BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perbedaan ideologi ini sudah dilakukan oleh beberapa peneliti maupun beberapa buku yang sudah membahas terlebih dahulu, diantaranya adalah: Buku karya Harun Yahya yang berjudul yang berjudul “Justice and Tolerance In The Islam”. Di dalam buku tersebut terdapat perintah Allah untuk menegakkan keadilan, sifat-sifat keadilan Nabi Muhammad SAW dalam
sejarahnya
dalam
menghadapi
perbedaan
pendapat
dan
kepercayaan, status dan sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia dalam konsep al-Qur’an dan juga membahas keadilan-keadilan sosial yang terjadi pada zaman kerajaan Ottoman (Yahya:2003) Skripsi karya Nurhayati tentang toleransi antar umat beragama (Studi Kasus Tentang Umat Islam dan Hindu di Kampung Lebah Kabupaten Klungkung- Bali). Skripsi ini menggunakan metode wawancara dengan pendekatan kuantitatif. Skripsi ini memaparkan tentang kasus perbedaan agama di Kampung Lebah Kabupaten Klungkung Bali, penjelasan sejarah masuknya Islam di Klungkung dan kehidupan masyarakat di sekitar yang toleran (Nurhayati:2003).
10
11
Arif Darmawan hasil penelitiannya mengatakan bahwa pendidikan Islam mempunyai peran yang cukup besar dalam menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama siswa. Diantaranya sebagai sarana, pembimbing, pengarah memberikan pemahaman dan sekaligus sebagai motivator dalam menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama siswa SMK Karya Rini YHI KOWANI Yogyakarta. Arif Darmawan medasari hasil penelitiannya denga dari hasil pengolahan data tentang interprertasi siswa terhadap pendidikan agama Islam. Ia membuktikan bahwa dalam mempelajari PAI, materi tentang toleransi yang banyak disampaikan oleh guru Agama Islam porsinya termasuk banyak, sehingga siswa sangat mengedepankan sikap toleransi. Namun yang sangat disayangkan dari penelitiannya tersebut, ia tidak menjelaskan pelajaran PAI mana yang berbicara tentang toleransi. Padahal pelajaran PAI yang berkaitan dengan toleransi ada pada kelas XII semester 1 (Darmawan, 2005: 4). Jurnal At-Tajdid dari Dwi Rangga Vischa Dewayanie (2014) dengan judul
“Aplikasi
Pendidikan
Multikultural
di
Berbagai
Lembaga
Pendidikan”. Penelitian jurnal ini menggunakan metode dokumentasi dengan pendekatan kualitatif. Jurnal ini membahas tentang berbagai macam suku, ras, kelompok, dan agama di Indonesia, akan tetapi banyak yang tidak bias mengaplikasikan sikap toleransi untuk mengatasi perbedaan tersebut. Dalam pembahasannya, penulis jurnah menggunakan beberapa teori tentang pentingnya sikap toleransi dalam pendidikan
12
multikultural, diantaranya meninjau dari segia agama (al-Qur’an dan hadis), segi politik dan undang-undang Nasional. Jurnal Pendidikan Islam dari Zuhairi Miswari dengan judul “Kesadaran
Multikultural
dan
Deradikalisasi
Pendidikan
Islam:
Pengalaman Bhineka Tunggal Ika dan Khabul al Akhbar). Jurnal penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dengan pendekatan kualitatif. Jurnal ini mengkritisi tentang maraknya sikap intoleransi dan kekerasan yang terjai di Indonesia dikarenakan perbedaan agama, ras, suku dan budaya di Indonesia. Menurut penulis, adanya perbedaan tersebut justru telah menimbulkan kesadaran kebangsaan menjadi besar seperti sekarang ini. Artikel ini membahas tentang pentingnya multikulturalisme sebagai alternatif membangun kesadaran hidup kebersamaan secara damai dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan universal (Miswari: 2012). Dalam
hal
ini,
multikulturalisme
meniscayakan
keeksistensi,
keterbukaan, pengenalan, pengakuan dan penghargaan. Perbandingan antara Indonesia dan Mesir dalam membangun kesadaran multikultural, terutama melalui falsafah Bhineka Tunggal Ika dan Qobul al-Akhar. Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa multikulturalisme adalah sebuah keniscayaan yang harus ada dalam setiap bangsa. Alasannya adalah: pertama, kebangsaan.
