BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktural Fungsional Robert K Merton Merton memulai analisa fungsionalnya dengan menunjuk perbendaharaan yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “ sebuah istilah terlalu sering digunakan untuk melambangkan konsep-konsep yang berbeda-beda, seperti halnya dengan konsep yang sama digunakan simbol dari istilah-istilah yang berbeda”. Paradigma analisa fungsional Merton, mencoba membuat batasan-batasan beberapa konsep analitis dasar dari bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti yang terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional. Merton mengutip tiga postulat yang terdapat di dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu. Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai ”suatu keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik yang berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masyarakat adalah ”bertentangan dengan fakta”. Sebagai contoh dia mengutip beberapa kebiasaan masyarakat yabg bersifat fungsional bagi suatu kelompok (menunjang integrasi dan kohesi suatu kelompok) akan tetapi disfungsional bagi (mempercepat kehancuran) bagi kelompok lain. Postulat kedua, yaitu fungsionalisme universal, berkaitan dengan
9
Universitas Sumatera Utara
postulat pertama. Fungsionalisme universal menganggap bahwa “ seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif”. Sebagaimana sudah kita ketahui, merton memperkenalkan konsep disfungsi maupun fungsi positif. Beberapa perilaku sosial jelas bersifat disfungsional. Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharusnya dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan konsekuensikonsekuensi fungsional ( net balance of functional consequences) yang menimbang fungsi positif terhadap fungsi negatif. Postulat ketiga yang melengkapi trio postulat fungsionalisme. Adalah postulat indispensability . ia menyatakan bahwa “ dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan ( Poloma, 2010: 35-37).
a. Strategi Dasar Analisis Strukturalisme Fungsional Teori Fungsionalisme Struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton ternyata memiliki perbedaan apabila dibandingkan dengan pemikiran pendahulu dan gurunya, yaitu Talcott Parsons. Apabila Talcott Parsons dalam teorinya lebih menekankan pada orientasi subjektif individu dalam perilaku maka Robert K. Merton menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku. Menurut Robert K. Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu ada yang mengarah pada integrasi dan keseimbangan (fungsi manifest), akan tetapi ada pula konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak dimaksudkan dan tidak diketahui ( fungsi laten) . Oleh karena itu, menurut 10
Universitas Sumatera Utara
pendapatnya konsekuensi-konsekuensi objek dari individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional dan ada pula yang bersifat disfungsional. Anggapan yang demikian itu merupakan ciri khas yang membedakan antara pendekatan Robert K. Merton dengan pendekatan fungsionalisme struktural yang lainnya. perlu diketahui bahwa Teori Fungsional Taraf Menengah yang ia cetuskan tersebut, merupakan pendekatan yang sesuai untuk meneliti hal-hal yang bersifat kecil atau khusus dan bersifat empiris dalam sosiologi. b. Disfungsi dan Perubahan Sosial Menurut Robert K. Merton dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku dapat bersifat fungsional dan dapat pula bersifat disfungsional. Konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku mampu mengarah pada integrasi dan keseimbangan, sedangkan konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku yang bersifat disfungsional akan memperlemah integrasi. Konsekuensi-konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional akan menyebabkan timbulnya ketegangan atau pertentangan dalam sistem sosial. Ketegangan tersebut muncul akibat adanya saling berhadapan antara konsekuensi yang bersifat disfungsional. Dengan adanya ketegangan tersebut maka akan mengundang munculnya struktur dari yang bersifat alternatif sebagai substitusi untuk menetralisasi ketegangan. Perlu diketahui bahwa adanya keteganganketegangan yang mengakibatkan adanya struktur-struktur baru tersebut akan berarti bahwa konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional itu akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial. Di samping itu disfungsi juga akan menyebabkan timbulnya anomie dan masalah sosial. Kenyataan tersebut juga mengandung arti timbulnya struktur-
11
Universitas Sumatera Utara
struktur baru, yang pada hakikatnya menunjukkan adanya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan tatanan dalam masyarakat. 2.2 Tinjauan Pemberdayaan Petani 2.2.1
Pengertian Pemberdayaan Banyak pengertian pemberdayaan yang dikemukakan oleh para ahli, semua
pengertian tersebut mengarah pada bagaimana meningkatkan taraf hidup masyarakat agar lebih sejahtera. Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat. Pemberdayaan atau empowerment, berasal dari kata daya (power). Daya dalam arti kekuatan, dalam kamus bahasa diartikan sebagai berkontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatan kegiatan yang berkenan dengan perlindungan-perlindungan hukum, memberikan seseorang atau sesuatu kekuatan atau persetujuan melakukan sesuatu, menyediakan seseorang dengan sumber daya, otoritas dan peluang untuk melakukan sesuatu, membuat sesuatu menjadi mungkin dan layak. Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas (sumardjo, 2008; chozin et al., 2009; Suharto, 2005). Diperlukan kapasitas masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan secara mandiri. Untuk maksud tersebut disamping diperlukan peluang, kesempatan dan kewenangan juga kemampuan, yang
