3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG, mulai dikenal pada awal tahun 1980-an, namun seiring dengan perkembangan di bidang komputer baik hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak), SIG dapat berkembang secara pesat pada era tahun 1990-an. SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja secara bersama secara efektif untuk menangkap,
menyimpan,
memperbaiki,
memperbaharui,
mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) pengertian SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial. SIG berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara terkomputer atau lebih sering disebut SIG otomatis (prinsip kerjanya sudah dengan menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital). SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang tindih, foto udara dan foto lapangan, laporanlaporan statistik dan laporan-laporan survey lapangan, perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi analisis yang canggih. Kekuatan SIG terletak pada kemampuan analisis yang bersifat memadukan data spasial dan atribut sekaligus. Kemampuan SIG melakukan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model keputusan, deteksi perubahan dan
4
analisis, serta tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan terus menerus (Barus dan Wiradisastra, 2000). Hasil analisis dari penelitian ini berupa area rekomendasi lokasi STA yang disajikan dalam bentuk peta. Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data mentah maupun yang telah dianalisis atau informasi sesuai lokasinya. Dengan kata lain, peta diartikan sebagai bentuk penyajian informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dapat dipergunakan dalam pembuatan keputusan. Fungsi analisis dalam SIG merupakan fungsi yang memanfaatkan data yang telah dimasukkan kedalam SIG dan telah mendapatkan berbagai manipulasi persiapan. Analisis ini dikelaskan oleh Aronoff (1993) dalam Barus dan Wiradisastra
(2000)
menjadi
4
kategori,
yaitu
fungsi
pemanggilan
data/klasifikasi/pengukuran, fungsi tumpang tindih, fungsi tetangga, dan fungsi jaringan/keterkaitan. 1. Fungsi pemanggilan data/klasifikasi/pengukuran a) Operasi pemanggilan data Operasi ini termasuk memilih, mencari, memanipulasi, dan menghasilkan data tanpa perlu untuk memodifikasi lokasi geografik obyek atau membuat identitas baru spasial. b) Klasifikasi dan generalisasi Klasifikasi diartikan sebagai suatu prosedur untuk mengidentifikasi obyek menjadi anggota kelompok tertentu dan dapat membantu untuk
mengenali
pola-pola
baru.
Sedangkan
generalisasi
merupakan suatu proses untuk membuat klasifikasi menjadi kurang detil dengan menggabungkan kelas-kelas dan dalam melihat pola tertentu. Fungsi generalisasi secara umum dapat dibagi menjadi 2, yaitu untuk melihat/memunculkan pola atau tema tertentu, dan untuk mempertahankan pola tertentu. Generalisasi juga merupakan suatu bentuk pemilihan dalam penyajian unsur-unsur yang terlihat pada peta dan bertujuan untuk mempermudah pembacaan peta.
5
c) Fungsi pengukuran Fungsi ini diartikan sebagai prosedur dalam menentukan berbagai fungsi pengukuran seperti jarak, panjang, luas, dan keliling. 2. Fungsi tumpang tindih Fungsi ini merupakan operasi dalam berbagai tipe analisis. Operasi yang umum dilakukan pada operasi tumpang tindih adalah : a) Fungsi logika dan Boolean Fungsi ini meliputi gabungan (union), potongan (intersection), pilihan (and dan or), dan pernyataan bersyarat (if, then, else). b) Fungsi aritmatika Fungsi
ini
meliputi
penambahan,
pengurangan,
pengalian,
pembagian, dan lain-lain. c) Operasi relasional Fungsi ini meliputi lebih-besar, lebih-kecil, sama-besar, dan kombinasinya. 3. Fungsi tetangga Fungsi ini dapat diartikan sebagai operasi yang dilakukan dalam mengevaluasi ciri-ciri lingkungan tetangga yang mengelilingi suatu lokasi yang spesifik. Tipe yang paling umum dari operasi tetangga adalah fungsi pencarian, fungsi topografi, dan fungsi interpolasi. Salah satu fungsi topografi yang digunakan pada penelitian ini adalah lereng. Lereng merupakan besarnya perubahan elevasi/ketinggian dibandingkan ke panjang bidang datar. Lereng biasanya diukur dalam derajat dari lingkungan atau persentase perubahan elevasi dibagi jarak horizontal bersangkutan. Sedangkan aspek merupakan arah permukaan lereng menghadap, dan didefinisikan dari sudut horizontal atau vertikal dari arah permukaan. 4. Fungsi jaringan/keterkaitan Fungsi ini dapat diartikan sebagai operasi dalam suatu bentuk perangkat linear yang membentuk pola atau jaringan kerja. Jaringan kerja tersebut umumnya dipakai sumberdaya yang bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain. Contoh umum jaringan kerja antara lain : jalan-jalan kota,
6
jaringan jalur transmisi energi, rute angkutan umum, dan lain-lain (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Dalam mengklasifikasikan nilai akhir hasil analisis multi kriteria pada peta, peneliti menggunakan metode equal interval. Metode equal interval membagi jangkauan nilai-nilai atribut kedalam sub-sub jangkauan dengan ukuran yang sama. Contohnya jika unsur-unsur peta yang terdapat didalam theme yang aktif memiliki nilai-nilai atribut berjangkauan dari 12 hingga 351, maka nilai jangkauannya adalah 339 (351-12). Dengan demikian, jika klasifikasi dilakukan menjadi 3 kelas dengan menggunakan metode equal interval, maka setiap kelas akan berjangkauan 113 (339/3). Kelas 1 akan memiliki interval 12-125, kelas 2 memiliki interval 126-238, dan kelas 3 memiliki interval 239-351 (Prahasta, 2007).
