BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Endometriosis Endometriosis
didefinisikan
sebagai
adanya
jaringan
endometrium (kelenjar dan stroma) yang terdapat di luar kavum uteri.11,12 2.1.1 Epidemiologi Endometriosis merupakan kasus yang sering terjadi pada wanita usia reproduksi, dimana diperkirakan terjadi pada 1 dari 10 wanita usia reproduksi.12 Namun pernah juga ditemukan pada wanita postmenopause, terutama yang mendapat substitusi hormonal.11 Diperkirakan endometriosis terjadi pada sekitar 30% pada pasien dengan infertilitas dan terjadi pada 45% wanita dengan nyeri pelvis kronis.1,12 Rata-rata
penderita
endometriosis
pada
waktu
didiagnosis berusia antara 25 dan 30 tahun. Endometriosis jarang terjadi pada gadis remaja premenars tetapi dapat diidentifikasi pada
lebih dari 50% wanita yang berumur
kurang dari 20 tahun dengan keluhan nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari 5% wanita post menopause yang kebanyakan
menerima
terapi
estrogen
membutuhkan
operasi karena endometriosis.13
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Etiologi dan Patogenesis Endometriosis Hingga kini penyebab pasti endometriosis belum diketahui,
namun
beberapa
teori
berupaya
untuk
menjelaskan tentang penyebab endometrisis:13,14 1.
Teori Menstrusi Retrograde Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada
saat haid oleh sebab kontraksi rahim yang tidak normal masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba. Fragmen endometrium tersebut kemudian terimplantasi ke dalam mesotelium. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis juga dapat timbul di rongga pleura dan organ lain diluar peritoneum.13,14 2.
Teori Penyebaran limfatik atau vaskuler Konsep
ini
menjelaskan
tentang
bagaimana
endometriosis dapat ditemui di jaringan lain, di luar peritoneum.
Endometriosis sering ditemukan di daerah
retroperitoneal yang merupakan daerah yang kaya akan limfatik, sehingga hal tersebut diduga terjadi sebagai akibat penyebaran limfatik.13,14 3.
Teori Coelomic Metaplasia Teori ini menyatakan bahwa peritoneum parietal
merupakan jaringan pluripoten yang dapat mengalami
Universitas Sumatera Utara
transformasi metaplastik. Karena ovarium dan progenitor endometrium, duktus mullerian berasal dari epitel coelemik, maka metaplassia mungkin dapat menjelaskan tentang perkembangan endometriosis pada ovarium.13,14 4.
Teori Induksi Teori ini menyatakan bahwa beberapa faktor biologis
termasuk
hormonal
dan
inflamasi
menjadi
penyebab
penyakit ini. Teori ini coba menjelaskan tentang faktor faktor komunikasi
antar
sel
berhubungan
dengan
kejadian
endometriosis.13,14
2.1.2.1. Peranan Tissue Injury and Repair (TIAR) Uterus merupakan organ yang memiliki peristaltik. Gerakan peristaltik seperti halnya otot yang aktif bergerak, memiliki periode teregang, injury dan perbaikan. Injury dan repair yang terjadi baik secara fisiologis atau karena proses persalinan, berubungan dengan kejadian endometriosis.15 Proses penyembuhan luka diyakini berhubungan dengan estradiol. Penelitian pada hewan menunjukkan kerusakan pada jaringan ikat seperti fibrobast dan kartilago dalam proses penyembuhan secara fisiologis berhubungan dengan produksi enzim dari prekursor estrogen lokal. Interleukin-1 menginduksi aktivasi siklooksigenase 2 (COX-2), menghasilkan postaglandin E2 (PgE2) yang pada gilirannya akan mengakivasi STAR
Universitas Sumatera Utara
(Steroid Acute Regulatory Protein) dan aromatase P450. Yang mana
akan
meningkatkan
transport
kolesterol
kedalam
mitokondria, yang kemudian diaromatisasi menjadi estron.15,16
Gambar 1. Tissue Injury and Repair dalam kaitan peningkatan reseptor estrogen
