ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian dengan menggunakan film berjudul “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” adalah bukan yang pertama kalinya, Film dengan penelitian sebelumnya adalah ”Representasi Feminisme dalam Film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce, dalam penelitian Representasi Feminisme Melalui Tokoh Dr. Kartini ini menghasilkan tanda-tanda yang merepresentasikan sosok perempuan yang memiliki ciri-ciri : pertama, tokoh Dr. Kartini berani keluar dari wilayah domestik nya dan bersuara di wilayah public melalui keberhasilanya menjadi seorang dokter. Kedua, Dr. Kartini mampu 25
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menentukan otonomi pada dirinya sendiri, tampa memerlukan pertimbangan dari kaum laki-laki. Sementara itu untuk yang ketiga dalam kehidupan asmara, Dr. Kartini tidak lagi berposisi menjadi subjek, namun telah menjadi obyek. Dan yang terakhir, Dr. Kartini juga masih menghendaki adanya sebuah hubungan yang terikat dengan kaum laki-laki melalui jalan pernikahan. Dari ciri-ciri yang telah di sebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Dr. Kartini masuk pada kategori sebagai perempuan yang di idolakan oleh gerakan feminisme liberal. Alfan Nizar Zulmi ,2011 Kemudian Penelitian yang masih menggunakan film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” adalah penelitian milik Andi Muthmainnah, 2012 dengan judul “Konstruksi Realitas kaum perempuan dalam film 7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan makna-makna yang disampaikan dalam film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” mengenai realitas kaum perempuan, dan untuk mendefinisikan konstruksi realitas kaum perempuan dalam film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita”. Penelitian ini dibedah dengan menggunakan model semiotika Roland Barthes dengan 3 tahap analisis yaitu, denotatif, konotatif dan mitos. Kemudian penelitian terakhir yang menggunakan film “7 hati, 7 cinta, 7 wanita”.
Adalah dengan menggunakan metode analisis Framing sebagai alat
untuk membedah permasalahannya, judul penelitian ini adalah“Analisis Framing Tentang Isu Gender dalam Film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita” oleh Syamsu Ismanto, Falisianus 2012. Fenomena kekerasan terhadap perempuan oleh kaum laki-laki juga pernah diteliti sebelumnya dalam skripsi berjudul “Representasi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Teater” oleh Pusporini,2011. Penelitian yang diangkat dalam 26
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
skripsi tersebut mengenai studi deskriptif kualitatif tentang kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh utama wanitanya dalam pementasan teater “Wajah Sebuah Vagina” melalui simbol-simbol teater yang ditampilkan melalui para pemain maupun disain artistik pendukung pementasan oleh kelompok Tonil Klosed Surakarta tahun 2005. Skripsi ini menjawab permasalahan tentang tindak kekerasan terhadap perempuan dalam pementasan teater Wajah Sebuah Vagina meliputi : a). kekerasan fisik. b). Kekerasan non fisik. Kekerasan fisik yaitu berupa kekerasan seksual dan penganiayaan. Sedangkan kekerasan non fisik berupa Human Tracking, ancaman, intimidasi, penghinaan, pelecehan seksual. Disinilah kemudian muncul keinginan untuk melihat gambaran kekerasan terhadap perempuan dalam film “7 Hati, 7 Cinta, 7 Wanita”
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Representasi Konsep ‘representasi’ dalam studi media massa, termasuk film, bisa dilihat
