14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka Tabel 2.1 Tinjauan Pustaka No 1
Peneliti Terdahulu
Hasil Penelitian
Perbedaan
Penelitian oleh Zuni Hasil dari penelitian ini Perbedaan penelitian yang dilakuakn oleh Lestari (2015) dalam
adalah variabel ihsan (x1) Zuni Lestari dengan penelitian ini adalah berpengaruh
positif pada penelitian Zuni Lestari data diperoleh
bentuk skripsi dengan signifikan, judul
“Pengaruh
keadilan,
Penerapan
Etika tanggung
Bisnis
Islam
berpengaruh signifikan.
Terhadap
variabel dari penyebaran kuisioner terhadap 60 kebebasan, anggota pembiayaan BMT KUBE Sleman, jawab dan
teknik
pengambilan
sampel
yang
positif digunakan pada penelitian Zuni Lestari adalah purposive sampling. Sedangkan pada
Kepuasan penelitian ini data diperoleh dari penyebaran
Anggota (Studi pada BMT
KUBE
Sejahtera Sleman)”.
kuesioner terhadap 100 responden nasabah simpanan BMT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling.
15
2
penelitian
yang Hasil
dilakukan
oleh
penelitian Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh
menunjukkan bahwa etika Fauzan dan Ida Nurjana dengan penelitian ini bisnis
Fauzan
dan
Islam
secara adalah penelitian Fauzan dan Ida berfokus
Ida bersama-sama
Nurjana (2014) dalam
berpengaruh positif dan H. Slamet di Kota Malang. Sedangkan saya
jurnal
Modernisasi, signifikan.
Vol
10,
No.1,
terhadap kepuasan pelanggan warung bebek
secara
parsial
Keadilan
Sedangkan meneliti mengenai pengaruh etika bisnis variabel Islam terhadap customer retention nasabah (X1) simpanan,
berfokus
terhadap
customer
Februari 2014 dengan berpengaruh negative dan retention nasabah simpanan, dan penelitian judul
“Pengaruh
Penerapan Bisnis
tidak signifikan terhadap ini dilakukan di BMT UMY. Teknik
Etika kepuasan
pelanggan. pengambilan sampel pada penelitian Fauzan
Kejujuran
(X2) dan Ida Nurjana menggunakan accidental
Terhadap
berpengaruh positif dan sampling, sedangkan pada penelitian yang Kepuasan Pelanggan tidak Warung Slamet Malang”.
Bebek di
H.
Kepercayaan
signifikan. saya lakukan menggunakan quota sampling. (X3) Tekhnik analisis data yang digunakan pada
kota berpengaruh positif dan penelitian Fauzan dan Ida Nurjana dengan signifikan.
penelitian
ini
sama-sama
regresi linear berganda.
menggunakan
16
3
yang Shinta
Penelitian
dilakukan oleh Shinta
penelitian
Islam
memiliki Shinta
Maharani
Maharani
berfokus
terhadap
dalam
pelaporan
(2013) pengaruh yang signifikan kecurangan
dalam
Shinta
menemukan bahwa Etika dengan penelitian ini adalah penelitian bisnis
Maharani
Maharani perbedaan
jurnal Etika
akuntansi
negatif terhadap penipuan keuangan entitas publik di Indonesia, objek
Bisnis Islam Vol.7, dalam pelaporan keuangan pada penelitian Shinta Maharani dilakukan di No.
2,
Sya‟ban
di
badan
Indonesia. 1434/2013
public
di Badan Publik di Indonesia dan data diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada 112
dengan
judul
“
Pengaruh
Etika
Bisnis
Islam
responden
yaitu
Sedangkan
pada
lakukan
manajer penelitian
berfokus
terhadap
keuangan. yang
saya
customer
retention nasabah simpanan. Objek pada
Terhadap
penelitian dilakukan di BMT Universitas Kecenderungan Muhammadiyah Kecurangan Akuntansi
diperoleh Dalam
Pelaporan Keuangan Pada Entitas Publik Di Indonesia.”
dengan
Yogyakarta, penyebaran
dan
data
kuesioner
kepada 100 respoonden nasabah simpanan.
17
4
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Muhammad Faiz
penelitian
yang
Rosyadi
dilakukan oleh Muhammad Faiz Rosyadi
bahwa
dengan penelitian ini adalah data pada
secara
simultan
penelitian Muhammad Faiz Rosyadi
variabel
keadilan
diperoleh dari penyebaran kuesioner
menemukan Muhammad
Relevansi
Faiz
Rosyadi
(2012)
dengan
judul
(‘adl), kehendak bebas
terhadap 100 nasabah Bank BPD DIY
“Pengaruh
Etika
(free will), tanggung
Syariah,
jawab (responsibility),
menggunakan accidental sampling, dan
kebenaran
analisis terhadap data diperoleh dengan
yang
diperoleh
dengan
Bisnis Islam terhadap Customer
Retention
(Studi
Kasus
Pada
Bank
BPD
DIY
berpengaruh signifikan
positif terhadap
menggunakan
penelitian
Bank
penyebaran
DIY
data
secara
kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan pada
customer retention di BPD
analisis
ini
data
diperoleh
dari
terhadap
100
kuesioner
Cabang Syariah)”. Cabang Syariah, dan
responden
secara parsial variabel
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
keadilan
(‘adl),
teknik
nasabah
simpanan
pengambilan
BMT
sampel
pada
menggunakan
quota
kehendak bebas (free
penelitian
ini
will), tanggung jawab
sampling,
dan analisis terhadap data
(responsibility),
menggunakan
kebenaran
kuantitatif.
berpengaruh
positif
penelitian
analisis
data
secara
Penelitian
ini
dengan
yang
dilakukan
oleh
18
signifikan
terhadap
customer retention di Bnak
BDP
Muhammad Faiz Rosyadi sama-sama berfokus terhadap customer retention.
