BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1
Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan literatur ini dijelaskan secara singkat beberapa penelitian
terdahulu yang relevan dengan tema yang akan dibahas oleh penulis. Penelitian terdahulu yang pertama adalah dari David Ricardo dan Dimas Kharisma dengan judul “Evaluasi Penataan Perabot Secara Ergonomi Berdasarkan Pola Aktivitas Pengguna Ruang (Studi Kasus : Ruang Baca Dewasa Perpustakaan Daerah Kalimantan Tengah)”. Tulisan tersebut terdapat dalam prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2015 Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penataan perabot Perpustakaan Daerah Kalimantan Tengah sehingga sesuai dengan tatanan interior yang ergonomis. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah terletak pada tema yang dibahas, yaitu membahas tentang perabot yang ada di perpustakaan. Perbedaan terlihat pada tempat penelitian, pendekatan yang digunakan dan tujuan penelitian, yaitu bertempat di Perpustakaan Daerah Kalimantan Tengah dengan menggunakan metode pendekatan pola aktivitas pengguna ruang dan dengan tujuan untuk mengevaluasi perabot yang ada di perpustakaan. Sedangkan penulis mengambil tempat di Perpustakaan Grhatama Pustaka BPAD DIY dengan menggunakan pendekatan konsep dasar ergonomi yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana desain perabot di perpustakaan Grhatama Pustaka terhadap kenyamanan pemustaka.
8
9
Peneitian terdahulu yang kedua adalah dari Ramadhani Siregar, Listiani Nurul Huda dan A Jabbar M Rambe, dengan judul “Perancangan Kursi dan Meja Berdasarkan Antropometri Pada Sekolah Dasar Swasta X”. Tulisan tersebut terdapat pada e-Jurnal Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara Vol 3, No.1, Juli 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimalisasi ketidaksesuaian meja dan kursi sekolah terhadap siswa sehingga dapat mengurangi keluhan musculoskeletal disorder dengan membuat perancangan meja dan kursi berdasarkan antropometri dan tingkatan kelas siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pendekatan yang digunakan yaitu menggunkan data antropometri untuk menyesuaikan ukuran kursi dan meja. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah terletak pada lokasi penelitian, yaitu penelitian ini mengambil tempat di sebuah Sekolah Dasar Swasta X dan penulis mengambil tempat di sebuah perpustakaan, yaitu Perpustakaan Grhatama Pustaka. Penelitian yang ketiga adalah tugas akhir dari Putri Nurjanah, program studi D3 Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2014 dengan judul “Desain Tata Ruang di Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui desain tata ruang di Perpustakaan FISIPOL UGM dan mengetahui kelengkapan ruang yang dimiliki di Perpustakaan FISIPOL UGM. Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah melakukan penelitian tentang tata ruang perpustakaan. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada lokasi penelitian dan jenis perpustakaan, yaitu pada Perpustakaan FISIPOL UGM yang mana adalah sebuah perpustakaan perguruan tinggi,
10
sedangkan penulis mengambil lokasi dan jenis perpustakaan di Perpustakaan Grhatama Pustaka BPAD DIY yang merupakan perpustakaan umum. Perbedaan lain adalah terletak pada pembatasan masalah yaitu penulis membatasi pada ruang koleksi umum saja, sedangkan pada penelitian Putri Nurjanah adalah seluruh ruang yang ada di Perpustakaan FISIPOL UGM. 2.2
Landasan Teori
2.2.1
Perpustakaan Umum Perpustakaan umum adalah salah satu jenis perpustakaan terbuka untuk
umum, diselenggarakan dari dana yang berasal dari umum dengan sasaran untuk melayani umum dengan tidak memandang perbedaan kedudukan, pekerjaan, pandangan politik, agama, jenis kelamin, usia dan suku bangsa (Sutoyo, 2001:184). Definisi perpustakaan umum yang kedua adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum (Sulistyo-Basuki, 1992:46). Definisi yang ketiga adalah perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat umum dengan menyediakan berbagai informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya sebagai sumber belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu bagi seluruh lapisan masyarakat (Sutarno NS, 2006:43) Dari definisi para ahli yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan dari dana umum dan untuk umum yang tujuannya adalah untuk menyediakan berbagai informasi dan sebagai sumber belajar oleh seluruh lapisan masyarakat.