2.2 Agropolitan Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Menurut konsep ini, agropolitan terdiri dari beberapa distrik dimana distrik-distrik agropolitan (selanjutnya kita sebut desa-desa sekitarnya) didefinisikan sebagai kawasan pertanian yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dengan kecenderungan menggunakan pola pertanian modern. Ditinjau dari tata bahasa, agropolitan terdiri dari kata agro yang berarti pertanian dan politan yang berarti kota, dengan demikian agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian. Agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Rustiadi dan Pranoto, 2007). Dalam pengertian tersebut sistem agribisnis adalah suatu sistem yang terdiri dari : (1) sub sistem pengadaan infrastruktur, sarana dan prasarana produksi pertanian, (2) sub sistem pengelolaan usaha budidaya pertanian, (3) sub sistem pengolahan hasil-hasil pertanian dan pemasaran
7
(4) sub sistem kelembagaan penunjang pengembangan agribisnis. Pola sebaran spasial potensi sumberdaya untuk pengembangan aktivitas sektor pertanian relatif tersebar di kawasan perencanaan, diantaranya meliputi Kecamatan Jasinga, Leuwiliang, Tenjo, Rumpin, Parung Panjang, Cigudeg, Sukajaya, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, dan Nanggung. Aktivitas pertanian yang selama ini telah berkembang di wilayah-wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat, diantaranya yaitu : pertanian tanaman pangan dan palawija, pertanian tanaman hortikultur sayuran dan buah-buahan, pertanian tanaman perkebunan (perkebunan rakyat dan PTPN), perikanan dan peternakan. Berdasarkan pertimbangan dan kriteria tersebut, kawasan pengembangan agropolitan di Kabupaten Bogor meliputi bagian dari wilayah 53 (lima puluh tiga) desa yang berada dalam 9 wilayah tingkat kecamatan dengan luas 18.620,14 Ha. Berdasarkan aglomerasi lokasinya, kawasan agropolitan ini terbagi kedalam dua zona, yaitu zona I terdiri dari 34 desa di 5 kecamatan seluas 10.287,10 Ha dan zona II yang terdiri dari 19 desa di 4 kecamatan seluas 8.333,4 Ha. Aktivitas pertanian yang sudah berkembang di Kawasan Pengembangan Agropolitan Zona I, diantaranya meliputi: 1) pertanian tanaman pangan dan palawija dengan jenis komoditas yang diusahakan yaitu padi sawah, padi ladang/gogo, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai; 2) pertanian tanaman perkebunan terdiri dari perkebunan rakyat dengan komoditas utama yang diukembangkan yaitu cengkeh dan perkebunan negara (PTPN) dengan komoditas yang dikembangkan yaitu tanaman karet dan kelapa sawit; 3) pertanian tanaman buah-buahan dengan komoditas yang dikembangkan yaitu: jeruk, jeruk siam, alpukat, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, dan manggis; dan 4) pertanian tanaman sayuran dengan jenis komoditas yang diusahakan meliputi: tanaman kacang panjang, cabe, terung, mentimun, dan tomat. Untuk wilayah pengembangan kawasan agropolitan Zona I, komoditas terpilih sebagai komoditas potensial diantaranya meliputi komoditas buah manggis, pisang, ubi jalar, dan cengkeh. Untuk melihat pola pemusatan aktivitas dari masing-masing komoditas unggulan, disajikan sebagai berikut:
8
•
Tanaman manggis, wilayah yang menjadi sentra pengumpul untuk buah manggis adalah di Kecamatan Leuwiliang yaitu di Desa Karacak
•
Tanaman pisang, wilayah yang menjadi sentra pengumpul untuk buah pisang adalah di Desa Cibatok Dua
•
Tanaman ubi jalar, wilayah yang merupakan senta pengumpul untuk ubi jalar yaitu di Desa Cibatok Dua dan Ciaruteun Udik
•
Tanaman cengkeh, wilayah yang merupakan sentra pengumpul tanaman cengkeh, yaitu Desa Pamijahan
•
Tanamah pepaya, wilayah yang merupakan sentra pengumpul tanaman ini di Desa Cibatok Dua. Disamping itu juga, selain komoditas unggulan ada beberapa komoditas yang
berpeluang untuk terus dikembangkan dan secara aktual banyak diusahakan oleh masyarakat sebagai sumber tambahan untuk pendapatan keluarga, diantaranya adalah: i) tanaman ubi kayu dengan sentra pengumpul di wilayah Ciaruteun Ilir; ii) pepaya di Desa Cibatok (Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, 2009).
