BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Pengertian Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Konsep tersebut menurut Suhardjo tahun 1990 yaitu proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energy. Proses ini disebut gizi (Nutrition). Keadaan yang dilakukan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi disatu pihak dan pengeluaran oleh organisme, dipihak lain. Keadaan ini disebut nutriture. Dan tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture“
dapat terlihat melalui
variabel tertentu. Hal ini disebut sebagai status gizi (nutritional status). 2. Pengertian status gizi Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan
7
untuk jangka waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa, 2004). Zat gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun 1980an dikelompokan keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energy berupa karbohidrat, lemak dan protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral (Supariasa, 2004). Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2004). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Suhardjo (2003): a. Faktor langsung 1) Konsumsi makanan Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini
8
tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan. 2) Infeksi Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolakbalik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen. b. Faktor tidak langsung 1)
Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.
2)
Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi seluruh anggota keluarga Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila pengasilan keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak mereka.
3)
Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan
9
Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan. 4. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi menurut Supariasa ( 2001 ) dibagi atas : a) Penilaian Status Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Masing-masing penilaian akan dibahas sacara umum sebagai berikut : 1. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Diinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri
secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. 2. Klinis
10
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel ( supervisicial epithelial tissues ) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat ( rapid clinical surveys ). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis-klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda ( signi ) dan gejala ( symptom ) atau riwayat penyakit. 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode
ini
digunakan
untuk
suatu
peringatan
bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
11
4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan ) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic ( epidemic of right blindness ). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. b) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagi berikut : 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa penyebab tertentu dan data lainnya yang
12
berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak lengsung pengukuran status gizi masyarakat. 3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. 5. Indikator status gizi anak Menurut Johari (1998) indikator status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan tersebut diantaranya dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, dapat mendeteksi kelebihan maupun kekurangan gizi, sensitivitas untuk melihat perubahan status gizi, sedangkan kekurangannya adalah dapat mengakibatkan interprestasi status gizi, sedangkan kekurangannya adalah dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bala terdapat oedem, memerlukan data umur yang akurat, sering terjadi dikesalahan dalam pengukuran, missal karena pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Sukari, 1991).
13
Dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB/TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi diantara ketiganya. Masingmasing indikator mempunyai makna sendiri, misalnya kombinasi antara BB (berat badan) dan U (umur) membentuk indicator BB menurut U yang disimbolkan BB/U. Indikator BB/U dapat normal lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal maka digolongkan pada status gizi baik, dan BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang ataupun status gizi lebih (Sukirman, 1999). 6. Klasifikasi Status Gizi Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan adanya batasanbatasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara berbeda, hal ini tergantung kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut (Supariasa, 2001).
Tabel 1 Klasifikasi Status Gizi BB/TB
BB/U
TB/U
Status Gizi
Normal
Rendah
Rendah
Baik, pernah kurang gizi
Normal
Normal
Normal
Baik
Normal
Tinggi
Tinggi
Baik,jangkung
14
Rendah
Rendah
Tinggi
Buruk
Rendah
Rendah
Normal
Buruk/ kurang
Rendah
Normal
Tinggi
Kurang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Lebih, kemungkinan obese
Tinggi
Normal
Rendah
Lebih, pernah kurang gizi
Tinggi
Tinggi
Normal
Lebih tetapi tidak obese
Klasifikasi Status Gizi WHO NCHS Upaya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai pencerminan dari tujuan nasional. Seperti halnya di negara – negara berkembang lainnya, di Indonesia kekurangan gizi merupakan masalah utama yang diketahui dapat menghambat lajunya pembangunan nasional ( Kodyat, 1992 ) Tingginya prevalensi kurang gizi pada anak usia SD berkorelasi dengan jenis makanan pendukung PMT-AS. Hasil penelitian menunjukkan jenis makanan kudapan pendukung PMT-AS didominasi produk olahan nabati. Meski ada bahan yang digunakan berasal dari hewani dan ikanseperti daging, susu, telur, mentega, dan udang, pada jenis makanan kudapan lepat jagung, tahu isi, bakwan sayur, perkedel kentang, lepat ubi, pastel sayur, dan bolu ubi, namun jumlahnya relatif kecil. Ini menyebabkan rata-rata kandungan protein dalam menu PMT-AS hanya 3,76 gram. Demikian juga kandungan energinya, diperoleh rata-rata 228,14 kalori. Padahal, agar dapat diterima sebagai makanan kudapan pendukung program
15
PMT-AS, produk itu harus mengandung lima gram protein, 300 kalori energi, dan sejumlah vitamin (terutama vitamin A), dan zat besi (Sibuea, 2002).