11
2.2.1.1 Tujuan Perpustakaan Umum Sebagai sebuah lembaga, dalam pelaksanaannya perpustakaan harus memiliki tujuan agar setiap kegiatan yang dijalankan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, begitu juga dengan perpustakaan umum yang memiliki tujuan tertentu yang harus dicapai. Menurut Sulistyo-Basuki dalam F.Rahayuningsih (2007:5), bahwa perpustakaan umum mempunyai 4 tujuan utama yaitu : 1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka kearah kehidupan yang lebih baik. 2. Menyediakan sumber informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topic yang berguna bagi mereka dan yang sedang hangat dalam kalangan masyarakat. 3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki-nya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka. Fungsi ini disebut fungsi pendidikan berkesinambungan atau pendidikan seumur hidup. 4. Bertindak selaku agen kultural, artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, ceramah, pemutaran film, dan penyedia informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni budaya.
12
2.2.1.2 Fungsi Perpustakaan Umum Setiap perpustakaan memiliki sebuah fungsi untuk mencapai tujuan dari perpustakaan tersebut. Menurut Sulistyo-Basuki (1993:27) fungsi perpustakaan umum adalah : 1. Sebagai sarana simpan karya manusia Perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan karya manusia, khususnya karya cetak seperti buku, majalah, dan sejenisnya serta karya rekaman seperti kaset, piringan hitam dan sejenisnya. 2. Fungsi Informasi Bagi anggota masyarakat yang memerlukan informasi dapat memintanya ataupun menanyakannya ke perpustakaan. 3. Fungsi Rekreasi Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara membaca dan bacaan ini disediakan oleh perpustakaan. 4. Fungsi Pendidikan Perpustakaan merupakan sarana pendidikan nonformal dan informal, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar diluar bangku sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah. 5. Fungsi Kultural Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat.
13
2.2.2 Tata Ruang Perpustakaan Keberadaan perpustakaan umum di masyarakat sangatlah penting dalam rangka ikut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan ini ditujukan kepada semua lapisan masyarakat tanpa membedakan tingkat pendidikan, aliran politik, agama, maupun ras/suku. Diharapkan dengan adanya perpustakaan umum ditengah masyarakat dapat menunjang pendidikan seumur hidup. Seiring dengan perkembangannya, terdapat factor yang diabaikan dalam hal kenyamanan dan keindahan yaitu faktor tata ruang. Perpustakaan yang merupakan sebuah gedung dengan tumpukan berbagai koleksi bahan pustaka seringkali terlihat membosankan karena penataannya yang kurang baik, pencahayaan yang kurang serta perabot yang tidak ergonomis. Perpustakaan yang didesain dengan baik pasti akan memberikan kesan yang positif kepada pemustaka yang datang sehingga menimbulkan rasa yang nyaman. Tata ruang perpustakaan adalah usaha untuk mengatur dan menyusun ruangan perpustakaan umum dan desa dengan sedemikian rupa sehingga dapat tercipta suasana yang indah, rapi, bersih, aman dan nyaman bagi para petugas dan pemakai perpustakaan (Daulay, 2013) 2.2.2.1 Tujuan Tata Ruang Menurut Lasa HS (2005:148) gedung atau ruang perpustakaan perlu ditata sesuai kebutuhan dengan tetap mengindahkan prinsip-prinsip arsitektur. Penataan tersebut bertujuan untuk :
14
1. Memperoleh efektivitas kegiatan dan efisiensi waktu, tenaga dan anggaran 2. Menciptakan lingkungan yang nyaman suara, nyaman cahaya, nyaman udara dan nyaman warna 3. Meningkatkan kualitas pelayanan 4. Meningkatkan kinerja petugas perpustakaan Ruang perpustakaan akan nyaman bagi pemakai dan petugas apabila ditata dengan memperhatikan fungsi, keindahan dan keharmonisan ruang. Dengan penataan yang baik akan memberikan kepuasan fisik dan psikis bagi penghuninya. Dalam perencanaan gedung perlu diperhitungkan kebutuhan manusia, tata ruang dan segi lingkungannya. 2.2.2.2 Prinsip-Prinsip Tata Ruang Dalam Lasa HS (2005:150), untuk memperlancar kegiatan pelayanan dan penyelesaian pekerjaan, dalam penataan ruangan perlu diperhatikan prinsip-prinsip tata ruang berikut ini : 1. Pelaksanaan tugas yang memerlukan konsentrasi hendaknya ditempatkan di ruang terpisah atau di tempat yang aman dari gangguan. 2. Penempatan perabot, seperti meja, kursi, dan rak hendaknya disusun dalam bentuk garis lurus. 3. Ukuran tinggi, rendah, panjang, lebar, luas dan bentuk perabot hendaknya dapat diatur lebih leluasa. 4. Bagian-bagian yang mempunyai tugas sama, hampir sama atau merupakan kelanjutan, hendaknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan.