multikulturalisme dapat
Kedua,
dapat
menumbuhkan
menimbulkan solidaritas pentingnya
nilai-nilai
13
kemanusiaan. Ketiga, dapat menjadi kekuatan kultural yang berfungsi untuk mengantisipasi konflik sektarian. Dari beberapa buku dan penelitian di atas, banyak yang membahas tentang sikap intoleransi, multikulturalisme serta perbedaan pendapat dalam beragama. Dalam peleitian yang akan diteliti, penulis memfokuskan tentang perbedaan ideologi dan pandangan yang terdapat di organisasi IMM, yang belum pernah ada sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat baru dan belum pernah ditelti sebelumnya. B. Kerangka Teori 1. Pengertian Organisasi Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Menurut Pabundu (2010: 3) organisasi adalah suatu kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan dari sebuah organisasi sangat mempengaruhi kinerja dari organisasi itu sendiri maupun untuk mencari massa atau anggota baru dalam pengembangan sebuah organisasi dan untuk menjaga kaderisasi anggota (http://id.wikipedia.org). Kaderisasi bertujuan untuk menjaga sebuah organisasi tetap bisa bertahan dan eksis dalam jangka waktu yang panjang. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan prinsip, sebagai bahan perbandingan
14
ada beberapa pendapat mengenai organisasi dari beberapa pakar organisasi, diantaranya: Menurut
Sheldon,
organisasi
adalah proses
penggabungan
pekerjaan yang para individu atau kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas sedemikian rupa, memberikan seluruh kemampuan terbaik untuk pemikiran yang efisien, sistematis, positif dan terkordinasi. Menurut Trecker organisasi adalah perbuatan atau proses penghimpunan atau mengatur kelompok yang sedang berhubungan dari instansi menjadi suatu keseluruhan yang bekerja. Menurut beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa organisasi adalah kumpulan satu orang atau lebih yang diatur dengan baik yang saling berinteraksi dan bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Organisasi sengaja didirikan untuk jangka waktu tertentu dan terkordinasi dengan baik pola kerja yang terstruktur dengan tujuan bersama (Sutarto, 2006:24). 2. Pengertian IMM Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yang bediri di Yogyakarta pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau bertepatan dengan 14 Maret 1946 M. sebelumnya Muhammadiyah memiliki ortom-ortom seperti Hisbul Wathan (HW) berdiri tahun 1918, Nasyiatul Aisyiyah (NA) berdri tahun 1931, Pemuda Muhammadiyah (PM) berdiri tahun 1932, Ikatan pelajar Muhammadiyah
15
berdiri tahun 1961, dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah berdiri tahun 1962 (Purnawan, 2007: 3). Semangat berorganiasi muhammadiyah kemudian diaplikasikan kembali dalam beberapa Organisasi Ortonom yang ada di Muhammadiyah. Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) merupakan Organisasi Otonom Muhammadiyah yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah (PM), Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Organisasi Otonom adalah organisasi yang dibentuk oleh persyarikatan muhammadiyah guna membina warga persyarikatan dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang yang diadakan dalam rangka mencapai tujuan dan maksud persyarikatan. Organisasi Otonom diberi wewenang mengurus rumah tangganya sendiri dengan bimbingan dan pengendalian pimpinan Persyarikatan. ( Berita Resmi Muhammadiyah, 2002). Kelahiran IMM merupakan konsekwensi bagi Muhammadiyah dalam hal kaderisasi berdasarkan periodisasi kelompok umur. Pada kelompok pelajar, Muhammadiyah mempunyai IPM; kelompok pemuda mempunyai PM untuk putra dan NA untuk putri. Agaknya disini terdapat keterputusan kaderisasi bila melihat banyaknya sekolah Muhammadiyah yang telah berdiri, diserti dengan eksistensi IPM di sana. Sedangkan Muhammadiyah tidak memiliki perguruan tinggi. Pada kongres ke 25 di Betawi (Jakarta) tahun 1936, muncul gagasan untuk segera mendirikan Universitas Muhammadiyah di Indonesia. Gagasan itu ditindaklanjuti pada