dari beberapa aspek bergantung sifat kajiannya. Studi media yang melihat bagaimana wacana berkembang di dalamnya —biasanya dapat ditemukan dalam studi wacana kritis pemberitaan media — memahami ‘representasi’ sebagai konsep yang “menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan” (Eriyanto, 2001:113). 8
27
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Eriyanto (2001:113), setidaknya terdapat dua hal penting berkaitan dengan representasi; pertama, bagaimana seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan bila dikaitkan dengan realias yang ada; dalam arti apakah ditampilkan sesuai dengan fakta yang ada atau cenderung diburukkan sehingga menimbulkan kesan meminggirkan atau hanya menampilkan sisi buruk seseorang atau kelompok tertentu dalam pemberitaan. Kedua, bagaimana eksekusi penyajian objek tersebut dalam media. Eksekusi representasi objek tersebut bisa mewujud dalam pemilihan kata, kalimat, aksentuasi dan penguatan dengan foto atau imaji macam apa yang akan dipakai untuk menampilkan seseorang, kelompok atau suatu gagasan dalam pemberitaan. Sementara itu, menurut John Fiske (1997:5) representasi merupakan sejumlah tindakan yang berhubungan dengan teknik kamera, pencahayaan, proses editing, musik dan suara tertentu yang mengolah simbol-simbol dan kode-kode konvensional ke dalam representasi dari realitas dan gagasan yang akan dinyatakannya. Masih menurut Fiske, dalam sebuah praktek representasi asumsi yang berlaku adalah bahwa isi media tidak merupakan murni realitas karena itu representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana mereka membentuk versi realitas dengan cara-cara tertentu bergantung pada posisi sosial dan kepentingannya. Pendapat Fiske mengenai representasi ini berlaku dalam sebuah proses kerja media secara umum dan sudah mulai menyinggung mengenai kaitan antara representasi dengan realitas bentukan yang diciptakan oleh suatu media. 9
9
Fiske, John. Television Culture. London: Rotledge, 1997
28
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra atau kombinasi. Apa yang dikemukakan oleh Fiske di atas memiliki kesamaan dengan pendapat Fairclough (1995:104). 10 Menurut Fairclough dalam sebuah analisis representasi terhadap isi media sebenarnya kita mencoba menentukan apa yang dicakupkan atau tidak, yang eksplisit atau pun implisit, yang menjadi foreground atau pun back ground, dan yang menjadi tematik atau pun tidak serta menentukan kategori mana yang merupakan representasi sebuah peristiwa, karakter, situasi atau pun keadaan tertentu. 11 Menurut Stuart Hall (1997), Representasi yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing (Peta konseptual). Representasi mental ini berbentuk sesuatu yang abstrak.
2.2.2
Film dan Representasi Film sebagai sebuah teks tidak bisa langsung digeneralisis sebagai realitas
yang ada dalam masyarakat. Film harus dipahami sebagai bentuk representasi (penggambaran ulang) kejadian yang ada dalam masyarakat. Dalam usaha penggambaran ulang tersebut, tidak menutup kemungkinan adanya sebuah usaha untuk mengurangi tingkat “kenyataan” yang ada dalam film, atau justru memberikan efek berlebihan agar bisa menimbulkan suatu respon tertentu dari penonton film. Untuk itu perlu dipahami, apakah representasi merujuk pada cara bagaimana seseorang, suatu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu 10
Fairclough, Norman. Media Discourse. London : Arnold, 1995. http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/10/24/film-semiotika-sosial-dan-politik-representasi/-27.1.14
11
29
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ditampilkan kepada publik. 12 Terdapat usaha untuk menggambarkan ulang kejadian yang ada dalam masyarakat. Pemahaman mengenai representasi ini penting untuk mengetahui dua hal (Eriyanto 2001).
