BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri antara lain: 1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) a. Memakai bahan pengikat aspal. b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur roda). d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar). 2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC). b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retakretak pada permukaan jalan. d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok di atas permukaan.
II- 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement) a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur. b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya. 2.1.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004). 1.
Lapis Permukaan (surface course) Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan dapat meliputi: a. Struktural : Fungsinya ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil. Adapun jenis perkerasan ini sebagai berikut: Penetrasi Macadam (LAPEN), LASBUTAG, LASTON (Lapis Aspal Beton),
II- 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b. Lapisan bersifat non struktural: Berfungsi seebagai lapisan aus dan kedap air. Jenis perkerasan ini digunakan untuk pemeliharaan jalan. Adapun jenis perkerasan ini sebagai berikut: BURTU (Laburan Aspal Satu Lapis), BURAS (Laburan Aspal), LATASBUM (Lapis Tipis Asbuton Murni), LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton), Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu: 1. Lapis Aus (Wearing Course) Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah (Nono, 2007) : a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air. b) Menyediakan permukaan yang halus. c) Menyediakan permukaan yang kesat. 2. Lapis Antara (Binder Course) Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah (Nono, 2007): a) Mengurangi tegangan.
II- 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup. 2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah : a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan. b. Pemikul beban horizontal dan vertikal. c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah. 3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah: a. Penyebar beban roda. b. Lapis peresapan. c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi. d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan. 4. Tanah Dasar (Subgrade) Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
II- 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Aspal Menurut Sukirman (1992) aspal adalah bahan padat atau semi padat yang merupakan senyawa hidrokarbon, berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang sering tersusun dari aspaltenes dan malteneses. Aspal jika dipanaskan pada suatu temperatur tertentu, aspal akan menjadi lunak sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pencampuran, jika temperatur mulai menurun aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat kompleks, sangat sukar memisahkan molekul-molekkul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal , merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dari resins. Proporsi dari asphaltenes, resins, oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya dan ketebalan aspal dalam campuran. Macam – macam Aspal sebagai berikut :
II- 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1. Aspal Alam Aspal ini terdapat di alam antara lain lake asphalt (danau aspal), rock asphalt dan sand asphalt. Rock asphal merupakan aspal alam yang terdapat di Indonesia, yaitu di pulau Buton. Proses terjadinya rock asphalt adalah terjadi pada daerah yang mengandung minyak bumi dan aspal. Akibatnya terjadi gerakan-gerakan pada lapisan kulit bumi menyebabkan terjadinya penurunan atau retak-retak pada permukaan bumi. Dengan adanya tekanan dari bawah lapisan kulit bumi, mengakibatkan keluarnya minyak bumi. Apabila tekanan yang terjadi besar, maka minyak bumi akan keluar dengan aspal yang dikandungnya. 2.2.2. Aspal Buatan Aspal ini diproleh dari proses destilasi/ penyulingan minyak tanah mentah dan terdiri dari 3 macam, yaitu : 1. Aspal Keras (AC/ Asphalt Cement) Aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang antara 25ᵒ - 30ᵒ C. Di Indonesia AC dibedakan berdasarkan : AC 40/50
: AC dengan penetrasi antara 40-50
AC 60/70
: AC dengan penetrasi 60-70
AC 85/100
: AC dengan penetrasi 85-100
AC 120/150 : AC dengan penetrasi 120-150 AC 200/300 : AC dengan penetrasi 200-300 AC dengan penetrasi rendah dipakai untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalulintasnya tinggi, sedangkan AC II- 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau untuk volume lalulintasnya rendah. Di Indonesia umumnya dipakai penetrasi 60/70 dan 80/100. Syarat umum AC adalah berasal dari saringan minyak bumi, harus mempunyai sifat yang sejenis, kandungan kadar parafinnya tidak lebih dari 2% dan tidak mengandung air/berbusa pada temperatur 175ᵒC. Tabel 2.1 : Klasifikasi aspal keras No
JENIS PEMERIKSAAN
Pen.40
Pen.60
Pen.80
SATUAN
min.40
min.60
min.80
0,1 mm
1
Penetrasi, 25 ᵒC, 100 gr, 5 detik.
