BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Etika Organisasi
2.1.1.1 Teori Dasar Etika Menurut Bertens (2000:66) menyatakan bahwa teori etika membantu kita untuk menilai keputusan etis. Teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita. Suatu teori etika membantu kita untuk mengambil keputusan yang tahan uji jika ditanyakan tentang dasarnya. Dalam hal ini Bertens menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) teori dasar etika dalam organisasi/perusahaan, seperti : 1. 2. 3. 4.
Utilitarisme. Deontologi. Teori Hak. Teori Keutamaan. Berdasarkan beberapa teori dasar etika diatas, berikut adalah penjelasan
secara singkat mengenai teori teori dasar tersebut : 1. Utilitarisme Utiliutarisme berasal dari kata latin yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu orang atau dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis.
15
repository.unisba.ac.id
16
Perbuatan yang sempat paling banyak mengakibatkan orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang baik. Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan atau utilitarisme dapat memberi tempat juga pada pengertian kewajiban, tapi hanya dalam arti bahwa manusia harus menghasilkan kebaikan bukan keburukan. Sejalan dengan pendapat Keraf (1991:19) bahwa teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh akibat itu. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau jika akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu baik. 2. Deontologi Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban, yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Seperti pernyataan Keraf (1991:19) bahwa Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik bagi dirinya sendiri. Maka tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban, misalnya suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontology bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan tindakan itu sejalan dengan kewajiban pelaku, misalnya dengan memberikan pelayanan prima terhadap konsumen.
repository.unisba.ac.id
17
3. Teori Hak Dalam pendekatan hak terutama diberikan tekanan pada individu. walaupun perusahaan juga mempunyai hak, namun teori hak terutama diterapkan pada karyawan dengan menonjolkan hak karyawan terhadap perusahaan. Karyawan mempunyai hak atas gaji adil, atau lingkungan kerja yang sehat dan aman, dan seterusnya. 4. Teori Keutamaan Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Misalnya : a) b) c) d)
Kebijaksanaan. Keadilan. Kerendahan hati. Suka bekerja keras
Kebijaksanaan adalah suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Keutamaan yang terakhir adalah suka bekerja keras, suka bekerja keras merupakan keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan. Dari berbagai teori dasar etika di atas, itu merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan diimplementasikan oleh setiap individual khususnya individual dalam organisasi atau perusahaan.
repository.unisba.ac.id
18
2.1.1.2 Pengertian Etika Organisasi Menurut Fernanda (2006:2) Istilah etika dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Yunani: ethos, yang berarti kebiasaan atau watak. Etika juga berasal dari bahasa Perancis : etiquette atau biasa diucapkan dalam bahasa Indonesia dengan kata etiket yang berarti juga kebiasaan atau cara bergaul, berperilaku yang baik. Jadi dalam hal ini etika lebih merupakan pola perilaku atau kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan pergaulan seseorang atau sesuatu organisasi tertentu. Dengan demikian, tergantung kepada situasi dan cara pandangnya, seseorang dapat menilai apakah etika yang digunakan atau diterapkan itu bersifat baik atau buruk. Fernanda (2006:25) juga mengartikan bahwa etika organisasi berarti : Pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Sedangkan Keraf (1991:20) menyatakan bahwa etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Dari beberapa pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika dalam organisasi merupakan perilaku atau kebiasaan seseorang maupun sekelompok orang dalam suatu organisasi, dimana perilaku tersebut dapat diterima dalam lingkungan internal, dan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Amrizal (2004:1) menyatakan bahwa setiap organisasi bertanggung jawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan
repository.unisba.ac.id
19
kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara tertulis dan dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Kultur dan etika perilaku organisasi yang dimiliki harus dapat mencerminkan nilai utama dari organisasi ( misi organisasi ) dan tuntunan bagi pegawai dalam membuat keputusan sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki dalam bekerja, untuk lebih efektifnya etika dan aturan perilaku dalam suatu organisasi harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan dimengerti dengan baik. Selanjutnya menurut Amrizal (2004:6) Seharusnya aturan perilaku bukan hanya aturan yang keras, bukan dibuat seperti peraturan yang kaku yang mana tidak dapat untuk menjawab atau diterapkan pada semua unit dalam organisasi namun perlu dilakukan observasi mengenai prinsip-prinsip yang dipakai agar dapat dipahami bukan sekedar peraturan, namun memiliki jiwa yang mencerminkan sifat-sifat profesionalitas, kejujuran, integritas, dan loyalitas yang tinggi dalam membentuk organisasi yang bermoral.
2.1.1.3 Prinsip Etika Organisasi Terdapat 12 macam "ide agung" (Great Ideas) yang merupakan landasan moralitas manusia, sebagaimana diungkapkan dalam buku yang berjudul "The Great Ideas: ASyntopicon of Great Books of Western World" yang diterbitkan pada tahun 1952. Dalam buku Adler 12 seluruh gagasan atau"ide-ide agung" tersebut diringkaskan menjadi 6 (enam) prinsip dapat dikatakan merupakan landasan prinsipil dari etika. Adapun Prinsip-prinsip etika menurut Supriadi, (2001:20) dalam Fernanda (2006:7-11) adalah sebagai berikut :
repository.unisba.ac.id
20
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Prinsip Keindahan (Beauty). Prinsip Persamaan (Equality). Prinsip Kebaikan (Goodness). Prinsip Keadilan (Justice). Prinsip Kebebasan (Liberty). Prinsip Kebenaran (Truth).
1. Prinsip Keindahan (Beauty) Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Banyak filsuf mengatakan bahwa hidup dan kehidupan manusia itu sendiri sesungguhnya merupakan keindahan. Dengan demikian berdasarkan prinsip ini, etika manusia adalah berkaitan atau memperhatikan nilai-nilai keindahan. Etika dalam pengelolaan kantor yang dilandasi oleh nilai-nilai estetika antara lain diwujudkan dengan perancangan tata ruang, furnitur dan hiasan-hiasan dinding serta aksesoris lainnya yang bersifat ergonomis dan menarik, sehingga membuat orang bersemangat tinggi dalam bekerja. 2. Prinsip Persamaan (Equality) Hakekat kemanusiaan menghendaki adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain. Setiap manusia yang terlahir di bumi ini serta memiliki hak dan kewajiban masing-masing, pada dasarnya adalah sama atau sederajat. Konsekuensi dari ajaran persamaan ras juga menuntut persamaan diantara beraneka ragam etnis. Watak, karakter, atau pandangan hidup masingmasing etnis di dunia ini memang berlainan, namun kedudukannya sebagai suatu kelompok masyarakat adalah sama. Tuhan juga telah menciptakan manusia dengan jenis kelamin pria dan wanita, dengan bentuk fisik yang berlainan, tetapi secara hakiki diantara keduanya membutuhkan persamaan dalam pengakuan atas
repository.unisba.ac.id
21
hak-hak asasi mereka, dan kedudukannya dihadapan Tuhan adalah sama. Etika yang dilandasi oleh prinsip persamaan (equality) ini dapat menghilangkan perilaku diskriminatif, yang membeda-bedakan, dalam berbagai aspek interaksi manusia. 3. Prinsip Kebaikan (Goodness) Secara umum kebaikan berarti sifat atau karakterisasi dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Perkataan baik (good) mengandung sifat seperti persetujuan, pujian, keunggulan, kekaguman, atau ketepatan. Dengan demikian prinsip kebaikan sangat erat kaitannya dengan hasrat dan cita manusia. Apabila orang menginginkan kebaikan dari suatu ilmu pengetahuan, misalnya, maka akan mengandalkan obyektivitas ilmiah, kemanfaatan pengetahuan, rasionalitas, dan sebagainya. Jika menginginkan kebaikan tatanan sosial, maka yang diperlukan adalah sikap-sikap sadar hukum, saling menghormati, perilaku yang baik (good habits), dan sebagainya. Jadi lingkup dari ide atau prinsip kebaikan adalah bersifat universal. Kebaikan ritual dari agama yang satu mungkin berlainan dengan agama yang lain. Namun kebaikan agama yang berkenaan dengan masalah kemanusiaan, hormat-menghormati diantara sesama, berbuat baik kepada orang lain, kasih sayang, dan sebagainya merupakan nilai-nilai kebaikan yang sudah pasti diterima. 4. Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip keadilan ini sesuai dengan teori keutamaan yang memiliki beberapa aspek dan salah satunya adalah keadilan. Suatu definisi tertua yang hingga kini masih sangat relevan untuk merumuskan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka
repository.unisba.ac.id
22
peroleh). Secara singkat, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil, dan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya. 5. Prinsip Kebebasan (Liberty) Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri kecuali jika pilihan tindakan tersebut melanggar kebebasan yang sama dari orang lain. Maka kebebasan manusia mengandung pengertian: a. Kemampuan untuk menentukan sendiri. b. Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. c. Syarat-syarat
yang
memungkinkan
manusia
untuk
melaksanakan
pilihannya beserta konsekuensi dari pilihan itu. Oleh karena itu, tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, dan begitu pula tidak ada tanggungjawab tanpa kebebasan. Semakin besar kebebasan yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar pula tanggung jawab yang dipikulnya. 6. Prinsip Kebenaran (Truth). Ide kebenaran biasanya dipakai dalam pembicaraan mengenai logika ilmiah, sehingga kita mengenal criteria kebenaran dalam berbagai cabang ilmu, misal: matematika, ilmu fisika, biologi, sejarah, dan juga filsafat. Namun ada pula kebenaran mutlak yang dapat dibuktikan dengan keyakinan, bukan dengan fakta yang ditelaah oleh teologi dan ilmu agama. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan
repository.unisba.ac.id
23
ditunjukkan kepada masyarakat agar masyarakat merasa yakin akan kebenaran itu. Untuk itu, kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran (truth in the mid) dengan kebenaran dalam kenyataan (truth in reality) atau kebenaran yang terbuktikan. Betapapun doktrin etika tidak selalu dapat diterima oleh orang awam apabila kebenaran yang terdapat didalamnya belum dapat dibuktikan. Berbagai penjelasan dari prinsip etika tersebut dapat membuktikan bahwa penting adanya suatu etika di dalam organisasi, selain untuk meningkatkan kinerja organisasi, juga untuk memberikan motivasi, dan menghindari sikap diskriminatif, atau sikap membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya.
