1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Pustaka
2.1.1.
Penelitian Terdahulu Titik berat kajian terhadap hasil penelitian terdahulu, dalam hal
ini, difokuskan pada penggunaan konsep umum atau teori, variabel penelitian, metodologi yang digunakan, serta hasil penelitian atau temuan-temuan penting yang telah berhasil diungkap. Selanjutnya dilakukan kajian kritis atas hasil penelitian terdahulu tersebut, untuk mempelajari keunggulan dan keterbatasan dari segi teori maupun metodologinya, serta temuan-temuan penting yang direkomendasikan untuk penelitian berikutnya. Suroso (2004) dengan judul Kerjasama Usaha Patungan Antara PDAM Dengan Investor Dalam rangka Pelaksanaan UU. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah Khususnya di Kota Manado. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis dengan melakukan pendekatan yuridis normatif. Sehubungan dengan metode pendekatan yuridis normative yang penulis gunakan, maka lebih diutamakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Untuk menunjang dan melengkapi data sekunder, maka penulis melakukan penelitian lapangan. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara
2
kualitatif, sehingga tidak menggunakan angka-angka.
Berdasarkan
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kerjasama PDAM dengan investor asing dalam bentuk usaha patungan telah sesuai dengan perundangan yang berlaku, khususnya UU. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kepmendagri No. 43 tahun 2000 tentang tata cara kerjasama daerah dan investor asing. Ketentuan tersebut menjadi payung hukum yang melindungi semua pihak yang terlibat, baik PDAM, Pemda maupun Investor. Sehingga kerjasama tersebut dapat menjawab permasalahan yang dihadapai PDAM di Indonesia sebagai salah satu penggerak roda perekonomian daerah dan pembangunan nasional untuk meningkatkan keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Nina Karlina (2011) dengan judul penelitian Pengaruh Perubahan Organisasi Terhadap Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung. Penelitian terdahulu ini mendasarkan permasalahan pada kinerja PDAM Kota Bandung masih belum optimal, dimana saat ini air bersih yang sampai ke pelanggan masih belum memenuhi kualitas standar air minum. Belum lagi sejumlah persoalan yang secara umum melingkupi pengelolaan PDAM Kota Bandung, seperti distribusi pelayanan air yang tidak merata. Dalam persoalan distribusi air, tampak lebih difokuskan dalam melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan ekonomi, dimana hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap
3
air bersih. Sedangkan masalah lain yang cukup dominan adalah masih banyak idle capacity, kontinuitas pelayanan dan otorisasi pengelolaan yang belum diserahkan sepenuhnya. Kondisi yang ada saat ini juga seringkali memberikan peluang pada para pemilik dan pengelola PDAM Kota Bandung untuk melangggar fungsinya. Mereka lebih memelihara unsur proteksi diri terhadap kepentingannya, dibandingkan dengan melakukan orientasi kepada pelanggan yang menjadi beban tugasnya. Penelitian ini dilakukan pada aspek struktur organisasi dan kinerja yang dicapai, sehingga menggunakan desain kuantitatif. Dengan desain ini, peneliti melakukan explanatory survey. Desain penelitian ini dilakukan dengan cara survei untuk mengumpulkan informasi dari responden dengan menggunakan angket. Populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan hasil restrukturisasi organisasi PDAM dan secara langsung terkait pula dengan kinerja organisasi PDAM Kota Bandung. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara proportionate stratified random sampling. Variabel perubahan organisasi PDAM dianalisis dengan dimensi human resources, functional resources, technological capabilities, dan organizational abilities, sedangkan variabel kinerja organisasi PDAM dilihat secara seimbang dari dimensi financial perspective, customer perspective, internal business process perspective, dan learning and growth perspective. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah
4
Structural Equation Modeling (SEM) dengan parameter yang diuji pada dasarnya adalah korelasi atau kovarian yaitu apakah matrik korelasi atau kovarian sampel sesuai dengan matrik korelasi atau kovarians populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja PDAM Kota Bandung,
dimana
kontribusi
perubahan
organisasi
ini
sangat
mempengaruhi kinerja PDAM Kota Bandung. Dengan demikian terjadinya perubahan organisasi akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap kinerja PDAM Kota Bandung. Selain itu perubahan organisasi yang dilakukan harus memperhatikan dimensi perilaku organisasi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi, yang meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh PDAM Kota Bandung terhadap para pegawainya, demikian pula sebaliknya aspek yang ditimbulkan dari para pegawai yang memberikan pengaruhnya terhadap PDAM Kota Bandung sehingga mendeterminasi perilaku manusia yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja PDAM Kota Bandung. Rozieneni (2001) yang berjudul Strategi
pengelolaan
bagaimana yang sebaiknya dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu sebagai sebuah BUMD sumber PAD di era otonomi. Dalam tesis ini digunakan tiga konsep teoritis yaitu konsep mengenai otonomi daerah yang merupakan peluang dan tantangan bagi pemerintah daerah
5
dalam memberikan pelayanan publik dan melaksanakan pembangunan. Konsep mengenai BUMN/BUMD yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan operasinya dengan prinsip-prinsip perusahaan. Konsep manajemen strategis adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif dengan
teknik analisis SWOT, guna
mengidentifikasi lingkungan eksternal dan internal sehingga diperoleh isu-isu strategis yang pada akhirnya dapat dijadikan alternatif strategi dalam pengelolaan PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu. Sebagaimana diketahui bahwa PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu memiliki permasalahan berupa rendahnya cakupan pelayanan, tingginya angka kebocoran air dan efisiensi perusahaan. Kondisi yang demikian mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan yang diterima masyarakat yang tercermin melalui rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas air bersih, serta lambannya penyelesaian pengaduan pelanggan. Guna mengatasi masalah tersebut PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu memerlukan beberapa alternatif strategi yang tepat, yang dapat diterapkan di era otonomi ini. Setelah dilakukan analisis SWOT terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal, dan setelah dilakukan tes litmus, didapatkan strategi yang dapat diterapkan dalam
6
mengelola PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu di era otonomi ini yaitu : (1) Mengembangkan pemasaran dan cakupan pelanggan, (2) Meningkatkan kualitas SDM guna meningkatkan manajemen operasi dan kualitas pelayanan, (3) Menekan angka kebocoran air pada pipa produksi, transmisi dan distribusi. Ketiganya diharapkan dapat mewakili dimensi sosial dan dimensi komersial sebuah BUMD, serta tuntutan era otonomi untuk mensejahterakan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang makin baik.
2.1.2.
Pengertian Organisasi Orang mendirikan organisasi agar tujuan tertentu dapat dicapai
melalui tindakan bersama yang telah disetujui bersama. Dengan organisasi, tujuan dan sasaran dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan cara tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Idealnya, konsep ini dapat dilaksanakan apabila para organisatoris atau manajer yang ada dalam organisasi tahu betul tentang organisasi. Definisi organisasi banyak ragamnya, tergantung pada sudut pandang yang dipakai untuk melihat organisasi. Organisasi dapat dipandang sebagai wadah, sebagai proses, sebagai perilaku, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Namun demikian, definisi organisasi yang telah dikemukakan oleh para ahli organisasi sekurang-kurangnya ada unsur
7
sistem kerjasama, orang yang bekerja sama, dan tujuan bersama yang hendak dicapai. Siagian (1997: 138-141) mendefinisikan organisasi sebagai berikut: “Organisasi adalah setiap bentuk perserikatan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk tujuan bersama dan terikat secara formal dalam persekutuan mana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang lain yang disebut bawahan.” Gibson, et. al. (1996: 5) berpendapat bahwa ciri khas organisasi tetap sama, yaitu perilaku terarah pada tujuan. Gibson dan kawan-kawan berpendapat bahwa “Organisasi itu mengejar tujuan dan sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Sementara itu, Dessler (1985:116) mengemukakan pendapatnya bahwa : “Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah tersusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-masing personal yang terlibat di dalamnya diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab, yang dikoordinasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dimana tujuan organisasi tersebut dirumuskan secara musyawarah, sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara bersama-sama”. Uraian pengertian atau definisi organisasi dari beberapa ahli organisasi tersebut di atas selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk mendefinisikan organisasi secara sederhana, sebagai berikut :
8
“Organisasi adalah kesatuan susunan yang terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien melalui tindakan yang dilakukan secara bersama, dimana dalam melakukan tindakan itu ada pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab bagi tiap-tiap personal yang terlibat di dalamnya untuk mencapai tujuan organisasi." Pentingnya organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen dalam industri atau dunia kerja lainnya terlihat apabila diingat bahwa bergerak tidaknya suatu organisasi ke arah pencapaian tujuan sangat tergantung pada kemampuan manusia dalam menggerakkan organisasi itu ke arah tujuan yang telah ditentukan. Dengan organisasi tercipta keterpaduan pikiran, konsepsi, tindakan dan ketrampilan yang dimiliki oleh tiap-tiap personel yang terlibat di dalamnya untuk berhimpun menjadi satu kesatuan kekuatan yang terkoordinasi untuk mencapai tujuannya. Organisasi dapat ditinjau dari beberapa sudut pandangan, antara lain: 1.
Organisasi Sebagai Wadah Organisasi dipandang sebagai wadah mencerminkan bahwa organisasi
merupakan
tempat
dijalankannya
aktivitas
administrasi dan manajemen. Organisasi sebagai wadah bersifat relatif statis. Istilah relatif statis digunakan oleh Siagian (1997: 138-141) untuk menjelaskan organisasi sebagai wadah, karena menurut Siagian, tidak ada organisasi yang
9
dapat berkembang, tumbuh, dan maju, dalam keadaan absolut statis. Apabila organisasi dipandang sebagai wadah aktivitas, maka pola dasar organisasi dan struktur organisasi harus dibuat atas dasar landasan yang kuat dan pemikiran yang matang. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan tujuan, perubahan aktivitas, pergantian pimpinan, beralihnya tugastugas, yang menuntut adanya perubahan pola dasar dan struktur organisasi tidak harus selalu ikut berubah kalau disusun atas dasar konsepsi yang matang yang mendasarkan pada perspektif perkembangan organisasi. Wadahnya tetap, tetapi tujuan, pimpinan, dan tugas-tugasnya dapat berubah sesuai dengan tuntutan situasi, kondisi, dan perkembangan organisasi. Inilah yang dimaksud organisasi dipandang sebagai wadah. 2.
