BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Wijayanto (2010), melakukan penelitian tentang kekuatan bending pada pengelasan friction stir welding aluminium 6110. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kekuatan bending hasil pengelasan aluminium paduan 6110 dengan sistem pengelasan FSW pada kecepatan mesin 1500 rpm dan 2280 rpm dengan variasi kecepatan melintas 150 mm/menit, 200 mm/menit, 250 mm/menit dan 300 mm/menit. Hasil kekuatan bending menunjukkan pada kecepatan putar mesin 1500 rpm nilai tegangan lentur tertinggi sebesar 29.85 kg/mm2 terdapat pada feed rate 200 mm/menit dan pada kecepatan putar mesin 2880 rpm nilai kekuatan tertinggi sebesar 28.99 kg/mm2 terdapat pada feed rate 250 mm/menit. Hasil pengujian tarik menunjukkan kecepatan putar mesin 1500 rpm nilai tegangan tarik tertinggi sebesar 12.41 kg/mm2 pada feed rate 150 mm/menit dan kecepatan putar mesin 2880 rpm menghasilkan nilai tegangan tarik yang tertinggi sebesar 12.41 kg/mm2 pada feed rate 200 mm/menit, pada pengelasan dengan kecepatan putar mesin 1500 rpm didapat nilai kekerasan tertinggi pada logam lasan sebesar 40.6 kgf/mm2, pada logam HAZ sebesar 38.50 kgf/mm2 dan logam induk sebesar 65.45 kgf/mm2, pada feed rate 200 mm/menit. Sedangkan pada pengelasan dengan kecepatan putar mesin 2880 rpm didapat nilai kekerasan tertinggi pada logam lasan sebesar 38.50 kgf/mm2, pada logam HAZ sebesar 39.52 kgf/mm2 dan pada logam induk sebesar 63.57 kgf/mm2, pada feed rate 200 mm/menit. Iqbal (2014), melakukan penelitian tentang pengaruh putaran dan kecepatan tool terhadap sifat mekanik pada pengelasan friction stir welding aluminium 5052. Adapun hasil penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut, nilai putaran tertinggi terjadi pada putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/menit yaitu 62,36, sedangkan nilai kekerasan terendah terjadi pada putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan
5
6
111,4 mm/menit yaitu 49. Begitu juga dengan pengujian impact tertinggi terjadi pada putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/menit dengan nilai rata-rata sebesar 0,157 J/mm2, begitu juga dengan nilai impact terendah terjadi pada putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan sebesar 11,4 mm/menit nilai rata-ratanya sebesar 0,148 J/mm2, berbeda dengan nilai kekuatan tariknya, nilai tertinggi terdapat pada putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan11,4 mm/menit nilai rata-ratanya sebesar 5,3 Kg/mm2, sedangkan nilai terendahnya terjadi pada kecepatan tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/menit nilai rata-ratanya sebesar 2 Kg/mm2. Apriansyah (2015), melakukan penelitian mengenai pengaruh feed rate terhadap kekuatan sambungan aluminium 5052 dengan metode friction stir welding. Pengelasan menggunakan putaran mesin 3600 rpm dan variasi laju feed rate 20 mm/menit, 60 mm/menit, 120 mm/menit, dan 180 mm/menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan tarik tertinggi ke terendah terjadi pada feed rate 60 mm/menit kemudian 180 mm/menit sebesar 185 MPa dan 97 MPa. Regangan tarik tertinggi ke terendah terjadi pada feed rate 60 mm/menit kemudian 180 mm/menit sebesar 5,98% dan 3,06%. Untuk nilai kekerasan tertinggi terdapat pada variabel 120 mm/menit dengan nilai kekerasan 86,4 VHN dan nilai kekerasan terendah terdapat pada variabel 20 mm/menit dengan nilai kekerasan 44,8 VHN. Hasil foto struktur makro menunjukkan adanya cacat incomplete fusion sepanjang daerah lasan pada tiap variabel feed. Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengelasan friction stir welding. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai variabel-variabel pengelasan friction stir welding, salah satunya adalah variabel feed rate terhadap struktur mikro, kekerasan dan kekuatan bending.