2.1.1.4 Strategi Penerapan Etika Dalam Organisasi Untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran etika di dalam organisasi, diperlukan strategi penerapan kode etik. Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh agar etika dapat dipahami dan diterapkan oleh seluruh anggota organisasi (Sunarto, 2013:4) : 1. Mempertebal nilai-nilai religi dalam jiwa setiap anggota organisasi. 2. Pimpinan Menjadi Role Model. 3. Harus dibuat dalam bentuk tertulis sebagai Basic Guidelines 4. Training etika organisasi (Rutin) bagi semua anggota organisasi 5. Ada orang/tim ahli sebagai tempat konsultasi 6. Ada sistem reward and Punishment Berikut adalah penjelasan mengenai strategi penerapan etika dalam organisasi tersebut :
repository.unisba.ac.id
24
1. Mempertebal nilai-nilai religi dalam jiwa setiap anggota organisasi Ini merupakan faktor utama dalam upaya perbaikan etika setiap manusia, termasuk juga anggota organisasi. Setiap anggota organisasi didorong untuk mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama atau kepercayaannya masingmasing. 2. Pimpinan menjadi role model. Para pimpinan atau pejabat seyogyanya menjadi role model atau teladan dalam penerapan etika. Upaya penegakan etika, tidak akan banyak mendapat tanggapan dari para pegawai apabila di kalangan para pimpinan atau pejabat tidak bisa menjadi teladan. 3. Harus dibuat dalam bentuk tertulis sebagai basic guidelines Etika organisasi yang sudah disepakati sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis dan disosialisasikan ke semua anggota organisasi, mulai staf pada tingkat terbawah sampai pucuk pimpinan. Bila tidak ditulis dan disosialisasikan, tidak banyak anggota organisasi yang mengetahui etika organisasi yang berlaku dan harus diterapkan. Selain dibukukan dan disosialisasikan, sebaiknya juga dibuat poster-poster atau banner yang dicetak menarik dan ditempatkan pada tempattempat yang mudah dilihat, sehingga setiap anggota organisasi dapat mengetahuinya. Banner yang dibuat sebaiknya dibuat menarik dengan gambar-gambar dan warna yang mencolok/menarik (eye catching), dan tidak monoton dalam bentuk tulisan yang panjang. Poin penting dalam item ini adalah sebaiknya ditulis dalam bahasa yang sederhana dan, bukan berbentuk
repository.unisba.ac.id
25
ungkapan-ungkapan umum yang masih memerlukan penafsiran atau pemikiran lanjut. 4. Training etika organisasi (rutin) bagi semua anggota organisasi Langkah yang juga sangat penting adalah melakukan training (pelatihan) terkait pemahaman dan penerapan etika organisasi yang berkelanjutan bagi semua anggota organisasi. Sebaiknya diusahakan yang memberi materi training adalah dari pimpinan (senior manage) yang sangat memahami perihal etika organisasi. Training penerapan etika harus dilakukan secara rutin agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya benar-benar dipahami dan diterapkan oleh semua anggota organisasi. 5. Ada orang/tim ahli sebagai tempat konsultasi Senior manager atau pimpinan puncak dan jajarannya seyogyanya menjadi tempat para anggota organisasi lainnya bertanya atau meminta pertimbangan apabila ada permasalahan terkait etika organisasi. Karena dengan demikian, para anggota organisasi mempunyai tempat untuk menemukan jawaban apabila menemui permasalahan pelanggaran etika. 6. Ada Sistem pelaporan dan pengungkapan permasalahan etika (whistle blower system) Pembuatan sistem pelaporan permasalahan etika organisasi (whistle blower system) merupakan bagian yang tidak kalah penting dalam upaya penegakan etika organisasi. Sebab apabila timbul permasalahan dalam organisasi, dapat segera diatasi sesuai dengan sistem yang sudah tersusun.
repository.unisba.ac.id
26
7. Ada Sistem Reward and Punishment Untuk memberikan stimulus agar para anggota organisasi menjunjung dan melaksanakan etika, maka perlu diberikan reward bagi mereka yang menegakkan etika, dan memberi sanksi (punishment) kepada mereka yang melanggar etika. Dengan adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan yang konsisten akan memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas posisi yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat ditegakan secara konsisten oleh manajemen dalam organisasi.