B. Kecerdasan
1. Pengertian kecerdasan ( Intelegensi ) Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fisik ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelaktual. Dalam mengartikan intelegensi ( kecerdasan ini ), para ahli mempunyai pengertian yang beragam ( Yusuf, S. 2004 ). Diantara pengertian intelegensi itu adalah sebagai berikut : Menurut
Binet
yang telah dikutip oleh Sumadi tahun 1995
menyatakan bahwa sifat hakikat intelegensi itu ada 3 macam, yaitu : a. Kecerdasan
untuk
menetapkan
dan
mempertahankan
(memperjuangkan) tujuan tertentu, semakin cerdas seseorang akan semakin baik dia membuat tujuan sendiri, mempunyai inisiatif sendiri tidak menunggu perintah saja. b. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tersebut. c. Kemampuan untuk melakukan otokritik kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya.
16
Sedangkan menurut Raymon cattel dkk ( Kimble dkk. 1980 ) mengklasifikasikan intelegensi ke dalam 2 kategori, yaitu : a. “ Fluid Intelegence “ , yaitu tipe kemampuan analisis kognitif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya. b.
“ Crystallized Intelegance “ , yaitu kemamapuan-kamampuan atau kemampuan nalar ( berfikir ) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.
2. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan intelegensi Seperti semua test intelegensi, hasil optimal dari test itu dapat dicapai bila faktor-faktor yang mepengaruhinya diperhatikan, yaitu antara lain, ( Setiawan. M, 2000 ):
a. Faktor keturunan Penelitian terkenal dalam hal pembentukan anak jenius yang dilakukan oleh Nichola ( 1965 ), menyimpulkan penyelidikan terhadap 1507 anak kembar bahwa anak kembar dari satu sel indung telur, hubungan kesamaan hasil test IQ nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak kembar yang dari sel indung telur yang berbeda , bahwa meskipun dipisahkan di lingkungan yang berbeda, mereka tetap memiliki kecenderungan demikian. Hal ini menyimpulkan unsur pembawaan atau keturunan sangat menentukan indeks seseorang atau kejeniusan seseorang.
17
b. Faktor lingkungan Sejak diadakan penelitian terhadap anak jenius, kelihatannya sangat diyakini bahwa kebanyakan anak jenius lahir dari keluarga yang berpenghasilan dan bertaraf hidup tinggi dan jarang dari keluarga ekonomi rendah ( Fisch dan rekan-rekannya, 1976 ). c. Pencemaran lingkungan Masalah pencemaran yang besar justru berada sangat dekat dengan kita. Dari lingkungan keluarga, kita menghadapi masalah pencemaran dan potensi pencemaran yang bukan kecil. Penyakitpenyakit yang disebabkan oleh pencemaran dapat menyerang otak atau sistem saraf
yang
dapat
mengakibatkan
gangguan
intelegensi
(Bachagie, I. 1993 ). 3. Klasifikasi tingkatan kapasitas intelektual dan ketentuan intelegensi normal Dengan tumbuhnya pengetahuan tentang intelegensi, sudah ada beberapa ahli yang menentukan klasifikasi tingkatan kapasitas intelektual manusia menurut strata skor IQ-nya ( Soemanto, W. 1998 ) Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkatan Intelegensi
Kelas Interval Skor IQ
Klasifikasi
140- keatas
Genius ( luar biasa )
18
120-139
Very Superior ( amat cerdas )
110-119
Superior ( cerdas )
90-109
Normal ( average )
80-89
Dull ( bodoh )
Sumber : Woodworth dan Marquis ( 1955)
4. Penggunaan tes intelektual yang standart Kemampuan umum atau intelegensi seseorang dapat diketahui secara lebih tepat dengan menggunakan tes intelegensi ( Ahmadi, A. & Sholeh, M. 2005 ). Untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang secara pasti harus digunakan tes yang standart. Adapun tes intelegensi yang standart antara lain : a. Tes Binet – Simon Ini adalah tes intelegensi yang pertama kali diciptakan oleh Alfred Binet dan Theodore Simon tahun 1908 di Perancis. Dengan menggunakan tes ini dapat ditentukan tingkat kecerdasan atau Intelegensi Question ( IQ ) seseorang. Untuk mencapai IQ rumusnya adalah : IQ = MA x100 CA Dengan ketentuan MA ( Mental Age atau umur psikis ) yaitu berapa tahun umur yang normal dapat setingkat dengan kecerdasan anak
19
yang bersangkutan. CA ( Chronological Age atau Umur Kalender ), yaitu umur anak yang sebenarnya menurut penanggalan ( kalender ). b. Tes Wechsler Ini adalah tes intelegensi yang dibuat oleh Wechesler Bellevue tahun 1939. Tes Wechsler meliputi dua sub yaitu verbal dan performance ( tes lisan dan perbuatan atau keterampilan ). Tes lisan meliputi pengetahuan umum pemahaman ingatan mencari kesamaan hitungan dan bahasa, sedangkan tes keterampilan meliputi menyusun gambar, melengkapi gambar, menyusun balok-balok kecil, menyusun bentuk gambar sandi ( kode angka-angka ). c. Tes Army Apha dan Beta Tes ini digunakan untuk mengates calon-calon tentara di Amerika Serikat. Tes Army Alpha khusus untuk calon tentara yang pandai membaca, sedangkan Army Beta untuk calon yang tidak pandai membaca. Tes ini diciptakan pada mulanya untuk memenuhi keperluan yang mendesak dengan menyeleksi calon tentara pada perang dunia II. d. Tes Progresive Matrices Tes intelegensi ini diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini dapat diberikan secar rombongan dan perorangan. Perbedaan dengan Binet dan Wechsler tes ini tidak menggunakan intelegensi.