DIY
Cabang Syariah.
B. Kerangka Teori 1. Etika Bisnis Islam a. Pengertian Etika Islam Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.1 Menurut Imam al-Ghazali etika (akhlaq) adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkannya (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan 1
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 24.
19
akhlak yang buruk.2 Etika Islam merupakan etika yang berdasarkan agama Islam , yaitu yang berasal dari Al-Qur‟an dan Hadits.3 Titik sentral etika Islam adalah menentukan kebebasan manusia untuk bertindak dan bertanggung jawab karena kepercayaan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Hanya saja kebebasan itu tidaklah mutlak, dalam arti, kebasan yang terbatas. Jika sekiranya manusia memiliki kebebasan mutlak, maka berarti manusia menyaingi kemahakuasaan Tuhan selaku Pencipta (Khalik) semua makhluk, tanpa kecuali adalah manusia itu sendiri. Dalam skema etika Islan, manusia adalah pusat ciptaan Tuhan.4 Manusia merupakan wakil Tuhan di muka bumi sebagaimana firman-Nya:
-١٦٥“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”5
2
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 44. 3
Haris, Abdul, ETIKA HAMKA; Konstruksi Etik Berbasis Rasional Religius, (Yogyakarta: LKis, 2010), hal. 44. 4
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 20. 5
Al-An-am, 6: 165.
20
Dengan demikian, seluruh tujuan hidup manusia adalah untuk kebajikan kekhalifahannya sebagai pelaku bebas, bertindak secara bebas sehingga manusia mampu memilih antara yang baik dan yang jahat, antara yang benar dan yang salah, dan antara yang halal dan yang haram.6 b. Pengertian Bisnis Bisnis dengan segala bentuknya ternyata tanpa disadari telah terjadi dan menyelimuti aktivitas dan kegiatan kita setiap harinya. Menurut buchari Alma, (2007: 5), pengertian bisnis ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit yang memproduksi barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis juga bisa diartikan sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.7 Bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Bisnis juga dipahami dengan suatu kegiatan usaha individu (privat) yang terorganisasi atau melembaga untuk menghasilkan dan menjual barang atau jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (profit), mempertahankan
6
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 21. 7
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 28.
21
kelangsungan hidup perusahaan, pertumbuhan sosial, dan tanggung jawab sosial.8 Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya- penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Bisnis dalam Islam merupakan unsur penting dalam perdagangan. Sejarah telah mencatat bahwa penyebaran agama Islam diantaranya melalui perdagangan (bisnis). Masuknya Islam ke Indonesia, dilakukan oleh para pedagang muslim yang mengadakan hubungan yang sangat baik dengan masyarakat dan para tokoh setempat. Jadi bisnis merupakan bagian dari kegiatan perdagangan dalam rangka mencari pencaharian melalui jual beli untuk tujuan untung.9 Dalam zaman modern seperti sekarang ini, banyak dijumpai praktik-praktikbisnis yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Banyak manusia mengembangkan modalnya dengan menghalalkan segala cara, tanpa memenuhi ajaran Islam, sehingga merugikan banyak pihak, dan 8
Fauzia, Yunia Ika, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013) hal. 3. 9
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 30-31
22
hanya
menguntungkan
sekelompok
individu.
Praktik-praktik
pengembangan modal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang terjadi saat ini antara lain seperti penggunaan uang pelican saat perizinan usaha, menyimpan uang dalam rekening koran yang berbunga, penayangan iklan yang tidak senonoh, pembuatan diskotik, panti pijat, prostitusi, dan lain sebagainya yang semuanya itu mengandung unsur penipuan dan maksiat yang dilarang oleh agama Islam. Denagn melihat fenomena pengembangan modal seperti di atas jelas melanggar aturan Islam yang banyak terjadi saat ini. Islam memberikan
solusi
dengan
konsepnya
tentang
bagaimana
mengembangkan modal yang benar yang tidakmerugikan diri sendiri maupun orang lain. Salah satu caranya yaitu berbisnis sesuai dengan ajaran Islam.10 c. Pengertian Etika Bisnis Islam Etika bisnis Islam adalah landasan normatif yang bersumber dari ajaran Islam yaitu Al-Qur‟an dan as-Sunnah Nabi Muhammad Saw, sebagai acuan bagi para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara alami.11 Islam memberiakan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan bisnis, namun dalam Islam ada beberapa prinsip dasar yang 10
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 121. 11
Muslich, Etika Bisnis Islam Landasan Filososfis, dan Substansi Implementatif, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2004), hal. 30.
23
menjadi etika normatif yang harus ditaati ketika seorang muslim sedang menjalankan usahanya, yaitu: 1. Proses mencari rezeki bagi seorang muslim merupakan suatu tugas wajib. 2. Rezeki yang dicari haruslah rezeki yang halal. 3. Bersikap jujur dalam menjalankan usaha. 4. Semua proses yang dilakukan dalam rangka mencari rezeki haruslah dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. 5. Bisnis yang akan dan sedang dijalankan jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. 6. Persaingan dalam bisnis dijadikan sebagai sarana untuk berprestasi secara fair dan sehat (fastabikul al-khayrat). 7. Tidak boleh berpuas diri dengan apa yang sudah didapatkan. 8. Menyerahkan setiap amanah kepada ahlinya, bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri. Etika bisnis Islam
merupakan suatu proses dan upaya untuk
mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu melakukan hal-hal yang benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yng berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Dalam membicarakan etika bisnis Islam adalah menyangkut “Business Firm” dan atau “Business Person”, yang mempunyai arti yang bervariasi. Berbisnis berarti suatu usaha yang menguntungkan. Jadi etika bisnis Islam
24
adalah studi tentang seseorang atau organisasi melakukan usaha atau kontak bisnis yang saling menguntungkan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.12 Etika bisnis islam harus berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang berlandaskan pada al-Qur;an dan al-Hadits. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :
-١٠٥“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu‟min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”13 Dengan demikian, harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan baik akan mendatangkan keberkahan pada harta tersebut, sehingga pemanfaatan harta dapat lebih maksimal bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebaliknya, harta yang diperoleh dengan cara yang tidak halal atau tidak baik, meskipun berjumlah banyak namun tidak mendatangkan manfaat bahkan senantiasa menimbulkan kegelisahan dan selalu merasa kurang.