13
Pertama, apakah seseorang atau kelompok tersebut diberitakan
secara semestinya. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena muncul kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau kelompok mungkin saja digambarkan apa adanya atau dilebih-lebihkan atau justru malah diburukkan sehingga muncul usaha untuk memarjinalkan kelompok lain. Ketika muncul usaha untuk memarjinalkan kelompok lain, maka yang muncul dalam representasi itu adalah citra yang buruk saja, sedangkan citra yang baik sengaja dihilangkan dalam penggambaran sebuah peristiwa. Ada usaha untuk memilah-milah cara yang digunakan untuk menimbulkan kesan tertentu. Kedua, representasi juga penting untuk melihat bagaimana representasi itu ditampilkan, dengan cara apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam sebua film. Pada dasarnya kekerasan dalam film memiliki dua katagori besar model.14 Katagori pertama adalah kekerasan dalam adegan film yang dibentuk sedemikian rupa sehingga kekerasan menjadi sesuatu yang indah, Terjadi estetisasi kekerasan (aestheticzation of violece), Terjadi dramatisasi dalam penggambaran adegan kekerasan lewat sinematografi yang indah maupun editing yang dramatis. Musiknyapun diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga menghadirkan kesan yang lebih hebat dan dramatis daripada dalam kehidupan nyata (larger than life). Kekerasan mengalami estetisasi dapat dibedakan menjadi dua macam model, 12 13
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana, Jakarta.LKiS. hal 113 Ibid
14
“ Kekerasan yang Indah dan Penonton Film” (http://ericsasono.blogspot.com/2004_07_01_archive.html) diunggah 2 Nov 2013.
30
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yaitu estetisasi adegan kekerasan yang erat hubungannya dengan struktur narasi film. Adegan kekerasan ini terkadang menjadi bagian klimaks sebuah struktur cerita. Dalam model ini, kekerasan selalu dianggap sebagai sesuatu yang perlu muncul dalam film. Logika film sejak awal memang berniat menghadirkan kekerasan sebagai bagian dari cerita, baik dalam perkembangan plot maupun mode konflik dan penyelesaian masalah. Sedangkan model kedua adalah penggambaran adegan kekerasan yang mendahulukan berbagai gaya dan simbolisme hingga menimbulkan efek “keindahan” secara visual (visual artistry). Dalam model ini, gaya didahulukan oleh para pembuat film ketimbang hubungan adegan kekerasan tersebut dengan struktur narasi. Sedangkan katagori kedua dalam usaha untuk menggambarkan kekerasan dalam film adalah kekerasan yang dimaksud tampil apa adanya, realistis, tanpa estetisasi. Kekerasan tampil telanjang sejajar dengan adegan-adegan lain dalam film sering tanpa dramatisasi, dan dan disejajarkan dengan adegan lain, semisal makan, minum ataupun tidur. Kekerasan dianggap sebagai bagian dari peristiwa sehari-hari yang bisa terjadi begitu saja dalam kehidupan manusia. Sinematografi, penempatan kamera atau editing tanpa dramatisasi berlebihan sehingga adegan kekerasan tampil datar. Pemilihan kedua model dalam usaha untuk menggambarkan kekerasan terhadap perempuan ini dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk mengetahui bagaimana kekerasan terhadap perempuan direpresentasikan oleh simbol-simbol dalam film. Upaya marjinalisasi dari salah satu pihak juga dapat terlihat ketika menganalisis film dengan melihat cara penampilan sebuah adegan kekerasan. 2.2.3
Dominasi Patriarki terhadap perempuan 31
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dominasi budaya patriarki yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi laki-laki adalah faktor utama berbagai kasus kekerasan, bukan ketimpangan ekonomi maupun demografi yang sebenarnya tidak berperan banyak dalam maraknya kekerasan terhadap perempuan. Representasi sistem patriarki ini di sosialisasikan secara turu temurun dari generasi ke generasi dan mempengaruhi pembagian peran di masyarakat, yaitu peran laki-laki di ranah publik, sementara perempuan berperan di ranah domestik. Status laki-laki dianggap lebih tinggi karena berperan di ruang publik mendapat penghargaan secara materi. Sementara status perempuan dianggap lebih rendah karena peran di ruang domestik tidak mendapatkan penghargaan sama sekali. Selain itu, laki-laki selalu dianggap sebagai kaum yang kuat dan perempuan sebagai kaum yang lemah yang harus selalu berlaku feminin dan lemah lembut. Pola pikir ini menjadikan perempuan seakan tidak punya kekuatan untuk melawan ketika harus berhadapan dengan laki-laki. Ketika di dalam pemikiran sosial perempuan dianggap lebih rendah kedudukannya, maka timbul rasa kekuasaan laki-laki terhadap perempuan. 15 Tanpa mengabaikan kemajuan yang sudah tercapai sejauh ini, secara umum harus diakui bahwa kultur patriarki belum diakui sepenuhnya terhapus dari masyarakat modern saat ini. Kesimpulan seperti ini juga berlaku untuk membaca masyarakat Indonesia masa lalu maupun masa kini. Secara keseluruhan masyarakat Indonesia adalah masyarakat patriarkis.