20
Khusus bagi anak sekolah dasar ( SD )dilakukan program Pembinaan Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah ( PMT – AS ) guna mengatrol tingkat kecerdasan. Dapat dinyatakan bahwa kecukupan gizi terutama yang terkait langsung dengan kecerdasan otak ( Sibuea, 2002 ). Agar supaya Indonesia tidak kehilangan satu generasi sebagai akibat kurangnya asupan gizi pada anak usia sekolah dasar, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kerjasama terpadu guna mengatasi kekurangan gizi sehingga diperoleh generasi yang cerdas dan tangguh ( Sibuea, 2002 ).
C. Hubungan Status Gizi dengan tingkat kecerdasan Intelegensi Makanan dengan gizi yang cukup bukan saja untuk perkembangan tubuh dan daya tahan tubuh terhadap penyakit, melainkan juga untuk meningkatkan daya ingat. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa makanan yang bergizi cukup akan membangun jaringan otak yang pada akhirnya mampu merekam berbagai masalah didalam jaringan tersebut. Ibarat sebuah komputer yang kapasitasnya lebih banyak, yang tentu saja dapat lebih banyak merekam data. Suatu penelitian terhadap anak usia 9-15 tahun membuktikan bahwa anak-anak yang kekurangan kalori protein ( KKP ) memiliki kemampuan abstraktif , kemampuan mengingat, kemampuan verbal dan kecerdasan yang lebih buruk dibandingkan dengan anak yang cukup gizi. Anak yang jangka waktu lama mendapat makanan yang kurang gizi akan mengalami gangguan metabolisme dalam otaknya. Hal ini terutama terjadi
21
pada janin yang ketika lahir memiliki otak dengan ukuran kecil. (Widjaja, 2002) Menurut Direktur Pendidikan Anak Dini Usia ( PADU ), Depdiknas Dr. Gutama yang menyatakan bahwa kapasitas kecerdasan anak itu mencapai 80 % saat anak berusia 8 tahun.
D. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung : a. Konsumsi makanan b. Infeksi Faktor yang mempengaruhi status s secara tidak gizi langsung : a. Kesediaan pangan di tingkat rumah tangga. b. Daya beli yang kurang memenuhi kebutuhan.
Status Gizi
Tingkat kecerdasan intelegensi Faktor yang mempengaruhi kecerdasan intelegensi: a. Keturunan. b. Lingkungan. c. Pencemaran lingkungan.
c. Tingkat pengetahuan, Gb. sikap 2.1 faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi tingkat kecerdasan intelegensi tentng gizi dan ( Sumber : Setiawani, M. 2000 dan Suhardjo. 2003 ) kecerdasan.
22
E. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Status Gizi
Tingkat Kecerdasan Intelegensi Gb.2.2 Gambar Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : 1. Variabel Bebas ( Dependent Variabel ) Yaitu kondisi munculnya variabel terikat dalam penelitian ini yaitu status gizi 2. Variabel Terikat ( Indepandent Variabel ) Yaitu variabel yang terpengaruh atau berubah setelah dikenakan perlakuan atau percobaan. Dalam hal ini yaitu tingkat kecerdasan intelegensi G. Hipotesa Ada hubungan status gizi dengan tingkat kecerdasan intelegensi di SD Negeri 1 Tempurejo.
23