12
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 35. 13
At-Taubah, 9: 105.
25
Etika untuk berbisnis secara baik dan fair dengan menegakkan hukum dan konsekuen setia pada prinsip-prinsip kebenaran, keadaban dan bermartabat. a. Karena bisnis tidak hanya bertujuan untuk profit melainkan perlu mempertimbangkan
nilai-nilai
manusiawi,
apabila
tidak
akan
mengorbankan hidup banyak orang, sehingga masyarakat pun berkepentingan agar bisnis dilaksanakan secara etis. b. Bisnis dilakukan diantara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, sehingga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi pengambilan keputusan, kegiatan, dan tindak tanduk manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan lainnya. c. Bisnis saat ini dilakukan dalam persaingan yang sangat ketat, maka dalam pesaingan bisnis tersebut tetap memperhatikan norma-norma etis pada iklim yang semakin professional justru akan menang.14 Etika
bisnis
Islam
merupakan
pengejawantahan
nilai-nilai
kebenaran, kejujuran, keadilan, kebebasan, dan pertanggungjawaban dalam realitas bisnis.15 Etika bisnis Islam merupakan pemahaman nilainilai etika secara mendalam terhadap pandangan Al-Qur‟an tentang bisnis,
14
Aziz, Abdul, ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM: Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha, (Bandung: ALFABETA, 2013) hal. 36. 15
Fauroni, L, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hal. 16.
26
pengembangan etika bisnis, dan relevansinya dalam membangun aktivitas bisnis yang Islami. Dalam mendekatkan hubungan pemasaran berdasarkan etika bisnis Islam yang digunakan oleh lembaga keuangan syari‟ah untuk menciptakan kepuasan pada nasabah serta komitmen kepercayaan yang kuat sebagai ukuran untuk mengetahui pentingnya sebuah hubungan untuk tetap dijaga. Sehingga tercipta pula konsekuensi timbal balik berupa perilaku untuk secara intensif berhubungan dengan perusahaan berupa customer retention. “Dari Abdullah Radiyallahu Anhuma, dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, „jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing diantara keduanya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang diantara keduanya memberi pilihan kepada yang lain‟. Beliau bersabda, „jika salah seorang diantaranya memberi pilihan kepada yang lain, lalu keudanya menetapkan jual beli atas atas dasar pilihan itu, maka jual beli menjadi wajib‟.” (HR Bukhari-Muslim).16 Manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan suatu pilihan. Dengan kebebasan manusia dapat memilih mana yang baik dan yang buruk baginya. Seorang pelaku bisnis hanya mungkin bertindak secara etis jika dia diberikan kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya baik. Sehingga, di 16
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal.104.
27
dalam berbisnis sangat perlu adanya kebebasan yang diberikan oleh pelaku bisnis untuk menciptakan hubungan yang baik antar pelaku bisnis.17 Dalam etika bisnis Islam terdapat beberapa prinsip yang menjadi acuan dalam melakukan bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam, yaitu keadilan
(‘adl),
kehendak
bebas
(free
will),
tanggung
jawab
(responsibillity), dan kebenaran.18 1) Keadilan („adl) Keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan kesetimbangan yang harmonis. Sifat keadilan bukan hanya sekedar karakteristik alami, tetapi merupakan karakteristik dinamis yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim di dalam kehidupannya.19 Pada struktur ekonomi bisnis, agar kualitas kesetimbangan dapat mengendalikan semua tindakan manusia, maka harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu pertama, hubungan-hubungan dasar antara konsumsi, distribusi dan produksi harus berhenti pada suatu 17
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998),
hal. 74. 18
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.32. 19
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hal. 12.
28
kesetimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. Kedua, keadaan perekonomian yang tidak konsisten dalam distribusi pendapatan dan kekayaan harus ditolak karena Islam menolak daur tertutup pendapatan dan kekayaan yang menjadi semakin menyempit. Sebaliknya memaksimumkan kesejahteraan total dan tidak berhenti pada distribusi optimal, bertentangan dengan prinsip kesetimbangan. Ketiga, sebagai akibat dari pengaruh sikap egalitarian yang kuat demikian, maka dalam ekonomi dan bisnis Islam tidak mengakui adanya, baik hak milik yang tak terbatas maupun sistem pasar yang bebas tak terkendali. Hal ini disebabkan karena ekonomi dan bisnis dalam pandangan Islam bertujuan bagi penciptaan keadilan sosial.20 Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat.21 Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis,
20
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hal. 12-14. 21
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Pustaka Filsafat Kanisius, 2007), hal 137.
29
melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang baik dan etis. Beberapa definisi keadilan,22 yaitu: a) Kepada setiap orang mendapat bagian yang sama. b) Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan induvidualnya. c) Kepada setiap orang sesuai dengan haknya. d) Kepada setiap orang sesuai dengan usahanya. e) Kepada setiap orang sesuai dengan kontibusinya kepada masyarakat f) Kepada setiap orang sesuai dengan jasa yang di berikan. Prinsip keadilan („adl) menggambarkan dimensi horizontal dalam ajaran Islam dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta. Sifat ini lebih dari sekedar karakteristik alam, keadilan merupakan karakter dinamik yang harus diperjuangkan oleh setiap Muslim dalam kehidupannya.23 Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat), dan dengan lingkungan. Sebagaimana firman Allah SWT : 22
23
Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 95.