16
Muktamar ke 31 di Yogyakarta yang salah satu keputusannya melanjutkan keputusan kongres ke 25 berdirinya Universitas Muhammadiyah (Purnawan, 2007: 4). Dengan berdirinya Perguruan Tinggi Muhammadiyah di berbagai propinsi di Indonesia, Muhammadiyah menyadari belum memikirkan format kaderisasi bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Secara tersirat, rumusan Muktamar Muhammadiyah pasca Purwokerto 1953 baru menyebutkan perlu dibentukny badan-badan yang menggrap kaderisasi d Perguruan Tinggi (www.muhammadiyah.or.id). Oleh karena berbagai persoalan, usaha ini baru terealisir tahun 1964 dengan nama IMM (Purnawan, 2007: 5) 3. Sikap Toleransi a. Sikap Sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suat aspek di lingkungan sekitarnya (Saefuddin: 1995: 5). Dari definisi tersebut dapat disimpuka bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang. Tiga komponen tersebut yaitu, komponen kognitif, komponen afektif dan kompnen konatif sebagai struktur pembentukn sikap. Adapun penjelasan ketiga komponen tersebut sebagai berikut; (Saefuddin: 1995: 24-28). Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Maksudnya, komponen kogntif berisi
17
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. kemudian komponen afektif merupakan subjektif individu terhadap suatu objek sikap yang menyangkut aspek emosional. Sedangkan komponen konatif atau sering disebut dengan komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Nurdiansyah, 2013: 17) Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagi faktor yang memengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri idividu (Saefuddin, 1995: 30). b.
Toleransi Toleransi berasal dari kata tolere (bhs. Inggris), yang berarti
memperkenankan atau sabar dengan tanpa protes terhadap perilaku orang/kelompok lain. Ia juga berarti saling menghormati, melindungi, dan kerjasama terhadap yang lain (Mansur, 2012: 1). Secara harfiah, toleransi
18
berarti
sikap
menenggang
(menghargai,membolehkan)
pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, dan sebagainya) (KBBI, 1990: 955). Dalam bahasa Arab, kata toleransi mengutip kamus al-Munawwir biasa disebut dengan istilah tasamuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang dada. (Munawwir, 1994:702). Dalam bahasa Yunani, toleransi diebut dengan istilah “sophrosyne” yang artinya adalah moderasi (moderation) atau mengambil jalan tengah. Sedangkan istilah toleransi berasal dari bahasa latin “tolerantia”, yang artinya “menahan”. Ketika seseorang memiliki toleransi dalam menahan rasa sakit, bearti dia dapat menahan rasa sakit. Dengan demikian, toleransi adalah istilah untuk sebuah sikap menahan diri dari hal hal yang dinilai negatif (Masduqi, 2011: 7). A. Zaki Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi) adalah pendirian atau sikap yang termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan pendirian yang beranekaragam, meskipun tidak sependapat dengannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa toleransi ini erat kaitannya dengan masalah kebebasan atau kemerdekaan hak asasi manusia dalam tata kehidupan bermasyarakat, sehingga mengizinkan berlapang dada terhadap adanya perbedaan pendapat dan keyakinan dari setiap individu. (Dalam, 2003: 15) c. Sikap Toleransi Dalam menyikapi perbedaan pendapat dan keyakinan, maka toleransi adalah sikap menahan diri untuk tidak menggunakan cara-cara negatif dalam menyikapi pendapat dan keyakinan yang berbeda. Definisi toleransi