2.1.1.5 Pentingnya Etika Dalam organisasi Dalam Fernanda (2006:25-26) telah dikemukakan pengertiannya, bahwa etika adalah cara bergaul atau berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika terungkap dalam aturan-aturan maupun hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur bagaimana seseorang harus bersikap dan berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain dan lingkungan masyarakatnya. Organisasi sebagai struktur hubungan antar manusia dan antar kelompok tentu saja memiliki nilai-nilai tertentu yang menjadi kode etik atau pola perilaku anggota organisasi yang bersangkutan. Salah satu nilai yang secara umum berlaku bagi setiap anggota organisasi jenis apapun adalah apa yang dirumuskan sebagai : Menjaga Nama Baik Perusahaan. Etika organisasi menekankan perlunya seperangkat nilai yang dilaksanakan setiap orang anggota. Nilai nilai tersebut berkaitan dengan pengaturan bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku dengan baik seperti
repository.unisba.ac.id
27
sikap hormat, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab. Seperangkat nilai-nilai tersebut biasanya dijadikan sebagai acuan dan dianggap sebagai prinsip-prinsip etis atau moral. Dalam kehidupan organisasi terdapat berbagai permasalahan yang pemecahannya mengandung implikasi moral dan etika. Ada cara pemecahan yang secara moral dan etika diterima tetapi ada juga yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, cara-cara yang secara moral dan etika dapat diterima merupakan cara cara yang benar dan sebaliknya cara-cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan disebut cara cara yang salah. Dalam praktek kehidupan organisasi tidak ada tolok ukur yang mutlak tentang yang benar dan yang salah. Ini tidak terlepas dari berbagai faktor seperti agama, budaya dan sosial. Pemahaman tentang yang benar dan yang salah itulah yang mendasari perlunya etika dalam organisasi yaitu untuk membantu memberikan makna yang tepat tentang kehidupan organisasi. Beberapa alasan mengapa norma moral dan etika itu diperlukan dalam organisasi (Siagian, 1996, 335-337 dalam Modul Diklat PIM IV(LAN-2008) antara lain : 1. Karena etika berkaitan dengan perilaku manusia. 2. Agar bisa mengikuti kehidupan sosial yang tertib manusia memerlukan kesepakatan, pemahaman, prinsip dan ketentuan lain yang menyangkut pola perilaku 3. Karena dinamika manusia dengan segala konsekuensinya baik bersifat norma moral maupun etika perlu dianalisa dan dikaji ulang. 4. Karena Etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan sesuai dengan keyakinan agama, pandangan hidup dan sosial. Berikut adalah penjelasan secara singkat mengenai arti pentingnya etika dalam organisasi : 1. Karena etika berkaitan dengan perilaku manusia. Hal ini menyangkut aplikasi seperangkat nilai luhur dalam bertindak bagi kehidupan seorang dan
repository.unisba.ac.id
28
organisasi dan menyangkut berbagai prinsip yang menjadi landasan bagi perwujudan nilai nilai tersebut dalam berbagai hubungan yang terjadi antar manusia dan lingkungan hidup. 2. Agar bisa mengikuti kehidupan sosial yang tertib manusia memerlukan kesepakatan, pemahaman, prinsip dan ketentuan lain yang menyangkut pola perilaku. Etika memberikan prinsip yang kokoh dalam berperilaku sehingga kehidupan dalam organisasi semakin bermakna. Setiap bentuk kerja sama didasarkan pada kesepakatan yang dicapai bersama. 3. Karena dinamika manusia dengan segala konsekuensinya baik bersifat norma moral maupun etika perlu dianalisa dan dikaji ulang, hal ini dimaksudkan agar tetap relevan dalam memperkaya makna kehidupan seseorang, kelompok, organisasi dan masyarakat luas yang pada gilirannya memperlancar interaksi antar manusia. 4.
Pentingnya etika dalam era modern sekarang ini lebih jelas terlihat bila diingat bahwa etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan sesuai dengan keyakinan agama, pandangan hidup dan sosial. Dapat dikata kan bahwa etika berkaitan langsung dengan sistem nilai manusia, etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas, nilai-nilai hidup yang hakiki dan memberi inspirasi kepada manusia untuk secara bersama-sama menemukan dan menerapkan nilai-nilai tersebut bagi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.
repository.unisba.ac.id
29
2.1.2
Good University Governance
2.1.2.1 Pengertian Good University Governance Menurut Wijatno (2009:126) dalam Puspitarini (2012:3) bahwa Good University Governance (GUG) secara sederhana dapat dipandang sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar konsep good corporate governance, dalam sistem dan proses governance pada institusi perguruan tinggi melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara umum. Good University Governance merupakan suatu konsep yang menerapkan prinsip-prinsip dasar Good Governance seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan yang perlu diterapkan oleh setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas. Sesuai pula dengan Peraturan Mendikbud (No.139, 2014) bahwa tata kelola perguruan tinggi dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Tata kelola perguruan tinggi juga harus dapat diimplementasikan sesuai dengan tata nilai, perkembangan, dan kebutuhan masing-masing perguruan tinggi, serta selaras dengan rencana strategis Kementerian. Sistem tata kelola perguruan tinggi diwujudkan antara lain dalam organisasi dan tata kerja perguruan tinggi yang merupakan sarana bagi perguruan tinggi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dasar-dasar pemikiran mengenai penerapan good governance pada perguruan tinggi berawal dengan munculnya tantangan-tantangan dalam aspek penyelenggaraan perguruan tinggi di Indonesia seperti bagaimana menumbuhkan
repository.unisba.ac.id
30
sumber-sumber pendanaan baru yang produktif, pengelolaan keuangan yang efisien, akuntabilitas publik, dan hal-hal lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bidang akademis (Muhi, 2010:2). Selanjutnya dalam kutipan tersebut juga mengemukakan bahwa wacana konsep serupa untuk perguruan tinggi yaitu good university governance. Baik good corporate governance ataupun good university governance sebenarnya merupakan turunan dari konsep tata kepemerintahan yang lebih umum, yaitu good governance. Dalam hal ini, tergambar bahwa good university
governance
pelaksanaannya,
tetapi
sudah
bukan
menjadi
suatu
kewajiban
dalam
juga
sudah
menjadi
suatu
kebutuhan
untuk
mengembangkan pengelolaan perguruan tinggi secara efektif dan efisien khususnya dalam pengelolaan perguruan tinggi di Indonesia. Rosca, Nastase , Mihai (2010) dalam Suryani (2015:10) menyatakan bahwa university governance is the sett of processes,customs, policies, laws, and departments affecting the way a university is directed, administered or controlled. Hal tersebut dapat diartikan bahwa university governance merupakan serangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, dan peraturan yang mengarahkan bagaimana suatu universitas diarahkan dan dikendalikan. Selain itu dapat dikatakan good university governance merupakan perilaku, cara atau metode yang digunakan oleh suatu
institusi perguruan tinggi untuk
mendayagunakan seluruh potensi dan unsur-unsur yang dimiliki secara optimal (Dikti-Depdiknas, 2004 dalam Siringoringo, 2012:4). Dengan demikian, university governance selain melingkupi seluruh proses dan unsur-unsurnya, juga memiliki tujuan utama yaitu peningkatan kualitas
repository.unisba.ac.id
31
insitusi perguruan tinggi secara terus menerus untuk mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Menurut (Charted Institute of Public Accountancy, UK) dalam Suryani (2015,11) bahwa good university governance merupakan : 1) Focusing on the organization’s purpose and on outcomes for citizens and service users. 2) Performing effectively in clearly defined functions and roles. 3) Promoting values for the whole organization and demonstrating the values of good governance through behavior. 4) Taking informed, transparent decisions and managing risks. 5) Developing the capacity and capability of the governing body to be effective. 6) Engaging stakeholders and making accountability real. Dapat diartikan bahwa Good university governance merupakan : 1) Dengan focus pada tujuan organisasi dan pada hasilnya bagi masyarakat dan pengguna jasa. 2) Bergerak secara efektif dan jelas sesuai degan fungsi dan perannya masingmasing. 3) Mendorong nilai organisasi dan menunjukan nilai tata kelola pemerintahan yang baik melalui sikap. 4) Mengambil informasi, transparan dalam pengambilan keputusan, dan dapat mengelola risiko. 5) Mengembangkan kapasitas dan kemampuan tubuh yang mengatur untuk menjadi efektif 6) Kepentingan dan tanggung jawab untuk melakukan sesuatu. Secara singkatnya bahwa good university governance sebagai serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu univeritas agar operasional universitas atau perguruan tinggi berjalan sesuai dengan harapan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Atau konsep tersebut dapat dipahami sebagai struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ-organ universitas sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perguruan tinggi secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang. Dari berbagai pernyataan mengenai pengertian good university governance di atas, maka dapat disimpulkan bahwa good university governance merupakan suatu proses, sistem atau metode
repository.unisba.ac.id
32
yang dijalankan oleh sebuah perguruan tinggi dengan menggunakan seluruh potensi yang dimiliki, untuk mencapai perkembangan kualitas perguruan tinggi tersebut secara efektif dan efisien. Untuk mencapai perkembangan kualitas perguruan tinggi secara efektif dan efisien, maka harus diterapkan prinsip-prinsip good university governance seperti dalam penelitian Sumarni (2009:183).
