BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal merupakan parasit pada mamalia atau unggas, insekta ini mengalami metamorfosis sempurna, pipih bilateral, tidak mempunyai sayap, mempunyai alat mulut sebagai alat penghisap. Larva mempunyai alat mulut untuk mengunyah. Selain itu juga mempunyai kepala, antena dan tubuh yang bersegmen, serta mempunyai mata atau kaki. Pinjal mempunyai ukuran 1,5 - 4,0 mm, yang betina biasanya lebih besar dari yang jantan, memiliki kitin yang tebal, kepalanya terdapat lekuk tempat antena yang bersegmen di simpan. Tiga segmen toraks di kenal dengan nama pronotum, mesonotum dan metanotum (metatoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang baik untuk menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk sisir, ktenidium pronotal, sedangkan tepat diatas alat mulut pada beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu ktenidium genal. Duri-duri tersebut sangat berguna untuk membedakan jenis pinjal. Yang betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan mempunyai alat seperti per melingkar, yaitu aedeagus atau penis berkitin di lokasi yang sama. Kedua jenis kelamin memiliki struktur seperti jarum kasur yang terletak di sebelah dorsal yaitu pigidium pada tergit
yang kesembilan. Fungsinya tidak di ketahui tetapi barangkali sebagai alat sensorik. (James&Harwood, 1969). 2. Siklus Hidup Pinjal Pinjal dewasa hidup beberapa minggu atau beberapa bulan. Yang dewasa seringkali menghisap darah. Mereka menghisap darah paling tidak sekali sehari, tetapi karena mereka biasanya terganggu ketika menghisap, maka biasanya menghisap beberapa kali. Mereka tetap menghisap darah walaupun kenyang, dan mengeluarkan darah yang tidak berubah dari anusnya. Pinjal membutuhkan darah untuk manghasilkan telur. Yang betina bertelur pada tubuh dan kemudian telur itu jatuh ke sarang atau tanah. Telur pinjal relative besar dan putih mengkilat. Tiga sampai 18 butir dikeluarkan setiap bertelur, tetapi satu betina bertelur relative sedikit sekali selama hidupnya. Larva hidup di berbagai tempat sesuai dengan induk semangnya di sarang, di bawah permadani, celah-celah dan tempat-tempat persembunyian di lantai, pada debu dan reruntuhan di gudang, di bawah tempat penyimpanan jagung dan gudang pertanian yang di gunakan sebagai tempat peristirahatan sehari-hari bagi kucing, anjing, ayam, dan sebagainya, dan bahkan di padang-padang yang teduh dan di tempat pembuangan sampah. Mereka makan bahan organic, termasuk darah kering yang di keluarkan oleh pinjal dewasa. Sesudah seminggu sampai beberapa bulan, tergantung kondisi lingkungan, mereka membuat kepompong yang biasanya tertutup oleh partikel-partikel kotoran. (Norman D.Levine, 1994). Pinjal merupakan hewan yang kecil sehingga perlu dibuatkan sediaan untuk mengamatinya, pinjal yang digunakan dalam membuat sediaan adalah yang masih
hidup, kemudian kita masukkan dalam KOH 10% agar pinjal tersebut mati, setelah itu di tempatkan di atas sebuah kaca benda (objek glass) dengan sebuah tusuk gigi , lidi, atau kawat platina. Untuk menutup morfologi pinjal digunakan satu/dua tetes larutan garam faal /entelan dan ditutup dengan sebuah kaca penutup (deck glass). Sediaan tetap memberikan kemungkinan untuk membeda-bedakan spesies dengan penelitian yang mendalam atas struktur dan dapat digunakan untuk demonstrasi/referensi, sediaan ini memberikan hasil yang terbaik biasanya adalah yang mempergunakan waktu yang lama dan sukar. (Harold W. Brown, 1983). Metode ini digunakan untuk mengawetkan serangga yang kecil yang tubuhnya bersegmen dan harus diperiksa dibawah mikroskop untuk menentukan spesiesnya. (Soedarto, 1990). B. Preparat Permanen Preparat adalah Tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan. (W.A New Dorland, 2002). Prosedur yang paling sering digunakan dalam mempelajari morfologi pinjal adalah pembuatan preparat permanen yang dapat diamati dengan bantuan mikroskop, sehingga kita bisa mengamati struktur atau morfologi ini dalam waktu lama dan dalam
berbagai
keadaan
fisiologis.
