BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Sistem Informasi Geografi Sistem
Informasi
Geografi
(Geographic
Information
System)
merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisis informasi geografis (Paryono, 1994). Sedangkan menurut Prahasta (2002), SIG adalah sejenis perangkat lunak yang digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan keluaran informasi geografis beserta atribut-atributnya. Tiap daerah memiliki keunikan dan serangkaian dinamisasi potensial bahaya. Ketika diketahui wilayah tertentu diketahui memiliki kerawanan dan dihuni oleh banyak orang maka dapat segera dilakukan tindakan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Sistem Informasi Geografi (SIG) diartikan sebagai suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, biasanya juga digunakan untuk mendukung dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Murai, 1999).
9
Penggunaan SIG telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah potensi bencana, seperti yang dilakukan oleh: Wood dan Good (2004) menggunakan SIG untuk mengidentifikasi kerawanan pada bandara dan pelabuhan akibat bencana bumi dan tsunami, Rashed (2003), mengukur konteks lingkungan pada kerawanan sosial akibat bencana bumi, Dai et al.(2002) mengukur karakteristik hujan untuk yang menyebabkan tanah longsor, Parson et al.(2004) menggunakan SIG untuk mengidentifikasi bencana banjir dan rencana mitigasi bencana, Zerger (2002) mengunakan SIG untuk menguji model risiko bencana, dan Cowell & Zeng (2003) mengintegrasikan teori ketidakpastian dengan menggunakan SIG sebagai pemodelan wilayah rawan akibat perubahan cuaca. SIG dapat merepresentasikan real world (dunia nyata) pada layar monitor, sebagaimana peta merepresentasikan dunia nyata melalui kertas. Namun, SIG memiliki keunggulan dan fleksibilitas yang lebih daripada lembarapn peta kertas (Prahasta, 2001). Selanjutnya mengenai cara kerja, SIG akan menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atributatribut didalam basis data dan membentuknya dalam tabel-tabel (relasional). Dengan begitu, atribut ini akan dapat diakses melalui lokasi dari unsur-unsur peta dan sebaliknya. Lebih lanjut, Prahasta (2001) menyatakan bahwa Sistem informasi Geografi (SIG) berfungsi untuk menghubungkan unsur-unsur peta dan atriburnya dengan layer (sungai, bangunan, jalan, laut, dan batas-batas
10
wilayah administrasi). Kumpulan dari layer-layer tersebut yang kemudian akan membentuk basis data SIG. 2. Ekonomi Pertanian Ilmu ekonomi pertanian merupakan bagian dari kelompok Ilmu Kemasyarakatan (social sciences), yaitu ilmu yang mempelajari perilaku dan upaya, serta hubungan-hubungan antarmanusia. Perilaku yang dimaksud pada ekonomi pertanian tidak hanya sebatas mengenai perilaku petani dalam pertaniannya, namun juga mencakup persoalan ekonomi lainnya yang secara langsung atau tidak akan mempengaruhi produksi, pemasaran, dan konsumsi hasil pertanian (Hanafie, 2010). Pertanian adalah proses produksi yang didasarkan pada pertumbuhan tanaman dan hewan. Menurut Daniel (2002), ekonomi pertanian adalah suatu ilmu yang mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian. Ekonomi pertanian bukan hanya mempelajari tentang bercocok tanam, namun juga suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian, baik mengenai subsektor tanaman
pangan
dan
hortikultura,
subsektor
perkebunan,
subsektor
peternakan, maupun subsektor perikanan. Ilmu ekonomi pertanian adalah ilmu yang mempelajari faktor sumber daya atau faktor produksi yang juga dilengkapi dengan permasalahan, potensi dan kebijakan serta kelembagaan dan faktor lainnya. Pada proses produksi
11
dalam sektor pertanian, sebaiknya perlu dilakukan perencanaan yang matang, karena proses produksi akan mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas dari pertanian tersebut. Untuk meningkatkan produktivitas ini maka dibutuhkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk merangsang hasil produksi, misalnya dengan mempermudah petani dalam mendapatkan pupuk, bibit, obat-obatan, dan memasarkan hasil produksinya. Ekonomi pertanian juga mempelajari bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di Indonesia. Di Kabupaten Sukoharjo sendiri, sektor pertanian menempati urutan ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB setelah Sektor Industri dan Perdagangan. Penurunan pada produksi pertanian akibat perubahan iklim ekstrim akan berdampak pada penurunan PDRB sektor pertanian yang diduga juga akan menurunkan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal itu menyebabkan rentannya penghidupan petani yang hidup bertumpu pada sektor pertanian. 3. Ekonomi Lingkungan Ekonomi lingkungan
adalah ilmu
yang mempelajari tentang
pemanfaatan lingkungan untuk kegiatan manusia, sehingga fungsi/peranan lingkungan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan untuk jangka waktu yang panjang. Lingkungan hidup dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997 adalah kesatuan dari ruang dengan
12