Organisasi Sebagai Proses Organisasi
dipandang
sebagai
proses
mencerminkan
kedinamisan aktivitas kerja dalam organisasi. Organisasi sebagai proses menyoroti kedinamisan interaksi antara pihakpihak yang terlibat dalam organisasi itu. Interaksi ini terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, bahkan antar organisasi. Sudarso
10
(1988:37) menyatakan bahwa bila memandang organisasi sebagai proses, maka di dalamnya terdapat pembahasan tentang dua macam hubungan yang terjadi dalam organisasi. Hubungan tersebut adalah : pertama, hubungan-hubungan formal yang menimbulkan formal organization, dan kedua, hubungan-hubungan
informal
dalam
organisasi
yang
menimbulkan informal organization. Hubungan-hubungan formal dalam organisasi telah diatur melalui pola dasar dan struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang, hirarki kedudukan pejabat yang ada dalam organisasi itu. Hubungan ini menimbulkan kedinamisan kerja antar personel di dalamnya. Hubungan ini juga dapat menghasilkan karya kerja yang dapat dipertanggungjawabkan secara organisatoris. Sebaliknya hubungan informal dalam organisasi tidak diatur dalam pola dasar maupun dalam dasar pendirian organisasi. Hubungan informal ini juga tidak terlihat dalam struktur organisasi. Namun demikian, hubungan informal dalam organisasi ini dapat dilihat dengan jelas pada lobby personel dalam mencapai tujuan yang dikehendaki, atau lobby-lobby lainnya. Dasar-dasar hubungan yang bersifat informal ini menurut Sudarso (1988 : 38) adalah: (1) hubungan-hubungan pribadi, (2) kesamaan keahlian antar
11
anggota organisasi, (3) kesamaan kepentingan, dan (4) kesamaan kepentingan di dalam kegiatan-kegiatan di luar organisasi, misalnya kesamaan hobby bermain golf, main tennis, dan kesamaan lainnya yang dapat dijadikan sebagai tempat atau sarana untuk lobby. 3.
Organisasi Sebagai Suatu Sistem Perilaku Organisasi dipandang sebagai suatu sistem perilaku apabila organisasi tersebut lebih dinamis bila dibandingkan dengan organisasi sebagai proses atau pun sebagai wadah. Organisasi sebagai suatu sistem perilaku, di dalamnya tercakup input, proses, dan output. Inputnya dapat berupa sekumpulan orang, sarana, dan atau prasarana organisasi yang dapat dijadikan sebagai masukan untuk proses selanjutnya. Prosesnya dapat berupa interaksi masing-masing atau antar personel yang terlibat dalam organisasi tersebut. Tiap-tiap personel atau kelompok kerja mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan secara
organisatoris
dalam
rangka
mencapai
tujuan.
keluarannya berupa hasil kerja sama dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan yang sama. Keluaran ini senantiasa dievaluasi setiap periode tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini dapat
12
menjadi
umpan
balik
untuk
pengembangan
organisasi
selanjutnya. Pendapat Louis Allen yang dikutip oleh The Liang Gie (1974 : 61) memandang organisasi sebagai suatu sistem perilaku kerja sama. Ia mendefinisikan organisasi sebagai berikut : “Organisasi adalah suatu sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, dan masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah tugas, wewenang, dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar agar orang-orang dari badan usaha itu dapat bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan mereka” . Dari definisi organisasi tersebut jelaslah bahwa Louis Allen menekankan tentang pentingnya organisasi sebagai suatu sistem perilaku kerjasama yang mengandung unsur kerja, wewenang, tugas dan tanggung jawab, untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi juga merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan. Unsur-unsur tersebut adalah sekelompok orang, kerja sama, dan tujuan tertentu. Sutarto (1980: 265-266) membagi organisasi dari sudut pandang sistem menjadi dua, yaitu: organisasi dalam sistem terbuka dan organisasi dalam sistem tertutup. Organisasi dalam sistem terbuka adalah organisasi yang memiliki hubungan saling mempengaruhi dengan lingkungannya.
13
Dalam konteks ini ada input, proses, output, dan masukan balik atau feedback. Feedback dalam satu kesatuan sistem sangat diperlukan oleh organisasi untuk menjaga kelangsungan proses, untuk perbaikan rencana program,
dan untuk
pengembangan organisasi lebih lanjut. Ada feedback yang positif ada juga yang negatif. Feedback yang perlu mendapat perhatian informasi yang berharga yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses sehingga outputnya tidak sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Organisasi dalam sistem tertutup tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Batasnya tidak jelas dan tidak dapat ditembus. Sifatnya kurang fleksibel. Organisasi dalam sistem tertutup cenderung tidak dapat berkembang bila dibandingkan dengan organisasi dalam sistem terbuka. Pada organisasi sistem tertutup sangat kecil kemungkinan untuk menerima inovasi pengembangan organisasi yang datangnya dari luar sistemnya. Padahal gerak organisasi senantiasa berhubungan dengan lingkungannya. Organisasi dan lingkungannya laksana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Organisasi dan lingkungannya mempunyai keterkaitan saling mempengaruhi. Keduanya saling mengadakan penyesuaian. Organisasi dapat menyesuaikan lingkungannya bahkan bila
14
mampu organisasi harus dapat merubah lingkungannya ke arah lingkungan yang lebih baik dan dikehendaki. Dengan demikian, organisasi dalam sistem tertutup yang cenderung tidak mengenal lingkungannya sulit untuk berkembang dengan baik. Organisasi dalam suatu sistem yang baik adalah organisasi yang tahu tujuannya, tahu lingkungan untuk pengembangan keuntungan
dan
selanjutnya, kerugian
dan yang
dapat akan
memprediksi terjadi
dengan
berlandaskan pada data informasi tentang lingkungannya. Antara organisasi dan lingkungan harus ada interaksi yang saling menguntungkan. 4.
Organisasi Sebagai Alat Untuk Mencapai Tujuan Organisasi dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan. Para organisator menyadari bahwa tujuan individu yang besar dan berat tidak dapat tercapai bila hanya dipikul sendiri. Oleh karena itu, mereka membentuk satu kesatuan kelompok kerja dalam organisasi. Organisasi disini sebagai alat untuk meringankan,
mengefektifkan,
mengefisienkan,
dan
mengoptimalkan, pencapaian tujuan yang hendak dicapai bersama dengan cara kerja bersama-sama. Dengan demikian, maka tujuan yang tidak dapat dicapai secara individu, dengan organisasi tujuan tersebut kemungkinan besar dapat tercapai.
15
Hal ini dapat berjalan efektif apabila tiap-tiap individu yang ada di dalam organisasi tersebut sadar akan tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang diembannya untuk mencapai tujuan yang sama yang telah dirumuskan melalui musyawarah. Organisasi dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan, sekaligus juga dapat menjadi bumerang manakala orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak tahu-menahu tentang organisasi.
2.1.3.
Konsep Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik, sebagaimana pendapat Gogin(1990),
Higgins(1985),
Steers(1980),
Joedono(1974),dan
Jones(1995). Numberi (2000) menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting karena struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana kedudukan, tugas, dan fungsi dialokasikan di dalam organisasi. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap cara orang melaksanakan tugasnya (bekerja) dalam organisasi. Lebih lanjut Numberi menjelaskan bahwa ketika arah dan strategi organisasi secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah didesain, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsinya.
16
Hasibuan (1996) mengemukakan bahwa struktur organisasi adalah
suatu
gambar
yang
menggambarkan
tipe
organisasi,
pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggungjawab, rentang kendali dan istem pimpinan organisasi. Sedangkan The Liang Gie (dalam Malayu,1980) menyatakan bahwa struktur organisasi adalah kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukan kedudukan dan peranan masing-masing dalam kebutuhan kerjasama. Sutarto (1987:37) memberikan definisi struktur organisasi sebagai kerangka hubungan satuan-satuan organisasi yang di dalamnhya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing memiliki peran tertentu dalam kesatuan yang utuh. Sedangkan Handoko (1987:169) mengemukakan bahwa: “Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsifungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, fungsi dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja”. Robbin (1994:6) mengemukakan bahwa struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa,
17
dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Mengenai struktur, Sedarmayanti (2000 : 3) mengemukakan: “Struktur pada dasarnya merupakan ciri organisasi yang berfungsi untuk mengendalikan atau membedakan semua bagiannya. Adanya struktur akan memudahkan organisasi dalam mengendalikan perilaku para pegawai, dalam arti tidak mampu membuat pilihan yang mutlak bebas dalam melakukan suatu pekerjaan dan cara mengerjakannya. Disamping itu, struktur juga mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan didalam organisasi.Dengan demikina untuk dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi organisasi, diperlukan keputusan yang sarat dengan mendesain struktur organisasi”. Uraian tentang organisasi dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi kerangka atau pola yang menunjukkan seluruh kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, hubungan antar fungsi, wewenang dan tanggung jawab. Tujuan dari struktur organisasi adalah mengendalikan perilaku untuk mencapai yang dianggap tujuan organisasi (Gibson dkk, 1994 : 90). Menurut Hadari Nawawi (dalam Kaho, 1988) ditinjau dari tujuannya, organisasi dapat dirumuskan sebagai,”…a system of action” atau sebagai sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan ditinjau dari strukturnya, organisasi dapat dirumuskan sebagai susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. (Pfiffner, dalam Kaho, 1988).