15
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20140910100910-114-2897/pemerkosaan-dominasi-priaterhadap-wanita/ Di unduh 18-Nov-2014
32
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tata masyarakat patriarkis seperti ini digugat olek kaum feminis sebagai tidak adil,
karena cenderung meminggirkan posisi perempauan. Perempuan
cenderung diposisikan sebagai subordinat, dikotakkan kedalam dunia domestik, dan dibatasi haknya untuk masuk kedalam dunia publik, padahal perempuan dan laki-laki memiliki potensi sama dan karena itu seharusnya mempunyai hak yang sama pula. 16 Di Indonesia gugatan seperti ini sebenarnya sudah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan. Surat-surat Kartini di akhir abad ke -19 telah secara menonjol mencerminkan pandangan feminis demikian. Dalam perkembangan berikutnya muncul banyak tokoh perempuan yang memperjungkan nasib dan kedudukan permpuan di masyarakat. Dalam sepuluh tahun terakhir suara perempuan kembali terdengan lebih nyaring lewat berbagai gerakan aktivis perempuan
yang
dialamatkan
ke
berbagai
isu
sosial
seperti
ketenagakerjaan,kesehatan reproduksi, politik, ekonomi, agama, seni, dan sebagainya. Meskipun gugatan trehadap subordinasi dan marginalisasi perempuan oleh laki-laki telah disuarakan dengan lantang, dominasi laki-laki diberbagai sektor masyarakat tetap tak tegoyahkan. Tampaknya suara perempuan ini kurang keras gaungnya di telinga laki-laki, bahkan barangkali di telinga kaum perempuan sendiri, banyak perempuan yang tidak begitu concern pada kesetaraan gender dibanding yang memperjuangkannya. Terlebih lagi di kalangan laki-laki, sangat
16
Muhadjir,Darwin. 1999. MASKULINITAS: Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patriarkis. Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University
33
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sedikit yang mempercayai ketimpangan gender sebagai isu sosial yang perlu diperhatikan. Kebanyakan justru mengeksploitasi situasi ketimpangan gender untuk mengejar tujuan sosial atau tujuan pribadi lain yang dianggap lebih penting. Mungkin itu karena masalah kesetaraan gender lebih banyak disorot dari sisi perempuan, pengorbanan yang dialami perempuan, jarang dari sisi laki-laki, yaitu persoalan khas yang dihadapi laki-laki dalam masyarakat patriarkis. Ideologi patriarchal menurut Milet menggunakan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki sebagai ide awal lahirnya penindasan. Dikotomisasi yang dibentuk oleh ideologi patriarkhal telah memberikan laki-laki peran yang lebih dominan, kuat dan maskulin dibandingkan perempuan yang hanya ditempatkan pada wilayah sub-ordinat. Selain itu ideologi ini juga berusaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai patriarkis kepada perempuan melalui institusi akademis, agama, dan keluarga, yang ketiganya telah membenarkan adanya hubungan sub-ordinasi. Milet juga mengatakan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah paradigma kekuasaan oleh sebab itu persoalan yang ada di dalamnya bukan hanya persoalan domestik melainkan persoalan politik. 17 2.2.4
Kekerasan (Violence) Menurut Weiner, Zahn dan Sagi (dalam Djannah dan kawan-kawan,
2003:11) menyatakan bahwa : “(violence) sebagai the threat, attempt or use of physical force by one or more person that result in physicalor non physical harm to one or more other person.” 17
Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis (Terj), 2004. Jogjakarta, Jalasutra. Hal-73
34
