menjadi tenaga mekanik (gerakan maju mundur pada silinder). Sistem pneumatik ini biasa diaplikasikan pada mesin – mesin industri. Dikarenakan kurangnya daya/kekuatan mekanik dari pneumatik. Maka pneumatik ini hanya bisa diaplikasikan pada mesin – mesin yang tidak terlalu membutuhkan tenaga mekanik yang kuat (mesin-mesin bertenaga ringan) dalam pengoperasiannya. Sedangkan untuk mesin-mesin yang membutuhkan tenaga mekanik yang kuat harus menggunakan sistem hidrolik (Heru, 2011). 2.3.2
Prinsip Kerja Pneumatik
Kompressor diaktifkan dengan cara menghidupkan penggerak mula umumnya motor listrik. Udara akan disedot oleh kompresor kemudian ditekan ke dalam tangki udara hingga mencapai tekanan beberapa bar. Untuk menyalurkan udara bertekanan ke seluruh sistem (sirkuit pneumatik) diperlukan unit pelayanan atau service unit yang terdiri dari penyaring (filter), katup keran (shut off valve) dan pengatur tekanan (regulator). Service unit ini diperlukan karena udara bertekanan yang diperlukan di dalam sirkuit pneumatik harus benar-benar bersih, tekanan operasional pada umumnya hanyalah sekitar 6 bar. Selanjutnya udara bertekanan disalurkan dengan bekerjanya solenoid valve pneumatic ketika mendapat tegangan input pada kumparan dan menarik plunger sehingga udara bertekanan keluar dari outlet port melalui selang elastis menuju katup pneumatik (katup pengarah/inlet port pneumatic). Udara bertekanan yang masuk akan mengisi tabung pneumatik (silinder pneumatik kerja tunggal) dan membuat piston bergerak maju dan udara bertekanan tersebut terus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
mendorong piston dan akan berhenti di lubang outlet port pneumatic atau batas dorong piston.
Gambar 2.14 Prinsip Kerja Pneumatik (Sumber: www.prosesproduksi.com, 2015) Sistem kerja komponen pneumatik menyerupai sistem kerja dari kontrol listrik. Adapun sistem kontrol listrik berasal dari tegangan listrik yang diperoleh dari jala-jala PLN (380 Volt untuk 3 phase dan 220 Volt untuk 1 phase) atau dari catu daya (24Volt DC, 12 Volt DC dll), maka untuk sistem pneumatik menggunakan udara bertekanan (compressed air) sebagai sumber energi, Udara bertekanan ini dihasilkan oleh alat yang bernama Air Compressor (Hanif Said, 2012). Penggunaan sistem pneumatik sebagai sistem otomasi banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang meliputi penyusunan, pencengkraman, pencetakan, pengaturan arah benda, pemindahan (transfer), penyortiran sampai proses pengepakan barang. 2.3.3
Karakteristik Udara Kempa
Udara dipertemukan bumi ini terdiri atas campuran dari bermacam-macam gas. Komposisi dari macam-macam gas tersebut adalah sebagai berikut: 78% vol. Gas, 21% vol. Nitrogen, dan 1% gas lainnya seperti karbondioksida, argon, helium, krypton, neon, dan xenon. Dalam sistem pneumatik udara difungsikan sebagai media transfer dan sebagai penyimpan tenaga (daya) yaitu dengan cara dikempa atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
dimampatkan, udara termasuk golongan zat fluida karena sifatnya yang selalu mengalirkan dan bersifat compressible atau dapat dikempa. (Wirawan dan Pramono, 2008 ) Sifat-sifat udara senantiasa mengikuti hukum-hukum gas. Karakteristik udara dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1.
Udara mengalirkan tenaga tinggi ketekanan rendah.
2.
Volume udara tidak tetap.
3.
Udara dapat dikempa (dimampatkan).
4.
Berat jenis udaran 1.3 kg/m³
5.
Udara tidak berwarna
2.3.4
Komponen Pneumatik
Beberapa komponen yang terdapat pada sistem pneumatik (Hanif Said, 2012), meliputi: 1
Catu Daya
Pasokan energi biasanya didapat dari kompresor, tangki udara, pemisah air dan oli, pengatur tekanan, dan peralatan lainnya.
Kompresor
Kompresor digunakan untuk menghisap udara di atmosfer dan memampatkan serta menyimpannya dalam tangki penampungan hingga tekanan tertentu.
Gambar 2.15 Simbol Kompresor (Sumber: Margiono, 2013)
Tangki Udara
Tangki udara bertekanan berfungsi untuk menstabilkan pemakaian udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor. Tangki ini berfungsi sebagai cadangan suplai udara darurat ke sistem apabila kompresor mengalami kegagalan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Gambar 2.16 Tangki Udara (Sumber: Margiono, 2013)
Oil dan Water Trap
Oil dan Water Trap dalam sistem pneumatik berfungsi sebagai pemisah oli dan air dari udara yang masuk dari kompresor, jumlah presentae air dalam udara yang masuk ke dalam sistem pneumatik tergolong sangat kecil, namun dapat menjadi penyebab serius untuk tidak berfungsinya sistem.
Air Filter
Air filter merupakan penyaring udara yang dikompresi untuk memisahkan udara dari kemungkinan adanya debu dan kotoran yang terdapat dalam udara setelah melewati unit Oil dan Water Trap serta unit Dehydrator.
Air Regulator
Air regulator digunakan sebagi pengatur kekuatan tekanan udara sesuai batas yang diinginkan dari catu daya sistem pneumatik sebelum masuk ke sistem kontrol. Air regulator biasanya dilengkapi dengan sebuah pengukur tegangan yang menunjukan besarnya tekanan udara yang mengalir.
Gambar 2.17 Air Service Unit (Sumber: CV. PRIMA UTAMA, 2012)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2
Elemen Masukan / Kontrol
Pada sistem kontrol terdapat komponen saklar yang berfungsi sebagai medsia kontrol alat listrik, sedangkan pada pneumatik dikenal dengan istilah katup (valve) (Hanif Said, 2012). Katup pneumatik merupakan perlengkapan kontrol atau pengatur, baik untuk memulai (start), berhenti (stop), mengarahkan aliran, atau mengatur tekanan udara dari catu daya menuju beban atau elemen kerja. Adapun simbol-simbol katup pneumatik secara internasional mengikuti standar CETOP (Comite Europeen des Transmissions Oleohydrau-liquse et Penumatiques) dan ISO/R1219-1970. Beberapa jenis katup yang terdapat pada sistem pneumatik, diantaranya: a.
Katup Kontrol Arah
Katup Kontrol Arah (Directional Way Valve) merupakan komponen kontrol pneumatik berupa katup yang terdiri dari beberapa lubang saluran udara yang berfungsi untuk melewatkan, memblokir, dan mengarahkan aliran udara bertekanan. Adapun untuk penggolongan katup jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penandaan angka yaitu sebagai berikut:
Katup 2/2 Way
Katup 2/2 Way mempunyai dua lubang aliran udara dan dua perubahan posisi kerja.
Gambar 2.18 Simbol Katup 2/2 Way (Sumber: Bayu Rangga, 2010) Pada posisi kerja awal, udara bertekanan dari catu daya tidak akan mengalir dari 1 ke 2 ( di blokir). Jika katup mendapatkan sinyal kontrol disisi kiri maka kerjanya akan berubah ke kotak sebelah kiri dan udara bertekanan akan mengalir 1 ke 2.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Katup 3/2 Way
Katup 3/2 way mempunyai 3 lubang aliran udara dan 2 perubahan posisi kerja
Gambar 2.19 Simbol Katup 3/2 Way (Sumber: Bayu Rangga, 2010) Pada posisi awal, udara bertekanan dari beban akan dibuang dari lubang 2 ke lubang 3 sedangkan udara bertekanan dari catu daya tetap di posisi 1. Jika katup mendapatkan sinyal kontrol disisi kiri maka kerja akan berubah ke kotak sebelah kiri maka kerja akan berubah ke kotak sebelah kiri dan udara bertekanan dari catu daya akan mengalir dari 1 ke 2.
Katup 4/2 Way
Katup 4/2 way mempunyai 4 lubang aliran udara dan 2 perubahan posisi kerja
Gambar 2.20 Simbol Katup 4/2 Way (Sumber: Bayu Rangga, 2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Pada posisi kerja awal, udara bertekanan dari catu daya akan mengalir dari 1 ke 2, sedangkan udara bertekanan dari beban akan dibuang dari 4 ke 3. Jika katup mendapatkan sinyal kontrol disisi kiri maka posisi kerja akan berubah ke kotak sebelah kiri dan udara bertekanan dari catu daya akan mengalir dari 1 ke 4, sedangkan udara dari beban akan dibuang dari 2 ke 3.
Katup 5/2 Way
Katup 5/2 way mempunyai 5 lubang aliran udara dan 2 perubahan posisi kerja.
Gambar 2.21 Simbol Katup 5/2 Way (Sumber: Bayu Rangga, 2010) Pada posisi kerja awal, udara bertekanan dari catu daya akan mengalir dari 1 ke 2, sedangkan udara bertekanan dari beban akan dibuang dari 4 ke 5. Jika katup mendapatkan sinyal kontrol disisi kiri maka posisi kerja akan berubah ke kotak sebelah kiri dan udara bertekanan dari catu daya akan mengalir dari 1 ke 4, sedangkan udara dari beban akan dibuang dari 2 ke 3. b.
Penggerak Katup Kontrol Arah
Penggerak katup kontrol arah berfungsi sebagai mengatur perubahan posisi kerja pada katup kontrol arah. Terdapat beberapa tipe penggerak katup kontrol arah yaitu dengan penggerak
manual,
mekanik,
dan
elektrik.
Pada
sistem
elektropneumatik
menggunakan penggerak katup kontrol arah tipe solenoid sehingga sistem katup ini dinamakan Solenoid Valve.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Tabel 2.1 Penggerak Kontrol Arah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
c.
Katup Searah
Katup searah (Non-Return Valve) merupakan komponen kontrol pneumatik yang berfungsi untuk melewatkan aliran udara bertekanan ke satu arah dan menutup aliran kearah sebaliknya. Jenis katup searah yang paling sering digunakan adalah tipe Check Valve.
Gambar 2.22 Katup Searah (Sumber: Hikmadi Arafat, 2013) d.
Katup Pengontrol Aliran
Katup pengontrol aliran (Flow Control Valve) merupakan komponen kontrol pneumatik yang berfungsi sebagai pengatur dan pengendali aliran udara bertekanan khususnya udara yang harus masuk ke dalam dan keluar silinder pneumatik.
Gambar 2.23 Katup Pengontrol Aliran 1 Arah (Sumber: Hikmadi Arafat, 2013) Katup ini terdiri dari 2 tipe, yaitu Katup Pengontrol Aliran dua arah (BiDirectional Flow Control Valve) atau biasa disebut katup cekik dan Katup Pengontrol Aliran Satu Arah (One Way Flow Control Valve).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
e.
Katup Pengontrol Tekanan
Katup pengontrol tekanan (Pressure Control Valve) merupakan komponen kontrol pneumatik yang berfungsi untuk mencegah terlampaunya tekanan maksimal yang ditolelir dalam sistem. Katup ini juga akan menjaga tekanan keluaran yang stabil, walaupun tekanan masukan berubah-ubah, dengan syarat tekanan masukan harus lebih besar atau minimal sama dengan tekanan keluaran yang diinginkan.
Gambar 2.24 Katup Pengontrol Tekanan (Sumber: Hikmadi Arafat, 2013) f.
Vacum Ejector dan Vacum Generator
Vacum ejector merupakan pneumatik khususnya dimana saat lubang udara masukan (P) diberi udara bertekanan maka lubang udara keluaran (A) akan menghasilkan udara vakum. Vacum ejector ini berfungsi untuk menghisap benda kerja. Pada sistem elektropneumatik, vacum ejector biasanya dirangkai dengan katup kontrol solenoid menjadi satu kesatuan. Alat ini dinamakan Vacum Generator.
Gambar 2.25 Vacum Ejector Valve (Sumber: Hikmadi Arafat, 2013)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
3
Elemen Kerja
Elemen kerja atau actuator adalah bagian akhir dari sistem pneumatik yang berfungsi untuk mengubah energi suplai angin bertekanan menjadi energi kerja. Actuator terbagi menjadi 2 tipe, yaitu Actuator Gerak Lurus(silinder) dan Actuator Gerak Memutar (Motor Pneumatik) (Hanif Said, 2012). Terbagi beberapa macam actuator, diantaranya adalah: a.
Silinder Kerja Tunggal
Silinder kerja tunggal adalah actuator yang digerakan oleh udara bertekanan pada satu sisi saja sehingga menghasilkan kerja satu arah. Untuk gerak balik digunakan tenaga yang didapat dari pegas yang telah terpasang didalam silinder tersebut sehingga besar kecepatan tergantung dari pegas yang dipakai.
Gambar 2.26 Silinder Kerja Tunggal (Sumber: PT. BINA USAHA TEKNIK, 2014) b. Silinder Kerja Ganda Silinder kerja ganda digunakan apabila torak diperlukan untuk melakukan kerja bukan hanya pada gerakan maju, tetapi juga pada gerakan mundur, pada silinder ini dapat dikontrol pada kedua sisinya.
Gambar 2.27 Silinder Kerja Ganda (Sumber: PT. BINA USAHA TEKNIK, 2014)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
c.
Silinder Geser
Silinder geser memiliki konstruksi yang berbeda dengan silinder biasa. Silinder ini tidak memiliki batang yang bergerak maju atau mundur, melainkan rel yang bergerak atau bergeser.
Gambar 2.28 Silinder Geser (Sumber: PT. BINA USAHA TEKNIK, 2014) 4
Komponen Pendukung
Selain komponen utama dari pneumatik, juga terdapat beberapa komponen pendukung, (Hanif Said,2012) diantaranya: a.
Selang Udara
Media penghantar energi pada sistem pneumatik adalah selang. Berbeda dengan sistem kontrol listrik yang menggunakan kabel sebagai media penghantar arus. Selang memiliki sifat elastis atau lentur sehingga
memungkinkan selang mudah diatur
maupun ditempatkan sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 2.29 Selang Udara (Sumber: SMC USA, 2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
b. Sambungan / Fitting Fitting merupakan komponen pendukung dalam sistem pneumatik yang berfungsi sebagai penghubung antara komponen pneumatik dengan selang atau sebagai sambungan antar selang. Gambar dibawah ini menunjukan beberapa macam bentuk dari fitting tersebut.
Gambar 2.30 Sambungan/fitting (Sumber: PT. BINA USAHA TEKNIK, 2014) c.
Silencer
Silencer merupakan komponen pendukung dalam sistem pneumatik yang berfungsi untuk meredam suara bising dari tekanan udara keluaran yang dibuang.
Gambar 2.31 Silencer (Sumber: Dopow Electric Co., Ltd, 2014) d. Pressure Switch Pressure switch adalah saklar yang bekerja apabila terdapat aliran udara bertekanan dengan tekanan tertentu yang melewatinya. Pressure switch berfungsi sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
pemutus aliran udara bertekanan dari kompresor apabila udara sudah melebihi batas yang diinginkan.
Gambar 2.32 Pressure Switch (Sumber: Dopow Electric Co., Ltd, 2014) e.
Solenoid Valve
katup yang digerakan oleh energi listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan plunger yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC. Solenoid valve pneumatic atau katup (valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan, lubang jebakan udara (exhaust) dan lubang Inlet Main. Lubang Inlet Main, berfungsi sebagai terminal / tempat udara bertekanan masuk atau supply (service unit), lalu lubang keluaran (Outlet Port) dan lubang masukan (Intlet Port), berfungsi sebagai terminal atau tempat tekanan angin keluar yang dihubungkan ke pneumatik, sedangkan lubang jebakan udara (exhaust), berfungsi untuk mengeluarkan udara bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika solenoid valve pneumatic bekerja.
Gambar 2.33 Solenoid valve pneumatic (Sumber: Sahriloto, 2008)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
f.
Regulator
Regulator tekanan udara
digunakan
sebagai
pengatur tekanan yang
dibutuhkan
pada instalasi sistem penumatik. Regulator menggunakan piston untuk mendeteksi fluktuasi tekanan downstream, piston bekerja melawan tekanan spring. Pada tekanan downstream,mempengaruhi diafragma dan valve poppet menjadi terbuka.Penyesuaian ada pada posisi valve kecil yang membatasi tekanan downstream ke valve preset.
(a)
(b)
Gambar 2.34 (a) cara kerja regulator udara, (b) regulator udara (Sumber: CV. PRIMA UTAMA, 2012) g.
Filter Udara
Filter udara berfungsi untuk hal tersebut. Elemen yang terdapat di dalam filter udara menghilangkan partikel dan kelembaban hingga sekecil 5 mikron.
Gambar 2.35 (a) Sistem kerja filter udara, (b) filter udara (Sumber: CV. PRIMA UTAMA, 2012)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
h. Kompresor Udara Kompresor udara adalah mesin atau alat yang menciptakan dan mengaliri udara bertekanan. Kompresor udara biasa digunakan untuk pengisian angin ban, membersihkan bagian-bagian mesin yang kotor, penyediaan udara untuk proses pembakaran di ketel/ motor listrik, proses pengecatan dengan alat spray, Kompresor juga banyak digunakan untuk alat-alat yang menggunakan sistem pneumatik.
Gambar 2.36 Persamaan Sistem Pompa Ban dengan Kompresor Udara (Sumber: Dendi Alza, 2009) Prinsip kerja kompresor udara hampir sama dengan pompa ban sepeda atau mobil. Ketika torak dari pompa ditarik keatas, tekanan yang ada di bawah silinder akan mengalami penurunan di bawah tekanan atmosfir sehingga udara akan masuk melalui celah katup ( klep) kompresor. Katup (klep) kompresor di pasang di kepala torak dan dapat mengencang dan mengendur. Setelah udara masuk ke tabung silinder kemudian pompa mulai di tekan dan torak beserta katup (klep) akan turun ke bawahdan menekan udara,sehingga membuat volumenya menjadi kecil. Tekanan udara menjadi naik terus sampai melebihi kapasitas tekanan di dalam ban, sehingga udara yang sudah termampat akan masuk melalui katup (pentil). Setelah di pompa terus menerus tekanan udara di dalam ban menjadi naik. Proses perubahan volume udara yang terletak pada silinder pompa menjadi lebih kecil dari kondisi awal ini di sebut proses pemampatan (pengkompresan udara). 2.3.5
Kelebihan dan Kekurangan Pneumatik
Penggunaan pneumatik dalam proses produksi memiliki kelebihan bila dibandingkan mesia kerja lain, (Hanif Said, 2012) antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
1.
Ketersediaan bahan baku yang berupa udara, dimana udara praktis terdapat dimana-mana dalam jumlah yang tidak terbatas.
2.
Penyaluran bahan baku mudah, sangat mudah disalurkan melalui pipa sampai jarak jauh.
3.
Penyimpanan bahan baku sangat mudah, karena udara bertekanan dari kompresor dapat disimpan dalam tabung sehingga kompresor tidak perlu bekerja terus-menerus.
4.
Tahan terhadap temperatur, dimana udara bertekanan relatif tidak peka terhadap perubahan temperatur.
5.
Bersih, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
6.
Dapat diguakan untuk kecepatan kerja tinggi, sebab udara bertekanan merupakan mesin yang cepat sehingga kecepatan kerja yang tinggi dapat dicapai.
7.
Aman dari sengatan arus listrik.
8.
Tidak ada resiko terbakar.
Disamping memiliki banyak kelebihan, instalasi pneumatik juga memiliki kekurangan, antara lain: 1.
Pengadaan udara bertekanan harus bersih dari partikel debu dan kendensasi untuk mencegah keausan komponen pneumatik.
2.
Udara buangan dapat menimbulkan suara yang sangat bising, kecuali diatasi dengan peredam suara atau silencer yang dipasang pada saluran pembuangan.
3.
Mudah terjadi kebocoran, salah satu sifat udara bertekanan adalah ingin selalu menempati ruang yang kosong dan tekanan udara susah dipertahankan dalam waktu bekerja. Oleh karena itu diperlukan seal agar udara tidak bocor. Kebocoran seal dapat menimbulkan kerugian energi. Peralatan pneumatik harus dilengkapi dengan peralatan kekedapan udara agar kebocoran pada sistem udara bertekanan dapat ditekan seminimal mungkin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.4 RELAY Relay atau biasa disebut sebagai EMR (Electromechanical Relay) merupakan saklar magnetis. Relay merupakan alat yang dioperasikan dengan listrik dan secara mekanis mengontrol perhubungan rangkaian listrik. Relay bermanfaat untuk kontrol jarak jauh dan untuk pengontrolan alat tegangan dan arus tinggi dengan sinyal kontrol tegangan dan arus rendah. Relay bekerja berdasarkan pembentukan electromagnet yang menggerakan
elektromaknetis
penghubung
dari
dua
atau
lebih
titik
penghubung(konektor) rangkaian sehingga dapat menghasilkan kondisi kontak on atau kontak off atau kombinasi dari keduanya, relay mempunyai variasi aplikasi yang luas baik pada kontrol dari keran untuk mengatur liquid (cairan) dan digunakan pada kontrol pada mesin yang berurutan. Relay berisi kontak diam dan kontak bergerak. Kontak yang bergerak dipasangkan pada plunger, kontak disebut sebagai kontak NO dan kontak NC.
Apabila kumparan diberi
tenaga listrik,
terjadi
medan
elektromagnetis, yang pada gilirannya menyebabkan plunger bergerak pada kumparan menutup kontak NO dan membuka kontak NC. Jarak gerak plunger biasanya pendek sekitar 0.25 inch atau bahkan kurang.
Gambar 2.37 Bentuk Fisik Relay (Sumber: Sahriloto, 2008) 2.5 MINIATUR CIRCUIT BREAKER (MCB) Pemutus tenaga ada yang digunakan untuk aliran listrik satu phase dan ada juga yang digunakan untuk 3 phase. Untuk 3 phase terdiri dari tiga buah pemutus tenaga 1 phase yang akan disusun menjadi satu kesatuan. Pemutus tenaga mempunyai posisi saat menghubungkan maka antara terminal masukan dan keluaran MCB akan kontak. Pada posisi saat ini MCB pada kedudukan 1 (on), dan ada gangguan MCB dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
sendirinya akan melepas rangkaian secara otomatis kedudukannya saklarnya 0 (off) atau tidak tersambung. Contoh MCB bisa dilihat pada Gambar 2.38
Gambar 2.38 Miniatur Circuit Breaker (Sumber: Dopow Electric Co., Ltd, 2014) 2.6 PROXIMITY SENSOR Proximity sensor adalah alat pendeteksi yang bekerja berdasarkan jarak obyek terhadap sensor. Karakteristik dari sensor ini adalah menditeksi obyek benda dengan jarak yang cukup dekat, berkisar antara 1 mm sampai beberapa centimeter saja sesuai tipe sensor yang digunakan. Proximity Switch ini mempunyai tegangan kerja antara
10-30 Vdc dan ada juga yang menggunakan tegangan 100-200VAC. Gambar 2.39 Proximity sensor (Sumber: Aldana, 2011) Hampir di setiap mesin mesin produksi sekarang ini menggunakan sensor jenis ini, sebab selain praktis sensor ini termasuk sensor yang tahan terhadap benturan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
ataupun goncangan, selain itu mudah pada saat melakukan perawatan ataupun perbaikan penggantian (Simatupang, 2010). Proximity Sensor terbagi dua macam, yaitu:
Proximity Inductive
Proximity Capacitive
Proximity Inductive berfungsi untuk mendeteksi obyek besi/metal. Meskipun terhalang oleh benda non-metal, sensor akan tetap dapat mendeteksi selama dalam jarak (nilai) normal sensing atau jangkauannya. Jika sensor mendeteksi adanya besi di area sensingnya, maka kondisi output sensor akan berubah nilainya. Proximity Capacitive akan mendeteksi semua obyek yang ada dalam jarak sensingnya baik metal maupun non-metal. a.
Jarak Deteksi
Jarak diteksi adalah jarak dari posisi yang terbaca dan tidak terbaca sensor untuk operasi kerjanya, ketika obyek benda digerakkan oleh metode tertentu .
Gambar 2.40 skema kerja jarak diteksi proximity sensor (Sumber: Aldana, 2011) b.
Pengaturan Jarak
Mengatur jarak dari permukaan sensor memungkinkan penggunaan sensor lebih stabil dalam operasi kerjanya, termasuk pengaruh suhu dan tegangan. Posisi objek (standar)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
sensing transit ini adalah sekitar 70% sampai 80% dari jarak (nilai) normal sensing (Sigit, 2012).
Gambar 2.41 skema kerja pengaturan jarak pada Proximity sensor (Sumber: Aldana, 2011) Pada prinsipnya fungsi Proximity Switch ini dalam suatu rangkaian pengendali adalah sebagai kontrol untuk memati hidupkan suatu sistem interlock dengan bantuan peralatan semi digital untuk sistem kerja berurutan dalam rangkaian kontrol. 2.7 MOTOR LISTRIK Motor listrik sering digunakan sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem kontrol posisi ataupun kecepatan. Cara kerja dasar dari sebuah motor listrik adalah gaya yang bekerja pada konduktor yang berada didalam suatu medan magnet ketika ada arus yang melewati konduktor tersebut. Untuk konduktor dengan panjang (L) yang mengalirkan arus (i) dalam suatu medan magnetik dengan kerapatan fluksi (B) pada sudut yang tepat, maka gaya (F) yang dibangkitkan adalah sama dengan B.I.L. Motor listrik menggunakan energi mekanis. Operasi motor tergantung pada interaksi dua medan magnet tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa motor listrik bekerja dengan prinsip bahwa dua medan magnet dapat dibuat berinteraksi untuk menghasilkan gerakan. Tujuan suatu motor adalah untuk menghasilkan gaya yang bekerja (torsi) (Yusnita & Tjahjono, 2012).
http://digilib.mercubuana.ac.id/