18
Flippo (1987) menyatakan bahwa hasil langsung dari proses organisasi adalah penciptaan struktur organisasi. Struktur adalah kerangka dasar dari hubungan formal yang telah disusun. Maksud dari struktur itu adalah untuk membantu dalam mengatur dan mengarahkan usaha-usaha yang dilakukan dalam organisasi sehingga dengan demikian usaha-usaha itu terkoordinir dan konsisten dengan sasaran organisasi. Lebih lanjut Flippo menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk (tipe) dasar struktur organisasi, yaitu struktur lini, struktur lini dan staf, struktur fungsional, struktur proyek. Kaho (1988), menyatakan bahwa untuk mewujudkan suatu organisasi yang baik serta efektif dan agar struktur organisasi yang ada dapat sehat dan efisien, maka dalam organisasi tersebut perlu diterapkan beberapa asas atau prinsip organisasi. Dengan perkataan lain, organisasi yang sehat, efektif, efisien adalah organisasi yang dalam pelaksanan tugas-tugasnya mendasari diri pada asas-asas organisasi tertentu. Asasasas organisasi terdiri dari : 1) rumusan tujuan dengan jelas, 2) pembagian pekerjan, 3) pelimpahan / pendelegasian wewenang, 4) koordinasi, 5) rentangan kontrol, 6) kesatuan komando. Dalam perancangan struktur organisasi, faktor-faktor utama yang menentukan adalah: Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran
19
komunikasi dapat disusun antara para manajer dan bawahan. Aliran kerja sangat dipengaruhi oleh strategi sehingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga.Teknologi yang digunakan. Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan bentuk struktur organisasi. Anggota dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi. Ukuran organisasi. Besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan-satuan kerjanya akan sangat mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur yang tepat. Struktur Organisasi adalah sistem formal dari aturan dan tugas serta hubungan otoritas yang mengawasi bagaimana anggota organisasi bekerjasama dan menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi (Jones, 1995). Perhatian sebuah organisasi terhadap bentuk struktur organisasi dapat membantu organisasi untuk mempersatukan, meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
mengatur
dan
mengendalikan keanekaragaman, menghasilkan barang dan jasa, efektivitas organisasi, mengintegrasikan dan memotivasi fungsi-fungsi dan anggotanya, dan membawa organisasi ke arah yang lebih baik.
20
Lebih lanjut Jones (1995) mengemukakan bahwa ada tiga pendekatan
terhadap
struktur
organisasi.
Pertama,
pendekatan
manajemen untuk merespon tantangan yang dihadapi, dimana struktur organisasi dibagi menjadi struktur mekanistik dan struktur organik. Struktur mekanistik mengurangi peranan dan tanggungjawab anggota organisasi. Otoritas pengambilan keputusan yang sentralistis dibentuk dari atas ke bawah secara hierarkis. Sub ordinasi diawasi secara tertutup dan arus informasi secara vertikal. Dalam sebuah struktur mekanistik peranan ditetapkan secara jelas. Sedangkan struktur organik lebih fleksibel dimana anggota organisasi mempunyai inisiatif untuk dapat merubah dan beradaptasi secara cepat ke dalam kondisi yang berubah. Struktur organik memberikan kesempatan untuk budaya yang dapat mengadakan antisipasi dan mempunyai stabilitas dan menghindarkan pengelompokan. Kedua, pendekatan efektivitas pengambilan keputusan dan komunikasi. Struktur organisasi terdiri dari struktur organisasi yang pipih dan runcing. Struktur organisasi yang pipih memiliki sedikit hierarki sedangkan struktur organisasi yang runcing memiliki hierarki yang banyak. Rantai komando yang panjang mengakibatkan komunikasi antar pimpinan dengan bawahan akan memakan waktu yang lebih lama. Pengambilan keputusan menjadi lambat yang akan berakibat pada kelambanan dalam merespon keinginan pelanggan dan pesaing. Berlawanan dengan struktur organisasi yang pipih para manajer lebih
21
memiliki otoritas dan dapat lebih menciptakan motivasi dalam peranan yang seimbang. Ketiga, pendekatan spesialisasi dan koordinasi, yang terdiri dari struktur organisasi fungsional, divisional, dan matriks. Tujuan dibentuknya suatu organisasi dengan struktur fungsional atau divisional
adalah
agar
dapat
dengan
mudah
mendayagunakan
keterampilan dan sumber dayanya. Sebagai spesialisasi struktur organisasi
fungsional
dapat
meningkatkan
keterampilan
dan
memperbaiki tugas dan kemampuan daya saing organisasi. Struktur organisai matriks adalah penggabungan antara jalur vertikal sebagai pertanggungjawaban
fungsional
dan
jalur
horizontal
sebagai
pertanggungjawaban produksi. Organisasi dengan struktur
matriks
dikembangkan karena berbagai macam fungsi organisasi dan spesialisasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi matriks sangat pipih, dengan hierarki yang minimal dan fungsi serta otoritas yang terdesentralisasi. Sementara itu, Sarwoto (1978) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai pelbagai macam organisasi. Ada empat bentuk organisasi yaitu 1) organisasi garis (line organization), dalam orgnisasi ini tugas-tugs perencanan, pengendalian dan pengawasan berada disatu tangan dan garis kewenangan (line authority) langsung dari pimpinan kepada bawahan, 2) organisasi garis dan staf (line and staff organization), pada umumnya digunakan untuk
22
organisasi yang besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidangbidang tugas yang beraneka ragam serta rumit, 3) organisasi fungsional (functional organization), adalah organisasi yang disusun beradasarkan sifat dan macam-macam fungsi yang harus dilaksanakan. 4) organisasi panitia (committee organization), pada umumnya dibentuk dalam waktu yang terbatas untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Lebih lanjut Sarwoto mengatakan bahwa struktur organisasi akan nampak lebih jelas dan tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi dan akan memberikan pengertian yang mudah mengenai organisasi yang bersangkutan. Menurut Ancok (2001) harus disadari bahwa pembentukan suatu oganisasi baik devisi SDM maupun devisi lainnya senantiasa memperhatikan struktur organisasi, karena akan sangat mempengaruhi perilaku pegawai. Organisasi dengan struktur yang kaku dan birokratik akan
menghambat
tumbuhnya
kreativitas
pegawai.
Selain
itu
pengambilan keputusan menjadi sangat lamban, dan komunikasi antar unit organisasi menjadi berkurang. Organisasi yang kaku dan terkotakkotak seringkali menimbulkan pemborosan, karena sumber daya (SDM dan fasilitas) tidak dapat dipakai bersama-sama. Keban (1995) menyatakan bahwa isu terpenting bagi seorang administrator publik adalah bagaimana menentukan design struktur organisasi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi publik tertentu.
23
Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukan batas-batas suatu organisasi formal dan dalam hal apa organisasi tersebut beroperasi. Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa struktur organisasi sangat menentukan dinamika organisasi. Secara teoritis, suatu bentuk struktur organisasi sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor sebagaimana menurut teori kontingensi, yaitu ukuran organisasi, perbedaan dalam unit-unit organisasi, stabilitas lingkungan, tujuan organisasi itu sendiri, karakteristik tugas-tugas yang ada dalam organisasi, karakteristik tenaga kerja, dan pendekatan serta gaya management yang dianut. Sesuai dengan pendapat di atas, Siagian (1995) menyatakan bahwa kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dilaksanakan dalam konteks organisasional. Artinya, organisasi merupakan wahana dan wadah melalui dan dalam mana berbagai kegiatan dilaksanakan. Ada dua segi yang biasanya mendapat sorotan dalam membahas organisasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu kebijaksanaan dan strategi yaitu struktur dan proses. Struktur peranan
dan
tugas
yang
harus
ialah hubungan formal antara dimainkan
dan
dilaksanakan,
pendelegasian wewenang, arus informasi baik secara vertikal maupun horizontal, kesatuan arah, kesatuan komando, deliniasi tugas dan tanggungjawab yang jelas. Lebih lanjut Siagian menjelaskan bahwa struktur organisasi yang tidak sesuai dengan tuntutan operasional dapat menjadi penghalang terhadap implementasi yang lancar. Dengan
24
demikian gabungan antara struktur yang tepat dan proses yang terintegrasi merupakan salah satu jaminan lancarnya implementasi. Sementara itu Gogin (dalam Effendi:2002) menyatakan bahwa struktur organisasi yang “hierarchically integrated” akan lebih memungkinkan implementasi berhasil, karena komunikasi akan lebih berjalan lancar dan kedekatan unit-unit organisasi dan personel. Implementasi oleh intraorganisasi akan lebih berhasil dibanding interorganisasi (O’Toole, 1983). Jumlah organisasi yang terlibat akan menentukan keberhasilan implemenatasi (Kelman, 1984). Lebih lanjut Gogin menjelaskan bahwa yang menyangkut struktur organisasi adalah:
Untuk kebijakan yang secara teknis tidak memerlukan adaptasi dan perubahan, struktur yang sederhana lebih cocok dipilih. Untuk kebijakan yang memerlukan adaptasi struktur yang kompoleks akan lebih cocok.
Perlunya lembaga (agen) tunggal pelaksana impelementasi. Agen tunggal akan mendukung integrasi hierarki akan tetapi mengurangi fleksibilitas.
Penyertaan LSM / swasta. Propinsi / Kabupaten sering tidak mungkin melaksanakan kebijakan sendiri, mereka kadang membutuhkan LSM dan bahkan swasta dalam implementasi kebijakan tertentu.