2.1.2.2. Peranan Genetika Penelitian
genetika
terbaru
menemukan
hubungan
antara endometriosis dengan polimorfisme puluhan gen, termasuk gen yang terkait hormon steroid seks. Sebuah polimorfisme nukleotida tunggal dalam intron 1 ERa gen yang dinilai oleh Pvu II fragmen restriksi panjang polimorfisme menghasilkan PP, Pp dan pp genotipe. Kitawaki et al melaporkan bahwa genotipe PP kurang sering diamati pada wanita dengan endometriosis dan wanita dengan adenomiosis dan/atau leiomyomata dibandingkan dengan kelompok tanpa
Universitas Sumatera Utara
penyakit. Pada kelompok endometriosis, terdapat perbedaan dalam distribusi Pvu II genotype (adenomiosis, endometriosis dan/atau leiomyomata) dengan tingkat keparahan klinis. 17,18 Beberapa penelitian mencoba menjelaskan tentang bagaimana peranan genetika terhadap endometriosis. Berikut tabel tentang hasil penelitian genetika terkait endometriosis tersebut.19
Gambar 2. Faktor yang diduga berperan dengan endometriosis serta dugaan gen yang mempengaruhinya.
2.1.2.3. Peranan Estrogen
Universitas Sumatera Utara
Kanker
payudara,
kanker
endometrium,
endometriosis,
adenomiosis dan leiomyoma merupakan penyakit yang berkembang tergantung estrogen. Keterkatian penyakit tersebut dengan estrogen dibuktikan
dengan
adanya
reseptor
estrogen
(ER),
reseptor
progesteron (PR) dan reseptor androgen pada jaringan penyakit tersebut.20,21, 2.1.3.
Klasifikasi Endometriosis24,22 Pada endometriosis, klasifikasi mememiliki peranan penting, terutama untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat untuk evaluasi hasil pengobatan. Klasifikasi yang umum dipakai pada endometriosis diantaranya:: 1.
Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS):
Tabel 2.1. Klasifikasi Endometriosis menurut American Fertility Society (AFS)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostic (LD) didapatkan jumlah skor : (1)
Stadium I (minimal)
:1–5
Universitas Sumatera Utara
(2)
Stadium II (mild)
: 6 – 15
(3)
Stadium III (moderate) : 16 – 20
(4)
Stadium IV (serve)
: bila berkisar 40
2. Kurt Semm, tahun 1983 menganjurkan klasifikasi endometriosis berdasarkan
laparaskopi
berupa
Endoscopic
Endometriosis
Classification (EEC); terdiri dari EEC I – III - Termasuk endometriosis ringan: AFS I - II, EEC I - II - Termasuk endometriosis sedang - berat: AFS III - IV,EEC III - Endometriosis aktif: respons terhadap terapi hormonal - Endometriosis inaktif (non aktif): tidak respon terhadap terapi hormonal - Jika dijumpai bentuk kombinasi inaktif dan aktif maka pengobatannya dilakukan seperti pengobatan endometriosis aktif.
2.1.4.
Diagnosis Endometriosis Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan laparoskopi. 1.
Anamnesis Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid,
nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur.
Universitas Sumatera Utara
a.
Nyeri 9,10 Nyeri pelvik kronik 70-80% disebabkan endometriosis. Yang
dimaksud nyeri pelvik kronik adalah nyeri pelvik hebat yang dialami lebih 6 bulan siklik maupun asiklik, tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan memerlukan pengobatan. Mekanisme terjadinya nyeri mungkin disebabkan peradangan lokal, infiltrasi yang dalam dengan
kerusakan
jaringan,
terlepasnya
prostaglandin
dan
perlengketan. b.
Perdarahan abnormal 22 Hal ini terjadi pada 11 - 34% penderita endometriosis yang
diakibatkan oleh kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi ovarium terganggu. Perdarahan abnormal tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan kadar estrogen dan kurangnya progesteron yang mengakibatkan keseimbangan eutopik endometrium penderita endometriosis terganggu. c.