2.1.2.2 Prinsip-prinsip Good University Governance 2.1.2.2.1 Transparansi (transparency) Dalam Sumarni (2009:183) menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) membuktikan bahwa pola pengelolaan lembaga publik dalam era reformasi dan globalisasi yang bercorak desentralisasi telah sesuai dengan semangat good governance. Selama ini pembahasan program-program kegiatan dan pola pembiayaan yang sentralistik sangat dirasakan sebagai penghambat oleh banyak instansi pelayanan publik termasuk perguruan tinggi (PT), terutama dalam manajemen strategik dan pengambilan keputusan. Perguruan tinggi adalah lembaga publik yang dalam penyelenggaraan kegiatannya tidak mengutamakan mencari keuntungan. Prinsip inilah yang menjadi syarat subsantif dari Badan Layanan Umum (BLU). Oleh karena itu, sudah selayaknya perguruan tinggi mulai merintis dan membangun Good Governance melalui badan layanan umum (BLU) iyang ditandai dengan prinsip-prinsip
seperti
:
Transparansi,
kemandirian,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban, dan kewajaran.
repository.unisba.ac.id
33
Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan. Sedangkan menurut Muhi (2010:7) Perguruan tinggi sebagai suatu industri, bertanggung jawab atas kewajiban keterbukaan informasi serta menyediakan informasi bagi stakeholders sehingga posisi dan pengelolaan korporasi (perguruan tinggi) dapat mencerminkan kondisi riil dan harapan terhadap perguruan tinggi di masa yang akan datang. Selanjutnya, Muhi (2010:7) berpendapat bahwa dalam penerapannya, ada beberapa aspek transparansi yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, diantaranya dalah sebagai berikut : a. Transparansi Proses Pengambilan Keputusan b. Transparansi Kepada Mitra Kerja c. Transparansi penilaian kinerja pegawai a. Transparansi Proses Pengambilan Keputusan Beberapa penerapan aspek transparansi yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, antara lain melalui pengembangan infrastruktur informasi berupa intranet, knowledge management, yang merupakan sarana karyawan dalam menyampaikan berbagai informasi berupa tulisan, ide-ide, atau gagasan. Dengan demikian setiap karyawan dapat mengakses informasi tersebut. Ide-ide atau inovasi yang bagus dan dapat direalisasikan, akan memperoleh penghargaan oleh manajemen. Pergguruan tinggi juga dapat mengembangkan sarana komunikasi antara manajemen dengan karyawan melalui SMS Rektor yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh setiap karyawan sebagai sarana dalam memberikan masukan
repository.unisba.ac.id
34
langsung ke Rektor apabila di lapangan ada penyimpangan atau untuk sarana memberikan masukan demi kemajuan lembaga. b. Transparansi Kepada Mitra kerja Untuk meningkatkan transparansi kepada seluruh mitra kerja, perguruan tinggi dapat menerapkan aplikasi e-procurement dan e-tender (e-auction) dan implementasi modul pemasok manajemen dalam proses pengadaan barang dan jasa. Dengan e-procurement, kontak fisik antara pemasok/mitra dengan panitia diminimalkan dan semua kegiatan tender dilakukan dengan sistem komputer sehingga menunjang transparansi. Seluruh pemasok memperoleh informasi yang sama. c. Transparansi Penilaian Kinerja Pegawai Penerapan
penilaian
kompetensi
pegawai
dengan
menggunakan
kompetensi assessment tools (alat untuk menilai), melalui assessment online (penilaian secara online) penilaian dilakukan secara langsung, yang melibatkan pegawai yang bersangkutan, atasan langsung, rekan sekerja dan bawahan serta dokumen nilai kinerja individu. Assessment center juga dimanfaatkan untuk mengetahui potensi seorang pegawai dalam hal penempatan jabatan dan promosi.
2.1.2.2.2 Kemandirian (Independence) Prinsip kemandirian ini menuntut para komisaris, direktur ataupun manajer senior dalam melaksanakan peran dan tanggungjawabnya harus bebas dari segala bentuk benturan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara independen, bebas dari segala bentuk tekanan dari pihak lian, sehingga dapat
repository.unisba.ac.id
35
dipastikan bahwa keputusan itu dibuat semata-mata demi kepentingan organisasi (Sukrisno Agoes,2005:15 dalam Fadillah,2012:83). Kemandirian (independence) yaitu suatu keadaan dimana organisasi dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip organisasi yang sehat (Sumarni, 2009:183).
2.1.2.2.3 Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan organisasi terlaksana secara efektif. Menurut Muhi (2010:8) Untuk menjunjung tinggi akuntabilitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan lembaga terlaksana secara efektif. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa
akuntabilitas
merupakan
suatu
kewajiban
untuk
mempertanggungjawabkan seluruh pelaksanaan kegiatan yang ada dalam organisasi tersebut. Menurut Vidovich dan Slee Burke (2005:3) dalam Suryani (2015:16) bahwa terdapat beberapa jenis akuntabilitas, di antaranya sebagai berikut : a. Upward Accountability Menunjukan hubungan tradisional dalam bentuk tanggung jawab bawahan pada atasan mencangkup akuntabilitas, prosedural, birokratik, legal dan vertical.
repository.unisba.ac.id
36
b. Downward Accountability Fokus pada tanggung jawab pimpinan terhadap bawahan dalam pengambilan keputusan atau akuntabilitas kesejawatan pada perguruan tinggi. c. Inward Accountability Sebagi organisasi yang didominasi oleh para professional maka berpusat pada Tindakan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar professional dan etis yang disebut akuntabilitas professional. d. Outward Accountability Terkait dengan pihak luar, para pemangku kepentingan, pendukung (donator) dan masyarakat. Ruchijat (2007:1) menyatakan bahwa pentingnya akuntabilitas tersebut kembali ditegaskan dalam PP Nomor 155 tahun 2000 tentang penetapan ITB sebagi badan hukum milik negara (BHMN). Pasal 55 ayat (2) menyatakan bahwa: Tata cara pengelolaan keuangan institut disesuaikan dengan kebutuhan institute/perguruan
tinggi
misalnya
dengan
memperhatikan
efesiensi,
desentralisasi, transparansi dan akuntabilitas.
2.1.2.2.4 Pertanggungjawaban (Responsibility) Pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuian di dalam pengelolaan organisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Muhi (2010:8) menyatakan bahwa universitas harus selalu mengutamakan kesesuaian di dalam pengelolaan perguruan tingginya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip institusi yang sehat dan berkualitas. Setiap bagian/unit memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang jelas, dengan alokasi tanggung
repository.unisba.ac.id
37
jawab masing-masing secara jelas tercantum dalam kebijakan peraturan perguruan tinggi
(Peraturan
Rektor).
Dapat
ditarik
kesimpulan
dengan
adanya
pertanggungjawaban (Responsibility) dalam perguruan tinggi penting diterapkan agar setiap tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki oleh individualnya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2.1.2.2.5 Kewajaran (Fairness) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Muhi (2010:8) dalam penyampaian informasi, perguruan tinggi dapat menerapkan equal treatment (perlakuan yang sama) kepada seluruh civitas akademika. Hubungan dengan karyawan juga terus dijaga, yaitu dengan menghindari praktek diskriminasi, antara lain menghormati hak asasi karyawan, memberi kesempatan yang sama tanpa membedakan umur, suku, ras, agama dan jenis kelamin, memperlakukan karyawan sebagai sumber daya yang berharga melalui sarana sistem knowledge based management (berdasarkan pengetahuan manajemen). Atau fairness merupakan perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin bahwa perusahaan dikelola secara prudent untuk kepentingan stakeholder secara fair dan menghindarkan terjadinya praktik korporasi yang merugikan seperti fraud (Fadillah,2012:82). Prinsip-prinsip ini diperlukan di perguruan tinggi untuk
repository.unisba.ac.id
38
mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
2.1.2.3 Manfaat Good University Governance Diterapkannya good university governance pada sebuah perguruan tinggi sangat bermanfaat untuk meningkatkan tata kelola perguruan tinngi yang berkualitas, dan berikut manfaat good university governance yang dikemukakan oleh Wilson Arafat (2008:10) dalam Suryani (2015:17) : 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Meningkatkan corporate value. 3. Meningkatkan kepercayaan investor. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Manfaat good university governance juga diungkapkan oleh Christian Herdinata (2008:48) dalam Suryani (2015:18) bahwa good university governance juga bermanfaat untuk pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau calon investor, sebagi perlingungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksi atau komisaris perusahaan, serta sebagai perwujudan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi dan menjalankan setiap peraturan perundang-undangan. Atas hal
repository.unisba.ac.id
39
itu Suryani berpendapat bahwa good university governance memiliki manfaat dalam meningkatakan kinerja organisasi, meningkatkan nilai dari suatu organisasi, meningkatkan kepercayaan investor, dan meningkatkan kepuasan pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung GUG dapat pula mencegah penipuan dan penyalahgunaan wewenang.