25
Perlunya lead agency yang memiliki kewenangan untuk melakukan peran koordinasi (integrasi). Dalam rangka penataan kelembagaan termasuk struktur
organisasi, sebaiknya dapat menerapkan manajemen modern sebagai salah satu kecenderungan global (Numberi,2000). Adapun prinsif-prinsif manajemen modern terdiri dari : berorientasi kepada konsumen atau pelanggan, menggunakan teknik-teknik yang lebih ilmiah dalam analisis dan pengambilan keputusan, bersifat jaringan kerja, bekerja di dalam tim, organisasi sebagai sistem terbuka dan desentralisasi. Selain itu, organisasi pemerintah harus semakin diarahkan menuju kelembagaan yang semakin mampu, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini. Memperhatikan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kebijakan organisasi pemerintah diarahkan pada reformasi kelembagaan menuju organisasi masa depan yang bercirikan: 1)
Visi dan misi organisasi jelas Dengan visi dan misi yang jelas, akan dapat disusun organisasi yang benar-benar sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan terutama mampu menyeimbangkan antara kemampuan sumber daya organisasi dengan kebutuhan nyata masyarakat
2)
Organisasi flat atau datar
26
Dengan organisasi yang berbentuk flat atau datar berarti struktur organisasi tidak perlu terdiri dari banyak tingkatan atau hierarki, organisasi cukup memiliki satu layer di bawah pucuk pimpinan Dengan bentuk organisasi seperti itu naka proses dalam organisasi akan dapat dilakukan dengan cepat karena dengan penghematan layer dalam struktur organisasi, maka waktu yang kurang diperlukan akan tereduksi 3)
Organisasi ramping atau tidak banyak pembidangan Dengan orgnisasi yang berbentuk ramping, maka jumlah pembidangan secara horisontal dapat ditekan seminimal mungkin sesuai dengan beban dan sifat tugasnya, sehingga span of control-nya berada pada posisi ideal
4)
Organisasi jejaring (network Organization) Dalam era globalisasi dewasa ini, harus ditumbuhkan organisasi jejaring, karena organisasi seperti inilah yang mampu melakukan aktifitas organisasi secara cepat dan efisien. Organisasi yang tidak memanfaatkan networking, cepat atau lambat akan ditinggalkan pelanggan , tertinggal karena kalah bersaing. Untuk itu berbagai kalangan menilai bahwa organisasi yang sukses adalah “small organization, large networking”
27
5)
Strategi organisasi pembelajar (Learning Organization) Dalam suasana perubahan yang sangat cepat dewasa ini, diperlukan organisasi yang mampu mentranformasikan dirinya untuk menjawab tantangan-tantangan dan kesempatan yang timbul akibat perubahan tersebut. Proses transformasi atau belajar dari setiap unsur dalam organisasi tersebut kita kenal sebagai “organisasi pembelajar”. Pada akhirnya organisasi yang cepat belajar akan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi.
6)
Organisasi banyak diisi jabatan-jabatan profesional Hal ini terkait dengan bentuk organisasi yang flat dengan layer struktural yang minimal, maka sejalan itu organisasi lebih banyak diisi oleh pejabat-pejabat profesional atau fungsional yang bekerja berdasarkan kompetisi profesional di bidang tertentu sesuai dengan core business organisasi
yang
bersangkutan 7)
Organisasi bervariasi Organisasi terbuka untuk memiliki struktur yang berbeda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain, sesuai dengan kondisi dan prioritas misi masing-masing lembaga tersebut. Untuk itu pendekatan uniformitas yang kaku tidak tepat digunakan dalam penataan kelembagaan (Numberi, 2000)
28
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan PT. Air Manado dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya akan ditentukan salah satunya oleh struktur organisasi yang dibentuk. Karena struktur organisasi akan menentukan pola prilaku individu dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk memilih bentuk susunan organisasi yang efektif dengan kekuatan dan kelemahan dari berbagai bentuk struktur teoritik yang ada yang ada Minzberg (dalam Sedarmayanti, 2000 : 35) menjelaskan bahwa: 1.
Simple structure (struktur sederhana). Struktur ini terdiri dari lima komponen utama, yaitu manajemen puncak, manajemen menengah, teknostruktur, staf pendukung, dan pelaksana. Model struktur ini cukup baik untuk melaksanakan tugas yang spesifik, tetapi kurang sesuai jika harus melakukan tugas dan fungsi yang beraneka ragam.
2.
Machine Bureucracy (birokrasi mesin). Dalam model ini, standarisasi tugas merupakan ciri utama tugas rutinitas, formalisasi, aturan atau prosedur, departemenisasi fungsi, pemusatan wewenang, dan pembuatan keputusan untuk dilaksanakan oleh bawahan melalui instruksi administrative yang membedakan antara fungsi lain dan fungsi staf, yang karenannya merupakan karakteristik pokok dan birokrasi mesin.
3.
Professional bureaucracy (birokrasi professional). Dalam model ini ada kombinasi antara standarisasi dan desentralisasi. Aparat dalam organisasi ini dituntut untuk memenuhi persyaratan kualifikasi keahlian yang tinggi, sebab optimalisasi pelaksanaan tugas menjadi acuan utama.
4.
Divisional structure (struktur atas dasar pembaguan tugas). Model ini secara umun dikenal sebagaimana yang telah dicontohkan dalam banyak bentuk organisasi yang birokrat,
29
dimana dalam satuan fungsional atas prinsip pembagian tugas yang ketat. 5.
Adhocracy (kekuatan untuk tujuan atau kasus khusus). Dalam model ini, peran staf professional tampak menonjol, diferensiasi horizontal sangat besar, sedangkan diferensiasi vertical sangat rendah. Model ini tidak mengenal departemenisasi yang permanen, formalitas hamper tidak ada, desentralisasi kewenangan sangat kuat, fleksibilitas dan daya tangkap tinggi. Adapun dimensi dan struktur organisasi banyak dikemukakan
para ahli, seperti Robbin (1994 : 90) yang mengemukakan pendapatnya mengenai dimensi struktur organisasi yaitu “paling tidak ada tiga dimensi dari struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalitas, dan desentralisasi”. Gibson (1994 : 340) mengemukakan pendapat senada mengenai dimensi struktur sebagai berikut: “Walaupun
persetujuan
universal
mengenai
seperangkat
dimensi itu tidak mungkin diperoleh dan juga tidak juga diinginkan, namun dapat digunakan tiga dimensi dalam riset dan praktek untuk menguraikan (formalization),
struktur.Tiga sentralisasi
dimensi
itu
(centralization)
adalah
formalisasi
dan
kerumitan
(complexity)”. Handoko (1987:170-171) mengemukakan dimensi struktur organisasi itu terdiri dari: 1.
Spesialisasi kegiatan berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas individual dan kelompok kerja dalam organisasi (pembagian kerja) dan penyatuan tugas-tugas tersebut menjadi satuansatuan kerja (departemenisasi)
30
2.
Standarisasi kegiatan, merupakan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin terlaksananya kegiatan yang seperti direncanakan
3.
Koordinasi kegiatan, menunjukkan prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan-satuan kerja dalam organisasi
4.
Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan, yang menunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan.
5.
Ukuran satuan kerja menunjukkan jumlah pegawai dalam suatu kelompok kerja Pendapat lain yang dikemukakan oleh Robbin (2003:585-594)
mengenai fondasi struktur organisasi nampaknya menjadi dasar struktur organisasi secara lengkap. Dalam pendapatnya, Robbin menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan cara tugas pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa untuk mendefinisikan suatu struktur organisasi maka terdapat enam unsur kunci struktur organisasi yang dijelaskan sebagai berikut: 1.
Spesialisasi Kerja. Spesialisasi kerja merupakan pembagian bidang kerja yaitu sampai tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah-pecah menjadi pekerjaan terpisah-pisah sesuai dengan kebutuhan, pendidikan, pengalaman daqn ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai. Atas dasar tersebut maka indicator dalam dimensi spesialisasi pekerjaan adalah: kesesuaian jabatan
dengan
kebutuhan,
kesesuaian
jabatan
dengan
31
pendidikan, kesesuaian jabatan dengan pengalaman dan kesesuaian jabatan dengan ketrampilan 2.
Departementalisasi. Departementalisasi merupakan dasar yang dipakai dalam pengelompokkan pelaksanaan tugas pada masing-masing individu, jenis pekerjaan dan jabatan guna pencapaian tujuan organisasi.Berdasarkan hal tersebut, maka indicator dalam dimensi departementalisasi adalah: kejelasan fungsi, kejelasan output, produk yang dihasilkan, kejelasan proses.
3.
Rantai Komando. Rantai komando merupakan garis wewenang yang tidak terputus-putus yang terentang dari pucuk organisasi ke
eselon
terbawah
dan
memperjelas
siapa
melapor
kesiapa.Dalam rantai komando ini terdiri dari pertama, wewenang yakni hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk memberi perintah itu dipenuhi. Kedua, kesatuan komando yakni bawahan seharusnya mempunyai satu atasan yang kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Rantai komando menunjukkan bagaimana tanggung jawab pekerjaaan diberikan dan dipertanggung jawabkan menurut tingkatan manajerial. Atas dasar hal tersebut, maka indikator dalam dimensi
rantai
komando
adalah:
perintah/wewenang, dan kesatuan komando.
kejelasan
alur
32
4.
Rentang Kendali. Rentang kendali merupakan jumlah bawahan yang dapat diatur manajer secara efektiv dan efisien sehingga organisasi
dapat
bekerja
dengan
seoptimal
mungkin.
Berdasarkan hal tersebut maka indicator yang digunakkan dalam dimensi rentang kendali adalah: kesesuaina jumlah pegawai dengan jabatan structural yang ada dan kesesuaian jumlah pegawai denagn volume pekerjaan yang ada. 5.
Sentralisasi/Desentralisasi .
Sentralisasi/desentralisasi
merupakan tingkat dana dimana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi, atau sebaliknya pada tingkat mana wewenang pengambilan keputusan dapat diserahkan
kepada
tingkat
yang
lebih
rendah.
Sentralisasi/desentralisasi ini merupakan bagian penting dlam gerak organisasi. Ketidak seimbangan antara sentralisasi maupun
desentralisasi
memberikan
pengaruh
terhadapa
bagaimana organisasi akan bekerja. Atas dasar hal tersebut maka
indicator
yang
sentralisasi/desentralisasi
digunakan adalah:
dalam
pelimpahan
dimensi wewnang
pengambilan keputusan dan pemusatan keputusan. 6.