2
Titik Nyala
200
200
225
ᵒC
3
Daktilitas (sifat kohesi), 25 ᵒC. 5 cm per menit
75
75
100
cm
4
Berat Jenis
1
1
1
gr/cm³
Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) 2. Aspal Dingin/Cair (Cut Back Asphalt) Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut buck asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :
II- 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
RC (rapid curing cut back) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium. RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap. MC (medium curing cut back) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah. SC (slow curing cut back) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang paling lama menguap. 3. Aspal Emulsi (Emullsion Asphalt) Aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi. Dapat digunakan dalam keadaan dingin ataupun panas. Aspal emulsi dan cut back asphalt umum digunakan pada campuran dingin atau pada penyemprotan dingin. Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dibedakan atas : Kationik (aspal emulsi asam) : bermuatan listrik positif. Anionik (aspal emulsi alkali) : bermuatan listrik negatif. Nonionik (tidak mengalami ionisasi) : tak menghantarkan listrik.
II- 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Apabila dibedakan dalam hal kecepatan mengerasnya : Rapid setting (RS) : mengandung sedikit bahan pengemulsi, sehingga pengikatan yang terjadi cepat. Medium setting (MS) Slow setting (SS) : paling lambat proses penguapannya. 2.2.3. Sifat Dan Fungsi Aspal Mengingat fungsi dari aspal itu sendiri sebagai bahan pengikat aspal dan agregat atau antara aspal itu sendiri, juga pengisi rongga pada agregat. Daya tahannya (durability) berupa kemampuan aspal mempertahankan sifat aspal akibat pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran aspal dan agregat. Sedangkan sifat adhesi dan kohesi yaitu kemampuan aspal mempertahankan ikatan yang baik. Sifat kepekaan terhadap temperatur aspal adalah material termoplastik yang bersifat lunak atau cair apabila temperatur bertambah. Fungsi aspal dalam konstruksi perkerasan jalan, sebagai berikut : Sebagai bahan pengikat, merupakan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri. Sebagai bahan pengisi rongga antara butir-butir agregat dan poripori yang ada dari agregat itu sendiri.
II- 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Agregat Agregat menurut ASTM (1974) mendifinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. 2.3.1. Klasifikasi Agregat A. Ditinjau dari asal kejadiannya :
Batuan Beku Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneus rock) : umumnya berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt dan obsidian. Dan batuan beku dalam (intrusive igneus rock) : keluar ke permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi, umumnya berteksture kasar seperti granit, gabbro dan diorite.
Batuan Sedimen Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas : batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, batuan sedimen yang dibentuk secara organis, dan batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi. Batuan Metamorf Berasal dari batuan baku ataupun batuan sedimen yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya tekanan dan temperature dari kulit bumi. II- 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Ditinjau dari proses pengolahannya : Agregat Alam Agregat alam terbentuk dari proses erosi dan gradasi. Dapat digunakan sebagaimana bentuk aslinya atau dengan sedikit proses pengolahan. Contoh agregat alam adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari 1 4 inchi (6.35 mm), pasir adalah agregat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 1 4 inchi tetapi lebih besar dari 0.075 mm. Agregat yang melalui proses pengolahan Adalah agregat yang berasal dari batu gunung berukuran besar yang diolah melalui proses pemecahan sehingga dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (erusher stone) sehingga ukuran paryikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Agregat Buatan Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikelpartikel dengan ukuran lebih kecil dari 0.075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik semen dan mesin pemecah batu.
II- 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Berdasarkan besar partikelnya, agregat dibedakan atas :
Agregat Kasar Adalah agregat yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari 4,75 mm menurut ASTM, atau lebih kecil dari 2 mm menurut AASHTO.
Agergat Halus Adalah agregat yang mempunyai ukuran butir lebih kecil dari 4.75 mm menurut ASTM, atau lebih kecil dari 2 mm dan lebih besar dari 0.075 mm menurut AASHTO.
Abu Batu / Mineral Filler Adalah agregat halus yang lolos saringan no. 200 (ukuran butir lebih kecil dari 0.075 mm).