Pada
penggunaan
mikroskop
harus
memperhatikan dua hal penting, yaitu : 1. Kemampuan memisahkan artinya jarak terkecil antara dua titik objek, jika keduanya masih terlihat sebagai titik yang terpisah.
2. Pembesaran artinya sebagai rasio ukuran bayangan terhadap ukuran objek dalam istilah jarak linear. (Funn Genesar, 1994). Preparat yang ideal tentu saja harus diawetkan dengan zat kimia yang sesuai sehingga spesimen pada slide tersebut akan mempunyai struktur dan komposisi yang sama seperti dalam tubuhnya. (Luis C. Junqueria, Jose Carneiro, 1997). C. Daya Tahan Preparat Permanen Menurut Suharsa dan Ana Retnoningsih daya tahan berdasar etiologi katanya dibagi menjadi 2 kata, yaitu : daya dan tahan. Daya diartikan sebagai kekuatan, tenaga ataupun cara. Sedangkan Tahan diartikan sebagai tetap keadaannya, meskipun mengalami berbagai hal, tidak lekas rusak dan kuat.. Jadi daya tahan adalah kekuatan ataupun cara untuk dapat mempertahankan dirinya dari berbagai hal yang bisa merusak dirinya agar tetap kuat dan tidak mudah rusak. Dalam pembuatan dan penyajian preparat permanen tentunya harus diawetkan dengan zat kimia yang cocok sehingga specimen pada preparat permanen itu akan tetap utuh, memiliki struktur dan komposisi molekuler sama seperti di dalam tubuhnya. Hal ini kadang-kadang mungkin tetapi dalam praktiknya tidak begitu mudah, hampir terdapat artefak dalam pembuatannya. (Junquiera, Corneiro, Kelley, 1998). Untuk menghindarkan kerusakan struktur fisik specimen dan untuk tatap mempertahankan sifat-sifat morfologik dan kimia specimen dari pencernaan jaringan oleh enzim-enzim (autolisis) atau bakteri, maka specimen harus diperlakukan dengan tepat dan memadai sebelum atau secepat mungkin dengan jalan memberikan
perlakuan fiksasi, biasanya terdiri dari zat-zat kimia atau mengalirinya dengan zat-zat kimia. Untuk mendapatkan preparat permanen yang tidak mudah rusak selain dalam pembuatan atau pemrosesan preparat yang harus dilakukan dengan benar juga dalam penyimpanan preparat harus di perhatikan. Dalam penyimpanan preparat permanen harus diatur secara sistematis pada setiap kotak dengan kantung kapur tohor, kamfer, kantung silica gel, serbuk belerang, paradichlorbenzen atau fenol untuk mencegah jamur. Didalam kotak diberi lampu 25 watt yang selalu menyala. Apabila kotak akan diambil untuk menentukan namanya atau untuk penelitian, maka lampu harus dipadamkan. Dasar kotak haruslah papan lunak atau bahan lunak agar mudah ditusuk dengan jarum. Bila ada jamur yang tumbuh, hendaknya dihapus dengan benzene dengan menggunakan kuas kecil. Untuk menghindari debu, tempat penyimpanan hendaknya ditutup rapat atau disimpan di dalam ruang AC, atau dalam almari. (Hadikastowo dan Roni Hendrik Simanjuntak, 1996).