7
2.2. Dasar Teori 2.2.1. Pengelasan Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Menurut Deustche Industry Normen (DIN), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang terjadi dalam keadaan lumer atau cair, dengan kata lain pengelasan adalah penyambungan setempat dari dua logam dengan menggunakan energi panas. Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak dapat terpisahkan dari proses manufaktur. Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinyu. (Okumura. T dan Wiryosumarto. H., 1996) Penggolongan jenis las menurut cara kerjanya dibagi menjadi tiga, yaitu : a) Pengelasan tekan Yaitu adalah pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan menjadi satu bagian. b) Pengelasan cair Yaitu adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. c) Pematrian Yaitu adalah pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah, logam induk tidak ikut mencair. Daerah pengelasan merupakan daerah yang terpengaruh oleh panas yang menyebabkan perubahan struktur mikro dan sifat mekanik. Namun pada kasus tertentu struktur mikro dan sifat mekanik tidak mengalami perubahan
8
apapun. Bagian daerah pengelasan ditunjukkan pada Gambar 2.1., sedangkan daerah pengelasan dibagi menjadi 4 bagian yaitu : a) Logam induk (Base meta/Parent Metal), merupakan bagian yang tidak terpengaruh siklus termal akibat proses pengelasan. Kenaikan suhu selama proses pengelasan tidak akan mengubah mikrostruktur maupun sifat mekanik dari logam induk. Hal ini dikarenakan kenaikan suhu yang terjadi pada logam induk belum mencapai temperatur kritis. b) HAZ (Heat Affected Zone), merupakan daerah yang paling dekat dengan pusat dari lokasi pengelasan. Material pada daerah ini sudah mengalami siklus termal sehingga menyebabkan perubahan sifat mekanik dan struktur mikro dari base metal. c) TMAZ (Thermomechanically Affected Zone), adalah daerah transisi antara logam induk dan arah las yang mengalami deformasi struktur tetapi tidak terjadi rekristalisasi. d) Daerah las (Weld Nugget) adalah daerah yang mengalami deformasi plastis
dan
pemanasan
selama
proses
pengelasan
sehingga
menghasilkan rekristalisasi yang menghasilkan butiran halus di daerah pengadukan.
Gambar 2.1. Daerah Pengelasan pada FSW (Pagar, 2016)
9
Dalam proses pengelasan ini terkadang menemui hasil pengelasan yang kurang maksimal. Berikut ini adalah jenis cacat yang menyebabkan hasil pengelasan kurang maksimal, yaitu : a) Retak (Crack) Sebagian besar cacat las yang terjadi pada paduan aluminium adalah terjadinya keretakan. Retak las ini dapat terjadi pada saat proses pencairan dan proses pembekuan. Retak las yang terjadi pada saat proses pembekuan disebabkan karena adanya penyusutan logam yang membeku. b) Distorsi (Distortion) Distorsi merupakan cacat las yang tejadi akibat kontraksi logam las selama pengelasan yang mendorong atau menarik benda kerja untuk bergerak. Hal ini disebabkan karena heat input yang terlalu besar. c) Porositas (Porosity) Porositas adalah salah satu jenis cacat pengelasan yang disebabkan karena terkontaminasinya logam las dalam bentuk gas yang terperangkap sehingga di dalam logam las terdapat rongga-rongga. Jika lubangnya memanjang maka disebut wormhole atau pipping. d) Cacat las kurang penetrasi (Lack of penetration) Cacat las jenis ini terjadi karena logam las gagal mencapai akar (root) dari sambungan dan gagal menyambungkan permukaan root secara menyeluruh. Kurang penetrasi sering terjadi pada pengelasan vertikal dan overhead. e) Pengaruh panas pengelasan Panas pengelasan pada paduan aluminium akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur aluminium. Hal ini mengakibatkan penurunan kekuatan dan ketahanan korosi dan kadang-kadang berimbas pada daerah las yang menjadi getas.