2.3.2. Sifat – Sifat Agregat Sifat dan kuwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Sifat agregat yang menetukan kualitas sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok bagian yaitu : 1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh :
Gradasi
Ukuran maksimum II- 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kadar lempung
Kekerasan dan ketahanan
Bentuk butiran
Tekstur permukaan
2. Kemampuan dilapisi dengan baik, dipengaruhi oleh :
Porositas
Kemungkinan basah
Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh :
Tahanan geser
Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
2.3.3. Gradasi dan Ukuran Maksimum Agregat Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan yang paling kasar diletakan diatas dan yang paling halus diletakan paling bawah. Gradasi agregat dapat dibedakan atas :
II- 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gradasi Seragam (Uniform Graded) Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
Gradasi Rapat (Dense Graded/ Well Graded) Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghsilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.
Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/ Gap Graded) Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas. Agregat bergradasi buruk umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (grap graded), merupakan campuran agregat dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit sekali. Agregat ini akan menghasilkan lapisan perkerasan yang terletak antara kedua jenis diatas.
a. Rapat
b. Seragam
c. Senjang (timpang)
Gambar 2.1. Ilustrasi Macam Gradasi Agregat
II- 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3.4. Daya Tahan Agregat Agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) ynag mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan disinterogasi (penghancuran) oleh proses kimiawi seperti kelembaban, kepanasan atau perbedaan temperatur sehari-hari yang terjadi selama masa pelayanan jalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi :
Jenis agregat, agregat yang lunak mengalami degradasi yang lebih besar dari agregat yang lebih keras.
Gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi lebih besar dibanding dengan gradasi rapat.
Bentuk, partikel bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar dari yang berbentuk kubus.
2.3.5. Daya Lekat Terhadap Aspal Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat :
Sifat mekanis, tergantung dari : pori-pori dan adsorpsi, bentuk dan
teksture permukaan dan ukuran butir.
Sifat kimiawi agregat. Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal sehingga aspal
dan agregat terkait dengan baik. Namun terlalu berpori dapat mengakibatkan terlalu banyak aspal yang diserap sehingga lapisan aspal yang menyelimuti agregat menjadi lebih tipis dan menyebabkan II- 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ikatan antar agregat mudah lepas, disamping itu agregat berpori juga lebih mudah hancur. Agregat berbentuk kubus dan kasar mempunyai sifat lebih baik mengikat aspal, disamping itu daya lekatan dengan aspal juga di pengaruhi oleh sifat agregat terhadap air. Agregat yang menyerap air benyak tidak baik lekatannya terhadap aspal, oleh karena itu besarnya absorbs dibatasi 3%. 2.3.6. Berat Jenis Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat den berat volume air. Berat jenis agregat penting dalam perencanaan campuran dengan aspal untuk perbandingan berat dan untuk menetukan jumlah pori dalam agregat. Agregat dengan berat jenis
kecil
mempunyai
berat
volume
yang
besar
sehingga
membutuhkan jumlah aspal yeng lebih banyak dibandingkan dengan agregat dengan berat jenis besar dan berat volume kecil. Ada 3 klasifikasi berat jenis agregat berdasarkan AASHTO, yaitu :
Berat Jenis Bulk (Bulk Spesific Gravity) Adalah berat jenis dimana volume yang diperhitungkan adalah seluruh pori yang ada (volume yang dapat diresapi air dan volume yang tidak dapat diresapi air)
Berat Jenis Apparent (Apparent Spesific Gravity) Adalah berat jenis dimana volume yang diperhitungkan adalah volume partikel dan bagian yang dapat diresapi air
Berat Jenis Efektif (Effective Spesific Gravity) II- 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Adalah berat jenis dimana volume diperhitungkan terhadap jumlah pori yang diresapi air saja.