2.1.3
Kinerja Organisasi
2.1.3.1 Pengertian Kinerja Organisasi Menurut Mahsum (2009:25) dalam bukunya Sembiring (2012:81) yang dimaksud dengan kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/program/kebijakan
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning. Berbeda dengan pengertian kinerja organisasi yang dinyatakan oleh beberapa peneliti lainnya, kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintah maupun swasta, kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Chantika (2013:8) berpendapat bahwa : Kinerja organisasi dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian organisasi untuk melaksanakan kegiatan atau aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dalam mengoptimalkan pencapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut sebelumnya.
Sedangkan menurut Pasolong (2007:177) dalam Chantika (2013:8) : Kinerja organisasi adalah sebagai efektifitas organisasi secara menyeluruh dari setiap kelompok yang berkenaan untuk kebutuhan yang ditetapkan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan
repository.unisba.ac.id
40
organisasi secara terus menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa kinerja organisasi merupakan pencapaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam sebuah organisasi, dimana aktivitas tersebut menjadi sebuah tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencangkup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mahmudi (2015:18) adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor personal/individual. Faktor kepemimpinan. Faktor tim. Faktor sistem. Faktor kontekstual (situsional). Faktor personal meliputi; pengetahuan, keterampilan (skill),kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. Factor kepemimpinan meliputi; kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. Factor tim meliputi; kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. Faktor sistem meliputi system kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
repository.unisba.ac.id
41
Factor kontekstual (situsional) meliputi; tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, factor-faktor tersebut dapat berupa fisik maupun nonfisik yang bisa di lihat dari internal organisasi dan eksternal organisasi, dan berikut pernyataan Tangkilsan (2007:181) dalam Sembiring (2012:110) dalam mengklasifikasikan faktor eksternal dan internal organisasi yang mempengaruhi kinerja organisasi :
1) Faktor Eksternal yang terdiri dari : a. Faktor Politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan dengan keseimbangan kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal. b. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakan sektor-sektor lainnya sebagai suatu system ekonomi yang lebih luas. c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang ditengah masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi. 2) Faktor internal yang terdiri dari : a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi. b. Struktur organisasi, sebagai hasil design antara fungsi yang akan dijalankan dengan struktur formal yang ada.
repository.unisba.ac.id
42
c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.
2.1.3.3 Pengukuran Kinerja Organisasi 2.1.3.3.1 Pengertian Pengukuran Kinerja Dalam mencapai keberhasilan strategik sebuah organisasi, tentu perlu ditentukan pengukurannya, dan perlu ditentukan pula inisiatif stategik dalam mewujudkan seluruh tujuan atau sasaran yang ditetapkan organisasi. Tujuan atau sasaran strategik yang ditetapkan organisasi nantinya akan digunakan untuk menentukan target yang dijadikan basis penilaian kerja. Oleh karena itu, pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap aktivitas dari berbagai rantai nilai yang ada pada perusahaan (Rahmani, 2010:14). Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan pengaruhnya berdasarkan sasaran standar dan kinerja (Dinarsanti, 2010:11). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dalam penelitiannya mengenai pengukuran kinerja, terdapat benang merah yang dapat digunakan untuk ditarik kesimpulan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu sistem penilaian peningkatan suatu kinerja yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang dengan tujuan mencapai target dan efektifitas tindakan yang telah ditetapkan.
repository.unisba.ac.id
43
2.1.3.3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Institusi perguruan tinggi merupakan salah satu organisasi sektor publik, untuk mengukur kinerja organisasi sektor publik berbeda dengan sektor private karena sektor publik tidak berorientasi pada profit. Adapun tujuan dilakukannya pengukuran kinerja disektor publik dalam Mahmudi (2015:14-16) adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4)
Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Memperbaiki kinerja periode berikutnya. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment. 5) Memotivasi pegawai. 6) Menciptakan akuntabilitas publik.
1) Mengetahui Tingkat Ketercapaian Tujuan Organisasi Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak (milestone) yang menunjukan tingkat ketercapaian tujuan dan juga menunjukan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Jika terjadi penyimpangan dari arah yang semestinya, pimpinan dengan cepat dapat melakukan tindakan koreksi dan perbaikan. 2) Menyediakan Sarana Pembelajaran Pegawai Sistem pengukuran kinerja bertujuan untuk memperbaiki hasil dari usaha yang dilakukan oleh pegawai dengan mengaitkannya terhadap tujuan oganisasi. Pengukuran kinerja merupaan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak, dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, skill, atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk
repository.unisba.ac.id
44
mencapai hasil kerja terbaik. Proses pengukuran kinerja akan menjadi sarana pembelajaran bagi semua pegawai organisasi melalui : a) Refleksi terhadap kinerja masa lalu. b) Evaluasi kinerja saat ini. c) Identifikasi solusi terhadap permasalahan kinerja saat ini dan membuat keputusan-keputusan untuk perbaikan kinerja yang akan datang. 3) Memperbaiki Kinerja Perode-Periode Berikutnya. Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Penerapan system pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya prestasi (achievement culture) didalam organisasi. Budaya kinerja atau budaya berprestasi dapat diciptakan apabila system pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfie organisasi sehingga setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Untuk menciptakan atmosfir diperlukan perbaikan kinerja secara terus-menerus. Kinerja saat ini harus lebih baik dari kinerja sebelumnya, dan kinerja yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. 4) Memberikan Pertimbangan yang Sistematik dalam Pembuatan Keputusan Pemberian Penghargaan (Reward) dan Hukuman (Punishment) Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistematik bagi manajer untuk memberikan reward, misalnya kenaikan gaji, tunjangan dan promosi, atau punishment misalnya pemutusan kerja, penundaan promosi, dan teguran. Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha menciptakan system reward, insentif, dan gaji yang memiliki hubungan yang jelas dengan knowledge, skill, dan kontribusi individu terhadap kinerja organisasi.
repository.unisba.ac.id
45
5) Memotivasi Pegawai Pengukuran kinerja bertujuan meningkatkan kinerja pegawai. Dengan adanya pengukuran kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi akan memperoleh reward. Reward tersebut memberikan motivasi kepada pegawai untuk berkinerja lebih tinggi dengan harapan kinerja yang lebih tinggi akan memperoleh kompensasi yang tinggi. 6) Menciptakan Akuntabilitas Publik Pengukuran kinerja menunjukan seberapa besar kinerja manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja financial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus dapat diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja.
2.1.3.5.4 Pendekatan Pengukuran Kinerja Dalam pengukuran suatu organisasi diperlukan pendekatan pengukuran kinerjanya yang dapat diaplikasikan pada organisasi sektor publik, hal itu dikemukakan oleh Mahsun (2009) dalam Daryono (2012:2) : 1. 2. 3. 4.