Formalisasi. Formalisasi merupakan tingkat mana pekerjaan dalam organisasi dabakukan.Biasanya dalam formalisasi ini mencakup penggunaan standar kerja yang dikenal sebagai
33
Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja formal untuk setiap individu, bagian dan jabatan yang ada. Dengan demikian maka indicator yang digunakan dalam dimensi formalisasi adalah: adanya standar operasioan prosedur (SOP) dan pelaksanaan standar operasioanl prosedur (SOP).
2.1.4
Konsep Kinerja Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu
kinerja pegawai (individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai dapat dipahami sebagai hasil kerja dari seorang pegawai dalam organisasi sedangkan kinerja organisasi adalah keseluruhan hasil kerja yang dicapai oleh organisasi dalam satu periode tertentu. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sebab tercapainya tujuan organisasi yang terlihat dalam kinerja organisasi tidak bisa lepas dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut yang digerakkan dan di jalankan oleh individu/pegawai yang adalah pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kata Kinerja merefleksikan kesuksesan sebuah organisasi. Kinerja yang diterjemahkan dari kata performance dapat berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja (LAN, 1992:3). Cardoso Gomes
34
(1995:142) mendefenisikan kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu. Pendapat Gomes ini menjelaskan bahwa kinerja merupakan suatu hasil pekerjaan yang sesuai dengan fungsi yang diemban oleh masing-masing karyawan atau unit-unit kerja dalam jangka waktu tertentu. Para ahli perilaku dan manajemen setuju bahwa penghargaan ekstrinsik dan intrinsik dapat digunakan untuk memotivasi kinerja pekerjaan (Ivancevich, 2005:234) .
sedangkan A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja pegawai (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya,
pendapat ini senada dengan
pernyataan Milkovich dan Boudreau (1997) yang mengungkapkan bahwa “performance reflects the organization’s success”. Employee performance is the degree to which employees accomplish work requirements” yaitu Kinerja pegawai sebagai tingkat dimana pegawai tersebut menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan). Dan August W. Smith (1982:393) menyatakan bahwa performance atau kinerja adalah output drive from processes, human or otherwise yaitu kinerja sebagai hasil atau keluaran dari suatu proses. Pendapat yang lebih luar lagi dikemukakan oleh Luthans, (1995) berpendapat bahwa kinerja tidak hanya dipengaruhi oleh sejumlah usaha yang dilakukan seseorang, tetapi
35
dipengaruhi pula oleh kemampuannya, seperti : pengetahuan, pekerjaan dan keahlian, serta bagaimana seseorang merasakan peran yang dibawakannya. Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi menjelaskan konsep
kinerja
(Performance)
dengan
menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan dari sudut pandang yang berbeda-beda namun makna yang terkandung pada hakekatnya sama, yaitu kinerja (Performance) adalah catatan outcome yang dihasilkan dari suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bernardin dan Russel (1998 : 239), yang menyatakan bahwa : “Performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period”. Hal ini diperjelas lagi oleh Ivancevich & Donelly (2005 : 118) yang menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mathis & Jackson (2001: 78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang
mempengaruhi
seberapa
banyak
mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja.
36
Dari pengertian dan pendapat yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa secara garis besar konsep kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Rummler dan Barche dalam Sudarmanto (2009:7) bahwa terdapat tiga level kinerja yaitu : 1)
2)
3)
Kinerja organisasi; yang merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi yaitu yang terkait dengan tujuan organisasi dan manajemen organisasi. Kinerja proses; yang merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau layanan yang dipengaruhi oleh tujuan proses, rencana proses dan manajemen proses. Kinerja individu/pekerja; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkatan pegawai atau pekerjaan yang dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu. Dan secara garis besar, pengertian kinerja dapat dikategorikan
kedalam dua pengertian besar yaitu : 1)
Kinerja merujuk pada pengertian hasil. Dalam pengertian hasil, Bernardin (2001:143) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau kativitas-aktivitas selama periode tertentu. Dari definisi ini, Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil bukan karakter sifat (trait) dan perlaku.
2)
Kinerja merujuk pada pengertian sebagai perilaku. Terkait dengan kinerja sebagai perilaku, Murphy dalam Sudarmanto (2009:8) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit
37
organisasi tempat orang bekerja. Kinerja merupakan sinonim dengan perilaku sebagai suatu yang secara actual orang kerjakan dan dapat diobservasi, dalam pengertian ini kinerja mencakup tindakan-tindakan dan perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan akan tetapi tindakan itu sendiri. Mahmudi (2007 : 8) mengemukakan bahwa tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat
tidak
hanya
berupa kesejahteraan fisik yang berupa material saja, namun termasuk kesejahteraan non fisik yang bersifat immaterial. Dalam suatu pemerintahan yang menganut azas demokrasi hubungan antara pemerintah dan masyarakat dapat digambarkan sebagai suatu hubungan keagenan (agency relationship). Dalam masyarakat yang demokratis, kinerja begitu penting, mengingat didalam masyarakat yang
demokratis
mengharuskan
pemerintah untuk melaksanakan amanah yang diberikan dan memikul suatu tanggung jawab untuk mencatat seluruh aktifitas dalam kegiatan yang diamanahkan kepadanya, sehingga pemerintah
daerah
diharapkan
untuk
setiap
satuan
kerja
bertanggung jawab secara
mandiri mengenai tindakan-tindakan dan terhadap capaian-capaian yang diinginkannya.
38
Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999, tentang akuntabilitas kinerja diartikan sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggung jawabkan
keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran secara periodik. Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran yang merupakan tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada periode bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai dengan rencana tingkat pencapaiannya (target) masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana strategik. Kaplan dan Norton (2001) menyatakan bahwa organisasi nonprofit dan pemerintahan
umumnya mengalami kesulitan yang
penting dalam menentukan strategi mereka dengan jelas. Kebanyakan nonprofit dan pemerintahan mengalami kesulitan dengan arsitektur asli Balance Scorecard, dimana perspektif finansial dtempatkan diatas hierarki, karena memperoleh keuntungan finansial adalah bukan tujuan utama bagi kebanyakan organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur ulang sehingga menempatkan customer atau constituent pada hierarki teratas.
39
Gambar 2.1 Adapting the Balance Scorecard Framework to Nonprofit and Public Organization The Mission
Fiduciary Perspective
Customer Perspective
“ If we succed, how will look to our taxpayers (or donors)”
“ To achieve our vision, how must look to our customer “
Internal Perspective “ To satisfy our customer and financial donors, which business process must we excel at ?
Learning and Growth Perspective “ To achieve our vision, how must our organization learn and improve “
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 5 Peraturan Pemerintah No : 108 Tahun 2000 tentang indikator kinerja yang dibagi kedalam kelompok ; (a) masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu teknologi dan lain sebagainya; (b) keluaran (output) adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik dan non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan; (c) hasil (outcomes) adalah
40
segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat; (d) manfaat (benefits)
adalah kegunaan suatu keluaran
(outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat, yang dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat dikases oleh publik; dan (e) dampak (impact) adalah
ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai dari capaian kinerja setiap indikator dalam setiap kegiatan. Dalam instansi pemerintah, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, serta memonitor
pemerintah agar lebih
memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani, dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik. Oleh sebab itu, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Disamping itu, dengan adanya informasi kinerja maka benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.
41
2.1.4.1. Dimensi Pengukuran Kinerja. Makna kinerja pada dasarnya merujuk pada pencapai hasil kerja. Smith (1982:393) menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Kinerja
dapat diartikan sebagai
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau penampilan kerja organisasi (L.A.N, 1992:3). Moenir (1983:76) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja pada kesatuan waktu dan ukuran tertentu. Sedangkan menurut Keban (1995:1) kinerja dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan dalam proses pencapaian tujuan tersebut tergantung pada kinerja masing-masing organisasi. Kinerja sangat dipengaruhi oleh analisis suatu lingkungan dan organisasi (Simamora, 1995:328). Bagi organisasi bisnis, menurut Mulyadi (2001:293-294) kinerja organisasi perusahaan berupa penciptaan kekayaan dalam jumlah yang memadai sekaligus melipatgandakannya agar perusahaan dapat bertahan hidup dan berkembang. Proses pelipatgandaan kinerja organisasi perusahaan tidak dapat dilakukan hanya dengan kerja lebih keras (work harder), namun diperlukan kerja lebih cerdas (work smarter). Kekayaan organisasi perusahan dapat dilipatgandakan dengan cara meletakannya pada sumber daya manusia (human capital) dan
42
organisasi (organization capital). Human capital berkaitan dengan kemampuan
karyawan
dalam
mengoperasionalkan
perusahaan.
Sedangkan organizational capital berupa pembuatan jejaring (net work) dalam hubungannnya dengan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan (Mulyadi, 2001:294-295). Dalam pengertian yang lebih terukur, menurut Suwarsono (2001:5), kinerja perusahaan sebelumnya dikaitkan terlebih dahulu dengan visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan. Kemudian dijabarkan melalui kinerja operasional dan kinerja strategis. Kinerja operasional bersinggungan dengan ukuran keuangan dan kinerja strategis banyak bersinggungan dengan operasional. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai konsep kinerja di atas, secara lebih spesifik dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja perusahaan yang dapat dilihat dari aspek keuangan, aspek operasional (human capital) dan aspek organisasional (organizational capital) menurut ukuran dan satuan waktu tertentu. Standar kinerja perlu dirumuskan sebagai tolak ukur untuk membandingkan apa yang telah dilakukan dengan harapan. Standar dimaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan (Sedarmayanti, 2001:51). Menurut Robert Simons (Modul AKIP, 2000:5) sistem
43
pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode sistematis dalam penetapan
sasaran
dan
tujuan
dan
pelaporan
periodik
yang
mengindikasikan realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan. Sistem ini dapat membantu para manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis perusahaan. Khusus bagi organiasi perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan air bersih, standar pengukuran kinerjanya telah ditetapkan melalui Kepmendagri No. 47 tahun 1999. Variabel kinerja diukur dari 3 sub variabel, yakni aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi. Menurut Riyanto (1998:11), keuangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kas dan dana yang masuk dan keluar dalam perusahaan untuk membiayai investasi dan operasi perusahaan serta mampu memenuhi kewajibannya.