Dispareunia 22 Merupakan nyeri saat melakukan hubungan suami istri,
disebabkan oleh adanya jaringan endometriosis di kavum Douglas. d.
Infertilitas22 Sebesar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita
infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita endometriosis
adalah
50%
dari
wanita
biasa.
Bila
terjadi
endometriosis sedang atau berat yang mengenai ovarium dapat menyebabkan perlekatan dan gangguan motilitas tubo ovarial dan
Universitas Sumatera Utara
pengambilan ovum oleh fimbrae saat ovulasi yang pada akhirnya menyebabkan infertilitas. Selain itu makrofag yang kadarnya cukup tinggi dalam cairan peritoneum penderita ndometriosis, memiliki kemampuan memfagositosis ovum dan zygot. Infertilitas pada endometriosis
juga
terjadi
akibat
perubahan
reseptibiltas
endometrium yang berkaitan dengan peningkatan aktifitas estrogen. 2.
Pemeriksaan ginekologi23 Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah
kavum douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Kadang uterus retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat juga teraba massa kistik yang nyeri pada penekanan. 3.
Ultrasonografi Dengan bantuan USG dapat terlihat adanya massa kistik
pada salah satu atau kedua ovarium yang mengarah ke kista coklat. Terlihat gambaran yang khas dari endometrioma berupa jaringan yang homogen hipoechoic. Namun untuk tingkat endometriosis lainnya manfaat USG dan MRI sekalipun sangat terbatas.23 Diagnosis endometriosis dengan pencitraan ultrasonografi adalah ditemukannya karakteristik endometrioma yaitu adanya internal echoe yang difus dengan derajat rendah dan fokus hiperechoic pada dinding kista. Positif palsu dapat terjadi pada kasus korpus luteum dan kista lutein, teratoma atau dermoid kstadenoma, fibroid ovarium, tubo-ovarian abscess dan karsinoma ovarium. Doppler
juga
dapat
membantu
diagnosis
sonografi
dimana
Universitas Sumatera Utara
endometrioma menerima suplai darah yang sedikit (pericystic flow at the level of the ovarian hilus), sedangkan karsinoma ovarium menerima suplai darah yang banyak. 24
Gambar 3. Gambaran ultrasonografi endometrioma ovarium 24
4.
Laparoskopi Laparoskopi
tetap
merupakan
gold
standard
dalam
menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul, juga terlihat lesi endometriosis yang minimal.23 Diagnosis visual secara laparoskopi atau laparotomi dari endometrioma diindikasikan untuk endometriosis dengan :25 -
Ukuran kista yang tidak lebih dari 12 cm diameternya
Universitas Sumatera Utara
-
Perlekatan dengan dinding samping pelvis, sisi posterior ligamentum latum dan/atau uterus
-
Retraksi dari korteks ovarium dengan ’powder burns’ dan bercak merah, biru atau kehitaman.
-
Kandungan kista seperti coklat, kental.
-
Gambar 4. Gambaran endometrioma pada kedua ovarium (kissing ovaries) 23
5.
Pemeriksaan laboratorium Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa
pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan ditemukan kadar CA-125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar CA125 saja tidak dapat menegakkan diagnosa endometriosis.23
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis 23 Dalam
memberikan
pengobatan penderita endometriosis,
beberapa faktor objektif dan subjektif harus dipertimbangkan terlebih dahulu, yaitu : 1) Usia penderita 2) Keinginan pasangan tersebut untuk punya anak 3) Lamanya fertilitas (singkirkan terlebih dahulu faktor suami dan faktor lainnya penyebab infertilitas pada wanita) 4) Lokasi dan luas endometriosis 5) Berat ringannya gejala 6) Lesi-lesi pelvis yang berkaitan Apabila kesemua hal tersebut di atas telah dianalisa, maka selanjutnya dapat dipilih metode penanganan yang paling sesuai untuk setiap penderita endometriosis berupa: 1.