Analisis Anggaran. Analisis Rasio Laporan Keuangan. Balance Scorecard. Audit Kinerja (value for money)
1. Analisis Anggaran Adalah pengukuran kinerja yang dilakukan dengan cara membandingkan anggaran pengeluaran dengan realisasinya. Hasil yang diperoleh berupa selisih lebih (favourable variance) atau selisih kurang (unfavourable variance). Teknik
repository.unisba.ac.id
46
ini berfokus pada kinerja input yang bersifat finansial dan data yang digunakan adalah data anggaran dan realisasi anggaran. 2. Analisis Laporan Keuangan Menurut Dinarsanti (2010:17) analisis laporan keuangan adalah alat yang digunakan untuk memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan pada suatu periode tertentu. 3. Balanced scorecard Balance scorecard adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berbasis pada aspek finansial dan non finansial yang diterjemahkan dalam empat perspektuf kinerja, yaitu perspektif finansial, perspektif kepuasan pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal
dan
perspektif
pertumbuhan/pembelajaran. 4. Audit kinerja (value for money) Merupakan pengukuran kinerja yang didasarkan pada konsep value for money yang merupakan perluasan lingkup dari audit finansial. Indikator pengukuran kinerjanya terdiri dari ekonomi, efisiensi, efektivitas. Pengukuran kinerja ekonomi berkaitan dengan pengukuran seberapa hemat pengeluaran dilakukan
dengan
cara
membandingkan
realisasi
pengeluaran
dengan
anggarannya.
repository.unisba.ac.id
47
2.1.3.5.5 Pengukuran Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard. A. Pengertian Balanced Scorecard Pengukuran kinerja organisasi yang dipakai dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode balanced scorecard. Menurut Mahmudi (2015:131) balance scorecard merupakan : Konsep manajemen kinerja kontemporer yang mulai banyak diaplikasikan pada organisasi sektor publik, termasuk organisasi pemerintahan. Pengertian lainnya menurut Mahmudi, balanced scorecard merupakan alat manajemen yang powerfull untuk mendongkrak kinerja organisasi.
Sedangkan menurut Kaplan Norton (1996:8) dalam penelitian Soegoto (201113) menyatakan bahwa Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran manajemen kinerja perusahaan secara komprehensif yang meliputi aspek financial dan nonfinansial. Balanced scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena balanced scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatf dan nonkeuangan (nonfinansial) (Mahmudi, 2015:131). Meskipun pada awalnya hanya didesain untuk organisasi bisnis yang bergerak di sektor swasta, namun pada perkembangannya balanced scorecard dapat diterapkan pada organisasi sektor publik dan organisasi nonprofit lainnya. Perbedaan utama organisasi sektor publik dengan swasta terutama adalah pada tujuannya (bottom line). The bottom line organisasi sektor publik adalah maksimisasi pelayanan publik (public service maximization). Manajer dituntut
repository.unisba.ac.id
48
dapat menggunakan berbagai indikator kinerja secara simultan dan tidak hanya berfokus pada satu indikator kinerja, balanced scorecard memberikan rerangka bagi manajer untuk melihat kinerja organisasi dari empat perspektif, yaitu perspektif pelanggan, perspektif keuangan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menterjemahkan visi dan strategi organisasi kedalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton 1996). Jika visi dan strategi dapat dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, yang kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi,
diharapkan
setiap
anggota
organisasi
dapat
mengerti
dan
mengimplementasikannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Pada pertama kali dikenalkannya konsep balanced scorecard pada tahun 1990 oleh Robert S kaplan dan David P. Norton, balanced scorecard hanya digunakan sebagai alat pengukuran kinerja pada organisasi bisnis. Balanced scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat pengendalian, analisa dan merevisi strategi organisasi (Campbell et al. 2002) dalam Imelda R.H.N (2004:107).
B. Perspektif Metode Balanced Scorecard Dalam Muazaroh (1998:I-1) kelebihan dari metode balanced sorecard ini adalah pendekatan yang berusaha ntuk menerjemahkan misi dan stategi organisasi
repository.unisba.ac.id
49
ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu : 1. 2. 3. 4.
Perspektif pelanggan Perspektif keuangan Perspektif proses internal bisnis Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran Berikut ini adalah penjelasan secara singkat mengenai beberapa perspektif
metode balanced scorecard yang dikutip dari Rahmani (2010:19) : 1. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif pelanggan Balanced scorecard, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pelanggan yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang menjadi komponen dalam mencapai tujuan finansial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting yaitu kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran. Perspektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran secara eksplisit, posisi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Dalam penelitian Muazaroh (1998:II-7) terdapat tolok ukur kinerja pelanggan yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, salah satunya adalah kelompok inti yang terdiri dari : a. Pangsa pasar (Market Share) yang mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. b. Tingkat perolehan pelanggan (Costumer Acquisition), yagn mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
repository.unisba.ac.id
50
c. Kemampuan mempertahankan pelanggan lama (Costumer Retention) yaitu tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan kosnumennya. d. Tingkat keuntungan pekanggan yaitu suatu tingkat laba bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target/segmen pasar yang dilayani. 2. Perspektif Keuangan Tujuan keuangan menjadi tujuan dan ukuran di semua ukuran scorecard lainnya. Ukuran kinerja keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Oleh karena itu, laporan keuangan sangat penting karena merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Tujuan perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (1996:42) dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu : a. Pertumbuhan (growth) b. Bertahan (sustain) c. hasil (harvest)
repository.unisba.ac.id
51
3. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton (1996) dalam Rahmani (2010:19), dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: a. Inovasi b. Proses Operasional c. Proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Dalam Muazaroh (1998:II-11) tujuan dimasukannya kinerja ini adalah untuk mendorong perusahaan menjadi organisasi belajar (learning organization) sekaligus
untuk
mendorong
pertumbuhannya.
Perspektif
ini
bertujuan
meningkatkan kemampuan karyawan, meningkatkan kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan keselarasan dan motivasi. Ukuran yang bisa digunakan antara lain kepuasan karyawan, retensi karyawan, banyaknya saran yang diberikan oleh karyawan, dan lainnya. Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan tercapai, maka pada akhirnya adalah peningkatan kinerja finansial organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan
repository.unisba.ac.id
52
komponen penting dalam performance measurement model karena hubungan sebab akibat dapat membantu memprediksi tujuan finansial yang akan tercapai, dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi yang efektif (Malina dan Selto 2004) dalam Imelda R.H.N (2004:110). Adapun faktorfaktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996:110) : a. Kemampuan Pekerja b. Kemampuan sistem informasi c. Motivasi, Pemberdayaan dan Penyetaraan Dari berbagai penjelasan diatas, maka Mahmudi (2015:141) membuat sebuah Rerangka balanced scorecard yang tidak terbatas untuk organisasi bisnis, akan tetapi organisasi sektor pubkik dapat menggunakannya dengan penempatan tumpuan yang berbeda. Jika dalam organisasi bisnis tumpuannya adalah perspektif keuangan, maka dalam organisasi sektor public tumpuannya adalah pada perpektif pelanggan karena pelayanan publik merupakan bottom liner organisasi. Berikut beberapa perbedaan organisasi bisnis dan organisasi sektor publik mengenai perspektif dalam balanced scorecard :
Tabel 2.1 Perbandingan Rerangka Balanced Scorecard Sektor Swasta dengan Sektor Publik No 1
PERSPEKTIF Pelanggan
SEKTOR SWASTA Bagaimana pelanggan melihat kita ?
2
Keuangan
Bagaimana kita melihat pemegang saham ?
SEKTOR PUBLIK Bagaimana masyarakat pengguna pelayanan publik melihat kita ? Bagaimana kita meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya? Bagaimana kita melihat
repository.unisba.ac.id
53
3
Proses Internal
Keunggulan apa yang harus kita miliki ?
4
Pertumbuhan dan Pembelajaran
Bagiamana kita terus memperbaiki dan menciptakan nilai ?
pembayar pajak ? Bagaimana kita membangun keunggulan ? Bagimana kita terus melakukan perbaikan dan menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholders ?
Sumber : Mahmudi (2015:141) Dari berbagai penjelasan diatas, Rohm (2004) dalam Imelda (2004:111) menyatakan bahwa organisasi publik berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep balanced scorecard. Perubahan yang terjadi antara lain adalah : 1. Perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard untuk organisasi publik adalah misi untuk melayani masyarakat. 2. Perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan. 3. Perspektif customers menjadi perspektif customers & stakeholder. 4. perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employess and organization capacity (Rohm 2003). Gambaran balanced scorecard yang digunakan dalam organisasi publik adalah seperti berikut :
repository.unisba.ac.id
54
Mission
Customers and Stakeholders
Financial
Strategy
Employees & Organization Capacity
Internal Business Process
_____________________________________________________________ Sumber : Rohm (2003) Gambar 2.1 Balanced Scorecard pada Organisasi Sektor Publik
Yang menjadi fokus utama dalam organisasi publik adalah misi organisasi, secara umum misi suatu organisasi publik adalah melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi-strategi yang akan dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Strategi tersebut kemudian
repository.unisba.ac.id
55
diterjemahkan kedalam 4 perspektif, yaitu: perspektif customers & stakeholders, perspektif financial, perspektif internal business process dan perspektif employees & organization capacity. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing perspektif yang dikemukakan oleh Rohm (2003) dalam Imelda R.H.N (2004:112).