2.3 Sub Terminal Agribisnis Pengertian
Sub
Terminal
Agribisnis
menurut
Badan
Agribisnis
Departemen Pertanian (2000) dalam Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2004) adalah infrastruktur pasar untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak dan pesanan). Secara
umum
kegiatan
pengelolaan
STA
antara
lain
:
1. Pencarian dan penciptaan pasar. 2. Transaksi penjualan dan pembelian. 3. Konsolidasi barang dan pengelolaan pasca panen. 4. Bantuan teknisi budidaya manajemen kepada petani atau kelompok tani. 5. Fasilitas pendanaan produksi dan informasi pasar.
2.4 Perbandingan berpasangan Penilaian faktor/kriteria dilakukan dengan kuantitatif tidak langsung melalui perbandingan berpasangan berdasarkan input dari wawancara. Input
9
tersebut berupa jawaban terhadap serangkaian pertanyaan yang dalam bentuk umum dapat diekspresikan sebagai berikut : ”Seberapa penting kriteria A relatif terhadap kriteria B”. Dalam hal ini penilaian dapat dilakukan dengan memberikan suatu skala penilaian yang menunjukkan seberapa besar tingkat kepentingan antara dua kriteria. Kepentingan relatif tiap faktor dari setiap baris dari matriks dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan bobot suatu nilai relatif untuk masing-masing faktor pada setiap kolom dengan membandingkan masingmasing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan (Normalized Principal Eigenvector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matriks perbandingan berpasangan. Itu merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan yang diperoleh dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor/kriteria pada setiap barisnya. Skala penilaian dari matriks perbandingan berpasangan disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut (Saaty, 1980) :
10
Tabel 1. Skala penilaian untuk perbandingan berpasangan Nilai kepentingan 1
Definisi
Sama penting (equal)
Penjelasan Kedua kriteria memberikan kontribusi yang sama Pengalaman dan
3
Sedikit lebih penting yang satu atas
pertimbangan sedikit
lainnya (moderate)
memihak kriteria satu atas lainnya Pengalaman dan penilaian
5
Sangat penting atas lainnya (strong)
dengan memihak kiriteria satu atas lainnya
Jelas lebih penting atas lainnya (very
7
strong)
Kriteria satu dengan kuat disukai dan dominasinya tampak nyata dalam praktek Bukti-bukti yang memihak
Mutlak lebih penting atas lainnya
9
(Extreme)
kepada kriteria yang satu atas yang lain berada pada tingkat persetujuan tertinggi yang mungkin
2,4,6,8 Resiprok
Nilai tengah antara dua penilaian
Diperlukan kompromi
berdekatan (Intermediate)
antara dua pertimbangan
Nilai berkebalikan atas lainnya
(1/ j) dari nilai j
2.5 Evaluasi Multi Kriteria (MCE) Evaluasi multi kriteria adalah suatu proses terstruktur untuk menentukan tujuan, untuk merumuskan kriteria dan untuk mengevaluasi solusi untuk suatu masalah keputusan (Pullar, 1996 dalam Prihandayani, 2009). Kolaborasi dari metode AMK dan SIG dalam menganalisa masalah keruangan menghasilkan Spatial Multi Criteria Evaluation (Boerboom, 2004 dalam Wairmahing, 2008). SMCE atau analisis multi kriteria keruangan, dijalankan secara transparan dengan membangun struktur analisisnya, memberikan skala penilaian, skoring, dan pembobotan sesuai karakteristik masing-masing faktor/kriteria.
11
Penggunaan teknologi dan sistem informasi yang semakin baik tentunya akan memberikan efektivitas dan efisiensi dalam proses perencanaan dan penerapan pembangunan. Diskusi, negosiasi, musyawarah untuk mufakat tetap dapat digunakan karena metode ini memberikan peluang bagi lebih dari satu atau sekelompok pengambil keputusan yang terlibat didalamnya (Wairmahing, 2008).