10
2.2.2. Friction Stir Welding (FSW) Friction stir welding merupakan suatu metode pengelasan yang ditemukan oleh Wayne Thomas pada tahun 1991. Metode pengelasan friction stir welding (FSW) adalah suatu proses pengelasan dimana penyambungan terjadi dalam keadaan padat (solid state) dan dalam proses tersebut tanpa diperlukan bahan tambahan. Input panas yang digunakan pada pengelasan FSW didapatkan antara gesekan probe yang berputar dengan material yang dilas. Prinsip kerja dari proses pengelasan FSW sangat sederhana yaitu dengan menggunakan sebuah tool yang terdiri dari pin dan shoulder yang diputar pada kecepatan putaran tertentu sepanjang jalur sambungan antara dua ujung material yang dilas seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Dalam pengelasan FSW, tool memiliki fungsi utama yaitu memanaskan logam induk yang
disambung
dan
menggerakkan
material
untuk
menghasilkan
sambungan. Kombinasi rotasi dan translasi tool FSW memungkinkan material bergerak dari sisi depan pin hingga sisi belakang pin. Tool pengelasan dengan atau tanpa profil pada probe berputar dan bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang jalur sambungan antara dua sisi materal yang akan dilas. Gesekan panas (frictional heat) pada FSW dihasilkan oleh gesekan antara probe/pin dari welding tool dengan material benda kerja. Panas ini bersama dengan panas yang dihasilkan dari proses pengadukan mekanik (mechanical mixing) akan menyebabkan material yang diaduk menjadi melunak tanpa melewati titik leburnya. Tool tersebut kemudian melakukan penetrasi pada sela antara 2 buah ujung plat atau lembaran logam yang akan disambung. Setelah penetrasi pada tingkat kedalaman tertentu, tool akan bergerak sepanjang garis sambungan antara logam yang akan disambung. Benda kerja yang akan dilas harus dicekam dengan kuat supaya tidak bergeser. Pergeseran benda kerja dapat terjadi karena besarnya gaya yang terjadi pada saat proses pengelasan berlangsung. Skema proses pengelasan friction stir welding ditunjukkan pada Gambar 2.2. berikut ini
11
Gambar 2.2. Prinsip Dasar Proses FSW (Johnson, 2003)
Dalam pengelasan friction stir welding terdapat banyak parameter yang nantinya akan mempengaruhi hasil pengelasan. Berikut ini adalah parameter atau batasan-batasan dalam pengelasan fricton stir welding (FSW) adalah: a) Kecepatan translasi tool Parameter ini mempunyai peran vital dalam proses pengelasan FSW. Jika translasi tool rendah, maka akan menghasilkan sambungan dengan kekuatan tarik yang tinggi. Namun jika translasi tool berjalan terlalu cepat maka akan menimbulkan banyak cacat las. Laju perpindahan tool berpengaruh terhadap heat input. b) Kecepatan putar tool Rotasi yang tinggi (>1000 rpm) dapat meningkatkan strain rate dan berpengaruh terhadap proses rekristalisasi. Semakin tinggi putaran, maka akan menghasilkan heat input yang tinggi pula. c) Rancangan tool Parameter ini meliputi jenis material, dimensi shoulder dan ukuran pin. Material tool harus memiliki kekuatan yang baik pada suhu tinggi. Dengan kata lain, titik lebur material tool harus lebih tinggi dari material las agar ketika proses pengelasan berlangsung material tool tidak hancur (aus/retak). Shoulder dengan diameter besar dapat berfungsi mempertahankan material agar tidak keluar dari jalur pengelasan serta memberikan efek tempa pada lasan. Sedangkan pin
12
adalah bagian yang berfungsi untuk menghasilkan dan menyalurkan panas pada material yang sedang dilas. Selain itu, pin juga berguna sebagai pengaduk material yang sudah melunak akibatpanas yang terjadi. d) Ketebalan dan luas material Hal ini mempengaruhi tingkat pendinginan dan temperatur gradien dari material. Semakin tebal material maka akan menyimpan panas yang besar. Hal ini mempunyai efek pada waktu pendinginan yang semakin lama pula. Pengaplikasian friction stir welding di Indonesia tampaknya kurang begitu diterapkan secara meluas. Namun di negara maju seperti Jepang dan Amerika sudah sejak lama mengaplikasikan teknologi ini. Pengaplikasian teknologi ini terutama pada industri alat-alat transportasi. Beberapa contoh pengaplikasian friction stir welding adalah : a) Industri Kedirgantaraan Salah satu komponen yang mengaplikasikan teknologi friction stir welding adalah pada bagian body roket pendorong pesawat luar angkasa Falcon-X. Friction stir welding sukses diaplikasikan untuk menyambungkan panel-panel pada bagian body roket pendorong seperti pada Gambar 2.3. berikut.