1. Perspektif customers & stakehoders Mengambarkan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, perspektif costumers dapat dikatakan perspektif pelanggan dimana dalam perspektif pelanggan, organisasi publik (perguruan tinggi) berfokus untuk memenuhi kepuasan masyarakat melalui penyediaan barang/jasa dan pelayanan public yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Perspektif pelanggan dalam organisasi sektor public merupakan tumpuan (leverage) utama, karena tujuan organisasi sektor public secara makro adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat (Mahmudi,2015:142). Berikut adalah ukuran yang dapat digunakan dalam perspektif costumer dan stakeholders adalah sebagai berikut (Fadillah,2012:104) : a. Citizen satisfaction (kepuasan customer/mahasiswa and stakeholders). b. Service corvorage (cakupan pelayanan). c. Quality and standards (kualitas dan standard pelayanan).
2. Perspektif financial Mengidentifikasikan pemberian pelayanan yang efisien. Dalam Mahmudi (2015:142) perspektif keuangan dalam organisasi sektor public untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya ? meskipun organisasi sektor publik tidak mengejar laba, namun organisasi perlu
repository.unisba.ac.id
56
memikirkan bagaimana meningkatkan pnedapatan dan mengurangi biaya secara berkelanjutan. Dalam organisasi sektor public seringkali timbul masalah suboptimasi, suboptimasi merupakan fenomena yang terjadi dimana unit kerja mengejar target kinerja baik untuk unit kinerja tersebt, tetapi akan berdampak kurang baik bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Misalnya kenaikan pelayanan publik tertentu selalu diikuti dengan peningkatan biaya. Dengan demikian pada perspektif keuangan dapat digunakan ukuran sebagai berikut (Fadillah,2012:105) : a. Cost of service (biaya pelayanan) b. Utilization rate (tingkat pemanfatan)
3. Perspektif internal business process Menggambarkan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat/mahasiswa. Pencapaian tujuan strategic pada perspektif proses internal akan berdampak pada kepuasan pelanggan. Beberapa tujuan atau sasaran stategik pada perspektif proses internal misalnya peningkatan proses layanan, perbaikan siklus layanan, peningkatan kapasitas infrastruktur, dan pengintegrasian proses layanan pelanggan secara langsung akan mempengaruhi kepuasan pelanggan (mahasiswa) dan akan berdampak pada peningkatan kinerja keuangan (Mahmudi,2015:143). Berikut pengukuran yang digunakan dalam perspektif ini adalah : a. Inovasi of product, dalam tahapan ini organisasi mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan pelanggan (mahasiswa) dimasa kini dan dimasa yang akan datang, serta merumuskan cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut (Muazaroh,1998:II-9)
repository.unisba.ac.id
57
b. Proses Penyampaian Produk atau Jasa Kepada Mahasiswa, dalam tahapan ini bagaimana tingkat efisiensi pelayanan kepada mahasiswa. c. Sistem Informasi Manajemen, dalam tahapan ini bagaimana suatu organisasi memiliki pengembangan jaringan sistem informasi yang dapat memudahkan mahasiswa untuk mendapatkan informasi dalam perguruan tinggi tersebut.
4. Perspektif employess dan organization capacity Menggambarkan kompetensi dan kemampuan semua anggota organisasi, dalam Fadillah (2012:106) organisasi sektor publik seperti peguruan tinggi, perspektif employees and organization capacity difokuskan untuk menjawab pertanyaan ; “bagaimana organisasi terus melakukan perbaikan dan menambah nilai bagi customers and stakeholders?”. Beberapa sasaran strategik pada perspektif employees and organization capacity tersebut antara lain: (1) peningkatan keahlian pegawai, (2) peningkatan komitmen pegawai, (3) peningkatan kemampuan membangun jaringan dan (4) peningkatan motivasi pegawai. Dengan demikian ukuran kinerja pada perspektif employees and organization capacity dapat digunakan ukuran: 1. Skill coverage (cakupan penguasaan keahlian) 2. Personel income dan walfare (pendapatan dan kesejahteraan) 3. Personel satisfaction (kepuasan para pegawai)
2.2
Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini terdapat penelitian terdahulu yang terkait dengan
pembahasan sehingga dijadikan sebagai suatu perbandingan. Dan berikut penelitian terdahulu yang sudah penulis ringkas :
repository.unisba.ac.id
58
No 1
Peneliti & Tahun Amrizal (2004)
2
Sukiman (2002)
3
Ali
2.2 Tabel Penelitian Terdahulu Judul Hasil Penelitian penelitian Membangun Keberhasilan Kultur dan pembangunan Etika Internal suatu etika Organisasi perilaku dan yang Anti kultur Kecurangan organisasi yang anti kecurangan yang akan mendukung secara efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja, sangat erat hubungan dengan hal-hal atau faktorfaktor penentu keberhasilanny a yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Analisis Dalam Pengaruh penelitian ini Etika diperoleh hasil Organisasi bahwa etika terhadap organisasi Kepuasan sebagai Kerja. variabel independen ternyata memmiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja Membangun
Akuntabilitas
Persamaan
Perbedaan
Dalam penelitian ini membahas bagaimana etika internal dalam suatu organisasi
Variabel dependen dalam penelitian ini tidak membahas kinerja organisasi secara spesifik, dan objek tidak pada perguruan tinggi.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah etika organisasi.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja, dan tidak membahas good university governaanc e juga kinerja organisasi. Tidak
Melakukan
repository.unisba.ac.id
59
Hanaplah Muhi (2010)
Good Governance Pada Perguruan Tinggi Di Indonesia.
birokrasi publik dan tata kelola yang baik (good governance dan good corporate governance) telah menjadi titik krusial bagi arah perkembangan demokrasi Indonesia ke depan, tercakup didalamnya adalah bidang pendidikan. Oleh karenanya, berbicara akuntabilitas publik dan tata kelola yang baik berarti tidak terlepas didalamnya akuntabilitas dan tata kelola yang baik bidang pendidikan. Pengelolaan pendidikan merupakan pelayanan publik, hal inilah yang menimbulkan perlunya akuntabilitas publik dan tata kelola yang baik di lembaga
penelitian mengenai Good University Governance.
meneliti variable etika organisasi dan kinerja organisasi.
repository.unisba.ac.id
60
4
Sri Sumarni Good (2009) University Governance dan Implikasinya Terhadap Pengembang an Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
5
Rezma Hadi Rahmani (2010)
Analisis Pengukuran Kinerja Organisasi Nirlaba dengan Metode Balanced Scorecard (Studi Pada Universitas Islam Negeri Maulana Malik
pendidikan. Program studi akan dapat menentukan kebijakannya , tujuan , program dan kegiatan strategis , dengan menggunakan fleksibilitas yang ditawarkan oleh status BLU .Ada dua pendekatan yang perlu dipertimbangk an oleh program studi pendidikan islam fakultas tarbiyah uin sunan kalijaga dalam manajemen potensi akademik dan pendekatan pendekatan manajemen Hasil pengukuran kinerja Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan metode balanced scorecard kinerja organisasi dikatakan baik.
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah good university governance.
Penelitian ini tidak membahas etika organisasi dan kinerja organisasi.
Variabel independen dalam penelitian ini membahas kinerja organisasi pada perguruan tinggi.