D. Dehidrasi Dehidrasi adalah membuang air dari substansi. (W.A New Dorland, 2002). Sedangkan menurut Dictionary Microbiology dan Moleculer oleh Paul Singgeleton dan Diana Sainbury, 1991, dehydration is replacement of water, in a specimen by non aquleus by etanol. Dalam melakukan proses dehidrasi untuk preparat permanen specimen harus diawetkan melalui sederetan larutan cair dengan konsentrasi zat dehydrator yang
secara progresif harus selalu meningkat yang akan menghilangkan air secara sempurna (Funn Genesar, 1994). Proses Dehidrasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mematikan serangga yang akan kita koleksi. Dengan cara perendaman, yaitu memasukkan serangga ke dalam botol yang berisi larutan dehydrator. Setelah serangga tersebut mati segera diangkat, supaya warnanya tidak banyak berubah. Beberapa macam zat yang dapat digunakan dalam proses dehidrasi adalah alkohol konsentrasi 30%, 70%, 80% dan 90%, formalin 40% dan 75%, asam asetat glacial 5%, gliserin 5% (Ir. Jumar, 2007). Sedangkan menurut buku histology dasar sebagai bahan fiksasi adalah formalin dalam larutan garam, AFA (Alkohol Formalin Asetat), cairan zanker, cairan hally, cairan bollin (asam pikrat, formalin dan asam asetat). Zat dehidrator yang biasa digunakan dalam proses dehidrasi biasanya berupa alkohol mulai dari konsentrasi 30% sampai dengan alkohol absolute (Junquiera, Kelley, 1998) dengan rumus CH2 H5 OH ÆCH3-CH2-OH. Proses dehidrasi ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan pinjal cara basah, karena menggunakan bahan cair berupa alkohol. Proses dehidrasi dengan zat dehidrator yang secara progresif terus meningkat itu mempunyai tujuan untuk menggantikan cairan tubuh pinjal dengan pelarut organik yang digunakan (Junquiera, Corneiro, Kelley, 1998) Sedangkan perlakuan tanpa dehidrasi adalah Merendam specimen dalam larutan cair tetapi tidak perlu di masukkan dalam alcohol dengan konsentrasi berbeda, namun langsung saja di bilas dengan formalin ataupun xilol.
1. Kelebihan dan Kelemahan pembuatan preparat permanen dengan dehidrasi a. Kelebihan Perlakuan dehidrasi menggunakan konsentrasi berbeda mempunyai kelebihan, preparat permanen tersebut akan bisa bertahan lebih lama karena mendapat perlakuan dehidrasi yang dapat menggantikan cairan tubuh specimen dengan cairan kimia sehingga tidak mudah busuk. b. Kelemahan Sedangkan kelemahannya lebih banyak memakan waktu karena metode ini melalui proses yang panjang dan agak lama.
2 . Kelebihan dan kelemahan pembuatan preparat permanen tanpa dehidrasi a. Kelebihan Perlakuan tanpa dehidrasi mempunyai kelebihan, selain prosesnya cepat juga tidak membutuhkan waktu yang panjang dan lama, sehingga dapat menghemat waktu. b. Kelemahan Perlakuan tanpa dehidrasi mempunyai kelemahan, preparat tidak tahan lama serta mudah rusak karena tidak menggunakan alcohol yang dapat menggantikan cairan tubuh specimen, sehingga mempercepat proses pembusukan.
E. Kerangka Teori Pinjal Pembuatan Sediaan
Proses fiksasi
Perlakuan Dehidrasi
Jenis Larutan
Konsentrasi Larutan
Lama Kontak
Direndam dalam Xilol
Di buat Preparat Permanen
Pengamatan Mikroskopik
Hasil Pengamatan
Kualitas Sediaan
Daya Tahan Sediaan
Diamati setiap hari
Morfologi Pinjal
F. Kerangka Konsep Berdasarkan prosedur kerja yang akan dikerjakan, maka kerangka konsep yang digunakan.
Perlakuan dehidrasi - Dehidrasi - Tanpa dehidrasi
Kualitas sediaan permanen -
Morfologi pinjal Daya tahan sediaan