Gambar 2.3. Roket Peluncur Pesawat Luar Angkasa Sumber : www.wikipedia.org
13
b) Industri Kereta Api Pembuatan panel atap kereta api menggunakan teknologi friction stir welding dengan bahan aluminium. Contoh kereta api yang pembuatannya menggunakan teknologi FSW adalah Shinkansen dari Sumitomo Light Metal.
Gambar 2.4. Panel Lantai Kereta Cepat Shinkansen Sumber : www.twi-global.com c) Industri Perkapalan Perusahaan pembuat kapal asal Amerika yaitu The Nichols Brothers Boat Builders sudah mengaplikasikan teknologi friction stir welding pada pembuatan kapal militer X-Craft. Teknologi ini diterapkan untuk menyambung panel-panel pada kapal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. berikut ini.
Gambar 2.5. Kapal Militer X-Craft Sumber : www.twi-global.com
14
d) Industri peralatan Pabrikan pisau asal Amerika, Megastir mengaplikasikan teknologi friction stir welding pada Megastir Knife untuk menyambungkan body pisau dengan mata pisau yang berbeda materialnya.
Gambar 2.6. Pisau Megastir Sumber : www.wikipedia.org Menurut Rahayu (2012), keuntungan yang didapat melalui proses pengelasan dengan metode friction stir welding diantaranya adalah : a) Tidak memerlukan material pengisi (filler) dan busur las pada proses pengelasan. b) Ramah lingkungan dan lebih ekonomis. c) Welding tool dapat digunakan untuk berulang kali. d) Hasil pengelasan lebih akurat dan presisi. e) Dapat mengelas material yang berbeda karakteristiknya. Selain beberapa keuntungan di atas, friction stir welding juga mempunyai beberapa kerugian. Kerugian yang timbul dari pengelasan friction stir welding yaitu : a) Memerlukan gaya yang besar pada pencekaman. b) Meninggalkan bekas lubang (exit hole) pada akhir pengelasan. c) Proses pengelasan kurang fleksibel.
15
2.2.3. Aluminium Aluminium pertama kali ditemukan sebagai unsur pada tahun 1809 oleh Sir Humphrey Davy. Beberapa tahun sesudahnya, yaitu pada tahun 1886 secara bersamaan Paul Herolt dari Peancis dan Charles Martin Hall dari Ohio memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa (Surdia, T dan Saito, 1999). Aluminium merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat ringan, berat jenisnya sekitar 2,720 g/cm3 atau 1/3 berat jenis baja. Aluminium termasuk dalam logam berstruktur kristal face center cubic (FCC) yang mempunyai ketahanan korosi yang cukup baik. Sifat tahan korosi aluminium diperoleh dari terbentuknya lapisan oksida aluminium dari permukaan aluminium. Lapisan oksida ini melekat kuat dan rapat pada permukaan, serta stabil (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitarnya) sehingga melindungi bagian dalam. Selain itu, aluminium juga memiliki daya hantar listrik yang baik dengan prosentase kurang lebih 65% dari daya hantar tembaga. Secara umum aluminium dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu aluminium tempa (wrought) dan aluminium tuang (cast), keduanya ditunjukkan pada Gambar 2.7. berikut ini.
