BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atribusi Teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider (1958) ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan sesuatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Perilaku seseorang oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal. Hal yang sama dikemukakan Robbins (2003) bahwa teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal yang tergantung pada tiga faktor. 1. Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Yang ingin diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak. Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi eksternal kepada perilaku tersebut. Jika tidak, kelihatannya hal ini akan dinilai sebagai sifat internal. 2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama.
8
3. Konsistensi dicari dari tindakan seorang apakah orang tersebut memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu. Makin konsistensi perilaku,
maka
hasil
pengamatan
semakin
cenderung
untuk
menghubungkan dengan sebab-sebab internal. Penafsiran
Pengamatan Kekhususan
Perilaku Individu Konsensus Konsistensi
Atribusi sebab Tinggi
Internal
Rendah
eksternal
Tinggi
Internal
Rendah
eksternal
Tinggi
Internal
Rendah
eksternal
Gambar 2.1 2.2 Auditing 2.2.1 Pengertian Auditing Auditing adalah pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak yang independen dimana hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor dapat memberikan informasi kepada para pemakai laporan keuangan. Menurut Alvin A. Arens, Elder dan Beasley (2011:4) mengemukakan definisi Auditing ialah “Auditing is the accumulation and evaluation of evidience about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” Diterjemahkan adalah “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antar
9
informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dalam deskripsi”. Menurut Whittington, O.Ray dan Kurt Panny, (2012:4) “In a financial statement audit , the auditors undertake to gather evidence and provide a high level of assurance that the financial statements follow generally accepted accounting principles,or some other appropriate basis of accounting. An audit involves searching and verifying the accounting records and examining other evidence supporting the financial statements. By gathering information about the company and its environment,, including internal control; insoection documents; observing assets; making inquires within and outside the company; and performing other auditing procedures, the auditors will gather the evidence necessary to issue an audit report. That audit report states that it is the auditors’ opinion that the financial statements follow generally accepted accounting principles”. Menurut Konrath (2002:5) definisi auditing adalah “Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. Definisi auditing menurut Sukrisno Agoes (2012 :4) adalah, “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen,
beserta
catatan-catatan
pembukuan
dan
bukti-bukti
10
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”. Beberapa hal penting dari pengertian diatas yang bisa disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, 2. pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis, 3. pemeriksaaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik, 4. tujuan pemeriksaan oleh akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. 2.2.2 Jenis-Jenis Audit Menurut Alvin Arens (2008:16) mengemukakan bahwa jenis audit yang dilakukan oleh akuntan publik terdiri dari tiga jenis utama audit adalah: Audit operasional adalah mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi yang pada akhir audit operasional,
manajemen
biasanya
mengaharapkan
saran-saran
untuk
memperbaiki operasi perusahaan. Review atau penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi juga mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya. Dalam hal ini, audit operasinal lebih menyerupai konsultasi menajemen daripada yang biasanya dianggap auditing.
11
Audit kepatuhan (compliment audit) adalah tinjauan yang dilaksanakan bertujuan menentukan apakah pihak yang diaudit (auditee) telah mengikuti prosedur, aturan, tata cara, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Audit atas laporan keuangan (financial statement audit) dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya criteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi. Sedangkan Sukrisno Agoes (2012:10) membedakan jenis audit berdasarkan dari luasnya pemeriksaan yaitu, 1. Pemeriksaan umum (General audit) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Profesi Akuntan Akuntan Publik, Pengendalian Mutu serta kode etik Akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia. 2. Pemeriksaan khusus (Special audit) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak memberikan
pendapat
terhadap
kewajaran
laporan
keuangan
secara
12
keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. 2.3 Akuntansi Forensik 2.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta,2012:4). Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak yang berbeda maka akuntansi forensic menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2012:5) dari Journal of Forensic Accounting menuliskan “Simply put, forensic accounting is legally accurate accounting. That is, accounting that is sustainable in some adverdarial legal proceding, or within some judicial or administrative review.” (“secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan,
atau
dalam
proses
peninjauan
yudisial,
atau
tinjauan
administrative.”). Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Sedangkan menurut Bologna dan Lindquist yang dikutip dalam Crumbley dan Apostolou (2002 :17) mendefenisikan akuntansi forensik sebagai “forensic and investigative accounting is the application of financial
13
skills and an investigative mentality to unresolved issues, conducted within the context of the rules of evidence”. Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan dalam konteks rules of evidence”. Dari beberapa pengertian akuntansi forensik di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh hukum. Oleh karena itu akuntansi forensik sering didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke pengadilan jika dibutuhkan (Ramaswamy, 2007). The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Hopwood (2008:5) mengklasifikasikan akuntansi forensic dalam dua kategori :“jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services)”. Dalam jasa layanan yang pertama meliputi pemeriksa penipuan atau auditor penipuan dimana mereka mengetahui tentang akuntansi
14
mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, penyalahgunaan dan misinterpretasi. Jenis layanan yang kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model
akuntansi
forensiknya
direpresentasikan
dalam
tiga
bidang.