15
5. Bagian yang menimbulkan berisik/suara hendaknya ditempatkan di ruang terpisah. 2.2.2.3 Gedung dan Ruangan Perpustakaan Menurut Standar Nasional Perpustakaan tahun 2011, gedung perpustakaan umum tingkat provinsi harus memiliki kriteria berikut ini : 1. Dilengkapi dengan area parkir dan difasilitasi sarana kepentingan umum seperti toilet dan tangga darurat. 2. gedung sekurang-kurangnya 0,008 m² per kapita dikalikan jumlah penduduk 3. Memenuhi standar kesehatan, keselamatan, kenyamanan, ketenangan, keindahan, pencahayaan, keamanan, dan sirkulasi udara. 4. Perencanaan gedung memungkinkan pengembangan fisik. 5. Memenuhi aspek teknologi, ergonomik, konstruksi, lingkungan, efektifitas, efisiensi, dan kecukupan. 6. Berbentuk permanen 7. Memperhatikan kekuatan dan memenuhi persyaratan konstruksi lantai untuk ruang koleksi perpustakaan (minimal 400 kg/m²) 8. Dilengkapi dengan area parkir dan difasilitasi sarana kepentingan umum seperti toilet dan tangga darurat. Untuk lokasi gedung perpustakaan harus memperhatikan aspek-aspek berikut ini : 1. Berada pada lokasi yang mudah dilihat, dikenal, dan di jangkau masyarakat. 2. Di bawah kepemilikan atau kekuasaan pemerintah daerah.
16
3. Memiliki status hukum yang jelas. 4. Jauh dari lokasi rawan bencana. Adapun standar pembagian ruangan menurut presentase seluruh luas lantaI perpustakaan yang diperuntukkan bagi kepentingan koleksi, pengguna dan staf (Lasa HS, 2005:157) adalah sebagai berikut : Untuk perpustakaan yang menganut sistem tertutup, maka alokasinya adalah :
Untuk koleksi
45%
Untuk pengguna
25%
Untuk staf
20%
Untuk keperluan lain 10%
Sedangkan untuk perpustakaan yang menganut sistem terbuka, maka alokasinya adalah :
Untuk koleksi dan pengguna 70%
Untuk staf
20%
Untuk keperluan lain
10%
Selain pengaturan alokasi presentase setiap ruangan seperti yang sudah dijelaskan diatas, sistem tata ruang juga perlu dipertimbangkan pada ruang koleksi, ruang baca dan ruang sirkulasi, karena akan mempengaruhi produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan kenyamanan pemakai. Ada 3 sistem yang dapat dipakai (Lasa HS, 2005:158), yaitu :
17
1. Sistem Tata Sekat Yaitu cara pengaturan ruangan perpstakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Dalam sistem ini pengunjung tidak diperkenankan masuk ke ruang koleksi dan petugaslah yang akan mengambilkan dan mengembalikan koleksi yang dipinjam atau dibaca ditempat. 2. Sistem Tata Parak Yakni suatu sistem pengaturan ruangan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca, hanya saja dalam sistem ini, pembaca dimungkinkan untuk mengambil koleksi sendiri, lalu dicatat dan/atau dibaca di ruang lain yang tersedia. 3. Sistem Tata Baur Yakni suatu cara penempatan koleksi yang dicampur dengan ruang baca agar pembaca lebih mudah mengambil dan mengembalikan sendiri. 2.2.3 Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (Kerja) dan Nomos (Hukum Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2008:1). Tujuan utama dari ergonomi adalah untuk menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi juga diterapkan oleh beberapa ahli dalam bidangnya misalnya, ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi dan teknik industri.
18
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), serta mengenai rancang bangun dalam lingkungan kerja (working environment), karena jika suatu sistem perangkat keras berubah maka akan berubah pula lingkungan kerjanya (Nurmianto, 2008:2). Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, jadwal pergantian waktu kerja (shift). Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja seperti desain perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain stasiun kerja untuk alat peraga (visual display unit station) untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, serta yang tak kalah penting yaitu untuk desain dan evaluasi produk. 2.2.3.1 Anthropometri : Kalibrasi Dimensi Tubuh Manusia Anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Anthropometri merupakan bagian dari ergonomi yang secara khusus mempelajari ukuran tubuh yang meliputi dimensi linear, serta isi dan juga daerah ukuran, kekuatan, kecepatan dan aspek lain dari gerakan tubuh.