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.36.
30
-٩٠“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”24 Disini sangat jelas bahwa Islam menuntut untuk berlaku adil antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain, antara kepentingan si kaya dan si miskin, antara hak pembeli dan hak penjual dan sebagainya. Artinya, hendaknya sumber daya ekonomi itu tidak hanya terakumulasi pada kalangan orang atau kelompok orang tertentu semata, karena jika hal ini terjadi berarti kekejaman yang berkembang di masyarakat. Bukankah orang lain juga mempunyai hak yang sama setelah mereka menunaikan kewajibannya masing-masing.25 Implementasi ajaran keadilan dalam kegiatan bisnis harus berkaitan dengan pembagian manfaat kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung, sesuai dengan peran dan
24
25
An-Nahl, 16: 90.
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 24.
31
kontribusi yang telah mereka berikan terhadap kegiatan bisnis yang dilakukan.26 Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT) implementasi
keadilan
sangatlah
mempengaruhi
kepuasan
customernya. Pada BMT keadilan yang meliputi perlakuan baik pihak BMT kepada semua nasabah tanpa membedakan satu sama lain, memberikan kompensasi/bagi hasil sesuai dengan hak nasabah sangat berpengaruh terhadap kepuasan anggota nasabah sehingga terjadi customer
retention,
sehingga
nasabah
tertarik
untuk
tetap
menggunakan produk jasa pada BMT. 2) Kehendak bebas (Free Wiil) Kehendak bebas merupakan kontribusi Islam yang paling orisinal dalam filsafat sosial tentang konsep manusia bebas. Hanya Tuhan yang bebas, namun dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara relatif mempunyai
kebebasan. Manusia
dianugerahi kehendak bebas untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk 26
Muslich, Etika Bisnis Islam Landasan Filososfis, dan Substansi Implementatif, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2004), hal. 38.
32
menepati atau mengingkarinya. Seorang muslim yang percaya pada kehendak Allah, akan memuliakan semua janji yang dibuatnya.27 Pada tingkat tertentu manakala Allah SWT menurunkannya ke bumi,
manusia
diberikan
kebebasan
untuk
mengendalikan
kehidupannya sendiri. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa manusia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT.28 Manusia diberikan akal pikiran untuk dapat membuat keputusan
sesuai
dengan
apa
yang
diinginkannya.
Dengan
menggunakan akal pikiran, manusia dapat memilih prilaku etis atau tidak etis yang akan dijalankannya. Kebebasan merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan
dan bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam Firman Allah SWT:
ل ْال َحقْ ِمه َّر ِبّ ُك ْْم فَ َمه شَبء فَ ْليُؤْ ِمه َو َمه شَبء فَ ْليَ ْكفُ ْْر إِوَّب أ َ ْعت َ ْدوَب ِْ َُوق َّ ِل ل يَ ْش ِىي ِْ ست َ ِغيثُىا يُغَبثُىا بِ َمبء َك ْبل ُم ْه ْْ َس َرا ِدقُ َهب َوإِن ي َْ لظب ِل ِميهَْ وَبراْ أ َ َحب ُ ط بِ ِه ْْم َّ س ال -٩٢- ْبءت ُم ْرتَفَقب ْْ س ُْ ش َر َْ ْْال ُى ُجىْهَ بِئ َ اة َو 27
Muhammad, Fauroni L, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hal. 15. 28
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.38.
33
“Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.29
Perlu disadari oleh setiap muslim, bahwa dalam situsi apapun, ia dibimbing oleh aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan Tuhan dalam Syariat-Nya yang dicontohkan melalui Rasul-Nya. Oleh karena itu
“kebebasan
memilih” dalam hal apa pun, termasuk dalam bisnis misalnya, harus dimaknai kebebasan yang tidak kontra produksi dengan ketentuan syariat yang sangat mengedepankan etika.30 Dalam etika kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis. Hanya orang yang bebas yang bisa bertindak secara etis, karena tindakan etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik seseorang serta kesadaran pribadi. Hanya karena seseorang mempunyai kebebasan, maka ia dituntut untuk bertindak secara etis.
29
30
Al-Kahfi, 18: 29.
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 25.
34
Seorang pelaku bisnis hanya mungkin bertindak secara etis jika dia diberikan kebebasan dan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya baik. Tanpa kebebasan, pelaku bisnis hanya akan menjadi robot yang hanya bisa tuntuk pada tuntutan, perintah, dan kendali dari luar dirinya.31 Bebeberapa pengertian mengenai kebebasan, yaitu:32 a) Kebebasan fisik, kebebasan dalam hal ini tiada paksaan atau rintangan dari pihak lain. Orang menganggap dirinya bebas dalam arti ini, jika bisa melakukan sesuatu tanpa hambatan apapun. b) Kebebasan psikologis, kebebasan psikologis dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan hidupnya sendiri. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berasio. Ia bisa berfikir sebelum bertindak. c) Kebebasan yuridis, kebebasan yang berkaitan erat dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis ini merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia, karena dalam setiap hak manusia mengandung kemungkinan untuk melakukan perbuatan-
31
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998),
32
Bertens, K, Etika, (Jakarata: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 103.
hal. 74.