Gambar 2.7. Wrought & Cast Aluminium Pada saat ini, penggunaan aluminium murni sudah jarang digunakan karena terlalu lunak. Penambahan unsur tembaga, magnesium, nikel, mangan, seng atau silikon dalam paduan aluminium ditujukan untuk menambah sifat mekanik atau fisik sehingga didapat sifat-sifat yang lain, seperti koefisien
16
pemuaian yang rendah, ketahanan aus dan sebagainya. Adapun sifat fisik dan mekanik aluminium dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2.berikut ini. Tabel 2.1. Sifat Fisik Aluminium (ASM Al 5052-H34, 2015) Sifat Fisik
Satuan
Nilai
Massa jenis
g/cm3
2,7
Nomor atom
-
13
g/mol
26,67
-
FCC
Titik lebur
°C
660,4
Titik didih
°C
2519
Jari-jari atom
nm
0,143
Berat atom Struktur kristal
Tabel 2.2. Sifat Mekanik Aluminium (ASM Al 5052-H34, 2015) Sifat Mekanik
Satuan
Nilai
GPa
70
-
0,35
Kekerasan
VHN
78
Kekuatan luluh
MPa
450
Ketangguhan
MPa
4,5
Modulus elastisitas Poisson ratio
Berdasarkan tabel di atas, maka penjelasan dari masing-masing sifat mekanik adalah sebagai berikut : a) Kekenyalan Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. b) Poisson Ratio Poisson Ratio yaitu rasio dari tegangan yang terjadi tegak lurus terhadap beban terhadap tegangan aksial.
17
c) Kekerasan Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan, identasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus. d) Kekuatan Kekuatan (strength), menyatakan batas kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja atau mengenainya. e) Ketangguhan Ketangguhan (toughness) merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan.
Pengkodean aluminium berdasarkan International Alloy Designation System adalah sebagai berikut : a) Seri 1xxx merupakan aluminium murni dengan kandungan minimum 99 % aluminium berdasarkan beratnya. Pengaplikasian aluminium jenis ini adalah untuk tangki dan peralatan dapur. b) Seri 2xxx adalah panduan aluminium dengan tembaga (Al-Cu). Terdiri dari paduan bernomor 2010 hingga 2029. c) Seri 3xxx adalah paduan aluminium dengan mangan (Al-Mn). Terdiri dari paduan bernomor 3003 hingga 3009. Aluminium jenis ini banyak diaplikasikan untuk bahan peralatan dapur dan panel. d) Seri 4xxx adalah paduan aluminium dengan silikon (Al-Si). Terdiri dari paduan bernomor 4030 hingga 4039. Penambahan silikon 17% 25% dapat meningkatkan suhu tinggi, sehingga diaplikasikan untuk silinder dan piston. e) Seri 5xxx adalah paduan aluminium dengan magnesium (Al-Mg). Terdiri dari paduan bernomor 5050 hingga 5086. Aluminium jenis ini diaplikasikan untuk material konstruksi.
18
f) Seri 6xxx adalah paduan aluminium dengan silikon dan magnesium (Al-Mg-Si). Terdiri dari paduan bernomor 6061 hingga 6069. Aluminium jenis ini memiliki sifat tahan korosi dan kekuatan yang tinggi. g) Seri 7xxx adalah paduan aluminium dengan seng (Al-Zn). Terdiri dari paduan bernomor 7070 hingga 7079. Aluminium seri ini mempunyai kekuatan yang tinggi sehingga banyak diaplikasikan pada material konstruksi pesawat terbang. h) Seri 8xxx adalah paduan aluminium dengan lithium. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah aluminium seri 5052. Aluminium ini termasuk dalam golongan paduan aluminium seri 5xxx, yaitu paduan aluminium dengan magnesium (Mg). Paduan ini memiliki sifat tidak dapat diperlakukan panas sehingga pengaplikasiannya terbatas hanya pada temperatur rendah. Batas kandungan unsur pada aluminium 5052 dijelaskan pada Tabel 2.3. berikut ini. Tabel 2.3. Kandungan Unsur Aluminium 5052 (ASM Al 5052-H34, 2015) Unsur
Cu
Fe
Jumlah 95,7 – 0,15 – Max (%)
Al
97,7
Cr
0,35
0,1
Mg
Mn
Si
Zn
Max
2,2 – Max
Max
Max
0,4
2,8
0,25
0,1
0,1