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut Field dan Field (2013), ekonomi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana perilaku dari manusia baik individu ataupun kelompok dalam membuat keputusan mengenai penggunaan dan penyaluran barang dan jasa yang berasal dari sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kegiatan ekonomi tidak hanya memiliki dampak positif namun juga dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi adalah tercapainya kesejahteraan manusia. Sementara dampak negatifnya adalah akan berakibat pada terdegradasinya lingkungan. Lingkungan merupakan aset komposit yang menyediakan berbagai macam sumber daya sehingga dapat menopang eksistensi manusia (Tientienberg dan Lewis, 2012). Lingkungan berperan sebagai penyedia sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan ekonomi seperti bahan baku yang diproses oleh produsen menjadi sebuah produk konsumsi dan energi sebagai bahan bakar. Lahan pertanian merupakan salah satu jenis penggunaan lahan yang digunakan untuk mengurangi kerusakan akibat kegiatan manusia yang berdampak negatif pada lingkungan, khususnya lingkungan udara. Rusaknya keseimbangan konsentrasi dari unsur-unsur yang terdapat di udara seperti
13
peningkatan
pada
konsentrasi
CO2,
akan
mengakibatkan
terjadinya
pemanasan global yang kemudian menyebabkan perubahan iklim. 4. Perubahan Iklim Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca dalam periode waktu yang panjang (bulan/tahun), sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfir pada jangka waktu yang pendek (Achmadi dalam Yuniarti, 2009). Iklim pada suatu daerah atau wilayah merupakan kondisi atmosfer dalam jangka waktu
yang
panjang
secara
deskripsi
statistik,
sehingga
dapat
menggambarkan rata-rata dari variabel cuaca (Murdiyarso dalam Sarakusumah, 2012). Perubahan iklim adalah perubahan pola dan intensitas unsur iklim pada jangka waktu/periode tertentu dibandingkan dengan 10 – 30 tahun lalu. Perubahan iklim dapat berupa : perubahan unsur iklim menuju arah naik atau turun dari kondisi rata-ratanya, seperti peningkatan atau penurunan suhu udara rata-rata bumi. Perubahan iklim yang diartikan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
14
Perubahan iklim global dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di atmosfer terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan klorofluorokarbon (CFC). United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2010 dalam Indradewa dan Eka (2009) menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan konsentrasi gas-gas pencemar tersebut sebesar 0,50 - 1,85% pertahunnya. Konsentrasi tinggi dari gas-gas pencemar tersebut akan memperangkap energi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi di zona atmosfer. Fenomena tersebut sering disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect) yang diikuti oleh meningkatnya suhu permukaan bumi yang diistilahkan sebagai pemanasan global (global warming). Menurut UNDP Indonesia (2007), perubahan iklim disebabkan oleh dua hal: 1) Peningkatan gas rumah kaca Gas rumah kaca yang terus menerus mengalami peningkatan adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah satu gas yang secara alamiah kita hasilkan melalui hembusan nafas, pembakaran batu bara, kayu dan penggunaan dari kendaraan/mesin berbahan bakar bensin atau solar. Karbon dioksida merupakan salah satu unsur yang digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Namun peningkatan karbon dioksida lebih cepat dibandingkan daya serap
15
tumbuhan untuk berfotosintesis, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi yang tinggi di atmosfer. 2) Berkurangnya lahan yang dapat menyerap karbon dioksida Lahan pertanian selain memiliki fungsi sebagai penghasil barang dan jasa yang dapat diperhitungkan dengan nilai/harga pasar namun juga berfungsi dalam memberikan jasa pada lingkungan. Fungsi jasa lingkungan tersebut disebut juga sebagai fungsi ekologi lahan pertanian/mutifungsi pertanian, berkaitan dengan dampak positif keberadaan lahan pertanian terhadap lingkungan. Beberapa fungsi ekologi dari lahan pertanian tersebut adalah sebagai pemasok sumber air tanah, pengendali banjir dan erosi, mitigasi suhu udara, sumber emisi oksigen (O2), penyerap karbon dioksida (CO2), dan lain sebagainya. Berkurangnya fungsi menyerap karbon dioksida (CO2) oleh lahan pertanian tentunya akan mengaikbatkan terjadinya peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfir dan menyebabkan pemanasan global. 5. Bencana Banjir a. Pengertian Bencana Berdasarkan Undang-Undang No 24 Tahun 2007, bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
16
oleh faktor alam, faktor non alam dan faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: 1) Bencana alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah longsor. 2) Bencana non alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian dari peristiwa non alam, seperti kegagalan teknologi, epidemik, dan wabah penyakit. 3) Bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia, seperti komflik sosial antar kelompok atau komunitas masyarakat, dan teror. Semakin besar bencana yang terjadi, maka akan semakin besar kerugiannya bila manusia, lingkungan, dan infrastruktur semakin rentan (Himbawan, 2010). Apabila terjadi suatu ancaman namun masyarakatnya tidak rentan, maka masyarakat tersebut diduga dapat mengatasi peristiwa tersebut. Namun apabila kondisi masyarakatnya rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam, maka hal tersebut tidak akan menyebabkan bencana.