Perusahaan harus mampu
menghasilkan keuntungan dan mampu untuk reinvestasi dalam membiayai pertumbuhan perusahaan. Menurut Handoko (1993:3) yang dimaksud kemampuan operasional adalah usaha-usaha pengeloaan secara optimal penggunaan sumber daya (faktor-faktor produksi) yang meliputi faktor tenaga kerja, mesin-mesin/peralatan, bahan mentah dan sebagainya dalam proses transformasi menjadi produk atau jasa. Sedangkan aspek administrasi secara teknis dapat ditinjau dari 3 sudut (Suradinata, 1995:86) yaitu:
44
“Pertama proses, yakni berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi hasil pelaksanaan. Kedua fungsi, yakni segala kegiatan yang meliputi tugas/fungsi pengorganisasian, pengawasan dan sebagainya. Ketiga institusi, yakni totalitas kegiatan dalam kelembagaan untuk mencapai tujuan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang menyeluruh dilakukan dari tingkat atasan sampai dengan bawahan”.
Dimensi kinerja merupakan aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan bermanfaat baik bagi banyak pihak. John Miner dalam Sudarmanto (2009:11) mengemukakan empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja yaitu : 1) 2) 3) 4)
Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja. Keempat dimensi kinerja yang dikemukakan oleh John Miner
diatas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil kerja yaitu kualitas hasil dan kuantitas keluaran sedangkan dua hal lainnya yaitu penggunaaan waktu dalam bekerja (tingkat kepatuhan dalam jam kerja, disiplin) dan kerja sama terkait dengan aspek individu.
Kinerja
karyawan adalah catatan hasil kerja/aktivitas tertentu yang dicapai selama periode waktu tertentu. (Benardin & Russell, 1998). Ada enam
45
kriteria primer untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel (1998:383), yaitu: 1. 2. 3.
4.
5.
6.
Quality, merupakan tingkat atau sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Timeliness, adalah tingkat sejauhmana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain. Cost-effectiveness, adalah tingkat sejauhmana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya. Need for supervision, merupakan tingkat sejauhmana seseorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauhmana karyawan/pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan. Kriteria lain dari pengukuran kinerja berdasarkan delapan
dimensi kinerja yang dikemukan oleh Cardoso gomes ( 1995 : 42 ).yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Quantity of work; jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada periode tertentu. Quality of work; kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat yang ditentukan. Job knowledge; pemahaman karyawan pada prosedur kerja dan informasi teknis tentang pekerjaan. Creativeness; kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi dan dapat diandalkan dalam pekerjaan Cooperation; kerja sama dengan rekan kerja dan atasan. Dependability; kemampuan menyelesaikan pekerjaan tanpa tergantung kepada orang lain. Initiative; kemampuan melahirkan ide-ide dalam pekerjaan
46
8.
Personal qualities ; kemampuan dalam bidang pekerjaan. Robbins, (2002:259 , kinerja karyawan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pertama, manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan personalia secara umum. Penilaian memberikan informasi yang berhubungan dengan pengambilan keputusanyang penting dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian. Kedua, penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penilaian menjelaskan ketrampilan dan daya saing para pekerja yang belum cukup tetapi dapat diperbaiki jika suatu program yang memadai dikembangkan. Ketiga, penilaian kinerja dapat
dijadikan
sebagai
kriteria
untuk
program
seleksi
dan
pengembangan yang disahkan. Pegawai baru yang kinerjanya masih rendah, dapat diidentifikasikan melalui penilaian kinerja. Sama halnya efektivitas suatu pelatihan serta program pengembangan dapat ditentukan dengan cara menaksir seberapa baik partisipasi pegawai dalam memenuhi penilaian kinerja mereka. Keempat, penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka. Terakhir,
penilaian
kinerja
digunakan
sebagai
dasar
untuk
mengalokasikan atau menentukan penghargaan. Menurut Robbins kepentingan para pimpinan pada kepuasan kerja cenderung berpusat dan efeknya pada kinerja pegawai. Dalam
47
literatur yang sama Robbins juga mengatakan bahwa tingkat upaya (motivasi)
akan
menghantar
ke
hasil
kinerja
pekerjaan
yang
menguntungkan bila disalurkan ke dalam suatu arah yang bermanfaat bagi organisasi itu. Sementara Dale Yoder menyatakan bahwa balas jasa
Rusman Soleman, 2007
membuat anggota tim kerja
dapat
bekerjasama dan berprestasi. Disamping itu, Selim dan Woodward dalam Nasucha (2004:180) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektifitas dan persamaan pelayanan. Dalam konteks ini, aspek ekonomi diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik (proporsional) antara input pelayanan dengan output pelayanan. Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.
48
Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi pengukuran kinerja sangat beragam tergantung tergantung dari aspek tertentu yang diukur (atribut atau kompetensi indivudunya-kinerja individu), kualitas dan kuantitas produk barang atau jasa yang dihasilkan (kinerja hasil), kinerja organisasi ataupun kinerja proses dan cara pengukurannya. Karakteristik organisasi apakah bergerak dibidang produksi/barang ataupun pelayanan jasa, lembaga bisnis ataupun lembaga public (birokrasi pemerintah) juga akan menentukan dimensi pengukuran kinerja yang digunakan. Sebuah konsep yang menarik sehubungan dengan kinerja organisasi dapat dicermati dari Karlina (2011:36) bahwa kinerja organisasi mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kondisi lingkungan eksternalnya seperti faktor ekonomi, politik dan budaya yang ada. Kemudian apakah struktur dan kebijakan mendukung kinerja yang diinginkan,apakah memiliki kepemimpinan, modal dan infrastruktur
dalam mencapai misinya,
apakah kebijakan, budaya dan sistim insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan, dan apakah organisasi menciptakan serta memelihara kebijakan seleksi dan pelatihan sumberdaya manusianya. Karlina (2011) mencermati bahwa sejatinya peningkatan kinerja organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan
49
keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi. Dengan mengadopsi konsep pemikiran dari Kaplan dan Norton (2001) sebagaimana tulisan Karlina (2011) berkaitan dengan kinerja PT. Air Manado menyatakan bahwa organisasi nonprofit dan pemerintahan umumnya mengalami kesulitan yang penting dalam menentukan strategi mereka dengan jelas. Kebanyakan nonprofit dan pemerintahan mengalami kesulitan dengan arsitektur asli Balance Scorecard, dimana perspektif finansial dtempatkan diatas hierarki, karena memperoleh keuntungan finansial adalah bukan tujuan utama bagi kebanyakan organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur ulang sehingga menempatkan customer atau constituent pada hierarki teratas. Menurut Kaplan dan Norton (dalam Tika 2006) Balanced berarti keseimbangan, sedangkan scorecard adalah kartu yang dipakai untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang atau kelompok. Jadi, Balance scorecard adalah metode untuk mengukur kinerja seseorang atau kelompok/organisasi dengan menggunakan kartu untuk mencatat skor hasil-hasil kinerja. Balance scorecard merupakan ide untuk menyeimbagkan aspek keuangan dan non keuangan serta aspek internal dan eksternal perusahaan. Balance scorecard membantu usaha organisasi dalam mengembangkan dan melaksanakan strategi program
50
dan pelayanan
untuk
melaksanakan misi.
Organisasi
biasanya
menggunakan BSC untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh karyawannya
untuk mengukur keberhasilan program dan
pelayanan yang diberikan, dan melakukan kajian-kajian akan perubahan yang perlu di lakukan organisasi untuk melakukan peningkatan efisiensi dan keefektifan program. Scorecard kinerja merupakan bagian dari agenda pimpinan manajemen, dan digunakan untuk menelusuri perkembangan dari program dan layanan sebuah organisai. Balance scorecard untuk public sector merupakan perspektif yang menyeluruh untuk mengukur kinerja secara tepat dalam organisasi public sector. Dimana keuntungan (profit) bukan merupakan pemacu utama untuk organisasi public sector. Norton dan kaplan melakukan penyesuaian kembali perspektif yang ada pada BSC. Pada BSC untuk public sector, misi menggantikan hasil financial sebagai tujuan puncak dari organisasi public sector dan di dukung oleh tiga perspective yang penting lainnya yaitu cost, benefits, dan legitimizing authorities. Dalam Balance Scorecard untuk public sector yang dimaksud Cost perspective adalah financial cost dan social cost. Tidak seperti pada organisasi yang berorientasi pada profit yang senantiasa di ukur dengan financial, organisasi pada public sector biasanya manfaat ukuran pelaksanaan program dan kebijakan di nilai dengan positif dan negatif. Perspektif legitimizing authority pada BSC mengubah perspektif
51
pelanggan Merujuk pada Karlina (2011) dan Tika (2006) bahwa model pengukuran Balanced Scorecard dari Kaplan & Norton cocok untuk penelitian ini dimana seluruh skema teori-teori diatas yang membahas kinerja sebagaimana terdapat dalam skema Balanced scorecard Kaplan & Norton. Pengukuran Balance Scorecard dari Kaplan & Norton (1996:95) menggunakan empat perspektif kinerja organisasi yaitu : Financial perspective (perpektif keuangan), Customer perspective (perspektif konsumen), Internal business process perspective (perspektif proses bisnis internal) dan Learning and growth perspective (perpektif proses belajar dan berkembang).
2.1.5.