2.4. Filler (Bahan Pengisi) Filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lolos saringan 0,075 mm. Bahan filler dapat berupa debu batu kapur, semen portland, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Pembuatan lapisan permukaan dari beton aspal diperlukan agregat dengan gradasi tertentu. Untuk itu biasanya dibutuhkan agregat kasar, agregat halus dan juga filler, campuran agregat itu membentuk gradasi tertentu sesuai yang disyaratkan. Dalam campuran beton aspal filler memiliki peranan tersendiri untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi ketentuannya. bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No. 200 (75micron) tidak kurang dari 75% dari yang lolos ayakan No. 30 (600 micron) dan mempunyai sifat non plastis. Penggunaan filler dalam campuran beraspal sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut. Fungsi filler dalam campuran, yaitu : Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran mengikat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga yang akan berkurang. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar. II- 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. Tujuan awal filler adalah mengisi rongga dalam campuran VIM, tidak hanya oleh bitumen tetapi material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan,
penambahan
filler
akan
memperkecil
VIM.
Dalam
perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak hanya mengganti fungsi bitumen pengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran (Edward 1988). Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan pertambahan filler sampai nilai maksimum, kemudian menurun akibat kemampuan pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak). Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan partikel mineralnya. Penggunaan jenis proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan capuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas.
II- 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Bahan penyusun Pondasi Pasir Aspal Dalam penelitian kami kali ini, campuran aspal yang akan kami buat sebagai bahan pondasi atas adalah Pondasi pasir aspal. Benda uji pertama menggunakan aspal Pertamina pen 60/70 dengan menggunakan pasir standar. Dan benda uji kedua menggunakan aspal Pertamina pen 60/70 dengan menggunakan pasir kuarsa sebagai bahan pengganti pasir standar. Berikut adalah penyusun dari kedua campuran tersebut. 1.
Agregat
a. Agregat Kasar (a) Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.2. (b) Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan bahan tertahan kurang dari 10 %. (c) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.2 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari 2,36 mm dengan bidang pecah satu atau lebih. II- 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.2 Persyaratan agregat kasar Pengujian
Standar
Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Maks. 40% Min. 95%
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10cm) SNI 03-6877-2002 Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥10cm) Partikel pipih dan lonjong(**) ASTM D-4791 Material lolos saringan No. 200 Catatan :
SNI 03-4142-1996
95/90(*) 80/75(*) Maks. 10% Maks.1%
(*) 95/90 menujukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih. (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5 Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) Untuk mendukung hasil pengujian yang telah didapatkan, maka dalam pengujian ini ditambahkam beberapa macam pengujian. Pengujian yang dilakukan pada agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.3. di bawah ini. Tabel 2.3 Pengujian tambahan agregat kasar Pengujian
Standar
Nilai
Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Apparent Penyerapan Air Kelekatan Terhadap Aspal
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
gr/cc gr/cc gr/cc Max 3% Min 95% Max12 %
SNI 03-2439-1991 Kelekatan bentuk agregat terhadap SNI 03-3407-1994 larutan natrium dan magnesium sulfat
Analisa Saringan SNI 1968-1990 % Sumber : Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Bina Marga,Tahun2005) II- 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b. Agregat Halus (a) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) sesuai SNI 03-6819-2002. (b) Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk terpisah. (c) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu. (d) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan apabila menggunakan Unit Pencampur Aspal maka harus dipasok ke Unit Pencampur Aspal dengan melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik. (e) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.4.