35
perbuatan tertentu dengan bebas dan tidak terganggu oleh apapun dan siapapun. Dalam perusahaan yang bergerak disektor jasa, seperti BMT kehendak bebas yang meliputi: pelayanan yang cepat pihak BMT untuk menanggapi keluhan nasabah, banyaknya produk yang terdapat pada BMT membuat nasabah bebas untuk memilih sesuai dengan keinginan tanpa adanya paksaan. Sehingga kehendak bebas sangat mempengaruhi nasabah untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT. Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan baitul mal wa tamwil (BMT) implementasi kehendak bebas sangatlah mempengaruhi loyalitas customernya. Pada BMT kehendak bebas yang meliputi pemberian kebebasan kepada nasabah seperti para nasabah dihimbau untuk menyampaikan kritik dan sarannya apabila ada pelayanan yang kurang memuaskan yang diberikan oleh pihak BMT itu sendiri dan alternatif pilihan produk yang diberikan membuat nasabah merasa bebas untuk memilih sesuai dengan keinginan
tanpa adanya paksaan sangat
berpengaruh terhadap kepuasan nasabah sehingga terjadi customer retention, sehingga nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT.
36
3) Tanggung Jawab (Responsibility) Islam sangat menekankan pada konsep tanggung jawab, walaupun tidaklah berarti mengabaikan kebebasan individu. Ini berarti bahwa yang dikehendaki ajaran Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia harus berani mempertanggungjawabkan segala pilihannya tidak saja di hadapan manusia, bahkan yang paling penting adalah kelak di hadapan Tuhan. Bisa saja, manusia mampu melepaskan tanggung jawab perbuatannya yang merugikan manusia, tetapi kelak ia tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab di hadapan Tuhan Yang Maha Mengetahui. Manusia harus memberikan pertanggungjawabannya nanti di hadapan
Allah
atas
segala
keputusan
dan
tindakan
yang
dilakukannya.33 Sebagaimana firman Allah SWT :
-٣٨“setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya.”34
Tanggung jawab kepada Tuhan dalam perspektif etika bisnis karena disadari bahwa manusia dalam melakukan aktivitas bisnis segala objek yang diperdagangkan pada hakikatnya adalah anugerah33
Harahap, Sofyan S, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
34
Al-Muddassir, 74: 38.
hal. 79.
37
Nya. Manusia selaku pelaku bisnis hanyalah sebatas melakuakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Adapun tanggung jawab kepada manusia karena manusia adalah mitra yang harus dihormati hak dan kewajibannya. Islam tidak pernah mentoleriri pelanggaran atas hak dan kewajiban itu sehingga di sinilah arti penting pertanggungjawaban itu yang harus dipikul oleh manusia.35 Sikap tanggung jawab merupakan suatu prinsip dinamis yang berhubungan dengan keseluruhan prilaku manusia dalam hubungan dengan masyarakat atau situasi. Tanggung jawab memiliki kekuatan untuk mempertahankan kualitas kesetimbangan dalam masyarakat.36 Bertanggung jawab hanya dilakukan oleh orang yang menganggap serius nilai dan prinsip moral. Hanya orang yang jujur yang mau bertanggung jawab, orang yang menganggap serius nilai dan prinsip keadilan yang mau bertanggung jawab, hanya orang yang menghargai martabat manusia yang mau bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Dengan kata lain, kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab tidak hanya merupakan titik pangkal moral, melainkan juga adalah konsekuensi dari sikap moral. Orang yang bermoral adalah 35
Djakfar, Muhammad, ETIKA BISNIS: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus+ imprint dari Penebar Swadaya, 2012), hal 27. 36
Anas, Muhammad, Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Konteks Produsen dan Konsumen: Ke Arah Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Jurnal Millah, Vol.8: 1 (Agustus 2008), hal. 63.
38
orang yang selalu bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tindakannya.37 Bertanggung jawab adalah perbuatan yang menjunjung tinggi etika dan moral, pelaku bisnis harus memiliki sikap tanggung jawab. Bagi para pebisnis sikap yang sangat mendasar adalah kebebasan dan bertanggung jawab.38 yaitu: a) Tanggung jawab kepada dirinya sendiri, tanggungjawab kepada hati nurani. Apakah ia sudah bekerja sesuai dengan hati nuraninya sebagai pelaku bisnis yang baik dan bertanggungjawab atau sebaliknya. b) Tanggung jawab kepada pemberi amanah, dapat disamakan dengan tanggungjawab kepada orang ataupun pihak-pihak yang telah mempercayakan kegiatan bisnis padanya. Sehingga ia akan terus
menjaga
kepercayaan
itu
dan
tentunya
adanya
pertanggungjawaban yang diberikan pada orang yang telah memberikan kepercayaan itu. c) Tanggung jawab kepada orang yang terlibat, dapat dicontohkan sebagai tanggungjawab kepad atasan pada bawahan (karyawan), apakah sebagai atasan, telah memperhatikan hak-hak para
37
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998),
38
Mahmoeddin, Etika Bisnis Perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2014), hal. 81-82.
hal. 74.