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Terjemahan: "(Kekerasan) sebagai ancaman, upaya atau penggunaan kekerasan fisik oleh satu atau lebih orang yang mengakibatkan kerusakan fisik maupun non fisik untuk satu atau lebih orang lain." Pandangan senada juga dilontarkan oleh Senn (dalam code, 2002: 482) : “ in traditional discourse, academics have defined violence primarily as physical acts commited by an individual or individuals with the intent to caouse harm to objets or person.” Terjemahan: "Dalam wacana tradisional, akademisi telah mendefinisikan kekerasan terutama sebagai tindakan fisik berkomitmen oleh seorang individu atau individu lainnnyadengan maksud untuk menyebabkan kerusakan pada benda-benda atau orang." Sementara itu menurut Noerhadi (dalam Subono, 2000: 25), kekerasan mempunyai ciri khas pemaksaan yang dapat mengambil wujud persuasif dan fisik, atau gabungan keduanya. Pemaksaan berarti terjadi pelecehan terhadap kehendak pihak lain yang mengalami pelecehan hak-haknya secara total, eksistensinya sebagai manusia dengan akal, rasa, kehendak, dan integritas tubuhnya tidak dipedulikan lagi. Kekerasan mempunyai beberapa dimensi, antara lain : 1. Bentuk Kekerasan a. Fisik Menurut Poerwandari (dalam Sunarto, 2009), kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh,
35
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/senjata, menganiaya, menyiksa dan membunuh. 18 b.
Psikologis Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara berteriak-teriak, menyumpah, melecehkan, menguntit, dan memata-matai, dan tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dan lain sebagainya) .
c. Seksual Kekerasan seksual meliputi tindakan yang mengarah ke ajakan/ desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium dan / atau tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, dan pornografi. d. Finansial
18
Sunarto, 2009,televisi,kekerasan &perempuan. Jakarta.Grafika Marda Yuana. Hal.55-58
36
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kekerasan finansial meliputi tindakan mengambil uang korban, menahan atau
tidak
memberikan
pemenuhan
kebutuhan
financial
korban,
mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya. e. Spiritual Kekerasan spiritual berwujud merendahkan korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu. f. Fungsional Kekerasan fungsional berupa pembatasan peran sosial wanita hanya sebagai istri, ibu rumah tangga dan pelaksana fungsi reproduksi lainnya. 2. Efek Kekerasan (Negatif & Positif ) Dilihat dari efeknya kekerasan berpengaruh secara positif dan negatif ini tampak dalam mekanisme reward – punishment. Dalam sistem imbalan dan hukuman ini terdapat pengendalian secara manipulative dari si pemberi imbalan terhadap kebebasan si penerima. 3. Partisipan kekerasan a. Subjek (pelaku) b. Objek (korban) 4. Motif Kekerasan
37
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Motif kekerasan berkaitan dengan intense dari subyek kekerasan. Kekerasan yang disengaja atau tidak, apabila akibatnya membawa kondisi negative pada obyek kekerasan, tetap merupakan suatu tindakan kekerasan. 5. Sumber Kekerasan a. Struktural Kekerasan struktural terjadi apabila pelakunya tidak tampak. Kekerasan struktural mewujud dalam bentuk eksploitasi, represi, ketidakadilan sosial, kemiskinan
struktural,
ketidakseimbangan
ekologis,
ancaman
dan
ketakutan. Kekerasan struktural beroperasi secara persuasif, perlahanlahan, terjadi setiap hari, tanpa disadari oleh korban secara langsung. b. Personal Kekerasan personal apabila subyek kekerasan itu dilakukan oleh seorang individu secara langsung. Pemukulan, penganiayaan, pembunuhan oleh satu orang terhadap orang lainnya merupakan tindak kekerasan personal. 19 Sedangkan menurut I.M. Hendrarti sifat kekerasan ada empat yaitu : kekerasan Fisik, kekerasan Simbolik, Kekerasan Biroratik, dan kekerasan Struktural. a. Kekerasan Fisik : tindakan yang bener-benar merupakan gerakan fisik manusia untuk mnyakiti tubuh atau merusak harta orang lain. Akibat
19
Sunarto, 2009,televisi,kekerasan &perempuan. Hal.55-58
38