(Tuanakotta,2012:18)
AKUNTANSI
HUKUM
AUDITING
Gambar 2.2 Diagram Akuntansi Forensik Ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.
15
Perbuatan melawan hukum
Hubungan kulitatif
Kerugian
Gambar 2.3 Segitiga Akuntansi Forensik Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian Negara dan kerugian keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing. 2.3.2 Ruang Lingkup Akuntansi Forensik 1. Praktek di Sektor Swasta G. jack Bologna Robert J. Lindquist penulis perintis akuntansi forensik dalam
Tuanakotta
(2012:84)
menekankan
beberapa
istilah
dalam
16
perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi keempat istilah tersebut. Bologna dan Lindquist melanjutkan bahwa para akuntan tradisional membedakan fraud auditing dan forensic accounting. Mereka berpendapat, fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat aktif dalam meneliti fraud; artinya, audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Sedaangkan akuntansi forensik dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower. Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis karena analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitungan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka sepakat akhirnya pembeli adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi. 2. Praktek di Sektor Pemerintahan Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga.
17
Tuanakotta (2012:93) mengemukakan ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan
negara, ada beberapa lembaga yang merupakan
bagian dari internal pemerintahan, ada lembaga-lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya seperti (PPATK), dan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK. Juga ada lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group. Tabel dibawah ini membandingkan akuntansi forensik di sektor publik dengan akuntansi forensik di sektor swasta. Tabel 2.1 Akuntansi forensik di Sektor Publik dan Swasta Dimensi Landasan Penugasan Imbalan
Sektor Publik Amanat undang-undang
Hukum
Pidana umum dan khusus, hukum administarsi Negara Memenangkan perkara pidana dan memulihkan kerugian Dapat melibatkan instansi lain di luar lembaga yang bersangkutan Sangat bervariasi karena kewenangan yang relatif besar
Ukuran Keberhasilan Pembuktian
Teknik audit investigative
Akuntansi
Lazimnya tanpa imbalan
Tekanan pada kerugian Negara dan kerugian keuangan Negara
Sektor Swasta Penugasan tertulis secara spesifik Fee dan biaya (contingency fee and expense) Perdata, arbitrase, administratif/aturan intern perusahaan Memulihkan kerugian
Bukti intern, dengan bukti ekstern yang lebih terbatas Relative lebih sedikit dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan sangat menenetukan Penilaian bisnis (business valuation)
18
2.3.3 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik 1. Atribut Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta,2012:99-104) memberikan nasehat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud. Pertama, Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi terlebih dahulu, siapa pelaku atau yang berpotensi untuk menjadi pelaku kecurangan karena ketika auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan tidak dapat menjawab siapa pelakunya. Kedua, Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan (perpetrators’ intent to commit fraud). Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas di tengah jalan dikarenakan penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Ketiga, “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud jangan mudah ditebak. Seorang auditor harus berpikir seperti pelaku fraud atau seperti penjahat sehingga ia dapat mengantispasi langkah-langkah selanjutnya pelaku fraud atau koruptor ketika mengetahui perbuatan mereka terungkap. Keempat, Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion conspiracy). Pengendalian intern yang
19
sebaik bagaimanapun tidak dapat mencegah hal ini terjadi. Ada dua macam persengkokolan yaitu, a. Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela, dan dan pesertanya memang mempunyai niat jahat. b. Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh: memberikan password computer). Kelima, Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), auditor harus tahu dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar pembukuan. 2. Standar Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Dimana standar berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik dan menjalankan tugas serta kewajiban profesional sebagaimana tercantum dalam Kode Etik bagi auditor. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2012:115) merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan pegawai di sebuah perusahaan. Standar tersebut ialah : a. seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui. b. kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga buktibukti tadi dapat diterima pengadilan.