Medisinalis Terapi paliatif dengan hormon steroid: estrogen, progestin,
androgen, Danazol, Gestrinon, GnRH analog dan terapi simptomatik non steroid..24,25 2.
Aromatase Inhibitor26 Aromatase Inhibitor pertama kali digunakan untuk pengobatan
dari menopause, reseptor estrogen positif. Kemampuan mereka untuk mengurangi produksi estrogen adalah melalui penghambatan kunci sitokrom P450, enzim kunci yang mengkatalisis konversi andostenendione dan testosteron untuk estrone dan estradiol.
Universitas Sumatera Utara
Letrozole dan anastrozole adalah turunan triazole yang reversibel, Aromatase inhibitor kompetitif dan, dosis 1-5 mg/hari, menghambat estrogen 97% sampai lebih dari 99%, sedangkan exemestane adalah inhibitor, steroid ireversibel yang mengikat ke situs aktif enzim aromatase dan inactivate secara efektif dengan dosis 25 mg / hari. Aromatase Inhibitor mungkin menawarkan alternatif baru untuk pasien pascamenopause dengan endometriosis melalui perubahan mekanisme yang terlibat dalam pengembangan molekul endometriosis.26 Bukti mengenai penggunaan Aromatase inhibitor pada pasien premenopause
jauh
lebih
luas
dibandingkan
dengan
wanita
menopause, terutama karena perbedaan yang cukup dalam prevalensi penyakit di antara kelompok-kelompok pasien. Meskipun demikian, tampak bahwa. Laporan sebelumnya telah mengajukan argumen mengenai efek menguntungkan Aromatase inhibitor pada wanita, menunjukkan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh gabungan penggunaan dengan agen lain (misalnya agonis GnRH, danazol, kontrasepsi
oral
(oral),
progestin).
Alasan
utamanya
adalah
kenyataan bahwa pada wanita premenopause sumber utama estrogen adalah ovarium. Akibatnya, endometriosis premenopause seringkali berhasil ditekan oleh kekurangan estrogen dengan analog GnRH atau induksi menopause bedah. Oleh karena itu, Aromatase inhibitor hanya dapat dibenarkan ketika analog GnRH gagal untuk mengendalikan penyakit melalui penghapusan sekresi estradiol oleh
Universitas Sumatera Utara
ovarium, mungkin karena adanya produksi estradiol signifikan yang terus di jaringan adiposa, kulit, dan implan endometriotik selama pengobatan GnRH agonis.26 Sebuah Mekanisme intracrine memproduksi estrogen dalam jumlah besar telah diusulkan dalam jaringan sel endometriotik ektopik. Implan endometriotik meskipun secara histologis mirip dengan endometrium eutopic, tampaknya berbeda dalam basis molekul dan ini dapat menaikkan ke produksi ekstrim dan gangguan metabolisme estradiol. Oleh karena itu, secara teoritis Aromatase inhibitor bisa nyata mengurangi produksi ini dan dengan demikian mengurangi ukuran lesi.26 3.
Pengobatan operatif24 a. Konservatif Dengan mempertahankan fungsi reproduksi dan fungsi hormonal ovarium. b. Radikal Total
abdominal
histerektomi,
bilateral
salpingo-
ooferoktomi dan reseksi endometriosis. 4.
Terapi laparotomi Mengangkat
endometrioma
dapat
dilakukan
dengan
laparotomi. Pada awal dilakukan inspeksi secara teliti dari ovarium
untuk
mengidentifikasi
endometriosis,
kemudian
ovarium dibebaskan dari perlekatan. Perlekatan yang tipis dieksisi dengan gunting (40-50%) perlekatan subovarium
Universitas Sumatera Utara
mengandung endometriosis, lesi superfisial dilakukan ablasi elektrokauter, dengan bipolar atau laser. Lesi harus diangkat dari jaringan korteks ovarium sebelum dilakukan ablasi sehingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan ovarium yang sehat.26 Pengangkatan endometrioma serupa dengan laparoskopi dilakukan insisi elips pada endometrioma dengan aksis longitudinal dari elips paralel dengan garis antara fimbria ovarika
dan
ligamentum
ovarium.