17
b. Bencana Banjir Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir adalah peristiwa atau keadaan terendamnya suatu daerah atau daratan yang disebabkan karena peningkatan volume air. Selanjutnya pengertian banjir yang diberikan oleh Pengarahan Banjir Uni Eropa adalah perendaman daratan oleh jumlah air yang sangat banyak namun akan surut kembali nantinya, sehingga bersifat sementara. Banjir adalah adanya aliran air di permukaan tanah yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi oleh saluran drainase atau sungai, sehingga meluap ke luar dan membuat genangan pada daratan sekitarnya. Selanjutnya, pengertian banjir yang diberikan oleh Hadisusanto (2011), Banjir adalah tinggi muka air yang melebihi normal pada sungai dan biasanya meluap melebihi dinding sungai dan membuat luapan airnya menggenang pada suatu daerah genangan. Banjir pada suatu tempat akan berbeda-beda tergantung dari kondisi fisik dan geografis wilayah tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari kejadian banjir: 1) Banjir Lokal Banjir lokal adalah banjir yang disebabkan oleh tingginya intensitas hujan dengan kurangnya drainase yang tersedia. Banjir lokal biasanya hanya terjadi pada lokasi tertentu atau setempat, sesuai dengan luas sebaran hujan lokal. Banjir ini akan semakin parah apabila
18
saluran drainasenya tidak berfungsi dengan baik, misalnya tersumbat sampah. 2) Banjir Kiriman Banjir kiriman disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang mengalir. Banjir ini akan menjadi lebih parah oleh air kiriman dari dataran yang lebih tinggi. Sebagian besar juga diakibatkan karena bertambah luasnya pengalihan fungsi lahan resapan air menjadi lahan bangunan,sehingga semakin banyak air yang mengalir di permukaan. 3) Banjir Rob Banjir rob disebabkan oleh tingginya pasang surut air laut yang melanda daerah pinggiran laut atau pesisir pantai. Namun pada penelitian ini tidak menggunakan pendekatan banjir rob karena wilayah penelitian bukan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan laut atau pun pantai. Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir disebabkan oleh ulah manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Banjir disebabkan oleh faktor alam, yaitu: 1) Curah hujan: pada musim hujan, curah hujan tinggi dapat mengakibatkan terjadina banjir di sungai dan apabila melewati batas dinding sungai akan menimbulkan banjir/genangan.
19
2) Pengaruh fisiografi: fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, lokasi sungai merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir. 3) Kapasitas drainase yang tidak memadai: kapasitas drainase yang tidak memadai disuatu daerah juga dapat menyebabkan terjadinya banjir. Banjir disebabkan oleh faktor manusia, seperti: 1) Sampah: fenomena kedisiplinan masyarakat yang kurang baik dengan membuang sampah sembarangan bahkan pada saluran drainase dan sungai. 2) Drainase lahan: drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada
daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung air dengan debit tinggi. 6. Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan adalah seberapa jauh sistem manusia dan lingkungan mungkin akan mengalami kerugian karena gangguan atau stres (Kasperson et al. 2003; Turner et al. 2003). Kerentanan sering dipahami memiliki dua sisi, yaitu sisi eksternal dan sisi internal. Sisi eksternal ini berupa guncangan dan gangguan sebagai suatu sistem yang terbuka, sedangkan sisi internal yaitu kemampuan atau berkuranganya kemampuan untuk merespon dan pulih dari tekanan eksternal (Chambers, 2006). Selain itu, pendapat lain juga dikemukakan oleh Wignyosukarto (2007), yang mengartikan kerentanan
20
sebagai suatu keadaan penurunan ketahanan akibat dari adanya pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya alam, infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara bencana dan kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko bila tidak dikelola dengan baik. Pada hakikatnya sebagian besar rumah tangga di pedesaan pada umumnya tidak dapat menghindar dari resiko yang disebabkan baik oleh manusia
atau
karena
faktor
alam
(Ellis,
2000).