20
c. pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks; dan jejak audit tersedia. d. memastikan para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senatiasa menghormatinya. e. beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. f. cakup seluruh subtansi investigasi dan “dikuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. g. liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamatan hal-hal yang rahasia, ikuti tata cara, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai laporan. Sedangkan standar-standar dibawah ini akan dijelaskan dengan konteks Indonesia. Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui (accepted best practices). Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada
21
yang terbaik pada saat itu (benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi terbaik. Standar 2 Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan. Standar 3 Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan. Standar 4 Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut. Standar 5 Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. Standar 6
22
Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Standar 7 Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan. Selain standar yang sudah dijelaskan diatas, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Nomor 06 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit kecurangan yaitu dalam bagian standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berisikan : a. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) b. Komunikasi Pemeriksa c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya d. Pengendalian intern e. Merancang
pemeriksaan
untuk
mendeteksi
terjadinya
penyimanpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan : kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse) f. Dokumentasi pemeriksaan g. Pemberlakukan standar pemeriksaan
23
3. Kode etik Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi dimana kode etik mengatur Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya,dan dengan masyarakat luas. Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang sangat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensinya sebuah profesi dikarenakan adanya intergritas, rasa hormat dan menghormati, dan nilai-nilai yang lainnya yang bisa menciptakan rasa percaya dari para stakeholders lainnya. Di Amerika Serikat, (ACFE) telah menetapkan kode etik bagi para fraud auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan butir yaitu : a. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya. b. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan. c. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus menunjukkan integritas setinggi-tingginya dalam semua penugasan profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
24
d. Seorang
fraud
auditor
yang
bersertifikat
harus
mematuhi
peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga. e. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak bersalah”. f. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang. g. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang ada. h. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang dilakukan secara profesional. 2.4 Audit Investigatif Sudah dijelaskan pada bab awal bahwa akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan sederhana antara akuntansi dan hukum. Namun seiring perkembangan, akuntansi forensik menjadi lebih kompleks karena selain bidang akuntansi dan hukum yakni melibatkan satu bidang lagi yaitu audit. Karena
25
adanya kompleksitas di sektor bisnis dan perkembangan investasi yang pesat hal inilah yang membuat risiko terjadinya fraud semakin tinggi. Dimana fraud adalah penggelapan yang meliputi berbagai kecurangan antara lain penipuan yang disengaja (intentional deceit), pemalsuan rekening (falsification of account), praktik jahat (corrupt practices), penggelapan atau pencurian (embezlement), korupsi (corruption) dan sebagainya (Jones dan Bates,1990). Oleh karena itu untuk memperkecil akibat fraud dan memperbaiki sistem pengendalian, perusahaan diharapkan mengambil langkah yang tepat dengan melakukan audit investigasi. Pelaksanaan audit investigasi lebih mendasarkan kepada pola pikir bahwa untuk mengungkapkan suatu kecurangan auditor harus berpikir seperti pelaku fraud itu sendiri, dengan mendasarkan pelaksanaan prosedur yang ditetapkan baik pada
tahap
perencanaan,
pelaksanaan,
pelaporan
hingga
tindak
lanjut
pemeriksaan. Untuk itu auditor harus memiliki kemampuan untuk membuktikan adanya fraud yang terjadi dan sebelumnya telah diindikasikan oleh berbagai pihak. Auditor harus peka terhadap semua hal yang tidak wajar. Auditor juga harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan. Paling penting bagi seorang auditor adalah kemapuan menyederhanakan konsep-konsep keuangan sehingga orangorang pada umumnya dapat memahami apa yang dimaksudkannya.sehingga Tuanakotta merumus auditor investigative (2007 :49) adalah “gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (atau investigator)”.