19
Gambar 1 Anthropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya (Nurmianto, 2008:56)
Tabel 1 Dimensi Tubuh Manusia Kode
Dimensi
D1
Tinggi tu buh posisi berdiri tegak
D2
Tinggi mata
D3
Tinggi Bahu
D4
Tinggi siku
D5
Tinggi Genggaman Tangan pada posisi rilex kebawah
D6
Tinggi badan posisi duduk
D7
Tinggi mata posisi duduk
D8
Tinggi bahu posisi duduk
D9
Tinggi siku posisi duduk
D10
Tebal paha
D11
Jarak pantat ke lutut
D12
Jarak dari lipat lutut ke pantat
D13
Tinggi lutut
20
Tabel 1 Dimensi Tubuh Manusia Kode
Dimensi
D14
Tinggi lipat betis
D15
Lebar bahu
D16
Lebar panggul
D17
Tebal dada
D18
Tebal perut
D19
Jarak dari siku ke ujung kaki
D20
Lebar kepala
D21
Panjang tangan
D22
Lebar tangan
D23
Jarak bentang dari ujung tangan kanan ke ujung tangan kiri
D24
Tinggi pegangan tangan pada posisi tangan vertical keatas dan berdiri tegak
D25
Tinggi pegangan tangan pada posisi tangan vertical keatas dan duduk
D26
Jarak genggaman tangan ke punggung pasa posisi tangan kedepan. Sumber : Eko Nurmianto, 2008.
Adanya perbedaan data anthropometri antara populasi satu dengan yang lainnya dikarenakan beberapa faktor atau sumber variabilitas. Beberapa sumber variabilitas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Keacakan/random. 2. Jenis Kelamin. 3. Suku Bangsa 4. Usia (balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia)
21
5. Jenis pekerjaan 6. Pakaian 7. Faktor kehamilan 8. Cacat tubuh secara fisik Data-data anthropometri dari masing-masing dimensi tubuh tersebut akan dapat membantu untuk berbagai macam perancangan seperti perancangan tinggi pintu, perancangan rak, tinggi dan lebar tempat duduk, tinggi dan lebar meja serta ukuran handel (pegangan tangan). Furnitur dan perlengkapan di perpustakaan haruslah menarik, tahan lama, fungsional dan nyaman, selain itu harus mudah diatur agar dapat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pemustaka (Quinn and Ian McCallum, 2012:19). Perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi data anthropometri. Seperti dalam perancangan kursi kerja misalnya. Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya merubah posisi (postur). Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metode “floor-up” yaitu dengan berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha, disarankan untuk tidak memasang sandaran kaki (footrest) yang juga akan mengganggu ruang kerja kaki dan mengurangi fleksibilitas postur/posisi. Seteah ketinggian kursi didapat kemudian barulah menentukan ketinggian meja kerja yang sesuai dan konsisten. Jika meja dirancang untuk tetap (tidak dapat dinaik-turunkan), maka perancangan kursi hendaknya
22
dapat dinaik-turunkan sesuai dengan ketinggian meja dan perlu adanya sandaran kaki (footrest). Adapun kriteria kursi kerja yang ideal (Nurmianto, 2008:123) adalah sebagai berikut : 1. Stabilitas produk. Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk menghidari ketidakstabilan produk. 2. Kekuatan produk. Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat. 3. Mudah dinaik-turunkan (adjustable). Ketinggan kursi kerja sebaiknya mudah diatur pada saat kita duduk. 4. Sandaran punggung. Hal ini penting untuk menahan beban punggung kearah belakang, maka harus dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun maju-mundur. 5. Fungsional. Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif perubahan posisi. 6. Bahan material. Tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan material yang cukup lunak. 7. Kedalaman kursi. Kedalaman kursi (depan-belakang) harus sesuai dengan dimensi panjang antara lipat lutut dan pantat. 8. Lebar kursi. Lebar kursi minimal sama dengan lebar panggul wanita 5 persentil populasi. 9. Lebar sandaran punggung. Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita 5 persentil populasi.