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dari kekerasan fisik adalah tubuh korban yang babak belur atau harta yang lenyap dijarah. b. Kekerasan Simbolik :tindakan yang memanfaatkan berbagai sarana (media) untuk menyakiti hati dan merugikan kepentingan orang lain. Akibat dari kekerasan simbolik, meskipun tidak langsung mengenai fisik korban, sangat menyakitkan hati dan bisa berlangsung sangat lama, bahkan sampai beberapa dekade.. 20 2.2.5
Kekerasan terhadap Perempuan Kekerasan merupakan setiap perbuatan yang menimbulkan penderitaan
fisik, mental, dan sosial. diakui ataupun tidak, setiap bentuk kekerasan adalah kejahatan. Kekerasan dipandang sebagai usaha yang dapat berakibat pada penghilangan hak orang lain secara paksa, seiring berjalannya waktu,
jenis
kekerasan terus berkembang, makin banyak motif dan modus operandi, salah satu jenis kekerasan yang menarik untuk diteliti adalah mengenai kekerasan terhadap perempuan. Perempuan identik dengan diskriminasi akan jenis kelamin dan menjadi kaum yang kedudukannya dibawah kaum laki-laki, budaya patriarki sendiri yang dianut masyarakat secara langsung membatasi hak-hak yang dimiliki perempuan. Perempuan hanya dianggap mempunyai peranan rumah tangga saja dan tidak berperan dalam urusan publik. Dari pemaparan diatas, terdapat ketidakadilan di dalam masyarakat. Ketidakadilan pemberian hak baik kepada kaum perempuan maupun laki-laki,
20
Hendrarti. I.M. 2008, Aneka sifat Kekerasan. Hal. vi-ix
39
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
disini sama sekali tidak ada pengakuan persamaan gender, latar belakang banyaknya hak-hak perempuan yang diabaikan dalam pola hidup masyarakat sendiri yang tidak pernah mengakui persamaan gender. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perlakuan baik fisik maupun mental yang membuat perempuan menderita baik secara fisik maupun mental. Yang termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan dapat berupa penindasan, perlakuan tidak adil, maupun diskriminasi dalam berbagai bidang. Mengapa
perempuan
rentan
pada
tindak
kekerasan?
Menurut
Coomaraswany dalam bukunya Freedom from violence (1992). 21 ada beberapa penyebab: 1). Karena kedudukan sosialnya dianggap lebih rendah, maka perempuan menjadi sasaran pemerkosaan. 2). Karena berhubungan dengan lakilaki, maka perempuan rentan terhadap penganiayaan dan perlakuan sewenangwenang. Ini berkaitan dengan anggapan bahwa perempuan merupakan milik lakilaki dan tergantung pada laki-laki, yaitu ayah, suami, saudara laki-laki atau anak laki-laki. 3). Karena posisinya dimasyarakat perempuan gampang menjadi sasaran kemarahan, kebrutalan, dan penghinaan pada komunitas dimana perempuan berada. Di Indonesia sendiri, terdapat budaya yang membentuk perempuan sebagai sosok yang lemah lembut dan harus selalu menurut. Dalam hal ini terdapat mitos bahwasanya perempuan hanyalah “warga kelas dua” dan kedudukannya lebih rendah. Dalam pandangan jawa, perempuan hanya dianggap sebagai “konco wingking” yang berarti hanya sebagai pelengkap seorang suami saja. Pandangan 21
Perempuan dan Kekerasan dalam Pers (http://isnawijayani.wordpress.com/2012/09/19/perempuan-dankekersan-dalam-pers/ ) diunggah 3 Nov 2013
40
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
seperti inilah yang membuat posisi perempuan lebih rendah dan memungkinkan untuk munculnya ketidakadilan dan kekerasan. Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan permasalahan global yang dialami oleh perempuan di seluruh dunia dan telah mengunggah lahirnya tindakan yang nyata. Di tahun 1993, melalui badan PBB telah menyetujui penunjukan pelaporan khusus PBB mengenai masalah kekerasan terhadap perempuan (Special Rapporteur on violence Against Women) dan disepakati Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 20 desember 1993.