39
bawahan, sepertigaji, cuti, bonus, tunjangan, kenaikan pangkat, sudah sesuai dengan hak atau prestasi yang telah diberikan. d) Tanggung jawab kepada konsumen. Dalam dunia bisnis, seorang produsen tidak dapat dipisahkan dari konsumen. Seorang konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral. Hal ini bukan hanya karena tuntunan etis,
melainkan prasyarat mutlak
untuk mencapai keberhasilan dalam berbisnis. Kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan modern saat ini menunjukkan bahwa setiap keputusan bisnis dan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dapat berdampak nyata pada kualitas kehidupan
masyarakat,
maka
dalam
dunia
bisnis
saat
ini
dikembangkan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT) implementasi tanggung jawab sangatlah mempengaruhi loyalitas customernya. Pada BMT tanggung jawab yang meliputi memberikan kemudahan kepada nasabah dalam melakukan transaksi, menangani transaksi secara cepat, memberikan solusi dan saran sangat berpengaruh terhadap kepuasan anggota nasabah sehingga terjadi customer
retention,
sehingga
nasabah
menggunakan produk jasa pada BMT.
tertarik
untuk
tetap
40
4) Kebenaran Islam tidak membenarkan setiap tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap diri, masyarakat, bahkan makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, dan alam. Semua keputusan harus menguntungkan manusia baik di dunia maupun di akhirat.39 Kebenaran mengandung
dalam
makna
konteks
kebenaran
etika
lawan
bisnis dari
Islam,
selain
kesalahan,
tetapi
mengandung pula dua unsur, yaitu kebajikan dan kejujuran. Kejujuran sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya.40 Kebenaran adalah nilai yang dianjurkan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah SWT :
-١٤٧“kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) adalah termasuk orang-orang yang ragu.”41
39
Harahap, Sofyan S, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
40
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998),
41
Al-Baqarah, 2: 147.
hal. 79.
hal. 77.
41
Manusia bisa melakukan apa saja untuk menyembunyikan kebenaran, tetapi kita tidak bisa mengenyahkannya. satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan akhirat hanyalah jalan Islam. Dalam konteks kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap, dan prilaku yang benar, yang meliputi proses akad, proses mencari atau memperoleh komoditas proses pengembangan, maupun proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Menurut al Ghazzali, terdapat enam bentuk kebenaran, yaitu:42 a) Jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannya,
dengan
mengambil
keuntungan
sesedikit
mungkin. b) Jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga yang sebenarnya. c) Dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seseorang harus bertindak secara bijaksana, dengan memberi waktu lebih banyak kepada peminjam untuk membayar hutangnya. d) Sudah sepantasnya mereka yang ingin mengembalikan barangbarang yang sudah dibeli, seharusnya diperbolehkan untuk melakukannya demi kebajikan. 42
Beekum, Rafiq Issa, Etika Bisnis Islam, alih bahasa Muhammad, M. Ag, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.43.
42
e) Merupakan tindakan yang sangat baik bagi sang peminjam jika mereka membayar hutangnya tanpa harus diminta, dan jika mungkin jauh-jauh hari sebelum jatuh waktu pembayarannya. f) Ketika menjual barang secara kredit seseorang harus cukup bermurah hati, tidak memaksa membayar ketika orang tidak mampu membayar dalam waktu yang telah ditetapkan. Dalam dunia bisnis, kebenaran menemukan wujudnya dalam tiga aspek,43 yaitu: a) Kebenaran terwujud dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. b) Kebenaran menemukan wujudnya dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik. c)
Kebenaran menyangkut pula hubungan kerja dalam perusahaan. Dalam ketiga aspek wujud kebenaran tersebut terkait dengan
erat dengan kepercayaan, karena kepercayaan yang dibangun di atas prinsip kebenaran yang meliputi kejujuran dan kebajikan, merupakan modal dasar usaha yang akan mengalirkan keuntungan yang berlimpah. Keuntungan merupakan symbol kepercayaan dan tanda trimakasih masyarakat dan mitra bisnis atas kejujuran kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan jasa, seperti perbankan syariah, asuransi syariah atau baitul mal tamwil (BMT) 43
Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Pustaka Filsafat Kanisius, 2007), hal 137.
43
implementasi
kebenaran
sangatlah
mempengaruhi
loyalitas
customernya. Pada BMT kebenaran yang seperti BMT melakukan kegiatan bisnisnya sesuai dengan prinsip syariah, melayani nasabah dengan penuh rasa kekeluargaan, cepat, dan ramah sehingga sangat berpengaruh terhadap kepuasan nasabah, sehingga terjadi customer retention, dan nasabah tertarik untuk tetap menggunakan produk jasa pada BMT. Paparan mengenai
keadailan (‘adl), kehendak bebas (free
will), tanggungjawab (responsibility), dan kebenaran, mempertlihatkan adanya suatu bangunan bisnis yang ideal apabila ditopang oleh keempat prinsip tersebut. Dengan menerapkan etika bisnis Islam sebagai landasan operasional bisnis, maka diharapkan akan timbul suatu kepuasan pelanggan yang nanti akan mengarah kepada customer retention. Dari uraian di atas tentang etika bisnis secara Islam, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian etika bisnis Islam adalah suatu landasan dalam menjalankan bisnis yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Pertama: prinsip keadilan. Keadilan adalah suatu usaha yang seharusnya dilakukan oleh setiap pelaku bisnis, dalam mematuhi hakhak yang harusnya didapatkan oleh konsumen secara adil.
44
Kedua: prinsip kehendak bebas. Kehendak bebas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara bebas, namun dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga: prinsip tanggungjawab. Tanggungjawab adalah aspek yang wajib diberikan oleh pelaku bisnis pada konsumen dalam setiap kegiatan bisnis. Keempat: kebenaran. Kebenaran adalah sejauh mana usaha-usaha yang seharusnya dilakukan oleh pelaku bisnis, sesuai dengan ajaran Al Qur‟an dan Hadits.
2. Customer Retention Kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada kepuasan para pelanggannya. Upaya-upaya perusahaan untuk memuaskan kebutuhan pelanggannya dilakukan dengan berbagai strategi dan cara dengan harapan pelanggan tersebut puas dan dan selanjutnya akan melakukan pembelian ulang. Apabila seorang pelanggan telah berubah menjadi pelanggan yang loyal karena kepuasannya terpenuhi, maka pelanggan tersebut tidak akan beralih ke produk/jasa perusahaan lain). Mengingat semakin ketatnya persaingan karena semakin banyaknya perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, menyebabkan
45
perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama.44 Retensi pelanggan (customer retention) dapat didefinisikan sebagai kecenderungan pelanggan di waktu yang akan datang untuk tetap bersama atau tetap menggunakan penyedia layanan jasa yang sama.