kesemuanya
memerlukan
proses
yang
disebut
sebagai
pemberdayaan
(empowerment). Dilihat dari aspek manusia sebagai aktor utama proses pembangunan, maka pemberdayaan juga dapat berarti proses untuk mengaktualisasikan agar dapat
12
Universitas Sumatera Utara
terpenuhi kehidupan sesuai harkat dan martabat manusia, didalamnya terkandung tiga nilai yaitu kelestarian hidup, harga diri dan kebebasan (Soetomo, 2006: 403). Secara konseptual pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Pemberdayaan harus menjadi tujuan dari semua pembangunan masyarakat. Pengembangan masyarakat, bagaimanapun, dapat memiliki tujuan pemberdayaan lebih sederhana. Setiap peningkatan pemberdayaan untuk bagian yang lebih kurang beruntung dari masyarakat akan membantu untuk membawa masyarakat yang lebih adil secara sosial, dan pemberdayaan anggota masyarakat lokal berbasis struktur untuk diletakkan ditempat. Demikian pula, setiap srategi yang memperkuat struktur yang menentang pemberdayaan mungkin justru melemahkan dari pada memperkuat kegiatan masyarakat. Bila dilihat lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber / daya untuk mencari nafkah. Untuk memahami proses pemberdayaan secara lebih proporsional, Korten ( 1987 : 7) merumuskan pengertian power sebagai kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan melalui tindakan dan pengambilan keputusan. Pembangunan itu sendiri ditafsirkan sebagai upaya membangun power oleh suatu masyarakat, antara lain dalam bentuk peningkatan kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan. Dengan demikian, power
13
Universitas Sumatera Utara
dapat digambarkan sebagai sumber daya dan hasil dari proses pembangunan itu sendiri. Berdasarkan pemikiran tersebut, power
dalam proses pembangunan dapat diartikan
sebagai penguasaan atau control terhadap sumber daya, pengelolaan sumber daya dan hasil serta manfaat yang diperoleh. Menurut Korten, memahami power tidak cukup dari dimensi distributif, tetapi juga dari dimensi generative. Dalam dimensi distributif, berdasarkan terminologi personal, power dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Sebagai dasar pemahaman pengertian pemberdayaan dalam pembangunan, power dalam dimensi generatif justru lebih penting. Suatu kelompok hanya akan memperoleh tambahan atau peningkatan power dengan mengurangi power kelompok lain. Apabila mengikuti pandangan bahwa dalam proses pembangunan dikenal dengan adanya 3 stakeholders yaitu, Negara, Swasta, dan Masyarakat, maka dalam paradigma pembangunan konvensional peranan negara paling dominan dibanding dua stakeholders yang lain. Dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, komposisi peranan tersebut diharapkan lebih imbang dan proporsional. Hal itu dapat dilakukan dengan mengurangi peranan negara disatu pihak dan meningkatkan peranan masyarakat di pihak lain (Soetomo 2006:405). Menurut Jim Ife, konsep pemberdayaan memiliki hubungan erat dua konsep pokok yakni: konsep power (daya) dan konsep disadvantaged (ketimpangan). Pengertian pemberdayaan dapat dijelaskan dengan menggunakan empat perspektif yaitu : perspektif pluralis, elitis, strukturalis dan post-strukturalis ( Zubaedi, 2013: 25) . a. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif pluralis adalah suatu proses untuk menolong individu dan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung agar mereka dapat bersaing secara lebih efektif dengan
14
Universitas Sumatera Utara
kepentingan-kepentingan lain. Upaya pemberdayaan yang dilakukan adalah menolong mereka dengan pembelajaran, menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik dan memahami bagaimana bekerjanya sistem (aturan main). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar dapat bersaing secara wajar sehingga tidak ada yang menang atau kalah. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengajarkan kelompok atau individu bagaimana bersaing didalam peraturan (how to compate within the rules). b. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif elitis adalah suatu upaya untuk bergabung dan memengaruhi kalangan elite seperti para pemuka atau tokoh masyarakat, pejabat, orang kaya, dan lain-lain, membentuk aliansi dengan elite, melakukan konfrontasi dan mengupayakan perubahan pada kalangan elite. Upaya ini dilakukan mengingat masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang kuat dari para elite terhadap media, pendidikan, partai politik, kebijakan publik, birokrasi, dan parlemen. c. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektid strukturalis adalah suatu agenda perjuangan yang lebih menantang karena tujuan pemberdayaan dapat dicapai apabila bentuk-bentuk ketimpangan strukutral deliminasi. Umumnya, masyarakat menjadi tidak berdaya lantaran adanya sebuah struktur sosial yang mendominasi dan menindas mereka, baik karena alasan kelas sosial, gender, rasa tau etnik.