Narayan
(2000)
menggambarkan kondisi kerentanan sebagai sebuah kondisi tanpa adanya aset yang mengakibatkan suatu rumah tangga berada dalam kondisi yang serba tidak terlindungi dan terbuka terhadap resiko. Kondisi tersebut membuat rumah tangga penuh dengan ketergantungan dan rasa ketidakamanan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto dkk (2010), bahwa petani menghadapi situasi kerentanan (vulnerability context) seperti, fluktuasi harga, perubahan cuaca dan musim, kecenderungan luas kepemilikan dan penguasaan lahan yang sempit, dan degradasi lingkungan. Situasi kerentanan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keputusan rumah tangga petani dalam mengelola aset yang dimiliki (modal alami, modal sumberdaya manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial). Dari beberapa uraian mengenai kerentanan diatas, maka kerentanan dapat diartikan sebagai situasi perubahan yang mencakup penghidupan
21
manusia, baik individu, keluarga maupun masyarakat. Kerentanan merujuk pada situasi yang rentan sehingga setiap saat dapat membawa pengaruh besar terhadap penghidupan masyarakat, baik pengaruh positif maupun negatif. Bencana banjir merupakan peristiwa
yang akan mengancam
penghidupan petani di Kelurahan Sonorejo. Kegagalan panen, akan menyebabkan petani harus mencari tambahan penghasilan lain demi menutup kebutuhannya sehari-hari. Kurangnya informasi dan pengetahuan petani dalam memprediksi datangnya hujan dan banjir menyebabkan penghidupan petani menjadi rentan dalam situasi tersebut. 7. Dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan sektor pertanian Pemanasan global akan mengakibatkan perubahan iklim dan mempengaruhi sektor pertanian. Secara teknis, kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al. 2008). Perubahan iklim dapat memberikan dampak negatif maupun positif terhadap sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sebagain penyumbang emisi gas rumah kaca di atmosfer. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling terkena dampak dari perubahan iklim, terutama tanaman pangan. Perubahan iklim menyebabkan penurunan produktivitas dan produksi tanaman pangan akibat peningkatan suhu udara,
22
banjir, kekeringan, intensitas serangan hama dan penyakit, serta penurunan kualitas hasil pertanian (Putra dan Indradewa, 2011). Peningkatan suhu udara di atmosfer sebesar 5oC akan diikuti oleh penurunan produksi jagung sebesar 40% dan kedelai sebesar 10-30%. Sementara itu, peningkatan suhu 1-3oC akan menurunkan produksi hasil padi sebesar 6,1-40,2%. Di beberapa daerah, peningkatan pada konsentrasi CO2 di atmosfer dan radiasi matahari dapat berakibat positif untuk proses fotosintesis tumbuhan. Salah satunya pada penelitian yang dilakukan terhadap kacangkacangan
dengan
simulasi
cekaman
suhu
tinggi
dan
kekeringan
mengindikasikan peningkatan konsentrasi CO2 mampu menghilangkan pengaruh negatif dari cekaman lingkungan yang ada (Indradewa dan Eka, 2009). Namun bagi petani, perubahan iklim ternyata dianggap lebih besar membawa dampak negatif dibandingkan positifnya. Hujan merupakan salah satu faktor penentu dan faktor pembatas kegiatan pertanian secara umum (Lakitan, 2002). Perubahan iklim mempengaruhi terjadinya pergeseran musim dan cuaca ekstrim. Sektor pertanian akan mengalami kehilangan produksi akibat bencana kering dan banjir yang terjadi silih berganti, serta meningkatkan kerentanan penghidupan petani di wilayah rawan bencana tersebut. Perubahan iklim juga berdampak terhadap degradasi lahan pertanian, seperti erosi dan sedimentasi, tanah longsor, dan bencana banjir/genangan. Genangan tersebut menyebabkan hilangnya lahan persawahan dan penurunan
23
produktivitas lahan karena adanya salinitas. Berdasarkan laporan dari Boer et al. (2009), Kabupaten Karawang dan Subang mengalami penurunan produksi beras sekitar 300.000 ton akibat terjadinya genangan. Pada awal tahun 2016, wilayah persawahan di Kelurahan Sonorejo juga banyak yang mengalami genangan akibat dari tingginya intensitas curah hujan dan meluapnya kali Langsur. Akibatnya terjadi kerentanan pada penghidupan petani dan juga penurunan pada produksi hasil panen padi. B. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah penelitian mengenai suatu objek/subjek yang telah dilakukan sebelumnya untuk selanjutnya dijadikan pedoman dalam penelitian ini. Berikut ini adalah beberapa pedoman yang digunakan dalam penelitian ini:
No. 1.
Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Jarungrattanapong dan Manasboonphempool (2009)
Metode Analisis
Hasil Studi
Metode survei melalui site visits, studi literatur, survei melalui kuesioner terstruktur, dan diskusi dengan penduduk setempat
Hasilnya penelitian menunjukkan bahwa erosi di pesisir pantai merupakan permasalahan yang paling utama di Thailand dalam beberapa tahun terakhir yang mana telah mempengaruhi 2 (dua) desa di daerah Khun Thian, Thailand. Namun, warga sekitar telah menerapkan tiga strategi untuk dapat beradaptasi dengan kondisi tersebut, antara lain dengan strategi
24
2
Alpizar et al.
.
(2011)
3.
Suprihati dkk (2015)
4.
Ruminta (2012)
Metode survei melalui observasi individu
Metode survei melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur, observasi dan diskusi terfokus.
Analisis Hazard, Analisis kerentanan, Analisis resiko, Formulasi adaptasi
25
perlindungan, pemunduran lahan pertanian, dan merenovasi tempat tinggal warga untuk menanggulangi dampak erosi. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat keengganan untuk melakukan hal yang berbeda dan beradaptasi dengan perubahan iklim dalam mengelola lahan perkebunan dengan cara menerapkan bertanam dengan tingkat risiko rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani mengetahui isu perubahan iklim dan merasakan pengaruhnya terhadap kegiatan budidaya pertanian terutama masalah kekeringan dan serangan organisme pengganggu tanaman. Petani meresponnya melalui adaptasi kegiatan pemilihan jenis tanaman, waktu tanam, cara mengolah tanah, dan pemberian pupuk. Sektor pertanian di Kabupaten Bandung rentan terhadap dampak perubahan iklim global yang diindikasikan oleh adanya bahaya (hazard) penurunan produktivitas, luas panen. luas lahan, dan produksi padi, jagung, dan kedelai akibat peningkatan
5.
Hahn et al. (2009)
6.
Murad et al. (2010)
7.
Madhuri (2014)
Pendekatan Indeks Komposit, Pendekatan kerangka IPCC
Analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS)
Analisis dengan pendekatan Livelihoods Vulnerability Index, dan indeks LVIIPCC
26
suhu udara dan perubahan variabilitas, frekuensi, dan kuantitas curah hujan pada saat masa tanam. Hasilnya menyatakan bahwa daerah moma lebih rentan pada sumber air, sementara daerah Mabote lebih rentan pada struktur sosial-demografinya. Hasil penelitian ini membuktikan tiga penemuan penting untuk malaysia : hubungan antara tingkat pertumbuhan sektor pertanian dan skor perubahan iklim adalah negatif, tetapi tidak signifikan (p > 0,1), hubungan antara emisi CO2 perkapita dan indeks produksi pertanian ditemukan secara langsung dan sangat signifikan (p <0,01), dan hubungan antara indeks produksi pertanian dan emisi CO2 perkapita adalah positif dan sangat signifikan (p <0,01). Juga peningkatan pada emisi CO2 perkapita di negara memberikan dampak kerugian dan manfaat pada pertumbuhan pertanian. Hasil penelitian berdasarkan LVI yang dikembangkan oleh Hahn et al. (2009) dengan penambahan komponen yaitu modal alam dan beberapa subkomponen
8.