Digunakan
jarum
elektromikrosurgikal untuk membuat insisi kira-kira 0,1 - 0,2 mm.
Kemudian
kapsul
dari
endometrioma
diidentifikasi,
dilakukan pembelahan dengan menggunakan gunting blunt curved, kemudian mengeluarkan endometrioma. Idealnya endometrioma
dikeluarkan
tanpa
pecahnya
kista,
perlu
diletakkan kasa di sekitar ovarium sehingga jika terjadi ruptur, cairannya
tidak
menyebar
kemana-mana
dan
segera
dikeluarkan dari rongga abdomen.26 Penatalaksanaan kista endometriosis dilakukan tindakan pembedahan lebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pengobatan hormonal selama 6 bulan. Pengobatan hormonal dimaksudkan untuk mengobati endometriosis yang tidak terlihat secara makroskopik.24 Pengobatan
bedah
dengan
mempertahankan
fungsi
reproduksi terhadap kelainan ini disebut pengobatan bedah
Universitas Sumatera Utara
konservatif. Dengan tindakan bedah konservatif, kehamilan yang didapat pada derajat ringan antara 66 - 75% derajat sedang 37 - 74%, sedangkan pada derajat berat 0 - 48%.25
2.2.
Aromatase P450 dan Metabolisme Estrogen Androgen, D4-androstenedion, adalah prekursor estrogen.
17
Hydroxysteroid
dehidrogenase
utama mengubah
androstenedione menjadi testosteron, yang bukan merupakan produk utama dari ovarium, karena akan segera dimetilasi pada carbon C posisi 19, dan diaromatisasi menjadi estradiol, yang merupakan estrogen utama yang disekresi pada ovarium manusia. Estradiol dari androstenedion tersebut dapat diubah menjadi estradiol setelah sebelumnya menjadi estron, oleh aromatase P450. Sumber lain dari estrogen adalah estron-3-sulfat, estrogen yang paling melimpah dalam plasma. Estron sulphatase, enzim yang mengkatalisis konversi estron-3-sulfat ke estron, terlokalisir di jaringan adenomyotic. Estron lebih jauh dikonversi ke bentuk estrogen yang lebih aktif 17b-estradiol, meningkatkan tingkat aktivitas estrogen lokal. 27,28 Estrogen
ini
akan
merangsang
pertumbuhan
dengan
mengaktivasi hormon pertumbuhan, yang dimediasi dengan jaringan oleh
reseptor
estrogen.
MRNA
aromatase
sitokrom
P450
(P450arom), sebagai komponen utama aromatase, terekspresi dalam jaringan endometriosis.27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5: Metabolisme estrogen (diambil dari 11)
Pada tubuh terdapat dua sumber utama estrogen yaitu ovarium dan dari lemak terutama lemak dibawah kulit. Pada ovarium produksi estrogen dipengaruhi oleh FSH dan LH yang mempengaruhi sel granulosa dan teca.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Metabolisme estrogen ovarium. (diambil dari literatur 10)
Hipotesis dua sel steroidogenesis (gambar 4) menjelaskan FSH yang berikatan dengan FSH reseptor di sel granulosa, LRH-1 mengaktivasi aromatase P450 untuk merubah androstenedion menjadi estrone pada fase folikuler ovarium.10,29
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Proses produksi estrogen lokal pada endometriosis dan perannya terhadap proses inflamasi (Diambil dari 11)
Sepertihalnya pada ovarium dan kulit yang memproduksi estrogen melalui metabolisme androstenedion oleh aromatase P450 menjadi
estrone,
ternyata
pada
endometriosis
secara
lokal
menunjukkan proses metabolisme pembentukan estrogen yang sama. Produksi estrogen lokal yang meningkat tersebut diduga lebih berperan pada perkembangan endometriosis dibandingkan estrogen sistemik.11
Universitas Sumatera Utara
Interkonversi estradiol dan estron terjadi di endometrium eutopic
penderita endometriosis, dimana reaksi oksidatif yang
menginaktivasi estradiol oleh oestrone konversi dengan 17bhidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 (17bHSD2) adalah dominan. Selama fase proliferasi, peningkatan mRNA dan aktivitas 17bHSD2 sebanding dalam kedua endometrium bebas penyakit dan sakit. Namun, selama fase sekretori, peningkatan mRNA dan aktivitas 17bHSD2 meningkat empat kali lipat menjadi enam kali lipat dalam endometrium sakit, 17bHSD2 tetap berubah dalam endometrium bebas penyakit.13
Universitas Sumatera Utara
Gambar
8.