Hubungan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Beberapa pandangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja organisasi, yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu, dapat ditemui dari berbagai kepustakaan yang berusaha menggambarkan kinerja organisasi. Suatu organisasi, terlepas dari bagaimana bentuknya organisasi
tersebut,
apapun
tujuan
yang
akan
dicapai,
selalu
mengharapkan sasaran / target yang telah ditetapkan akan dapat tercapai semaksimal mungkin. Untuk mencapai target tersebut, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Muljarto (1977), menyatakan bahwa organisasi bukanlah sistem yang tertutup (close system) melainkan organisasi tersebut akan
52
selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua segi: pertama, lingkungan eksternal
yang umumnya menggambarkan
kekuatan yang berada di luar organisasi seperti faktor politik, ekonomi dan sosial, kedua adalah lingkungan internal yaitu faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana berfungsinya kegiatan mencapai tujuan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Higgins (1985) dalam Salusu (1996) menyatakan bahwa ada dua kondisi yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu kapabilitas organisasi yaitu konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang terdiri atas dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan. Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat positip, yang memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai sasarannya; sedangkan kelemahan adalah situasi dan ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Kedua faktor ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara lain : struktur organisasi, sumberdaya baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki, integritas seluruh karyawan dan integritas kepemimpinan. Kondisi yang kedua adalah lingkungan eksternal, yang terdiri atas dua faktor stratejik,
53
yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan bisa melampaui pencapaian sasarannya; sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Dalam mengamati lingkungan eksternal, ada beberapa sektor yang peka secara stratejik, artinya bisa menciptakan peluang, atau sebaliknya merupakan ancaman. Perkembangan teknologi misalnya, peraturan perundang-undangan, atau situasi keuangan, dapat saja memberi keuntungan atau kerugian bagi organisasi. Tetapi yang jelas, menurut William Cohen (David, 1989) ialah bahwa peluang dan ancaman hadir pada setiap saat dan senantiasa melampaui sumber daya yang tersedia. Artinya, kekuatan yang dimiliki organisasi selalu berada dalam posisi lebih lemah dalam menanggulangi ancaman, bahkan dalam mengejar dan memanfaatkan peluang sekalipun. Sementara itu Steers (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyokong keberhasilan akhir suatu orgaisasi dapat ditemukan dalam empat kelompok umum. Satu dari empat kelompok umum tersebut adalah Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara
54
unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi. Dengan demikian pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti
luasnya
desentralisasi
pengendalian,
jumlah
spesialisasi
pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi, dan seterusnya. Jadi,
keputusan
mengenai
cara
bagaimana
orang-orang
akan
dikelompokan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dilain fihak, yang dimaksud dengan teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanis yang digunakan dalam produksi, variasi dalam bahan yang digunakan dan variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Sementara itu Joedono (1974) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah organisasi antara lain meliputi : 1) faktor kualitas SDM, 2) struktur organisasi, 3) teknologi 4) pimpinan dan masyarakat, 5) bentuk kepemimpinan. Sementara itu Gogin (1990) menyatakan bahwa kapasitas organisasi dapat memberi kontribusi pada keberhasilan implementasi. Kemampuan organisasi akan dipengaruhi (produk dari) tiga hal pokok yaitu: struktur organisasi, personel (human resources) dan finansial. Lebih lanjut Gogin menjelaskan bahwa meskipun suatu kebijakan telah
55
dirumuskan
dengan
jelas
(yang
memungkinkan
untuk
diimplementasikan secara mudah) akan tetapi mungkin saja bisa gagal oleh kelemahan struktur organisasi atau kelemahan sistem. Struktur yang ketat dan tersentralisir akan mendukung kepatuhan. Jika semua dalam kondisi sama (struktur, dsb) maka keberhasilan implementasi nampaknya akan sangat tergantung pada karakter dari tujuan kebijakan itu sendiri, jumlah staf yang memadai, ahli, dan mempunyai motivasi tinggi akan mempermudah proses konversi pesan kebijakan menjadi realita. Hal ini akan lebih berhasil lagi apabila juga didukung oleh kondisi finansial yang memadai. Moeheriono,
(2009:99)
mengemukakan
bahwa
kinerja
organisasi didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of work) karena hasil kerja memberi kan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategi organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi. Lebih lanjut Moeheriono (2009:99) ,
mengemukakan bahwa struktur
organisasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi seperti pada gambar berikut :
56
Gambar 2.2 Pengaruh Kinerja Individu dan Kelompok terhadap Kinerja Organisasi
Kinerja Individu
Faktor Kinerja 1.Knowledge 2.Skill 3.Motivasi 4.Peran
Kinerja Tim/Kelompok
Faktor Kinerja 1.Keeratan tim 2.Kepemimpinan 3.Kekompakkan (kesolidan tim 4.Struktur tim 5.Peran tim 6.Norma
Kinerja Organisasi
Faktor Kinerja 1.Lingkungan 2.Kepemimpinan 3.Struktur Organisasi 4.Pilihan Strategis 5.Kultur/Organisasi 6.Proses
Dengan mengacu pada kerangka teori yang digunakan para ahli pada penelitian kinerja organisasi, diharapkan kerangka teori tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melihat fenomena yang terjadi dalam kinerja PT. Air Manado dalam kaitannya dengan struktur organisasi yang ada. Dengan mengacu pada berbagai teori yang dijelaskan di atas dan dihubungkan dengan fenomena di lapangan (actionable causes), maka terlihat dengan jelas bahwa struktur organisasi memiliki hubungan pengaruh dengan kinerja.
2.2.
Kerangka Pemikiran
57
Kehadiran PT Air Manado berawal dari memburuknya kinerja dan pelayanan PDAM Manado sebagai perusahaan daerah milik pemerintah Kota Manado dalam menyediakan air bersih, baik secara kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat dari tahun ke tahun. Dan klimaksnya pada akhir tahun (Desember 2007) PDAM Manado berdasarkan hasil pemeriksaan tim audit keuangan independent kantor Akuntan Publik Hassanudin memberikan penilaian yaitu laporan keuangan PDAM Manado untuk periode per 31 Desember 2006 tidak dapat memberikan pendapat (disclamer) sehingga dengan laporan auditor independent PDAM tidak beroperasi lagi. Fakta ini jelas memberikan gambaran kondisi PDAM Manado berada pada kondisi kritis atau berada pada status perusahaan yang tidak sehat dan ibarat mengidap penyakit pada tingkatan stadium yang tinggi, akibat salah penanganan, salah urus (miss manajemen) dan kondisi perusahaan defisit. Perusahaan Daerah Air Minum dengan pemberlakuan Undangundang tersebut harus menyesuaikan diri terutama dalam sistem manajemen dan pengelolaan perusahaan agar supaya mampu go public sebagai perusahaan yang layak. Perseroan Terbatas (PT) Air Manado sebagai upaya memperbaiki sistem pengelolaan perusahaan daerah akibat buruknya kinerja PDAM Manado.
58
Berubahnya sistem manajemen perusahaan daerah air minum ke PT Air mengharuskan seluruh kegiatan dan manajemen perusahaan ini harus disesuaikan dengan sistem yang diatur dalam undang-undang PT baru yang mengharuskan penggunaan standar Good Coorperate Governance. Dalam Konsiderans Menimbang dari Undang-undang No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan “bahwa Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Stoner dan Freeman (1996:70) menyatakan, bahwa kinerja organisasi dapat diukur dengan dua konsep yaitu efesiensi dan efektivitas. Efesiensi adalah hubungan antara input dan output, yaitu kemampuan mencapai output yang optimal dengan input tertentu, sedangkan efektivitas adalah kemampuan memilih dan mancapai tujuan yang tepat. Dengan demikian, efektivitas menunjuk kepada kombinasi menjadi perhatian utama anggota organisasi terutama dalam hal pengambilan keputusan strategis dalam rangka memaksimalkan tujuan (maximizing goals) dan mengoptimalkan tujuan (optimizing goals). Dalam konteks ini diharapkan organisasi dapat memberikan
nilai
manfaat (outcomes) baik dalam rangka memenuhi kebutuhan internal maupun eksternal (lingkungannya) berupa kebutuhan masyarakat. Dari sudut pandang organisasi, Mulyadi (1998:387) menyatakan tentang
59
pendekatan yang digunakan untuk mengorganisasi sumber daya manusia dalam mewujudkan efektivitas organisasi. Perusahaan PT. Air Manado adalah merupakan perusahaan swasta daerah yang merupakan produk kerjasama yang dimiliki oleh pemerintah daerah. PT. Air yang dulunya bernama PDAM Manado yang dalam perkembangannya diubah menjadi PT. Air karena kerjasama PT tersebut dengan perusahaan asing. PT Air bekerjasama dengan perusahaan
Belanda
yaitu
Waterleidengmaatscappij
Drenthe
Belanda/WMD melalui anak perusahaan BV. Tirta Sulawesi. Hasil kerjasama melahirkan suatu perjanjian kerjasama membentuk suatu perusahaan bersama Joint Venture Company (JVC). JVC ini dikenal dengan nama PT. Air Manado dan secara operasional PDAM dinyatakan tidak beroperasi lagi, dan asset, hutang serta pegawai/karyawan PDAM dialihkan ke PT. Air Manado. Untuk memilih dan menetapkan kepemimpinan/Direksi PT Air Manado pertama, serta diikuti dengan perubahan struktur dalam organisasi PT. AIR guna meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Pengoperasian PT. Air Manado adalah salah satu solusi nyata Pemerintah Kota Manado untuk menjawab harapan masyarakat sebagai perusahaan penyedia Air yang profesional, terdepan dan terbaik baik pengolahan dan pelayanan air bersih baik secara kuantitas, kualitas dan berlangsung secara terus menerus.
60
Untuk produktivitas usaha maka perusahaan harus sesuai dengan
atau
berpedoman
pada
Tata
Perusahan
Yang
Baik.
Penyelenggaraan perusahaan, baik dalam maupun luar negeri terutama perusahaan yang berbadan hukum, sistem pengelolaan berpedoman pada akuntabilitas, transparansi, pertanggungjawaban dan kewajaran guna mewujudkan
kinerja
organisasi.