19
melibatkan kondisi yang saling terkait ketika kita berhadapan dengan perbedaan pendapat. Pertama, kita memiliki penilaian negatif (negative judgement) terhadap pendapat atau keykinan yang berbeda; kedua, kita bisa saja menegasikannya,tetapi; ketiga, kita sengaja menahan diri untuk tidak menegasikannya. Dalam kondisi pertama, kita punya penilian negatif. Biasanya penilaian negative mendorong kita menggunakan aksi negatif. Namun, toleransi terjadi ketika kita menolak aksi negativ-seperti kekerasan atas nama agama- akibat penilaian negatif terhadap pendapat yang berbeda. Dalam kondisi kedua, kita memiliki kekuatan untuk bertindak negatif terhadap pendapat yang berbeda dengan cara menegasikannya. Namun, dalam kondisi ketiga kita sengaja “menahan diri” dari cara-cara negatif untuk menegasikannya karena kita punya alasan menoleransinya (Masduqi, 2011: 8). Bagus menjelaskan, toleransi adalah sikap seseorang yang bersabar terhadap keyakinan filosofis dan moral orang lain yang dianggap berbeda, dapat disanggah, atau bahkan keliru, sikap semacam ini tidak berarti setuju terhadap keyakinan-keyakinan tersebut, juga tidak berarti acuh tak acuh terhadap kebenaran dan kebaikan, dan tidak harus didasarkan atas agnostitisme, atau skeptisisme, melainkan lebih pada sikap hormat terhadap pluriformitas dan martabat manusia yang berbeda. (Lorens, 1996: 111-112).
20
Sikap toleransi dapat ditinjau dari indikator-indikator sebagai berikut (Hasyim, 1991: 23-25): 1. Mengakui hak setiap orang; suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang dalam menentukan perilaku dan sikapnya masing-masing dengan melanggar hak orang lain. 2. Menghormati keyakinan orang lain; tidak dibenarkan seseorang atau golongan tertentu yang bersikeras memaksakan kehendaknya sendiri berkaitan dengan keyakinan ataupun keberagaman kepada orang atau golongan. 3. Agree in disagreement; setuju dalam perbedaan. Prinsip ini selalu digaungkan oleh mantan menteri agama; Mukti Ali, perbedaan tidak harus ada permusuhan dan pertentangan. 4. Saling mengerti; tidak saling menjelekkan; tidak saling membenci dan selalu saling menghargai satu sama lain. Tidak akan terjadi saling menghormati antara sesama manusia bila mereka tidak saling mengerti, saling anti dan saling membenci, saling berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling mengerti dan menghargai. Jadi, toleransi adalah bersikap sabar, menahan diri,dan menerima keberadaannya dalam sebuah kelompok karena adanya perbedaan keyakinan pada perbedaan keyakinan.
21
4. Ideologi Keagamaan Ideologi adalah sebagai sistem paham. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:366) ialah 1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, 2) cara berfikir seseorang atau golongan, 3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik. Ideologi sebagai suatu sistem paham mengandung unsur-unsur: a) pandangan yang bersifat komprehensif tentang manusia, dunia dan alam semesta dalam kehidupan; b) rencana penataan sosial politik berdasarkan paham tersebut; c) kesadaran dan perencanaan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut; d) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya’ dan e) usaha mobilisasi seluas mungkin para kader dan masa yang akan menjadi pendukung ideologi tersebut (Riberu, 1986: 5). Dalam hal ini Islam juga memiliki ideologi yang berbasis agama, memiliki akar pada teologi dari agama Islam yang dikenal dengan ideologi Islam, yang memiliki keterkaitan dengan karakter Islam sebagai agama. Ideologi Islam berbeda dengan ideologi Marxisme, sosialisme dan kapitalisme, maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis theologis. Pandangan tentang persaudaraan, kebebasan,