II- 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Persyaratan agregat halus Pengujian Nilai Setara Pasir
Standar Nilai SNI 03-4428- Min. 50% 1997 Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142- Maks. 8% 1996 Angularitas (Kedalaman dari permukaan Min 45 <10cm) SNI 03-6877Angularitas (Kedalaman dari permukaan ≥ 2002 Min 40 10cm) Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) Untuk mendukung hasil pengujian yang telah didapatkan, maka dalam pengujian ini ditambahkam beberapa macam pengujian. Pengujian yang dilakukan pada agregat halus dapat dilihat pada tabel 2.5. di bawah ini. Tabel 2.5 Persyaratan agregat halus Pengujian
Standar
Nilai
Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Apparent Penyerapan Air
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
gr/cc gr/cc gr/cc Max 3% Max12 %
Kelekatan bentuk agregat terhadap SNI 03-3407-1994 larutan natrium dan magnesium sulfat
Analisa Saringan SNI 1968-1990 % Sumber : Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Bina Marga,Tahun2005) c. Bahan Pengisi (Filler) 1) Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan harus dari semen Portland. Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki. II- 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2) Debu batu (stonedust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan
pengayakan
sesuai
SNI
03-4142-1996
harus
mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (0,075mm) tidak kurang dari 75% dari yang lolos ayakan No. 30 (0,600mm) dan mempunyai sifat non plastis. d. Gradasi agregat gabungan Gradasi agregat gabungan untuk Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal, ditunjukkan dalam Tabel 2.6. gradasi agregat gabungan tersebut merupakan gradasi gabungan antara agregat kasar dan pasir. Tabel 2.6. Gradasi Agregat Gabungan Ukuran Ayakan
% Berat Yang Lolos
ASTM
(mm)
LPPA
¾”
19
100
3/8”
9,5
85-100
No. 4
4,75
-
No. 8
2,36
60-85
No. 16
1,18
-
No. 30
0,600
25-50
No. 50
0,300
-
No. 100
0,150
-
No. 200
0,075
0-20
Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009)
II- 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e. Aspal (1) Aspal yang digunakan untuk Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal harus Aspal Keras Pen 60/70 dan harus memenuhi persyaratan pada Tabel 2.7. sedangkan campuran yang dihasilkan harus memenuhi ketentuan salah satu Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal pada Tabel 2.8 sesuai dengan jenis Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal yang ditetapkan dlam Gambar Rencana atau petunjuk Direksi Teknis. (2) Pengambilan contoh aspal Pengambilan contoh aspal harus dilaksanakan sesuai SNI 036399-2000. Pengambilan contoh aspal keras dari tiap truk tangki harus dilaksanakan pada bagian atas, tengah dan bawah. Contoh pertama yang diambil harus langsung diuji di laboratorium lapangan untuk memperoleh nilai penetrasi dan titik lembek. Aspal di dalam truk tangki tidak boleh dialirkan kedalam tangki penyimpan sebelum hasil pengujian contoh pertama tersebut memenuhi ketentuan dari Spesifikasi Khusus ini. Bilamana hasil pengujian contoh pertama tersebut lolos pengujian, tidak berarti aspal dan contoh yang mewakili telah memenuhi semua sifat-sifat aspal dari truk tangki yang bersangkutan diterima secara final kecuali aspal dan contoh yang mewakili telah memenuhi semua sifat-sifat aspal yang disyaratkan dalam Spesifikasi Khusus ini.
II- 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Apabila aspal dengan kemasan drum maka pengambilan contoh aspal harus dilakukan untuk setiap akar 3 (
3
)
dari
jumlah kemasan drum. Kegagalan dipenuhinya sebagian uji sebagai yang disyaratkan tetap menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa, yang sanksinya ditentukan oleh Direksi Pekerjaan. Tabel 2.7. persyaratan Aspal Keras Pen 60/70 No Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi, 25 ̊ C; 100gr; 5 detik; 0,1 SNI 06-2456-1991 60-79 mm 2 Titik Lembek , ̊ C SNI 06-2434-1991 48-58 3 Titik Nyala, ̊ C SNI 06-2433-1991 Min. 200 4 Daktilitas, 25 ̊ C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 100 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % RSNI M -04-2004 Min. 99 berat 7 Penurunan Berat (dengan TFOT), % SNI 06-2440-1991 Max. 0,8 berat 8 Penetrasi setelah penurunan berat, % SNI 06-2456-1991 Min. 54 asli 9 Daktilitas setelah penurunan berat, % SNI 06-2432-1991 Min. 50 asli Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) 2.6. Jenis Pondasi Pasir Aspal Berdasarkan
temperatur
ketika
mencampur
dan
memadatkan
campuran, campuran beraspal dapat dibedakan atas: 1.
Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 140oC.
2.
Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 60oC. II- 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.
Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 25oC.
Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas: 1.
Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.
2.
Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisan perkerasan yang tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
3.
Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown. (Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)
2.7. Uji Marshall Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksa marshall. Pemeriksa ini pertama kali di perkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh US Corp Of Enginner. Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO 245-74, atau ASTM D 1559-62T.