22
Kekerasan terhdap
perempuan dinilai sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dengan adanya deklarasi tersebut diharapkan dapat meminimalisir kekerasan terhadap perempuan melalui tindakan tegas yang memberi sanksi kepada pelaku kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan tidak selalu berupa tindakan yang bersifat mencederai fisik namun juga bisa mengarah kepada munculnya gender violence (kekerasan gender). Munculnya kekerasan gender ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di lingkungan strata bawah maupun menengah saja akan tetapi meliputi seluruh strata. Kekerasan berbasis gender merupakan sebuah bentuk diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan perempun untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas suatu dasar kesamaan hak perempuan dan laki-laki. Hak-hak dan kebebasan tersebut termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak mengalami penganiayaan, kekejaman, hak untuk mendapat perlindungan yang sama sehubungan dengan norma-norma kemanusiaan pada saat konflik bersejata nasional atau internasional, hak atas kebebasan dan keamanan 22
Jurnal Perempuan Edisi 45.2006. CEDAW, Sejauh Mana Komitmen Negara?,hal 19-20
41
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
seseorang, hak untuk mendapatkan kesamaan atas perlindungan hukum dibawah Undang-undang dan hak untuk mendapatkan standart tinggi dalam kesehatan mental dan fisik . 23 2.2.6
Analisis Discourse Penelitian discourse tidak menyediakan jawaban konkret atau yang
tampak terhadap persoalan-persoalan pada penelitian ilmiah. Dengan kata lain, discourse akan dapat membantu peneliti untuk mengungkap motivasi-motivasi di balik (hidden motivations) sebuah teks atau dibalik pemilihan metode-metode penelitian yang digunakan dalam sebuah studi untuk mengintepretasikan sebuah teks. Analisis discourse sendiri memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memahami kondisi-kondisi dibalik “persoalan” tertentu atau spesifik, dan membuat peneliti tersadar akan esensi “persoalan” itu, dan resolusinya yang ada di balik asumsi-asumsi yang di buat: bahkan peneliti bisa mengngkap esensi paling dasar dari eksistensi sebuah “persoalan”. Analisis discourse juga memberikan kepada peneliti untuk melihat “persoalan” dari sudut pandang yang paling tinggi dan memberikan kita pandangan yang komperhesif tentang “persoalan,” dan diri kita dalam hubungannya dengan “persoalan” tersebut. Analisis discourse dapat diaplikasikan pada semua teks, yakni pada setiap “permasalahan, situasi, konteks.” Sejak analisis discourse dasarnya adalah interpretative dan dekonstruktif (deconstructing reading), maka tidak ada guideline atau pedoman metodelogi khusus yang diikuti. Analisis discourse mempunyai tujuan untuk mengungkap motivasi yang terlibat dalam argumentasi
23
Ibid
42
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang pro maupun kontra terhadap metode penelitian yang spesifik, pernyataan yang spesifik atau nilai-nilai kepercayaan yang spesifik. Discourse adalah seperangkat pengaturan-pengaturan teks yang bekerja untuk mengorganisasi dan mengkoordinasi aksi, posisi, dan identitas manusia yang terlihat di dalamnya (Thwaites dkk., 2002 :140)
Discourse bisa diaplikasikan untuk melihat bagaimana kekuasaan atau power terlibat dalam pembentukan bahasa, ucapan, dan ujaran dalam masyarakat. Discourse mempunyai empat karakteristik : (Thwaites, dkk, 2002: 140) •
Concrete Social Sites (institusi) atau konteks sosial
•
Rules, peran-peran mereka yang terlibat dalam institusi tersebut (fungtion of address)
•
Powerrelations, hubungan-hubungan kekuasaan yang terbawa dalam peran-peran tersebut
•