Perbedaan
endometrium
normal,
endometrium
endometriosis dan ektopik endometriosis (diambil dari literatur 1)
Pada jaringan endometrial (gambar yang 6.A) aktifitas enzim cyclooxigenase-2 (cox-2) dan produksi prostaglandin E2 (PgE2) relatif rendah, estrogen tidak diproduksi secara lokal yang ditandai dengan ketidak hadiran aromatase. Pada fase luteal, 17 β hydroksisteroid dehidrogenase 2 (HSD17B2) mengkatalisasi biologis estrone menjadi estradiol. Sementara pada endometrium ektopik penderita endometriosis ditemukan peningkatan aktivitas COX-2 dan ditemukan sejumlah aktivitas aromatase, sedangkan dijaringan ektopik
endometrium
endometriosis
terjadi
peningkatan
yang
maksimal aktifitas COX-2 dan aromatase P450, yang menjadi penyebab nyeri yang hebat.30 Penelitian Dheenadayau et al untuk menggunakan eutopik endometrium penderita endometriosis sebagai alat diagnostik endometriosis, dimana spesimen dilakukan dengan kuretase jaringan endometrium
penderita
endometriosis
menemukan
sensitifitas
aromatase P450 endometrium eutopik sekitar 82%, dan spesifitas hanya 59%. Walaupun ekspresi aromatase P450 sangat tinggi pada jaringan endometriosis, namun juga ternyata terekspresi di jaringan eutopik endometrium endometriosis.31 2.2.1.
Efek estrogen
Universitas Sumatera Utara
Produksi estrogen yang meningkat terhadap jaringan bekerja melalui dua jalur yaitu: a.
Efek genomik estrogen melalui reseptor estrogen Aktivasi reseptor estrogen berakibat pada transkripsi melalui jalur aktivasi genetika. Reseptor estrogen memiliki N terminal DNA-binding domain dan C-terminal ligand binding domain. Terdapat dua subtype reseptor estrogen yang mengkode gen yang berbeda, dan akan memberi dampak jaringan yang berbeda pula, yaitu reseptor alpa dan beta. Secara normal reseptor estrogen alpa terdapat di endometrium, sel kanker payudara dan stroma ovarium. Sedangkan reseptor estrogen beta terdapat di sel granulosa, spermatid, ginjal, mukosa intestinal, parenkim paru, sumsum tulang, sel endotel dan prostat. ditranslokasi
Kompleks kedalam
inti
estrogen-reseptor kemudian sel,
yang
berikatan
dengan
homodimer atau heterodimer kepada sekuens DNA spesifik, yang akan meregulasi transkripsi.32 b.
Efek non genomik estrogen Beberapa
efek
estrogen
dapat
berlangsung
cepat
langsung melakukan transkripsi non genom, dimana estrogen berikatan dengan reseptor estrogen pada membran sel (sebagian
besar
reseptor
untuk
aksi
ini
belum
dapat
diidentifikasi). Dampak ikatan ini akan mengaktivasi enzim intraseluler. Salah satu efek non genomik estrogen ini adalah
Universitas Sumatera Utara
efek estrogen terhadap vaskuler dan aktivasi mediator faktor pertumbuhan.