II- 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0.01 inch. Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Gambar 2.2 Alat Uji Marshall 2.7.1. Karakteristik Uji Marshall Terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal (Sukirman 2003), yaitu stabilitas, keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan
II- 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workbility). a. Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal,yaitu : Gesekan internal yang dapat berasal dari dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. Kohesi yang merupakan gaya ikut aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat. b. Keawetan atau Durabilitas Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalulintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
II- 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c. Kelenturan atau Fleksibilitas Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/ settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repitisi beban lalulintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. d. Ketahanan Terhadap Kelelahan (Fatique Resistance) Ketahanan
terhadap
kelelahan
(Fatique
Resistance)
adalah
kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat terjadi jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. e. Kekesatan atau Tahanan Geser Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktorfaktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. f. Kedap Air atau Impermeabilitas Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengeluapan selimut aspal dari permukaan agregat. II- 29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
g. Mudah dilaksanakan atau Workability Workbility adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat
effisiensi
pekerjaan.
Faktor
kemudahan
dalam
proses
penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat. 2.7.2. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Memperoleh persetujuan Formula Campuran Rancangan (DMF) sebagai Formula Campuran Kerja (JMF). Nyatakan bahwa rancangan campuran laboratorium telah memenuhi ketentuan dengan membuat campuran di Unit Pencampur Aspal dan penghamparan percobaan serta dengan pengulangan pengujian kepadatan laboratorium Marshall. Tabel 2.8 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal Sifat-sifat Campuran Penyerapan Aspal
LPPA Max
Jumlah tumbukan per bidang
1,7 75
Min
3,0
Max
15,0
Rongga dalam agregat (VMA) (%)
Min
-
Rongga terisi aspal (%)
Min
-
Stabilitas Marshall (Kg)
Min
200
Pelelehan (mm)
Min
2
Marshall Quotient (Kg/mm)
Min
-
Rongga dalam campuran (%)
Stabilitas Mrashall sisa (%) setelah Min
80
perendaman selama 24 jam, 60 ̊ C II- 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Catatan: Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis maksimum campuran (Gmm – SNI 03-6893-2002)
Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) 2.8. Toleransi a) Bilamana campuran panas pasir aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh tebal lapisan beraspal tidak boleh dari toleransi yang disyaratkan dalam Tabel 2.9. Tabel 2.9 Tebal Nominal Minimum Lapisan Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal dan Toleransi Jenis Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal
Simbol
Lapis Pondasi Pasir Aspal
LPPA
Tebal Nominal Minimum (mm)
Toleransi Tebal (mm)
50
±3
Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) b) Toleransi Kerataan harus memenuhi ketentuan berikut ini : 1) Kerataan Melintang Bilamana diukur dengan mistar lus sepanjang 3M yang diletakkan tegak lurus sumbu jalan tidak boleh melampaui 4mm untuk lapis aus, 6mm untuk lapis permukaan antara dan 8mm untuk lapis pondasi. 2) Kerataan Memanjang Setiap ketidakrataan individu bila diukur dengan mistar lurus atau mistar lurus berjalan (rolling) sepanjang 3m yang diletakkan sejajar dengan sumbu jalan tidak boleh melampaui 5mm.
II- 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c) Perbedaan setiap dua titik pada setiap permukaan penampang melintang untuk lapis aus tidak boleh melampaui 5mm, lapis permukaan antara tidak boleh melampaui 8mm dan untuk lapis pondasi tidak boleh melampaui 10mm dari elevasi yang dihitung dari penampang melintang yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana Tabel 2.10 Toleransi Komposisi Campuran Agregat Gabungan Lolos Ayakan Sama atau lebih besar dari 2.36mm 2.36 mm sampai No. 50 No. 100 dan tertahan No. 200 No. 200 Kadar Aspal Kadar Aspal Temperature Campuran Bahan keluar dari pugmill
Toleransi Komposisi Campuran ± 5% berat total agregat ± 3% berat total agregat ± 2% berat total agregat ± 1% berat total agregat Toleransi ± 0,3% berat total agregat Toleransi ± 10 º C
Sumber : Bina Marga,Lapis Pondasi Pasir Aspal (skh-1.5.7, Tahun2009) 2.9. Pasir Kuarsa. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan felsfar hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau air yang diendapkan ditepi-tepi sungai, danau atau laut. Di Alam pasir kuarsa ditemukan dengan kemurnian yang bervarisi tergantung kepada proses terbentuknya disamping adanya material lain yang ikut selama proses pengendapan material pengotor tersebut bersifat
II- 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sebagai pemberi warna pada pasir kuarsa dan dari tersebut dapat diperkirakan derajat kemurniannya. Pada umumnya pasir kuarsa ditemukan dengan ukuran butiran yang berfariasi dalam distribusi yang melebar mulai dari fraksi halus (0,06mm) sampai dengan ukuran kasar (2mm). Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pada umumnya senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan tersebut terdiri atas oksida besi, oksida kalsium, oksida alkali, aksida magnesium, lempung dan zat organik hasil pelapukan hasil hewan dan tumbuhan. 2.9.1.
Sifat – Sifat Kimia Pasir Kuarsa Sifat kimia dari pasir kuarsa (SiO2) dapat diketahui cara metode
XRD dengan sinar X dapat ditentukan struktur dan pengenalan bahan berhablur seperti pasir kuarsa (Asmuni,2002). Pengujian sifat kimia pasir kuarsa di kabupaten Sukamara yang dilakukan Laboratorium Pusat Survei Geologi di bandung dengan uji kimia metode XRF hasilnya seperti ditunjukan pada Tabel 2.11. Bahan untuk lapisan pondasi pasir aspal menggunakan bahan local pasir kuarsa yang diambil dari kuari Simpang Runci Hasil pengujian berat jenis pasir kuarsa untuk lapisa pondasi pasir aspal, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.12.
II- 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.11. Sifat Kimia Fisik Pasir Kuarsa Oksida Satuan SiO2 % TiO2 % Al2O3 % Fe2O3 % CaO % Na2O % ZrO2 % Ti % Al % Zr % Fe %
Jumlah 99,23 0,210 0,114 0,146 0.0209 0,0728 0,0929 0,126 0,0604 0,0688 0,102
Sumber : Hasil uji kimia metode XRF, Laboratorium Pusat Survei Geologi, 2009 Tabel 2.12. Berat Jenis Pasir Kuarsa
Jenis Pengujian Berat Jenis Bulk Berat Jenis Kering Permukaan (SSD) Berat Jenis semu (apparent) Penyerapan (absorsi)
Standar
Nilai
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
gr/cc gr/cc gr/cc Max 3%
Sumber : Uji coba skala penuh Pemanfaatan bahan lokal (Iriansyah, 2009) 2.10. Uji Perendaman Marshall (IMMERSION TEST) Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya tahan ikatan campuran agregat dan aspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60˚C selama jangka waktu 30 menit, 24 jam, 3 hari dan 7 hari. Hasil yang didapat dari tes perendaman marshall adalah rasio stabilitas rendaman 24 jam dan 3 hari dibagi dengan stabilitas akibat rendaman selama 30 menit dengan target yang harus dicapai (indeks kekuatan sisa / IKS) yaitu lebih besar dari 80%.
II- 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.11. Pengujian Wheel Tracking Pengujian wheel tracking dilakukan untuk melihat kinerja ketahanan deformasi pada campuran dan ditinjau dilakukan terhadap tiga parameter yaitu stabilitas dinamis (Dynamic Stability), laju deformasi (Rute Of Deformation), dan deformasi permanen. Pengujian wheel tracking ini dilakukan pada suhu 45˚C, dan ditunjukan untuk mensimulasikan deformasi yang terjadi pada perkerasan akibat lintasan kendaraan dan parameter-parameter utama pengujian ini.