15
Universitas Sumatera Utara
d. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif post-strukturalis adalah suatu proses yang menantang dan mengubah diskursus. Pemberdayaan lebih ditekankanpada aspek intelektualitas ketimbang aktivitas atau praktis.
2.2.2
Pendekatan Pemberdayaan Pada umumnya ada 2 pendekatan dalam pmberdayaan masyarakat, yaitu
pendekatan tradisional ( top-down) dan pendekatan transformatif (bottom-Up), kedua pendekatan ini mempunyai asumsi, perencanaan, orientasi, pelayanan dan implikasi sosial yang berbeda(Yunus, M.2008.pemberdayaan anggota kelompok tani silayur. Fak.Dakwah UIN Kalijaga. Tidak dipublikasikan) . a. Pendekatan Tradisional ( Top-Down) Pendekatan tradisional dalam strategi pemberdayaan masyarakat, pada dasarnya bertolak dari asumsi bahwa keterbelakangan masyarakat adalah disebabkan karena pengetahuan mereka lemah, tidak memiliki etos kerja dan tidak kreatif. Bertolak dari asumsi ini massyarakat khususnya masyarakat desa cenderung hanya dijadikan ajang dari pelaksanaan program-program pemerintah. Model pendekatan ini menyebabkan ketergantungan masyarakat pada birokrasi-birokrasi sentralistik yang memiliki daya serap terhadap sumber daya yang sangat besar, namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal dan karenanya secara otomatis telah mematikan inisiatif masyarakat lokal untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.
16
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena dalam pendekatan tradisional ini peran sentral dipegang oleh birokrasi pemerintah, maka model pendekatan ini justru pemerintahlah yang dilayani oleh masyarakat, bukan sebaliknya. Akibatnya terbentuklah manusia teknis, pasif, tidak kritis dan sangat bergantung dengan uluran tangan dari atas yang sesungguhnya dapat menjadi suatu kondisi yang menyimpan konflik laten (Yunus, M. 2008. pemberdayaan anggota kelompok tani silayur. Fak.Dakwah UIN Kalijaga. Tidak dipublikasikan). Sebagai akibat lebih lanjut akan sulit tercipta proses pembangunan yang berkelanjutan, karena masyarakat akan melakukan aktivitas selama ada program dari luar, apabila program dari luar tersebut berhenti mereka juga berhenti dan menunggu turunnya program-program berikutnya ( Soteomo, 2006: 393). b. Pendekatan Transformatif (Bottom-Up) Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa masyarakat tidak maju bukan karena mereka bodoh, melainkan karena tekanan, penindasan atau paksaan struktural. Esensi yang terkandung dalam pemberdayaan masyarakat menurut pendekatan
transformatif
pada
hakikatnya
tidak
sekedar
membantu
masyarakat dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, tetapi lebih dari itu sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan mereka sendiri (Yunus, M.2008.pemberdayaan anggota kelompok tani silayur. Fak.Dakwah UIN Kalijaga. Tidak dipublikasikan). Lebih dari itu, melalui pendekatan ini potensi dan sumberdaya yang ada dapat lebih diaktualisasikan, karena pada dasarnya masyarakat lokal sendiri lebih
17
Universitas Sumatera Utara
tahu dan lebih mengenal pula bagaimana pengelolaan dan pendayagunaan secara proporsional sehingga tidak menganggu keseimbangan lingkungan hidup, karena mereka sudah belajar melakukannya dari generasi kegenerasi. Dalam pendekatan ini sumber daya sosial atau sering disebut juga dengan energi sosial atau modal sosial dianggap sebagai faktor yang tidak kalah pentingnya.Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah, terlembagakannya mekanisme pengelolaan pembangunan secara lebih mandiri dan bersifat swakelola. Dengan cara ini lebih memungkinkan dilaksanakannya aktivitas membangun oleh masyarakat atas prakarsa dan kreatifitas dari dalam dan tidak menunggu instruksi atau program dari luar ( Soetomo 2006 : 398). 2.2.3 Pemberdayaan Kelompok Tani Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa ditempatkan pada proses pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama dalam bentuk dan menambah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek atau sektor-sektor kehidupan manusia, dimensi kemasyarakat yang meliputi jangkauan dari materil hingga non-materil, dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. 18
Universitas Sumatera Utara
Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka. Pemberdayaan petani adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dalam melakukan usaha secara berkelanjutan ( Puspita, Dyah Ratna. 2012. Pemberdayaan Petani Melalui Gapoktan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. Tidak dipublikasikan.) Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat berserta institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat. Untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Untuk itu pemberdayaan ekonomi rakyat berarti menuju kepada terbentuknya kemandirian petani yang berperilaku efisien, modern dan berdayasaing tinggi. perilaku efisien artinya berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi secara tepat guna atau berdaya guna. Berperilaku modern artinya mengikuti dan terbuka terhadap perkembangan dan inovasi serta perubahan yang ada. Sedangkan berdaya saing tinggi mampu berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi atas dasar memperhatikan mutu hasil kerjanya. Gagasan pemberdaayaan ekonomi rakyat adalah