Dimana
estrogen
dapat
mengakibatkan
vasodilatasi sementara.32
2.2.2.
Aromatase P450 Adalah suatu enzim yang mengkatalis androstenedion menjadi estrone. Aromatase P450 dihasilkan oleh gen Cyp 19A dan termasuk kedalam cytocrome hemo-protein enzime complex. Gen Cyp19 (p450arom) berlokasi pada regio 21,2 pada lengan panjang kromosom 14 (15q21.2). Gen ini terdiri dari 30 kode genetik dan 93 regio regulasi (total panjang sekitar 123 kb). Regio regulasi ini dibedakan atas 10 promoter yang meregulasi signal jaringan yang spesifik. Setiap promoter meregulasi sekuens DNA yang spesifik. Pada manusia
terdapat sekitar 8 dari 10 promoter.
Promoter
spesifik digunan untuk regulasi organ gonad, tulang, otak, vaskuler, lemak, kulit, hepar fetal, dan plasenta untuk biosintesa estrogen manusia yang spesifik.32,33 Berbagai subset enzim sitokrom P450 memegang peran penting dalam jaringan adrenal, gonad atau jaringan perifer, yaitu: • CYP11A1 (juga dikenal sebagai P450scc or P450c11a1) terdapat
dalam mitochondria adrenal, efek yang ditimbulkan adalah “aktifitas yang sebelumnya diketahui sebagai 20,22-desmolase” (steroid 20α-hydroxylase, steroid 22-hydroxylase, cholesterol side chain scission).32
Universitas Sumatera Utara
• CYP11B1
(encoding protein P450c11β)
ditemukan dalam
membran dalam mitokondria korteks adrenal, memiliki steroid 11β-hydroxylase,
steroid
18-hydroxylase,
and
steroid
18-
methyloxidase activitas. • CYP11B2 (encoding
protein P450c11AS), ditemukan hanya
dalam mitokondria zona glomerulosa adrenal, memiliki aktifitas steroid 11β-hydroxylase, steroid 18-hydroxylase, and steroid 18methyloxidase. • CYP17A1,
di dalam retikulum endopasmik korteks adrenal,
memiliki aktifitas steroid 17α-hydroxylase and 17,20-lyase. • CYP21A1 (P450c21) didalam korteks adrenal melakukan aktifitas
21-hydroxylase.33 • CYP19A
(P450arom,
aromatase)
berada
dalam
retikulum
endoplasmik gonad, otak, adipose, dan tempat lain yang mengaktalisasi aromatisasi androge ke estrogen. Aktifitas
aromatase
P450
pada
endometriosis
akan
meningkatkan kadar 17 β estradiol, yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin synthase-2 (cox-2), yang meningkatkan konsentrasi PGE2, sitokin imunologi (IL1, Tumor Nekroting Factor α).34,35
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9: Ilustrasi biokimia aromatase P450
Pada sisi aktif aromatase P450 mengandung satu heme berpusat pada besi. Besi tersebut berikatan dengan protein P450 melalui ligan tiolat yang berasal dari residu sistei . Sistein ini dan beberapa residu mengapit dilkenal dengan CYPs dan memiliki pola yang lazim prosite dengan pola [ FW ] - [ SGNH ] - x - [ GD ] - { F } - [ RKHPT ] - { P } - C - [ LIVMFAP ] - [ GAD ] Karena berbagai macam reaksi yang dikatalisasi oleh CYPs , aktivitas dan sifat dari berbagai CYPs berbeda- beda dalam banyak aspek. Secara umum, siklus katalitik P450 berlangsung sebagai berikut:30 • Substrat berikatan dengan situs aktif enzim, di dekat kelompok heme, di sisi yang berlawanan dengan rantai peptida. Substrat yang terikat tersebut menginduksi perubahan konformasi dari situs aktif, sering mengalihkan molekul air dari posisi koordinasi aksial
Universitas Sumatera Utara
distal besi heme, dan kadang-kadang mengubah besi heme dari spin rendah ke spin tinggi. Hal ini menimbulkan perubahan dalam sifat spektral enzim, dengan peningkatan absorbansi pada 390 nm dan penurunan pada 420 nm.