Customer
Retention adalah keputusan seorang konsumen untuk tetap bertahan atau membeli kembali suatu produk/jasa tertentu. Customer retention merupakan bentuk loyalitas yang berhubungan dengan prilaku yang diukur berdasarkan prilaku beli konsumen yang ditunjukan dengan tingginya frekuensi konsumen membeli suatu produk/jasa. Manfaat langsung dari mempertahankan pelanggan yaitu mengurangi biaya pemasangan iklan. Pelanggan yang puas dengan sebuah layanan yang diberikan
akan melakukan word-of-communication. Pelanggan yang
berhubungan lama dengan perusahaan akan lebih banyak melakukan pembelian. Pelanggan yang setia juga akan lebih responsive untuk membeli setiap jenis produk dan jasa yang dikeluarkan oleh perusahaan, sering membayar lebih kepada perusahaan, dan menciptakan permintaan, serta lebih murah dalam melayani. Akhirnya pelanggan tersebut juga tidak akan sensitif terhadap harga sehingga keuntungan yang akan didapatkan perusahaan akan lebih besar.
44
89.
Usmara, A, Strategi Baru Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: Amara Books, 2003), hal.
46
Dwyer dan Tanner (1999) menemukan bahwa customer retention memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap profit. Peningkatan retensi yang terjadi akan mengakibatkan adanya peningkatan pada profit, khususnya retensi yang dihasilkan karena hubungan baik yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan dan bukan karena adanya keterpaksaan pelanggan karena tidak adanya alternatif provider lain atau besarnya switching cost. Oleh karena itu, mengembangkan dan mempertahankan pelanggan jangka panjang menjadi kunci bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan. Customer
retention
menekankan
kegiatan
pemasar
dalam
mempertahankan pelanggan. Retensi pelanggan berfokus pada pengembangan kegiatan pemasar yang menyebabkan perilaku pembelian ulang pada aspek manajerial dari pemasar dan pelanggan. Konsep customer retention sangat berkaitan dengan loyalitas konsumen. Untuk meningkatkan customer retention seorang pemasar harus meningkatkan kepuasan konsumennya. Seorang konsumen yang puas akan memiliki karakteristik sebagai berikut45: a. Menjadi konsumen loyal dalam waktu lama. b. Selalu membeli produk baru dari perusahaan dan memperbaharui produk lama dan produk baru. c. Membicarakan kebaikan dari perusahaan dan produknya.
45
Kolter, P. dan K.L. Keller, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Indeks, 2000), hal. 192.
47
d. Tidak memperhatikan kampanye iklan dari roduk pesaing dan tidak sensitive terhadap harga. e. Menekan biaya dari pelayanan dari perusahaan karena transaksinya bersifat rutin. 2. Manajemen Risiko Secara sederhana manajemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan. mengorganisir,
Jadi
menyusun,
mencakup
kegiatan
memimpin/mengkoordinir
merencanakan, dan
mengawasi
program penanggulangan risiko. Program manajemen risiko dengan demikian mencakup tugas-tugas : mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko tersebut, mencari jalan untuk menghadapi atau menanggulangi risiko, selanjutnya menyusun strategi untuk memperkecil ataupun mengendalikan risiko, mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan risiko serta mengevaluasi program penanggulangan risiko yang telah dibuat. Jadi seorang manajer risiko pada hakekatnya harus menjawab pertanyaan: risiko apa saja yang dihadapi perusahaan. Bagaimana dampak risiko-risiko tersebut terhadap bisnis perusahaan. Risiko-risiko mana yang dapat dihindari, yang dapat ditangani sendiri. Metode mana yang paling
48
cocok dan efisien untuk menghadapinya, dan bagaimana hasil pelaksanaan strategi penanggulangan risiko yang telah direncanakan.46 Sumber utama risiko adalah pertama, risiko sosial. Sumber utama risiko adalah masyarakat, artinya adalah tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugiakan dari harapan.47 Kedua, risiko fisik. Kebakaran adalah penyebab untama cidera, kematian dan kerusakan harta. Kebakaran dapat disebabkan karena kabel yang cacat, atau keteledoran manusia. Ketiga, risiko ekonomi. Banyak risiko yang dihadapi perusahaan itu bersifat ekonomi. Contohnya seperti inflasi, fluktuasi local, dan ketidakstabilan perusahaan individu, dan sebagainya. Keadaan masing-masing perusahaan itu tidak stabil. Ada yang sukses da nada yang gagal. Para pemilik perusahaan kehilangan sebagian dan selutuh investasinya dan para pekerja terancam pengangguran bila perusahaan pailit.48 Agar risiko yang dihadapi bila terjadi tidak akan menyulitkan bagi yang terkena, maka risiko-risiko
tersebut
harus
harus
selalu
diupayakan
untuk
diatasi/ditanggulangi, sehingga ia tidak menderita kerugian atau kerugian dapat diminimumkan.
46
Djojosoedarsono, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), hal. 4. 47 Darmawi, Hermawan, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 28. 48
Darmawi, Hermawan, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 29.