22
kesamaan, kemanusiaan, dan relasi-relasi sosial dalam ideologi Islam, sehingga memiliki pijakan yang kokoh. Kemudian dalam hal gerakan Islam, Muhammadiyah sebagai pijakan yang kokoh untuk membangun sebuah ideologi. Munculnya Muhammadiyah merupakan sebagai gerakan sosial keagamaan dalam sosial budaya waktu itu merupakan eksperimen sejarah yang cukup spektakuler. Menurut kacamaya sosial agama, Muhammadiyah pada awal berdirinya merupakan suatu “gerakan sempalan” organisasi keagamaan, tetapi memberikan konotasi yang bagus, bukan sekedar tampil beda dan beberapa kemudian hilang ditelan masa. Banyak gerakan sempalan keagamaan kontemporer yang tidak
berumur
panjang
cenderung
agak
neko-neko,
tapi
Muhammadiyah terus berusia Panjang bahka amal usahanya terus bertambah (Abdullah, 2000:40). Muhammadiyah sebagai gerakan Islam baik karena alasan substansi yang merujuk pada ajara Islam yang multi aspek maupun pada pengalaman dan pergumulan hidup bersama kekuatan lain di pentas sejarah, telah menyentuh aspek ideologis dalam gerakannya bahkan sampai batas tertentu menjadi suatu ideologi gerakan tersendiri, yaitu ideologi gerakan Islam kaum modernis. Bagi umat Islam khususnya Muhammadiyah, ideologi hanyalah salah satu aspek kehidupan yang jika ingin dikembangkan merupakan bagian dari pilar
23
sistem muslim, yang tumbuh bersama pilar-pilar lainnya seperti akhlak, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dalam konteks Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem pemikiran dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan umat menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya melalui suatu sistem gerakan yang bernama persyarikatan. Dalam Muhammadiyah ideologi dapat ditempatkan sebagai salah satu dimensi dari sistem gerakan, bukan merupakan sistem paham tersendiri, sehingga lebih merupakan dimensi ideologis dalam sistem gerakan Muhammadiyah. Karena rujukan dasarnya ialah Islam, maka gerakan ideologi Muhammadiyah tidak bersifat dogmatif dan eksklusif yang harus diikuti secaa taklid buta,
sehingga
tetap
memiliki
watak
yang
terbuka.
Dalam
Muhammadiyah apa yang disebut ideologi gerakan lebih merupakan dimensi ideologis dari sistem gerakan dalam Muhammadiyah yang menuntut komitmen dan solidaritas kolektif yang kuat untuk mencapai cita-cita atau tujuan Muhammadiyah (Nashir, 2001: 27). Muhammadiyah sebagai gerakan Islam baik dalam dimensi ajaran Islam sendiri maupun sejarah umat Islam yang dilaluinya, memiliki persentuhan dengan ideologi Islam, kendati dalam sejumlah hal mungkin dapat menimbulkan pro dan kontra. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan, lebih-lebih ketika masuk area dunia politik, sedikit atau banyak bersentuhan dengan ideologi dan hingga batas
24
tertentu memiliki elemen-elemen sistem ideologis. Muhammadiyah dalam perkembangannya bahkan memiliki format pemikiran ideologis sebagaimana dirujuk pada konsep muqaddimah anggaran dasar Muhammadiyah
serta
mata
keyakinan
dan
cita-cita
hidup
Muhammadiyah. 5. Kesimpulan masalah Hadirnya
IMM
merupakan
jawaban
dari
kegundahan
Muhammadiyah karena tidak adanya organisasi kader dari kalangan Mahasiswa. Sebagai kader dari Muhammadiyah, para aktivis IMM sudah tentu harus berjuang sepenuhya untuk Muhammadiyah dan melakukan gerakan sesuai dengan paham yang dianut oleh Muhammadiyah serta ideologi yang sesuai dengan Muhammadiyah sebaiana yang tercantum dalam MADM dan MKCHM. Adanya perbedaan pandangan keagamaan dalam IMM harus disikapi dengan tepat, supaya tidak merugikan para nama organisasi secara pribadi, maupun umumnya.
Muhammadiyah pada