23
10. Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik-turun. 2.2.3.2 Sikap Duduk Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Seseorang dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat jika dibandingkan pada saat duduk. Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data anthropometri yang sesuai, dan ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran punggung sangat diharapkan. Dalam hal pemilihan ukuran yang telah ditetapkan dan jangkauan penyesuaian untuk tinggi tempat duduk, maka harus membedakan antara dua kategori kursi untuk bekerja (Nurmianto, 2005:118) yaitu : 1. Kursi Rendah Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat langsung diatas lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha. Agar ketinggiannya tidak terlalu rendah, ukuran anthropometri akan membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha disamping lutut dengan tekukan lutut pada sudut 90°. 2. Kursi Tinggi Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat berdiri. Bangku-bangku sepertti ini diharapkan dapat digunakan setiap
24
waktu. Sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu kursi yang tinggi. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak bergantung pada tinggi tempat duduk. 2.2.4 Kenyamanan Pemustaka Kenyamanan pemustaka merupakan salah satu prioritas utama di perpustakaan umum agar perpustakaan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh penggunanya. Berdasarkan Pedoman Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan Umum (Perpusnas RI, 2009) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Pencahayaan Secara umum pencahayaan minimun yang diperlukan untuk ruang perpustakaan adalah sekitar 200 lux. Penggunaan sumber cahaya alami perlu dimaksimalkan untuk memberikan penerangan pada siang hari. Cahaya matahari yang masuk melalui bukaan jendela harus dapat menyinari ruang tanpa terhalang. Penggunaan sumber cahaya buatan juga dapat diterapkan, misalnya saat hari mendung atau hujan dengan menggunakan lampu TL. Pencahayaan di ruang perpustakaan juga harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi ‘glare’ atau silau. 2. Pengudaraan Idealnya sebuah ruang perpustakaan memiliki suhu ruang 20-24°C dan kelembapan berkisar 40-60%. Pengudaraan alami dapat diupayakan melalui jendela atau lubang ventilasi yang memadai dan untuk pengudaraan buatan dapat menggunakan kipas angin atau AC.
25
3. Warna Ruang perpustakaan umum dapat menggunakan warna-warna netral seperti krem dan putih, serta warna alami kayu yang cukup terang untuk digunakan pada sebagian ruang atau perabot. 4. Petunjuk atau tanda Petunjuk dan tanda pada perpustakaan umum harus dirancang agar mudah dilihat oleh pengguna, memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna serta mendukung suasana ruang secara keseluruhan. 5. Aksesibilitas Berikut adalah beberapa prinsip aksesibilitas yang perlu diperhatikan : a. Ruang perpustakaan harus dapat dicapai dengan mudah oleh pengguna. b. Koleksi perpustakaan harus dapat dicapai dengan mudah baik oleh anak-anak maupun orang dewasa, sehingga ukuran tinggi rak penyimpanan koleksi harus disesuaikan. c. Tata letak perabot dalam perpustakaan tidak boleh mempersulit gerak bagi pengguna perpustakaan. 6. Keamanan dan Keselamatan a. Segala kegiatan yang ada di perpustakaan harus dapat diawasi dengan baik oleh petugas perpustakaan. b. Seluruh perabot yang ada di perpustakaan harus dalam keadaan baik, kokoh dan tidak mudah menjatuhi pengguna.
26
c. Tempat masuk dan area tangga perpustakaan harus terang. Perabot di perpustakaan menjadi salah satu yang harus diperhatikan untuk memberikan kenyamanan baik bagi pemustaka maupun untuk pustakawan yang bekerja didalamnya. Menurut laporan penelitian The National Institute of Occupational Health and Safety (NIOHS) dalam Lasa HS (2005:130) bahwa kecelakaan kerja yang sering terjadi itu disebabkan oleh kecerobohan dan keteledoran pekerja itu sendiri, anatara lain pemindahan material secara manual, dengan cara menarik (pull), mendorong (push), menaikkan (loading), dan menurunkan (unloading). Pekerjaan-pekerjaan di perpustakaan ada yang menarik, mendorong (kereta buku), menaikkan dan/atau menurunkan (buku), kegiatankegiatan itu bisa berakibat negative apabila tidak dilakukan secara ergonomis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan perabot adalah : 1. Desain. Dalam perancangannya perlu mempertimbangkan kesedarhanaan, keluwesan, fungsional, dan faktor ergonomi. 2. Kesederhanaan. Perabot tidak perlu mewah dan glamour. Kesederhanaan meliputi desain, bahan, warna dan pembuatannya. Bahan yang dipilih untuk perabot perpustakaan bisa dari bahan kayu (dan sejenisnya) atau bahan logam. Untuk warna adalah warna yang cerah dan sederhana seperti warna kayu. 3. Duduk dan tempat duduk. Kegiatan yang ada di perpustakaab ada yang dilakukan dengan duduk, berdiri dan berjalan. Kegiatan duduk mendominasi aktivitas di perpustakaan, baik oleh petugas maupun pemakai. Untuk itu perlu didesain perabot yang terkait dengan kegiatan duduk ini agar
27
tidak cepat menimbulkan kelelahan (fatique), menghemat energi , dan meningkatkan produktivitas. Maka tempat duduk yang dirancang tidak memperhatikan faktor ergonomi akan menimbulkan keluhan-keluhan bagi mereka yang menempati.