19
Universitas Sumatera Utara
merupakan upaya mendorong dan melindungi tumbuh dan berkembangnya kekuatan ekonomi lokal dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa strategi pemberdayaan masyarakat petani menuju kemandirian petani, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut : a. Memulai dengan tindakan mikro dan lokal Petugas pemberdayaan atau pendamping masyarakat tani seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat atau lokal diwilayah tugasnya masing-masing. b. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal. Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. c. Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peran serta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi muculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal.
( Puspita, Dyah Ratna. 2012.
Pemberdayaan Petani Melalui Gapoktan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. Tidak dipublikasikan.) 2.3 Kelompok Hidup manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya kelompok-kelompok 20
Universitas Sumatera Utara
sosial didalam kehidupan manusia, karena manusia tidak dapat hidup secara mandiri. Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga dari padanya diharapkan adanya pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka (Narwoko,2007:23). Dengan kata lain, setiap kumpulan individu tidak dapat disebut kelompok sosial selama belum memenuhi syarat-syarat seperti dibawah ini: 1. Setiap individu merupakan bagian dari kesatuan sosial. 2. Terdapat hubungan timbal balik diantara individu-individu yang tergabung dalam kelompok. 3. Adanya faktor yang sama dan dapat mempererat hubungan mereka yang tergabung dalam kelompok. Faktor-faktor tersebut antara lain: nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, dan lain sebagainya. 4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku. 5. Bersistem dan berproses
2.4 Gambaran Umum Kelompok Tani Berdasarkan proses pembentukannya, dikenal kelompok formal dan kelompok informal. Pembentukan kelompok formal pada umumnya mengikuti pedoman atau aturan - aturan tertentu, memiliki struktur yang jelas yang dapat menggambarkan kedudukan dan peran masing - masing yang menjadi anggotanya dan dinyatakan secara tertulis. Kelompok informal sering kali pembentukannya tanpa melalui prosedur atau ketentuan 21
Universitas Sumatera Utara
ketentuan tertentu, struktur dan pembagian tugasnya tidak diatur secara jelas dan umumnya tidak dinyatakan secara tertulis. Pembentukan kelompok tani di indonesia pada umumnya beragam, dari mulai terbentuk karena berawal dari kepentingan bersama dari sekelompok orang atau petani yang ingin mencapai tujuan berasama sampai dengan kelompok yang sengaja dibentuk dengan tujuan agar dapat dikembangkan sebagai sarana belajar bagi anggotanya (Syamsu, 2011). Selanjutnya Mardikanto (1993: 435) mengemukakan bahwa kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang – orang tani atau yang terdiri dari petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/pemudi) yang terikat secara formal dalam suatu wilayah keluarga atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani. Adapun ciri-ciri kelompok tani tersebut adalah : a. Merupakan kelompok kecil yang efektif (± 20 orang) untuk bekerja sama dalam : 1. Belajar teknologi usaha tani 2. Mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. 3. Berproduksi dan memelihara kelestarian sumber daya alam. 4. Kegiatan lain yang menyangkut kepentingan bersama. b. Anggota adalah petani yang berada didalam lingkungan pengaruh seorang kontak tani. c. Memiliki minat dan kepentingan yang sama, terutama dalam bidang usaha tani. 22
Universitas Sumatera Utara
d. Para anggotanya biasanya memiliki kesamaan antara lain tradisi atau kebiasaan, domisili, lokasi usaha tani, status ekonomi, bahasa pendidikan dan usia. e. Bersifat informal artinya : 1. Kelompok tersebut terbentuk atas dasar keinginan, kemufakatan mereka sendiri. 2. Memiliki peraturan, sanksi, tanggungjawab meskipun tidak tertulis. 3. Ada pembagian tugas atau kerja meskipun bukan dalam pengurus. 4. Hubungan antara anggota luwes, wajar, saling mempercayai dan terdapat solidaritas. Menurut Mardikanto (1996 :435) adapun beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain sebagai berikut : a). Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok, b). Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antara petani, c). Semakin cepatnya proses perembesan (diffuse) penerapan inovasi (teknologi) baru, d). Semakin naiknya kemampuan rata – rata pengembalian hutang (pinjaman) petani,