Hal ini dapat diukur dengan
perbedaan spektrometri dan disebut sebagai perbedaan spektrum " tipe I ".31 • Perubahan elektronik dari tempat aktif memungkinkan transfer elektron dari NAD ( P ) H melalui sitokrom P450 reduktase atau reduktase lain. Hal ini terjadi dengan cara
transfer elektron,
mengurangi besi heme Fe ke keadaan Fe.33 • Molekul Oksigen berikatan kovalen pada posisi koordinasi aksial distal dari besi heme. Ligan sistein adalah donor elektron yang lebih baik dari histidin, dengan akibatnya oksigen yang diaktifkan pada tingkat yang lebih besar daripada di protein heme lainnya. Namun, terkadang hal ini memungkinkan ikatan, yang disebut " reaksi decoupling ", melepas superoksida radikal reaktif
yang
mengganggu siklus katalitik. • Elektron kedua ditransfer melalui sistem transpor elektron, baik dari reduktase
sitokrom
P450,
ferredoxins,
atau
sitokrom
b5,
mengurangi oksigen ke grup perokso bermuatan negatif.Kelompok perokso terbentuk pada langkah 4 dengan cepat terprotonasi dua kali oleh transfer lokal dari air atau dari sekitarnya rantai samping asam amino, melepaskan satu molekul air, dan membentuk besi sangat reaktif ( V ) -okso spesies.32
Universitas Sumatera Utara
• Tergantung pada substrat dan enzim yang terlibat, enzim P450 dapat mengkatalisis salah satu dari berbagai macam reaksi. Setelah produk dilepas dari situs aktif, enzim akan kembali ke kondisi semula, dengan molekul air kembali menempati posisi distal dari inti besi. 2.2.3.
Imunohistokimia Aromatase P450 Imunohistokimia adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein di dalam jaringan. Pemeriksaan IHC dapat dilakukan terhadap jaringan langsung ataupun parafin.17 Prinsip IHC meliputi langkah:36 1. Fixing and embedding jaringan 2. Cutting and mounting jaringan 3. Deparafinizing and rehydrating jaringan yang telah dilakukan diseksi 4. Antigen retrieval 5. Pewarnaan Immunohistokimia 6. Counterstaining 7. Dehidrasi dan stabilisasi dengan medium mounting 8. Pengamatan pewarnaan dibawah mikroskop. Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antigen tertentu. Pada pemeriksaan IHC diperlukan kontrol positif, yaitu kontrol pada
Universitas Sumatera Utara
waktu pewarnaan dari jaringan yang memiliki aktifitas enzim aromatase, seperti plasenta aterm.
Gambar 10. Tampilan imununohistokimia aromatase P450 pada endometriosis (a-c), peritoneal endometriotik (d), eutopic endometrium (e), dan leiomioma (f) (diambil dari literatur 8) Hasil pemeriksaan imunohistokimia tersebut diinterpretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen dengan antibody yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam lapang pandang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Metode Skoring Quantitatif Imunohistokimia35
Interpretasi hasil imunohistokimia dapat dilakukan dengan salah satu metode diatas.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Teori
TIAR, reflux haid, choelem, imuninologi
Interleukin 6 dan 18
Genetik Faktor
Reseptor E2 ↑
COX -2
STAR
Chlosterol uptake ↑
Testosterone
PgE2
Aktifitas lokal ↑
estrogen
P450 arom
Growth Factor, inflamasi, imunologi.
Endometriosis
Estradiol 17β
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep
Endometrium ektopik penderita endometriosis
Endometrium normal
Usia Fase menstruasi Penyakit tergantung endometriosis
Ekspresi Aromatase P450
Kontrasepsi
Variabel independent Variabel dependent Faktor-faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara