BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Pembahasan yang akan dilakukan pada penelitian ini merujuk pada
penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta persamaan dan perbedaan yang telah mendukung penelitian ini: 1. Muhazir (2014) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012, dengan teknik purposive sampling diperoleh sebanyak 26 perusahaan sebagai sampel. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas serta variabel dependen yaitu nilai perusahaan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Penelitian ini membuktikan bahwa secara parsial kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, sebaliknya secara parsial kebijakan hutang dan profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
9
10
Persamaan dalam penelitian: Menggunakan variabel yang sama yaitu kebijakan dividen dan profitabilitas sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Teknik pengambilan sampel sama dengan menggunakan metode purposive sampling. Alat uji yaitu yang digunakan yaitu uji analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Perbedaan dalam penelitian: Penelitian Muhazir (2014) menggunakan seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012, sedangkan penelitian sekarang menggunakan perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. Peneliti sebelumnya menggunakan kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas sebagai variabel independen, sedangkan peneliti sekarang tidak menggunakan kebijakan hutang.
2. Himatul Ulya (2014) Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh kebijakan hutang, kebijakan dividen, profitabilitas, kinerja perusahaan dan keputusan investasi terhadap nilai perusahaan. Populasi penelitian yaitu semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011, teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan hutang, kebijakan dividen, profitabilitas,
kinerja
perusahaan,
keputusan
investasi
sebagai
variabel
independen, sedangkan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Alat uji
11
dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Penelitian ini membuktikan bahwa variabel kebijakan hutang (DER) menunjukkan tidak pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel kebijakan dividen (DPR) menujukkan tidak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel profitabilitas (ROE) menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel kinerja (ROA) menunjukkan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel keputusan investasi (PER) menunjukkan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Persamaan dalam penelitian: Menggunakan variabel yang sama yaitu kebijakan dividen dan profitabilitas sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Alat uji yang digunakan yaitu analisis statistik regresi berganda. Perbedaan dalam penelitian: Penelitian Himatul Ulya (2014) menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011, sedangkan penelitian sekarang menggunakan perusahaan consumer goods industry tahun 2009-2013.
3. Dwi Sukirni (2012) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, kebijakan hutang
12
terhadap nilai perusahaan (studi tentang nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahn 2008-2010. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, kebijakan hutang sebagai variabel independen, sedangkan nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan, kebijakan dividen berpengaruh positif tidak signifikan terhdap nilai perusahan, kebijakan hutang berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, keijakan hutang berpengaruh secara bersama-sama terhadap nilai perusahaan. Persamaan dalam penelitian: Menggunakan variabel yang sama yaitu nilai perusahaan sebagai variabel dependen dan kebijakan dividen sebagai variabel independen. Alat uji yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Perbedaan dalam penelitian: Penelitian Dwi Sukirni (2012) menggunakan semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010, sedangkan penelitian sekarang menggunakan perusahaan di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. Penelitian sebelumnya menggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
13
kebijakan dividen dan kebijakan hutang sebagai variabel independen, sedangkan penelitian sekarang menggunakan ROA, ROE, dan kebijakan dividen sebagai variabel dependen. 2.2
Landasan Teori Pada landasan teori ini dijelaskan beberapa teori yang berhubungan
dengan permasalahan yang akan diteliti dan digunakan sebagai landasan penyusunan hipotesis serta analisisnya. 2.2.1
Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui proses kegiatan selama bertahun-tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan terbuka, yang sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Suebiantoro, 2007). Bagi perusahaan yang menjual sahamnya ke pasar modal, nilai perusahaan ini dicerminkan oleh harga sahamnya. Harga saham tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi yang sesuai dengan keinginan pemiliknya karena dengan meningkatya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemiliknya juga akan meningkat dan ini adalah tugas dari manajer sebagai agen yang telah diberi kepercayaan oleh para pemilik perusahaan untuk menjalankan perusahaannya (Sudiyatno, 2010). Adapun yang dimaksud dengan harga saham disini adalah harga yang terjadi pada saat saham yang diperdangkan di pasar, atau tepatnya disebut harga penutupan (closing price). Untuk mencapai nilai perusahaan
14
umumnya
para
pemodal
menyerahkan
pengelolaannya
kepada
para
profesionalnya. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan di masa depan. Nilai perusahaan yang tinggi juga mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang tinggi dimana hal tersebut sangat dikuasai oleh pemilik perusahaan (investor). Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dopresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing) dan manajemen aset. Penelitian ini menggunakan istilah nilai perusahaan dengan Price Book Value (PBV), dimana PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan. Price book value dapat diartikan sebagai hasil perbandingan antara harga saham dengan nilai buku perlembar saham. Price Book Value (PBV) termasuk ke dalam jenis rasio penilaian atau rasio pasar. Rasio pasar atau rasio penilaian merupakan ukuran kerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembangan dan resiko. Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya memiliki rasio price book value diatas satu yang mencerminkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Rasio PBV ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan yang terus tumbuh. Sebuah perusahaan yang dijalankan dengan baik dengan manajemen yang kuat harus mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi dari pada nilai buku historinya. Price book value juga berarti dapat menunjukkan apakah harga saham yang diperdagangkan overvalued nilai buku saham tersebut. Price
15
book value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Price book value yang tinggi mencerminkan tingkat kemakmuran para pemegang saham. Rumus yang digunakan untuk menghitung price book value (PBV) yaitu:
2.2.2
Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham pada suatu
perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direksi dan Komisaris). Pihak manajemen dalam hal ini memegang peranan penting karena manajemen melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan serta pengambil
keputusan
(Sukirni
2012).
Kepemilikan
manajerial
dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan karena dengan meningkatkan kinerja perusahaan maka kekayaan yang dimiliki pemegang saham akan meningkat, sehingga kesejahteraan pemegang saham akan meningkat pula (Astuti dan Setiawati, 2014). Adapun teori mengenahi kepemilikan manajerial yaitu : a) Agency Problem Theory Teori keagenan menjelaskan bahwa kepentingan managemen dan kepentingan para pemegang saham sering kali bertentangan sehingga dapat terjadi konflik diantaranya. Hal tersebut sering terjadi karena manager cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Sedangkan pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manager karena hal
16
tersebut akan menambah kas bagi perusahaan dan akan menurunkan keuntungan bagi para pemegang saham. Akibat dari perbedaan itulah maka terjadi konflik yang biasa disebut agency conflict (Sisca Christianty Dewi, 2008). Hubungan keagenan terjadi ketika prinsip-prinsip melibatkan agen untuk melakukan beberapa tugas mereka atas nama mereka (Ullah Hamid, 2012). Agency theory atau teori keagenan menjelaskan tentang pemisahan antara fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan dalam suatu perusahaan. Agency theory adalah pemisahan kepemilikan dan kekuasaan didalam mengendalikan perusahaan yang dapat menciptakan konflik kepentingan antara pemegang saham perusahaan dan para manajer (Farah dan Andhini, 2009). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu adanya biaya keagenan. Banyak penelitian telah berpendapat tentang hal yang investor institusi berdampak positif masalah lembaga dengan mengurangi biaya agensi dan dengan mempengaruhi pembayaran dividen dan kepemilikan institusional (Ullah Hamid, 2012). Pihak manajemen yang sekaligus pemegang saham akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai pemegang saham akan meningkat pula. Hal tersebut akan mempengaruhi meningkatnya nilai perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung kepemilikan manajerial yaitu:
17
2.2.3
Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dikaitkan dengan penentuan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan terhadap pembayaran deviden merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pemegang saham dan perusahaan (Hermuningsih dan Wardani 2009). Perusahaan harus dapat membuat kebijakan dividen yang tepat karena dividen merupakan alasan bagi investor dalam menanamkan investasinya, dimana dividen merupakan pengembalian yang akan diterimanya atas investasinya dalam perusahaan. Kebijakan dividen perusahaan diatur dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dimana untuk menentukan berapa persen laba yang harus diberikan kepada para pemegang saham sebagai dividen dan berapa persen laba yang harus ditahan untuk mendukung investasi, sehingga kepentingan para pemegang saham dan perusahaan dapat terpenuhi. Investor yang menanamkan modalnya pada suatu perusahaan tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang telah dilakukannya. Keuntungan yang dapat diterima oleh investor atau pemegang saham dari penanaman modal melalui pembelian saham suatu perusahaan terdiri dari dua macam yaitu dividen dan capital gain. Namun investor sepertinya lebih
18
tertarik terhadap dividen dibandingkan dengan capital gain karena dividen lebih bersifat pasti. Terdapat teori tentang kebijakan dividen, yaitu : 1. Teori “Dividen Tidak Relevan” Menurut Brigham (2011:211), kebijakan dividen tidak berdampak pada harga saham maupun biaya modal suatu perusahaan. MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan risiko usahanya bukan pada bagiaman laba itu dipecah antara dividen dan laba ditahan. 2. Teori “The Bird in the Hand” Menurut Lukas (2008:287), biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika Dividend Payout Ratio rendah karena investor lebih suka menerima Dividendaripada capital gains.Hal ini dikarenakan dividen lebih pasti daripada capital gains. 3. Teori Perbedaan Pajak Menurut Lukas (2008:287), adanya pajak terhadap keuntungan dividendan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. 4. Teori Clientele Effect Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “clientele” ini ada, tetapi menurut argument Miller dan Modligiani (MM) menyatakan bahwa hal ini tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih
19
baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya. Efek “clientele” ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka. Kebijakan dividen perusahaan dapat dilihat dari nilai Dividend Payout Ratio (DPR). DPR menunjukkan rasio dividen yang dibagikan perusahaan dengan laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan. Besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor cenderung lebih menyukai dividen dibandingkan dengan capital gain karena dividen bersifat lebih pasti (Herawati, 2013). Banyaknya investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya harga saham. Dividen yang dibayarkan tinggi maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Namun, jika dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham kecil maka harga saham perusahaan juga rendah (Harjito dan Martono, 2005:3). Dengan demikian, dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung dividend payout ratio (DPR) yaitu:
2.2.4
Kebijakan Hutang Kebijakan hutang adalah kebijakan yang menentukan seberapa besar
kebutuhan dana perusahaan dibiayai oleh hutang. Penggunaan hutang akan memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu berupa penghematan pajak. Disisi lain penggunaan hutang juga akan meningkatkan biaya bagi perusahaan yaitu berupa
20
biaya kebangkrutan apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutangnya (Herawati, 2013). Dalam menentukan kebijakan hutangnya, perusahaan harus mempertimbangkannya dengan lebih baik karena penggunaan hutang ini akan berdampak terhadap nilai perusahaan. Kebijakan hutang juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan (Darmawan, 2013). Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal (Sukirni, 2012). Peningkatan level hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima. Semakin tinggi level hutang perusahaan, maka kemungkinan resiko keuangan dan kegagalan perusahaan juga semakin tinggi. Dengan begitu, tingkat hutang yang rendah diharapkan dapat mengurangi resiko keuangan dan kebangkrutan perusahaan. Karena semakin rendah tingkat hutang perusahaan, maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya (Wongso, 2013). Peningkatan hutang dapat diartikan oleh pihak luar perusahaan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya di masa depan atau perusahaan memiliki resiko bisnis yang rendah. Hal tersebut kemudian akan direspon positif oleh pasar. Peningkatan pendanaan melalui hutang juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi biaya keagenan. Kebijakan hutang dapat mengendalikan manajemen untuk mengurangi tindakan yang tidak
21
efisien dan kinerja perusahaan menjadi lebih efektif sehingga penilaian investor terhadap perusahaan akan meningkat (Sofyaningsih dan Hardiningsih, 2011). Adapun teori tentang kebijakan hutang, yaitu : a) Trade off theory Pada teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi perusahaan melakukan pendanaan menggunakan hutang maka semakin besar pula resiko mereka untuk mengalami kesulitan keuangan karena membayar bunga tetap yang terlalu besar bagi para debtoholders setiap tahunnya dengan kondisi laba bersih yang belum pasti. Kebijakan hutang dapat dilihat dengan nilai Debt to Equity Ratio (DER). DER menunjukkan rasio total hutang perusahaan dengan total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung debt to equity ratio (DER) yaitu:
2.2.5
Profitabilitas Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tersebut lazim disebut
profitabilitas. Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Setiap perusahaan yang didirikan tentu diprioritaskan untuk mendapatkan laba dengan tidak mengorbankan kepentingan pelanggan untuk mendapatkan kepuasan. Perolehan laba merupakan ukuran keberhasilan kinerja finansial perusahaan.