Dalam penelitian ini tidak membahas good university governance , dan tidak membahas etika organisasi
repository.unisba.ac.id
61
Ibrahim Malang)
6
Budi Mulyawan (2009)
Pengaruh Pelaksanaan Good Governance Terhadap
Dilihat dari perspektif keuangan baik dilihat dari universitas ini berpeluang mendapatkan dana dari Islamic development bank (IBD), kinerja dari perspektif pelanggan melalui kepuasan mahasiswa yang terlihat dari mahasiswa puas akan kinerja dosen. Perspektif proses bisnis internal juga cukup baik dilihat dengan semakin banyaknya kualifikasi dosen dengan pendidikan doktor dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan juga baik dengan rendahnya retensi pegawai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
Variabel independen dalam penelitian ini adalah
repository.unisba.ac.id
62
Kinerja Organisasi.
pengaruh antara pelaksasnaan good governance terhadap kinerja organisasi.
Kinerja organisasi.
good governance bukan good university governance . Dan dalam penelitian ini tidak membahas etika organisasi.
Sumber : Data Sekunder yang Diolah
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1
Pengaruh Etika Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi Menurut Fernanda (2006:2) etika organisasi pola sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Menurut Tasmara (2002:64) etika menunjukan sikap dan harapan seseorang, artinya untuk mencapai harapannya, seseorang melakukan kinerja yang beretika agar harapan dapat tercapai sesuai dengan keinginan. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Mathis dan Jackson (2004:115) yang menjelaskan adanya hubungan motivasi, etika kerja, dan kehadiran terhadap kinerja individual. Artinya untuk mencapai kinerja individu, seseorang harus memiliki motivasi, etika dan kehadiran yang optimal. Selain etika ternyata motivasi dan kehadiran juga berpengaruh dalam meningkatkan kinerja. Dari berbagai pendapat tersebut etika merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan dalam mencapai tujuan
repository.unisba.ac.id
63
organisasi yang telah ditetapkan baik dalam organisasi profit maupun organisasi nonprofit. Menurut Amrizal (2004:3) kultur dan etika perilaku organisasi yang dimiliki harus dapat mencerminkan nilai utama dari organisasi ( misi organisasi ) dan tuntunan bagi pegawai dalam membuat keputusan sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki dalam bekerja. Hal yang tidak sesuai etika yang paling sering dilakukan oleh tenaga kerja adalah berkata tidak jujur, pecandu obat-obatan atau minuman keras, dan pemalsuan data. Hal-hal tersebut tentunya akan menurunkan kinerja dan produktivitas perusahaan, disini terlihat bahwa masalah etika sangat berpengaruh terhadap kesusksesan organisasi (Robert 2001 dalam Sukiman, 2002:20-21). Untuk lebih efektifnya etika dan aturan perilaku dalam suatu organisasi harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan dimengerti dengan baik. Secara bersama-sama manajemen dan karyawan harus membangun suatu hal yang positif untuk berkembangnya rasa memiliki akan suatu organisasi yang sehat yang ditopang oleh kultur yang kuat (Amrizal, 2004:3). Begitupun dengan perguruan tinggi, perguruan tinggi merupakan suatu organisasi nirlaba yang memerlukan etika dalam pengelolaannya, karena dengan diterapkannya etika yang baik dalam perguruan tinggi, maka akan baik pula kinerja dalam perguruan tinggi tersebut, sehingga sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dapat dijalani dengan prosedur atau dengan kebijakan yang ada.
repository.unisba.ac.id
64
2.3.2
Pengaruh Good University Governance Terhadap Kinerja Organisasi Menurut World bank dalam kutipan Suryani (2015:10), good university
governance merupakan turunan teori dari good corporate governance, dan dalam Muhi (2010:4) konsep good corporate governance sebenarnya merupakan turunan dari konsep tata kelola kepemerintahan yang lebih umum yaitu good governance. Dalam Winarno (2002:53) menyebutkan bahwa sebenarnya good governance berkenaan dengan masalah bagaimana suatu organisasi ditata, dari berbagai teori yang berkesinambungan tersebut dapat disimpulkan bahwa good university governance juga merupakan suatu konsep turunan dari konsep good governance, karena konsep GUG juga berkaitan dengan bagaimana pengelolaan perguruan tinggi yang efektif dan efisien. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyawan (2010) bahwa terdapat pengaruh yang baik dalam pelaksanaan good governance terhadap kinerja organisasi. Selain itu Rosca, Nastase , Mihai (2010) dalam Suryani (2015:10) menyatakan bahwa university governance merupakan serangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, dan peraturan yang mengarahkan bagaimana suatu universitas diarahkan dan dikendalikan. Selain itu Menurut Wijatno (2009:126) dalam Puspitarini (2012:3) bahwa Good University Governance (GUG) secara sederhana dapat dipandang sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar konsep good corporate governance, dalam sistem dan proses governance pada institusi perguruan tinggi melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan berdasarkan nilainilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara umum.
repository.unisba.ac.id
65
Dewasa ini, pengelolaan institusi perguruan tinggi bukan hanya etika yang perlu diterapkan didalamnya, tetapi juga diperlukan langkah yang dapat menunjang pencapaian kualitas suatu perguruan tinggi, hal ini biasa disebut sebagai Good University Governance (GUG) (Wijatno, 2012:3 dalam Suryani, 2015: 29).
Dalam pencapaian tersebut perlu diterapkan prinsip/karakteristik
GUG, prinsip dari GUG adalah Transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
kemandirian
(independence),
pertanggungjawaban
(responsibility), juga kesetaraan dan kewajaran (fairness) Muhi (2010:6). Dari berbagai prinsip yang dinyatakan dalam penelitian terdahulu, pada dasarnya memiliki manfaat dan tujuan yang sama dan pada prakteknya prinsip tersebut harus diterapkan untuk mewujudkan tata kelola perguruan tinggi yang baik. Salah satu manfaat dari good university governance adalah meningkatkan kinerja perusahaan/organisasi melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, juga pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen Wilson Arafat (2008:10) dalam Suryani (2015:17). Berdasarkan uraian diatas maka disebutkan bahwa dengan diterapkannya konsep good university governance akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja maksimal yang diharapkan oleh perguruan tinggi.
repository.unisba.ac.id
66
2.3.3
Pengaruh Etika Organisasi dan Good University Governance Terhadap Kinerja Organisasi Pada dasarnya etika merupakan suatu dasar perilaku seseorang dalam
melakukan sesuatu. Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat/kelompok, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaiamana etikanya Abdullah (2006:2). Seperti menurut Tasmara (2002:64) untuk mencapai harapannya, seseorang harus melakukan kinerja yang beretika agar harapan dapat tercapai sesuai dengan keinginan. Good university governance merupakan perilaku, cara atau metode yang digunakan oleh suatu institusi perguruan tinggi untuk mendayagunakan seluruh potensi dan unsur-unsur yang dimiliki secara optimal (Dikti-Depdiknas, 2004 dalam Siringoringo, 2012:4). Dan untuk membuat keputusan didalamnya harus sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki dalam bekerja, untuk lebih efektifnya
etika
dan
aturan
perilaku
dalam
suatu
organisasi
harus
dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan dimengerti dengan baik (Amrizal, 2004:3). Ketika individual dalam organisasi mengerti dan memahami aturan yang seharunya dijalani, maka hal tersebut akan dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensinya kinerja dalam organisasi. Berdasarkan penjelasan-penjelasan mengenai keterkaitan sebelumnya, diharapkan dengan adanya penerapan etika organisai dan good university governance dapat mencapai efektifitas dan efisiensi tata kelola sebuah perguruan tinggi, sehingga dalam implementasinya akan memungkinkan tidak terjadinya
repository.unisba.ac.id
67
jenis-jenis korupsi, penyimpangan-penyimpangan, serta sikap-sikap otoritarian, dan juga budaya kedisiplinan yang diterapkan dalam kesehariannya pada institusi perguruan tinggi tersebut. Berdasarkan kerangka pemikiran tersbut, maka dapat digambarkan model penelitian yang akan dilakukan oleh penulis : Good University Governance (X1)
Etika Orgnisasi ((X2)
Kinerja Organisasi (Y) Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran
2.4
Hipotesis Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan dan kerangka
pemikiran diatas, maka peneliti dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut : Etika Organisasi dan Good University Governance berpengaruh terhadap Kinerja Organisasi baik secara parsial maupun simultan.
repository.unisba.ac.id