Keberhasilan
penyelenggaraan
perusahan sangat tergantung pada diterapkannya prinsp – prinsp dasar perusahaan guna mencapai tujuan organisasi dengan baik. Hal ini juga termasuk perusahaan-perusahaan pemerintah public service harus juga menerapkan Good Corporate Governance. Di era persaingan pasar bebas, maka tidak lagi dibatasi antara privat dan publik enterprise. Tetapi pada kualitas pelayanan dari perusahaan. Dalam manajemen administrasi khususnya perusahaan negara atau perusahaan milik daerah harus mampu bersaing dengan privat sektor. Kemampuan bersaing sangat tergantung pada penerapan pengelolaan perusahaan yang baik. Dalam era persaingan pasar bebas, kualitas pelayanan perusahaan baik perusahaan milik pemerintah maupun swasta, menjadi tuntutan publik (konsumen) oleh karena itu siapa yang mampu menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik, itulah yang akan memenangkan persaingan tersebut. Perusahaan daerah yang selama era orde baru terus dimanja sering berhadapan dengan turunnya minat konsumen karena pelayanan
61
yang tidak memuaskan. Perusahaan daerah harus mampu menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan sebagaimana yang diterapkan oleh perusahaan swasta. Berdasarkan hal tersebut salah satu masalah yang dihadapi perusahan daerah yaitu skill atau kemampuan mengelolah perusahaan. Skill atau kemampuan mengelolah perusahaan inilah yang sering kali menjadi kendala dalam bersaing merebut pasar. Penelitian ini di dasarkan pada kenyataan bahwa pengelolaan perusahaan daerah air minum PT. Air Manado belum maksimal. Perusahaan daerah selalu kalah bersaing dengan perusahaan swasta yang secara konsisten menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik. Persoalan paling mendasar dalam penelitian ini, apakah perusahan daerah sudah mampu menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik dalam pengelolaan perusahaan. Sejauh ini survey membuktikan bahwa perusahaan daerah selalu kalah bersaing dalam public service dengan perusahaan swasta. Robbin (2003:585-594) dalam pendapatnya menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan cara tugas pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa untuk mendefinisikan suatu struktur organisasi maka terdapat enam unsur kunci struktur organisasi yang dijelaskan melalui spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan formalisasi.
62
Spesialisasi kerja merupakan pembagian bidang kerja yaitu sampai tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah-pecah menjadi pekerjaan
terpisah-pisah
sesuai
dengan
kebutuhan,
pendidikan,
pengalaman daqn ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai. Atas dasar tersebut maka indicator dalam dimensi spesialisasi pekerjaan adalah: kesesuaian jabatan dengan kebutuhan, kesesuaian jabatan dengan pendidikan, kesesuaian jabatan dengan pengalaman dan kesesuaian jabatan dengan ketrampilan. Departementalisasi merupakan dasar yang dipakai dalam pengelompokkan pelaksanaan tugas pada masing-masing individu, jenis pekerjaan dan jabatan guna pencapaian tujuan organisasi.Berdasarkan hal tersebut, maka indikator dalam dimensi departementalisasi adalah: kejelasan fungsi, kejelasan output produk yang dihasilkan, kejelasan proses. Rantai komando merupakan garis wewenang yang tidak terputus-putus yang terentang dari pucuk organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor kesiapa.Dalam rantai komando ini terdiri dari pertama, wewenang yakni hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk memberi perintah itu dipenuhi. Kedua, kesatuan komando yakni bawahan seharusnya mempunyai satu atasan yang kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Rantai komando menunjukkan bagaimana tanggung jawab pekerjaaan diberikan dan
63
dipertanggung jawabkan menurut tingkatan manajerial. Atas dasar hal tersebut, maka indikator dalam dimensi rantai komando adalah: kejelasan alur perintah/wewenang, dan kesatuan komando. Rentang kendali merupakan jumlah bawahan yang dapat diatur manajer secara efektiv dan efisien sehingga organisasi dapat bekerja dengan seoptimal mungkin. Berdasarkan hal tersebut maka indicator yang digunakkan dalam dimensi rentang kendali adalah: kesesuaina jumlah pegawai dengan jabatan structural yang ada dan kesesuaian jumlah pegawai denagn volume pekerjaan yang ada. Sentralisasi/desentralisasi merupakan tingkat dana dimana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi, atau sebaliknya pada tingkat mana wewenang pengambilan keputusan dapat
diserahkan
kepada
tingkat
yang
lebih
rendah.
Sentralisasi/desentralisasi ini merupakan bagian penting dlam gerak organisasi.
Ketidak
seimbangan
antara
sentralisasi
maupun
desentralisasi memberikan pengaruh terhadapa bagaimana organisasi akan bekerja. Atas dasar hal tersebut maka indicator yang digunakan dalam dimensi sentralisasi/desentralisasi adalah: pelimpahan wewnang pengambilan keputusan dan pemusatan keputusan. Formalisasi
merupakan
tingkat
mana
pekerjaan
dalam
organisasi dabakukan.Biasanya dalam formalisasi ini mencakup penggunaan standar kerja yang dikenal sebagai Standar Operasional
64
Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja formal untuk setiap individu, bagian dan jabatan yang ada. Dengan demikian maka indicator yang digunakan dalam dimensi formalisasi adalah: adanya standar operasioan prosedur (SOP) dan pelaksanaan standar operasioanl prosedur (SOP). Dalam kaitannya dengan kinerja organisasi dapat dipahami bawa kinerja mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kondisi lingkungan eksternalnya seperti factor ekonomi, politik dan budaya yang ada. Kemudian apakah struktur dan kebijakan mendukung kinerja yang diinginkan,apakah memiliki kepemimpinan, modal dan infrastruktur
dalam mencapai misinya,
apakah kebijakan, budaya dan sistim insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan, dan apakah organisasi menciptakan serta memelihara kebijakan seleksi dan pelatihan sumberdaya manusianya. Jika dicermati dengan seksama, sejatinya peningkatan kinerja organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi. Pencapaian kinerja dalam organisasi, setiap individu dalam hal ini pegawai, dengan segala kemampuan yang dimiliki, hendaknya harus mampu mengembangkan diri dalam menghadapi tuntutan organisasi
65
dalam kerja agar tugas-tugas yang dibebankan kepadanya akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh organisasi tersebut. Kinerja dapat dipahami sebagai hasil kerja dari seorang dalam organisasi. Kinerja pegawai dan organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sebab tercapainya tujuan organisasi yang terlihat dalam hasil kerja organisasi dan pegawai melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan dan di jalankan oleh individu yang adalah pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Karlina (2011) mencermati bahwa sejatinya peningkatan kinerja organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi. Dengan mengadopsi konsep pemikiran dari Kaplan dan Norton (2001) sebagaimana tulisan Karlina (2011) berkaitan dengan kinerja PT. Air Manado menyatakan bahwa organisasi nonprofit dan pemerintahan umumnya mengalami kesulitan yang penting dalam menentukan strategi mereka dengan jelas. Kebanyakan nonprofit dan pemerintahan mengalami kesulitan dengan arsitektur asli Balance Scorecard, dimana
66
perspektif finansial dtempatkan diatas hierarki, karena memperoleh keuntungan finansial adalah bukan tujuan utama bagi kebanyakan organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur ulang sehingga menempatkan customer atau constituent pada hierarki teratas. Balanced scorecard membantu usaha organisasi dalam mengembangkan dan melaksanakan strategi program dan pelayanan untuk melaksankan misi. Organisasi biasanya menggunakan BSC untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh karyawannya untuk mengukur keberhasilan program dan pelayanan yang diberikan, dan melakukan kajian-kajian akan perubahan yang perlu di lakukan organisasi untuk melakukan peningkatan efisiensi dan keefektifan program. Scorecard kinerja merupakan bagian dari agenda pimpinan manajemen, dan digunakan untuk menelusuri perkembangan dari program dan layanan sebuah organisai. Balance scorecard untuk public sector merupakan perspektif yang menyeluruh untuk mengukur kinerja secara tepat dalam organisasi public sector. Dimana keuntungan (profit) bukan merupakan pemacu utama untuk organisasi public sector. Norton dan kaplan melakukan penyesuaian kembali perspektif yang ada pada BSC. Pada BSC untuk public sector, misi menggantikan hasil financial sebagai tujuan puncak dari organisasi public sector dan di dukung oleh tiga perspective yang penting lainnya yaitu cost, benefits, dan legitimizing authorities.
67
Balance scorecard menyediakan framework untuk melihat dari segi strategi untuk menciptakan value dari 4 perspektif yang berbeda : 1.
Perspektif Keuangan; pendekatan perspektif keuangan dalam balanced scorecard merupakan hal yang sangat penting, hal ini disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekwensi dari suatu keputusan ekonomi yang diambil dari suatu tindakan ekonomi.
Ukuran
keuangan
ini
menunjukkan
adanya
perencanaan, implementasi. serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang diperoleh. 2.
Perspektif Pelanggan; Penilaian kinerja pelanggan ini sangat penting, karena maju atau mundurnya kinerja perusahaan sangat ditentukan oleh pelanggan ini, apalagi masuknya era globalisasi sehingga persaingan antar perusahaan menjadi sangat ketat. Jadi perusahaan harus bersaing dengan usaha mencari pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama. Untuk
memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu
harus menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus dimasuki oleh perusahaan, dengan demikian akan lebih jelas dan lebih terfokus tolok ukurnya.
68
3.
Perspektif Proses Bisnis Internal; Untuk bisa menggunakan tolok ukur kinerja ini, maka perusahaan harus mengidentifikasi proses bisnis internal yang terjadi pada perusahaan. Secara umum proses tersebut terdiri dari inovasi, operasi dan layanan purna jual (after sales service).
4.
Perspektif Belajar dan Berkembang : bertujuan untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Sebagai alur kerangka pemikiran penelitian digambarkan
seperti berikut:
Gambar 2.3 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
Struktur Organisasi
Kinerja
Spesialisasi Pekerjaan, Departementalisasi, Rantai Komando, Rentang Kendali, Sentralisasi dan Formalisasi
Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Proses Belajar dan Berkembang
2.3.
Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran di atas
maka hipotesis kerja dalam penelitan ini adalah besarnya pengaruh struktur organisasi terhadap kinerja PT. Air Manado ditentukan oleh
69
Spesialisasi Pekerjaan, Departementalisasi, Rantai Komando, Rentang Kendali, Sentralisasi dan Formalisasi.