23
Universitas Sumatera Utara
e). Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkannya, dan f). Semakin dapat membantu efisiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri. Kelompok tani biasanya dipimpin oleh seorang ketua kelompok, yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat diantara anggota kelompok tani. Pada waktu pemilihan ketua kelompok tani sekaligus dipilih kelengkapan struktur organisasi kelompok yaitu sekretaris kelompok, bendahara kelompok, serta seksi – seksi yang mendukung kegiatan kelompoknya. Seksi – seksi yang ada disesuaikan dengan tingkat dan volume kegiatan yang akan dilakukan. Masing - masing pengurus dan anggota kelompok tani harus memiliki tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang jelas dan dimengerti oleh setiap pemegang tugasnya. Selain itu juga kelompok tani harus memiliki dan menegakkan peraturan - peraturan yang berlaku bagi setiap kelompoknya dengan sanksi sanksi yang jelas dan tegas. Biasanya jumlah anggota kelompok tani berkisar antara 10 25 orang anggota. Kelompok tani merupakan kelembagaan (institusi) non-formal dipedesaan yang beranggotakan petani-petani yang mempunyai kepentingan yang sama, yakni meningkatkan produksi pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya ( Kartasapoetra, 1994: 71). Setiap kelompok tani pada dasarnya memiliki fungsi untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan demi tercapainya peningkatan produksi usaha tani masing – masing.
24
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran untuk berkelompok dapat timbul apabila masalah yang dihadapi anggota masyarakat sama. 2.5 Fungsi Kelompok Tani Kelompok tani terbentuk atas dasar kesadaran, jadi tidak secara terpaksa. Kelompok tani menghendaki terwujudnya pertanian yang baik, usaha tani yang optimal dan keluarga tani yang sejahtera dalam perkembangan kehidupannya. Para anggota terbina agar berpandangan sama, berminat yang sama dan atas dasar kekeluargaan. Kartasapoetra (1994 :48) mengemukakan bahwa kelompok tani berfungsi sebagai wadah terpeliharanya dan berkembangnya pengertian, pengetahuan dan keterampilan serta gotong-royongan berusaha tani para anggotanya. Fungsi tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Pengadaan sarana produksi murah dengan cara melakukan pembelian secara bersama. 2. Pengadaan bibit yang resisten untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. 3. Mengusahakan kegiatan pemberantasan atau pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. 4. Guna kepentingan bersama berusaha memperbaiki prasarana-prasarana yang menunjang usahataninya. 5. Guna memantapakan cara bertani dengan menyelenggarakan demonstrasi cara bercocok tanam, pembibitan dan cara mengatasi hama yang dilakukan bersama penyuluh.
25
Universitas Sumatera Utara
6. Mengadakan pengolahan hasil secara bersama agar terwujudnya kualitas yang terbaik, beragam dan mengusahakan pemasaran secara bersama agar terwujudnya harga yang seragam. Secara umum penjelasan diatas merupakan fungsi manifest dari sebuah kelompok tani, sedangkan fungsi laten dari sebuah kelompok tani diantaranya : 1. Secara tidak langsung dimana interaksi antar sesama anggota kelompok tani semakin intens, sehingga muncul rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota. 2. Sarana dimana petani dapat melakukan aktivitas perekonomian seperti simpan pinjam antar anggota. 3. Ilmu pengetahuan petani semakin meningkat.
2.6 Masyarakat Petani Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum.Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi-kondisi phisik-geografik lainnya. Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani pada umumnya, adalah perbedaan para petani bersahaja yang sering juga disebut petani tradisional(termasuk golongan peasant) dan petani modern (termasuk farmer atau agricultural entrepreneur). 26
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka. Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan(profit oriented). Sebaliknya, farmer atau agricultural entrepreneur adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk mengejar keuntungan. Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolahan modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian dalam bentuk agribisnis, agroindustri atau bentuk modern lainnya, sebagaimana umumnya seorang pengusaha yang professional menjalankan usahanya (Raharjo,2004:63).
27
Universitas Sumatera Utara