BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Distribusi Pada dasarnya, definisi dari sebuah sistem tenaga listrik mencakup tiga bagian penting, yaitu pembangkitan, transmisi, dan distribusi, seperti dapat terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen
Dalam artian yang luas, sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang berada di antara sumber daya yang besar dengan pengalih pelayanan konsumen. Definisi dari sistem distribusi termasuk komponen-komponen berikut : 1. Sistem subtransmisi 2. Gardu distribusi 3. Penyulang distribusi atau primer 4. Trafo distribusi 5. Rangkaian sekunder 6. Titik jatuh layanan Namun, beberapa insinyur sistem distribusi lebih mendefinisikan sistem distribusi sebagai bagian sistem tenaga listrik yang berada di antara gardu distribusi dan titik masuk pelayanan konsumen.[11]
6
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 KV, 154 KV, 220 KV atau 500 KV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan adalah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir. Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. Konfigurasi sistem tenaga listrik dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
7
Gambar 2.2 Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik
8
Gambar 2.3 Konfigurasi Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Pada umumnya, sistem distribusi dapat dikelompokkan ke dalam dua tingkat seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan spesifiknya yang bisa dilihat pada Gambar 2.3, yaitu : 1. Sistem Distribusi Primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 2. Sistem Distribusi Sekunder atau Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Berikut ini penjelasan mengenai sistem distribusi primer dan distribusi sekunder.
2.1.1 Sistem Distribusi Primer Bagian sistem pelayanan listrik yang berada di antara gardu distribusi dan trafo distribusi disebut dengan sistem distribusi primer. Ini terdiri dari rangkaian yang dikenal dengan penyulang primer atau penyulang distribusi primer. Bagian ini memiliki tegangan menengah 20 kV. Sistem ini dapat menggunakan kabel udara maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang akan disuplai tenaga listrik sampai ke pusat beban.
9
2.1.2 Sistem Distribusi Sekunder Bagian sistem pelayanan listrik yang berada di antara trafo distribusi dan titik jatuh layanan beban disebut dengan sistem distribusi sekunder. Bagian ini memiliki tegangan rendah 220/380 V. Sistem ini dapat menggunakan konduktor yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi.
2.2 Transformator Distribusi Transformator atau trafo merupakan suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain dengan frekuensi yang sama dan perbandingan transformasi tertentu melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetis [8]. Jika transformator menerima energi pada tegangan rendah dan mengubahnya menjadi tegangan yang lebih tinggi, ia disebut transformator penaik (step-up). Jika transformator diberi energi pada tegangan tertentu dan mengubahnya menjadi tegangan yang lebih rendah, ia disebut transformator penurun (step-down) [14]. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan tergantung dari rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan tersebut [9]. Transformator yang menjadi fokus bahasan disini adalah transformator distribusi. Trafo distribusi merupakan trafo step-down yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari sistem distribusi primer (20 kV) menjadi tegangan untuk sistem distribusi sekunder (220/380 V). Trafo yang umum digunakan untuk sistem distribusi yaitu trafo 1 phasa dan trafo 3 phasa [10]. Bentuk fisik transformator distribusi bisa dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.
10
Gambar 2.4 Bentuk Fisik Transformator Distribusi
Transformator distribusi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam penyaluran tenaga listrik dari gardu distribusi ke konsumen. Kerusakan pada trafo distribusi menyebabkan kontinuitas pelayanan terhadap konsumen akan terganggu (terjadi pemutusan aliran listrik atau pemadaman). Pemadaman merupakan suatu kerugian yang menyebabkan biaya-biaya pembangkitan akan meningkat tergantung harga kWh yang tidak terjual. Pemilihan rating trafo distribusi yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan menyebabkan efisiensi menjadi kecil, begitu juga lokasi penempatan trafo distribusi yang tidak cocok mempengaruhi jatuh atau turunnya tegangan pada ujung saluran konsumen.
2.3 Rugi-Rugi Rugi-Rugi yang akan dibahas disini adalah rugi-rugi pada transformator distribusi, rugi-rugi daya, dan rugi-rugi non-teknis.
2.3.1 Rugi pada Transformator Distribusi Rugi-rugi yang terdapat pada transformator distribusi terbagi atas rugi tembaga dan rugi besi. Berikut ini penjabarannya.
11
2.3.1.1 Rugi Tembaga (PCU) Rugi tembaga bisa juga disebut sebagai rugi belitan atau rugi beban penuh (full load) [13]. Rugi yang disebabkan arus mengalir pada kawat tembaga ini dapat ditulis sebagai berikut : PCU = I2 R
(2.1)
Dimana : PCU
: rugi
tembaga (Watt)
I
: arus (Ampere)
R
: tahanan (Ohm) Karena arus beban berubah–ubah, rugi tembaga juga tidak konstan
bergantung pada beban. [8]
2.3.1.2 Rugi Besi (Pi) Rugi besi bisa juga disebut sebagai rugi inti atau rugi beban nol atau rugi tanpa beban (no load) [13]. Rugi yang terjadi pada inti besi ini terdiri atas [8]: Rugi histerisis, yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada inti besi, yang dinyatakan sebagai : Ph = Kh f Bmaks1.6 watt
(2.2)
Dimana : Ph
: Rugi histeresis
Kh
: konstanta histeresis
Bmaks
: fluks maksimum (Weber)
Rugi arus eddy, yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi, yang dinyatakan sebagai : Pe = Ke f2 B2maks
(2.3)
Dimana : Pe
: Rugi eddy
Ke
: konstanta eddy
Bmaks
: fluks maksimum (Weber)
12
Jadi, rugi besi (rugi inti) adalah : Pi = Ph + Pe
(2.4)
2.3.2 Rugi Daya Pada dasarnya, untuk menghitung susut teknis dilakukan sesuai dengan prinsip rugi-rugi 3 fasa pada jaringan, yaitu [6] : PCU = 3 I2 R
(2.5)
dan besar arus I yang mengalir juga dapat dihitung dengan persamaan :
I=
P (VA) √3 V cosθ (2.6)
atau I=
P (kW) √3 V (2.7)
Dimana : PCU
: rugi 3 fasa pada jaringan (Watt atau VoltAmpere)
I
: arus yang mengalir (Ampere)
R
: tahanan penghantar (Ohm)
V
: besar tegangan jaringan (Volt)
2.3.3 Rugi Non-Teknis Pencurian listrik termasuk ke dalam bagian penting dalam rugi-rugi LVDS. Pencurian disini termasuk perpanjangan beban yang tidak sah dan merusak atau menimbulkan gangguan terhadap peralatan pengukuran yang terpasang di tempatnya. Besarnya rugi pencurian dapat ditentukan dengan persamaan [7]: Total Theft Losses = %Theft Losses Contribution x Total Load
(2.8)
Dimana : %Theft Losses Contribution : besar persentase kontribusi pencurian listrik (%) Total Load
: jumlah seluruh beban (kW)
13
2.4 Biaya Untuk meyakinkan bahwa sistem HVDS lebih baik dibandingkan sistem LVDS, selain dari segi teknis, juga perlu ditentukan kelebihan sistem HVDS dari segi ekonomi atau finansial. Berikut adalah penjabarannya.
2.4.1 Penghematan Tahunan (Annual Savings) Besarnya penghematan tahunan dapat ditentukan dengan persamaan [7] : Annual Savings = Power Purchase Price x Reduction in Losses (2.9) Dimana : Power Purchase Price
: harga pembelian daya listrik dari PLN
Reduction in Losses
: Total rugi LVDS – Total rugi HVDS
2.4.2 Pengeluaran Modal (Capital Outlay) Besarnya pengeluaran modal dapat ditentukan dengan persamaan : Capital Outlay = Total Transformator Cost + Miscellaneous Cost (2.10) Dimana : Total Transformator Cost merupakan total biaya yang diperlukan untuk pembelian transformator. Miscellaneous Cost yang dimaksud disini adalah termasuk biaya pekerja, biaya material tambahan yang dibutuhkan untuk transformator dan beberapa biaya pembongkaran sistem yang sudah ada. [7]
2.4.3 Waktu Pengembalian Modal (Payback Period) Waktu pengembalian modal merupakan jangka waktu yang dibutuhkan aliran kas masuk kumulatif bersih untuk modal investasi tetap [7]. Lamanya waktu pengembalian modal dapat ditentukan dengan persamaan : Payback Period = (Capital Outlay / Annual Savings) dalam tahun (2.11)
2.5 Low Voltage Distribution System (LVDS) Sistem distribusi yang sudah ada di Indonesia menggunakan penyulang distribusi utama tiga-phasa 20 kV dan transformator distribusi tiga-phasa yang
14
mengubah tegangan 20 kV menjadi 220/380 V. Sistem ini disebut sebagai LVDS (Low Voltage Distribution System) atau Sistem Distribusi Tegangan Rendah karena mayoritas tegangan yang didistribusikan adalah tegangan 380 V daripada 20 kV. Sistem distribusi dengan tegangan rendah menggunakan empat kabel inti, jaringan tegangan rendah yang panjang, dan sekumpulan banyak beban disuplai dari transformator daya yang besar, yang mengakibatkan peningkatan pada kerugian sistem yang mempengaruhi profil tegangan dan kinerja sistem distribusi [15]. LVDS dilakukan dengan kombinasi tiga phasa-empat kawat dan phasa tunggal-dua kawat. Sistem distribusi ini meliputi perbandingan hampir 2:1 pada panjang jaringan tegangan rendah dan tinggi. [5] Pada umumnya, dalam proses pemasokan tenaga listrik ke konsumen, kerugian energi terjadi yang disebabkan oleh kerugian teknis dan komersial. Kerugian teknis sebagian besar disebabkan oleh energi yang hilang pada konduktor dan peralatan yang digunakan untuk transformasi, transmisi, dan distribusi daya. Kerugian komersial disebabkan oleh kesalahan pada pembacaan pengukuran pada meteran yang kurang baik dan pada perkiraan pasokan energi yang tidak diukur [5]. Contoh penggunaan LVDS dapat diperhatikan pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Contoh Penggunaan LVDS
15
2.6 High Voltage Distribution System (HVDS) Sistem HVDS (High Voltage Distribution System) atau Sistem Distribusi Tegangan Tinggi ini akan menggunakan saluran tegangan 20 kV yang lebih panjang dibandingkan saluran tegangan 220/380 V. HVDS dibangun dengan mengubah jaringan tegangan rendah 220/380 V yang sudah ada menjadi tegangan tinggi 20 kV (karena 20 kV dibandingkan dengan 220/380 V) tiga phasa-empat kawat. Pada sistem ini, jaringan 20 kV diperpanjang sampai sedekat mungkin ke beban dan memasang transformator distribusi berkapasitas kecil (seperti 6,3 kVA, 10 kVA, 15 kVA, dan lain-lain) yang memperpanjang pasokan tenaga listrik ke konsumen melalui sebuah jaringan tegangan rendah yang pendek [5]. Contoh penggunaan HVDS dapat diperhatikan pada Gambar 2.6 di bawah ini, yang merupakan konversi LVDS menjadi HVDS dari Gambar 2.5.
Gambar 2.6 Contoh Penggunaan HVDS
16
2.7 ETAP ETAP (Electrical Transient and Analysis Program) Power Station merupakan suatu program yang menampilkan secara GUI (Graphical User Interface) tentang analisis sistem tenaga. Program ETAP dibuat oleh perusahaan Operation Technology, Inc (OTI) dari tahun 1995 [12]. Perangkat ini mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi sistem tenaga listrik, online untuk pengelolaan data sistem kelistrikan secara real-time. Versi ETAP yang digunakan pada tugas akhir ini adalah ETAP Power Station 12.6.0. Contoh tampilan software ini dapat diperhatikan pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Tampilan software ETAP 12.6.0
Perangkat ini memiliki berbagai macam fitur di dalamnya, salah satu fiturnya yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Load Flow Analysis. Dengan fitur ini, kita bisa membuat model sistem dengan mudah dan memperoleh hasil yang akurat dan dapat diandalkan. ETAP menghitung tegangan setiap bus, faktor daya setiap percabangan, arus, dan aliran daya seluruh sistem kelistrikan. [1]
17