Gambar 2.3 Alat Uji Wheel Tracking
2.12. Review Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, adalah Iriansyah.AS (2011) dengan judul “Kajian Aplikasi Pasir Kuarsa Sebagai Campuran Lapis Pondasi Pasir Aspal Emulsi”. menyatakan bahwa pasir kuarsa berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan perkerasan jalan karena mineralnya sebagian besar mengandung electron negatif . Pasir kuarsa umumnya bersifat non plastis dan mempunyai gradasi II- 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang hampir seragam, dan mempunyai pelekatn yang cukup baik terhadap aspal emulsi cationic hal ini dapat ditunjukkan setelah benda uji direndam 4 x 24 jam nilai stabilitas sisa lebih besar sari 50. Penambahan semen 1% 2% sangat diperlukan dalam campuran untuk meningkatkan kekuatan awal, sehingga pada pengujian Marshall dimana benda uji direndam (soaking) dapat menghasilkan stabilitas optimum. Sifat-sifat campuran benda uji Marshall untuk campuran pasir kuarsa dengan bahan pengikat aspal emulsi, sifat-sifat campuran dapat memenuhi persyaratan spesifikasi lapis pondasi. Terjadi perubahan sifatsifat aspal setelah perkerasan berumur 2 tahun, nilai penetrasi residu pada pelaksanaan awal 84 (0,1mm), titik lembek 49 (ºC) dan daktilitas > 140 (cm), setelah umur 2,5 tahun nilai penetrasi menjadi 21 (0,1mm), titik lembek 58,3 (ºC), dan daktilitas 36,5 (cm). uji coba skala penuh lapangan yang dilaksanakan pada ruas jalan Sukamara – Riam Durian (KM.0 + 000 – 1 + 500), sepanjang 1,5 KM setelah berumur 2 tahun (2011) masih menunjukkan kondisi jalan cukup baik. Kemudian penelitian lain pernah dilakukan oleh Darma Prabudi. 2003. “Kinerja Laboratorium Lapis Pondasi dan Pondasi bawah dengan Pasir Laut sebagai Matrial Pengganti Sebagian Agregat Halusnya”. Kinerja Laboratorium Lapis Pondasi dan Pondasi Bawah dengan Pasir Laut sebagai Material Pengganti
Sebagian
Agregat Halusnya, Darma
Prabudi, 2003. Bidang Khusus Rekayasa Transportasi, Program studi
II- 36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung. Agregat halus merupakan komponen material dalam struktur lapis perkerasan jalan. Untuk mengatasi keterbatasan material tersebut di quarry, pemanfaatan pasir laut mungkin merupakan salah satu alternative yang baik, karena ketersediaan pasir laut secara kuantitas cukup banyak namun secara kualitas masih perlu diteliti lebih lanjut terhadap struktur lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian teknis di laboratorium terhadap pasir laut dalam pemanfaatannya sebagai material pengganti parsial agregat halus pada lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Metode yang digunakan adalah pemadatan modifikasi (modified proctor) pada komposisi campuran 100%, 75%, 50%, 25% dan 0% pasir laut yang menggantikan agregat halus dengan variasi jumlah tumbukan 56x, 30x dan 10x untuk memperoleh nilai Y
dmax
dan W
opt
serta untuk
mengetahui stabilitas kekuatannya digunakan pengujian CBR dengan memodifikasi jumlah tumbukan menjadi 56x, 30x dan 10x dimana kondisi benda uji direndam (soaked) dan (unsoaked). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, semakin banyak jumlah tumbukan, maka kepadatan keying maksimum (Y dmax ) semakin besar dan kadar air optimum ( W
opt
) smakin kecil, dan semakin banyak prosentase II- 37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
pasir laut dalam campuran maka kepadatan kering maksimum (Y semakin rendah dan kadar air optimum ( W
opt
dmax
)
) semakin tinggi, dan ini
berpengaruh terhadap nilai CBR, yaitu semakin banyak prosentase pasir laut dalam campuran, nilai CBR semakin rendah dan kondisi CBR unsoaked lebih besar daripada kondisi CBR soaked. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasir laut tidak dapat menggantikan agregat halus pada lapis pondasi karena CBR standar (80%) tidak terlampaui, akan tetapi pada lapis pondasi bawah hanya dengan modifikasi jumlah tumbukan sebesar 56x dan 30x per lapis komposisi campuran pasir laut yaitu 100% , 75%, 50%, 25% dan 0% baik kondisi unsoaked maupun soaked diatas nilai CBR standar (35%) sehingga komposisi maksimum pasir laut yang dapat menggantikan agregat halus pada lapis pondasi bawah adalah 100% dengan nilai CBR (46%).
II- 38
http://digilib.mercubuana.ac.id/