Certain topics atau tema-tema tertentu yang dibicarakan dalam institusi Institusi-institusi dalam masyarakat menghasilkan kembali (reproduce) Diri mereka melalui discourse. Mereka melakukan ini melalui produksi-
produksi berulang teks (pembicaraan, tulisan, visual), di mana setiap teks ini menyediakan peran-peran penyampai (addresser) dan yang disampaikan/ penerima (addressee) melalui interaksi dan keterhubungan orang-orang dalam institusi yang terlibat satu sama lain. 2.2.7
Pendekatan Analisis Tekstual dalam Film Analisis tekstual bertujuan menggali lebih dalam (to explore), membuka
makna-makna tersembunyi (to unpack), membongkar konsep, nilai, ideologi, budaya, mitos, dan hal-hal lain yang diproduksi dan direproduksi oleh pembuat teks atau penguasa media (to deconstruct) untuk memahami bagaimana sebuah 43
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kultur, mitos, kepentingan lain yang ada dalam produksi teks (to understand) dan lain-lain. Menurut McKee, tujuan dari kajian analisis tekstual meliputi hal-hal berikut: (1) Mengungkap apa dan bagaimana pengetahuan (knowledge) diproduksi dalam suatu konteks masyarakat; (2) Memahami peran
yang dimainkan media dalam kehidupan kita:
bagaimana pesan-pesan media berpartisipasi dalam konstruksi budaya terhadap pandangan kita tentang dunia. Analisis Tekstual dan Produksi Menurut Thwaites dkk (2002:122), analisis tekstual bergerak dari menentukan lokasi tanda khusus, sampai memeriksa struktur mitos sosial. Analisis ini melibatkan asumsi-asumsi sbb.: 1. Premis dasar analisis tekstual adalah bahwa semua penanda memiliki petanda yang beraneka; 2. Konotasi yang dimiliki tanda selalu berhubungan dengan kode makna sosial; 3. Tiap-tiap teks merupakan kombinasi sintagmatik dari tanda, dengan berbagai konotasi berkaitan yang dimiliki tanda tersebut; 4. Konotasi
yang mungkin ditekankan oleh para pembaca berbeda itu
beraneka macam sesuai dengan posisi sosialnya: kelas sosial, gender, usia, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi cara berpikir tentang dan dalam menginterpretasi teks; 44
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Konotasi paling stabil, sentral, dan disukai secara sosial menjadi denotasi, yakni makna yang tampak benar dari tanda dan teks bagi para pembaca; 6. Denotasi memeroleh stabilitas dan sentralitas dari cara kumpulan konotasi diurutkan oleh mitos yang mengandung nilai-nilai budaya. Van Zoest mengemukakan bahwa film dibangun dengan tanda sematamata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografis statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu menurut Van Zoest bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur terutama indeksial, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Zoest, 1992: 109). 24 Analisis tekstual muncul sebagai salah satu metodelogi yang digunakan untuk mengupas, memaknai, sekaligus mendekonstruk ideologi, nilai—nilai, atau interest/kepentingan yang ada di balik dari suatu teks media. 25. Teks dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena teks adalah produksi dan konstruk dari budaya, sementtara budaya juga merupakan konteks yang pada akhirnya memberikan variasi makna dari teks yang diciptakan. Budaya sendiri dalam analisis tekstual merupakan kumpulan dari praktikpraktik sosial dimana makna-makna diproduksi , disirkulasi dan dipertukarkan dalam masyarakat (Thwaites dkk., 1994) 26. Sedangkan teks adalah semua yang tertulis, gambar, film, video, foto, desain grafis, lirik lagu, dan lain-lain yang menghasilkan makna (McKee, 2001). Pengertian teks tidak hanya meliputi hasil
24
Sobur, Alex. 2003.Semiotika Komunikasi. Hal 128 Ida Rahma. 2011. Pengantar Analisis Tekstual-Metode Penelitian Kajian Media dan Budaya, hal 38 26 ibid 25
45
tesis
Kekerasan Terhadap Perempuan ......
Rizki Widya Lestari