22
Pada hakekatnya, perusahaan juga harus meningkatkan perolehan laba. Peningkatan laba dapat dicapai dengan jalan berkerja secara efektif dan efisien. Dengan demikian, idealnya perusahaan harus melakukan suatu pekerjaan yang benar dengan benar. Efektifitas memang penting tapi efisensi juga tidak kalah penting karena berkaitan erat dengan pengeluaran biaya supaya laba perusahaan dapat ditingkatkan. Profitabilitas yang tinggi juga menunjukkan prospek perusahaan baik sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Ada beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas diantaranya gross profit margin yaitu perbandingan laba kotor dengan penjualan, net profit margin yaitu perbandingan laba setelah pajak dengan perusahaan, return on equity yaitu perbandingan laba setelah pajak (profit after tax) dengan modal sendiri, dan return on asset yaitu perbandingan laba setelah pajak dengan aset perusahaan. Penelitian ini menetapkan return on asset (ROA) sebagai proksi profitabilitas didasarkan pada suatu pertimbangan karena ROA dapat mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba tersebut, sehingga dapat menjadi indikator keberhasilan perusahaan dipandangan investor. Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu keberhasilan perusahaan yang dalam memperoleh laba berdasarkan aktivanya maupun berdasarkan modal sendiri. Menjaga tingkat profitabilitas merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena profitabilitas yang tinggi merupakan tujuan perusahaan. Dengan profitabiltas yang tinggi akan mempengaruhi meningkatnya harga saham yang nantinya juga akan berpengaruh
23
terhadap meningkatnya nilai perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung return on asset (ROA) yaitu:
2.2.6
Kepemilikan Manajerial Terhadap Nilai Perusahaan Kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak
manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan dalam perusahaan (Direksi dan Komisaris). Pihak manajemen yang sekaligus pemegang saham
akan
berusaha
meningkatkan
nilai
perusahaan,
karena
dengan
meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai pemegang saham akan meningkat, sehingga kesejahteraan pemegang saham akan meningkat pula (Astuti dan Setiawati, 2014). Penelitian Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Maka diharapkan dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen, manajemen termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.2.7
Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan dividen merupakan salah satu aspek penting dalam tujuan
memaksimumkan nilai perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan yang menentukan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
24
pemegang saham sebagai dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiaayaan investasi dimasa mendatang (Perdana, 2012). Penelitian Nofrita (2013) membuktikan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor cenderung lebih menyukai dividen, karena dividen dinilai bersifat pasti. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap meningkatnya daya tarik investor, sehingga juga akan dapat mempengaruhi terhadap meningkatnya nilai perusahaan. 2.2.8
Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan hutang merupakan kebijakan yang diambil oleh perusahaan
untuk melakukan pembiayaan melalui hutang. Adanya kebijakan dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen yang dapat menghindari investasi yang sia-sia, dengan demikian akan meningkatkan nilai perusahaan (Astuti dan Setiawati, 2014). Peningkatan nilai tersebut dikaitkan dengan harga saham dan penurunan utang akan menurunkan harga saham, sehingga pendanaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian Muhazir (2014) membuktikan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai batas tertentu. Setelah mencapai batas tertentu, maka nilai perusahaan justru kemungkinan akan menurun karena adanya pengaruh financial distress dan agency problem. Penggunaan hutang yang efektif akan dapat mempengaruhi meningkatnya nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Himatul
25
Ulya (2014) membuktikan bahwa kebijakan hutang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menujukkan penggunaan hutang yang tinggi akan menyebabkan timbulnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga semakin besar dan sebaginya. Apabila biaya kebangkrutan semakin besar, tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemegang saham juga semakin tinggi. Biaya modal juga akan semakin tinggi karena pemberi pinjaman akan membebankan bunga yang tinggi sebagai kompensasi kenaikan resiko kebangkrutan. Hal itu juga akan mempengaruhi nilai perusahaan.
2.2.9
Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari
kegiatan operasionalnya. Makin tinggi laba, makin tinggi return yang diperoleh investor (Jusriani dan Rahardjo, 2013). Jika investor ingin melihat seberapa besar perusahaan menghasilkan return atas investasi yang akan mereka tanamkan, yang akan dilihat pertama kali adalah rasio profitabilitas. Penelitian Muhazir (2014) membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi profitabilitas, semakin baik pula nilai perusahaan. Hal tersebut akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.3
Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang ada, penelitian ini
membahas pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan dividen, kebijakan hutang
26
dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kepemilikan Manajerial Kebijakan Dividen Nilai Perusahaan Kebijakan Hutang Profitabilitas
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka akan di analisis pengaruhnya
terhadap nilai perusahaan. Maka hipotesis atas penelitian ini, sebagai berikut: H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H2: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H3: Kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. H4: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.