Sakuntaladewi dan Sylviani (2014)
(perubahan waktu jadwal menanam dan memanen, penggunaan sumber irigasi primer, ketersediaan imunisasi, rumah sakit negeri dan swasta, serta fasilitas toilet) mengungkapkan bahwa blok yang paling rentan di Bihar adalah Kharik, Bihpur dan Ismailpur dan yang paling tidak rentan adalah Naugachia. Data Primer, Hasil penelitian Multivariant Analysis menunjukkan bahwa perubahan iklim menurunkan penghasilan mayoritas masyarakat di tiga desa penelitian. Jumlah masyarakat desa sekitar hutan mangrove yang merupakan hutan hak mempunyai kerentanan paling rendah (37%), kerentanan tertinggi di masyarakat desa sekitar hutan lindung (82%) dan kerentanan sedang di masyarakat desa sekitar hutan konservasi (55%).
Sumber: Jurnal, 2016 (diolah)
27
C. Kerangka Pemikiran Pemanasan global diindikasikan menjadi penyebab perubahan iklim. Peningkatan konsentrasi dari CO2 yang tinggi secara terus-menerus menyebabkan ketidakseimbangan dari konsentrasi unsur-unsur yang ada di udara sehingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim akan menyebabkan perubahan pola hujan, peningkatan suhu, dan juga peningkatan curah hujan. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah bencana banjir/genangan. Banjir/genangan di lahan sawah Kelurahan Sonorejo sering terjadi saat musim penghujan setiap tahunnya, bahkan juga terjadi saat hujan harian dengan intensitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan lahan sawah yang berada di Kelurahan Sonorejo ini berada pada dataran yang lebih rendah dibanding sekelilingnya, sehingga menjadi salah satu daerah tujuan buangan air hujan di Kecamatan Sukoharjo. Banjir/genangan pada lahan sawah akan berakibat pada kerentanan penghidupan petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan sawah tersebut. Selain itu, perubahan iklim juga akan berdampak pada sektor pertanian, khususnya tanaman bahan pangan. Peningkatan emisi CO2 di atmosfer akan memberikan dampak negatif dan positif pada produksi pertanian. Kerangka pemikiran yang telah dijelaskan diatas akan disajikan secara lebih mudah dalam Gambar 2.1 berikut:
28
Pemanasan Global
Peningkatan Emisi CO2 di udara
Perubahan Iklim
Kerentanan rumah tangga tani
Dampak Sektor Pertanian
Kesimpulan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
D. Hipotesis 1. Hubungan skor perubahan iklim dan tingkat pertumbuhan sektor pertanian adalah negatif. Penurunan pada skor perubahan iklim akan meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo.
29
Hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Murad et al. (2010) dengan studi kasus di Malaysia. Variabel skor perubahan iklim memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan sektor
pertanian.
Penurunan
pada
skor
perubahan
iklim
akan
menyebabkan peningkatan pada pertumbuhan sektor pertanian di Malaysia. 2. Hubungan antara indeks produksi pertanian dan emisi CO2 per kapita adalah negatif. Peningkatan pada indeks produksi pertanian akan menyebabkan penurunan pada emisi CO2 per kapita. Pemanfaatan air hujan dan sistem saluran buka-tutup air dan pemanenan secara tradisional dengan alat bantu sabit merupakan salah satu upaya penurunan emisi CO2 pada sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo. Hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Murad et al. (2010) dengan studi kasus di Malaysia. Variabel indeks produksi pertanian memiliki hubungan positif dengan emisi CO2 per kapita. Peningkatan produksi pertanian akan menyebabkan peningkatan pada emisi CO2 per kapita di Malaysia, dengan faktor lain dianggap konstan. Hal ini terjadi karena penggunaan peralatan pertanian modern, penggilingan hasil panen, penggunaan bahan kimia/pupuk, dan irigasi dengan mesin dapat meningkatkan produksi pertanian juga emisi CO2 secara bersamaan.
30
3. Hubungan antara emisi CO2 per kapita dan indeks produksi pertanian per kapita adalah negatif. Emisi CO2 merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Murad et al. (2010) di Malaysia, peningkatan
CO2
diharapkan
dapat
membantu
tanaman
dalam
menghadapi suhu tinggi. Namun, peningkatan emisi CO2 per kapita juga dapat menyebabkan dampak negatif bagi sektor pertanian, yaitu terjadinya peningkatan intensitas curah hujan dan cuaca ekstrim sehingga menurunkan produksi pertanian per kapita di Kabupaten Sukoharjo.
31