49
Sesuai dengan sifat dan obyek yang terkena risiko ada beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk meminimumkan risiko kerugian, yaitu: a. Mengadakan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya: membangun gedung dengan bahan-bahan yang anti terbakar untuk mencegah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari risiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase dan pengacauan. b. Melakukan retensi, artinya mentolerir terjadinya kerugian, membiarkan terjadinya kerugian dan untuk mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat
kerugian
tersebut
disediakan
sejumlah
dana
untuk
menanggulanginya (contoh : pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan). c. Melakukan pengendalian terhadap risiko, contoh : melakukan hedging (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi risiko kelangkaan dan fluktuasi harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan. d. Mengalihkan/memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi risiko tertentu, dengan membayar sejumlah premi asuransi yang
50
telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian.49 3. Produk-Produk Lembaga Keuangan Syariah a. Produk Penyaluran Dana (Financing) Pembiayaan merupakan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah penydiaan dana yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.50 Penyaluran dana dilakukan dengan berbagai metore, seperti jual beli, bagi hasil.51 1) Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli Pembiayaan dengan prinsip jaal beli ditujukan memiliki barang, yaitu keuntungan bank telah ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. a) Murabahah Bai’ al murabahah adalah jual beli barang pada harga asaldengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al murabahah,
49
Djojosoedarsono, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), hal. 5. 50 Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 146. 51
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2012), hal. 70.
51
penjual (dalam hal ini bank) harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. b) Bai’ as Salam Bai’ as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan pada kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan pada saat awal transaksi dilakukan. c) Istishna Bai’ al istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barag menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga dan sistem pembayaran.52 2) Pembiayaan dengan Prinsip Sewa Pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan ketentuan keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang dan jasa yang disewakan. Dalam beberapa kasus, prinsip sewa dapat pula disertai dengan opsi
52
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 158.
52
kepemilikan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik (IMBT).53 a) Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. b) Ijarah Muntahia Bit Tamlik Ijarah muntahia bit tamlik adalah pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, diikuti oleh opsi kepemindahan kepemilikan atas barang itu pada akhir masa kontrak. Dengan demikian penyewa memiliki hak untuk memiliki barang yang disewa pada akhir masa kontrak penyewaan.54 3) Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil, keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil, yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok bagi hasil 53
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 161. 54 Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 165.
53
dan
digunakan
dalam
transaksi
syariah
adalah
musyarakah,
mudharabah, muzara’ah, dan musaqah. 55 a) Musyarakah Musyarakah merupakan perikatan kerja sama antara dua pihak (baik individu maupun kelompok) atau lebih pada aktivitas bisnis tertentu, yang masing-masing pihak saling menginvestasikan dananya pada aktivitas bisnis tersebut dengan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan pada awal perikatan. b) Mudharabah Mudharabah merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal menyerahkan sejumlah modal kepada pengelola dalam aktivitas bisnis tertentu untuk dikelola secara penuh oleh pengelola, dengan perjanjian keuntungan tertentu. c) Muzara’ah Muzara’ah ialah kerja sama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, yaitu pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
55
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 168.
54
d) Musyaqah Al-musyaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara‟ah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, ia berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.56 4) Pembiayaan dengan Akad Pelengkap Pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip di atas.57 a) Hawalah Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang. Tujuan hawalah adalah membantu pemasok mendapatkan modal tuani agar melanjutkan produksinya, karena ia memiliki piutang usaha belum dibayar oleh pembeli sehingga tidak memiliki cukup dana untuk memulai pekerjaan berikutnya.
56
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 181. 57
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 183.
55
b) Rahn Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai jual sekurang-kurangnya setara dengan pinjaman ynag diterima menurut harga pasar. dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Sebagai produk pelengkap sebagai jaminan dalam pembiayaan, ataupun sebagai produk tersendiri atau yang bisa dikenal sebagai gadai.58 c) Qardh Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain, meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.59
Dalam literature fiqih klasik,
qardh dikategorikan dalam akad tathwawwu atau saling membantu dan bukan transaksi komersial.60
58
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 185. 59
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 186. 60
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2012), hal. 83.
56
d) Wakalah Wakalah atau wikalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan. Dalam hal ini, pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau mwewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa tersebut telah melaksanakan sesuai disyaratkan maka semua risiko dan tanggung jawab atas dilaksanakannya perintah tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pertama atau pemberi kuasa.61 e) Kafalah Kafalah merupakan jaminan yang biberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagi penjamin.62
61
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2012), hal. 84. 62
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2012), hal. 86.
57
b. Produk Penghimpunan Dana (Funding) 1) Tabungan menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008, tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan adalah bentuk simpanan nasabah yang bersifat liquid. Artinya, produk ini dapat diambil sewaktu-waktu apabila nasabah membutuhkan, tetapi bagi hasil yang ditawarkan kepada nasabah penabung kecil. 2) Deposito Deposito menurut Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah simpanan dan bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS).
58
Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang mempunyai jumlah minimal tertentu, jangka waktu tertentu, dan bagi hasilnya lebih tinggi daripada tabungan. Nasabah membuka deposito dengan jumlah minimal tertentu dengan jangka waktu yang telah disepakati, sehingga nasabah tidak dapat mencairkan dananya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati, tetapi bagi hasil yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada tabungan biasa dan tabungan berencana. Produk penghimpunan dana ini biasanya dipilih oleh nasabah yang memiliki kelebihan dana sehingga selain bertujuan menyimpan dananya, bertujuan ula untuk sarana berinvestasi.
3) Giro Giro menurut Undang-undang Syariah Nomor 21 tahun 2008 adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Giro adalah bentuk simpanan nasabah yang tidak diberikan bagi hasil, dan pengambilan dana menggunakan cek, biasanya digunakan oleh perusahaan atau yayasan dan atau bentuk badan hukum lainnya dalam proses keuangan mereka. Dalam giro meskipun tidak memberikan bagi hasil, pihak bank berhak memberikan bonus
59
kepada nasbah yang besarannya tidak ditentukan di awal, bergantung pada kebaikan pihak bank.63
63
Al Arif, Nur Rianto, M, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hal. 135.