26
2.4.1 Pengertian Audit Investigatif Pengertian audit investigatif menurut Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip dalam Amin Widjaja (2005:36) mengatakan forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime Yang diterjemahkan sebagai berikut, akuntansi forensik kadang-kadang disebut audit penipuan, adalah keterampilan yang melampaui alam penggelapan dan penipuan manajemen perusahaan, atau penyuapan komersial. Memang, keterampilan akuntansi forensic melampaui wilayah umum kejahatan berkerah. Menurut Bastian (2002) dalam artikel “Peran Audit Investigasi Dalam Penegakan Good Governance Di Indinesia” mengatakan bahwa: audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan. Masih dalam artikel yang sama Rosjidi (2001) menjelaskan bahwa investigasi adalah audit dengan tujuan khusus yaitu, Untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan (fraud), ketidakteraturan (irregulaties), pengeluaran illegal (illegal
27
expenditure) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of power) di bidang pengelolaan keuangan negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi dan atau, kolusi, nepotisme yang harus diungkapkan oleh auditor serta ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang kejaksaan atau kepolisian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara garis besar audit investigasi mirip dengan istilah Fraud Examination sebagaimana yang dimaksud dalam Fraud Examination Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Menurut panduan/manual para fraud examiners tersebut, yang dimaksud audit investigasi yaitu Methodology for resolving fraud allegations from inception to disposition. More specifically, fraud examination involves obtaining evidence and taking statements, writing reports, testifying findings and assisting in the detection and prevention of fraud Yang artinya adalah metodologi untuk menyelesaikan tuduhan-tuduhan penipuan dari awal sampai disposisi. Lebih khusus, pemeriksaan penipuan melibatkan memperoleh bukti dan mengambil laporan, menulis laporan, kesaksian temuan dan membantu dalam mendeteksi dan pencegahan penipuan. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan cara atau ketrampilan yang melampaui fraud itu sendiri dengan cara dilakukannya pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti untuk
28
membuktikan dugaan kecurangan sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.4.2 Aksioma Audit Investigatif Menurut M. Tunanakota (2012:322), ada beberapa aksioma yang menarik terkait dengan audit investigatif yaitu, 1. Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden) Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemukan terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat beragam, dan terkadang sangat canggih sehingga hampir semua orang (Auditor Investigatif) juga dapat terkecoh. 2. Melakukan pembuktian dua sisi (Reserve Proof) Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus memeprtimbangkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan. 3. Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud) Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat diperiksa jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai
29
kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi”. Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-piahk yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan buktibukti yang telah dikumpulkannya. 2.4.3 Prinsip-prinsip Audit Investigatif Menurut M Tuanakotta (2010:351) mengumukakan bahwa prinsipprinsip audit investigatif yaitu, 1. Invetigasi adalah tindakan mencari kebenaran. 2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermaslahkan. 3. Semakin kecil selang antara waktu terjadinya tindak kejahatan dengan waktu untuk “merespon‟ maka kemungkinan bahwa suatu tindak kejahatan dapat terungkap akan semakin benar. 4. Auditor mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti-bukti yang diperolehnya
tersebut
dapat
memberikan
kesimpulan
sendiri/bercerita. 5. Bukti fisik merupakan bukti nyata. Bukti tersebut sampai kapanpun akan selalu mengungkap hal yang sama. 6. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan saksi akan sangat dipengaruhi oleh kelemahan manusia.
30
7. Jika auditor mengajukan pertanyaan yang cukup kepada sejumlah orang yang cukup, maka akhirnya akan mendapatkan jawaban yang benar. 8. Informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi”. 2.4.4 Macam-macam audit investigatif Menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
Edisi
No.20/Tahun
IV/Maret/2008 mengemukakan bahwa ada dua jenis audit investigatif adalah, 1. Audit Investigatif Proaktif Dilakukan pada entitas yang mempunyai resiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara. 2. Audit Investgatif Reaktif Audit Investiigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan/sangkaan awal tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan Negara dan atau perekonomian Negara”. 2.4.5 Tujuan Audit Investigatif Tujuan investigasi yang di ambil dari K.H. Spencer Pickett and Jennifer Picket, Financial Crime Investigation and Control dalam Tuanakotta (2007:201) beberapa diantaranya,
31
1. Memberhentikan manajemen. Tujuannya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung-jawabkan kewajiban fidusiernya, 2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuannya akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan, 3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah, 4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi, 5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi, 6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari invetigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu, 7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya, 8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan, 9. Memastikan
bahwa
perusahaan
tidak
lagi
menjadi
sasaran
penjarahan, 10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan, 11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman,
32
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.
13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil,
14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin,
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil,
16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk menanggapinya secara tepat,
17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik, 18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga, 19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi),
20. Melaksanakan investigasi dalam koridor, 21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya, 22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak terpuji,
23. Mengidentifikasi
praktik
manajemen
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab,
24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik,
33
25. Mengidentifikasi saksi yang meihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau dakwaan terhadap sipelaku,
26. Memberikan
rekomendasi
mengenai
bagaimana
mengelola
risiko
terjadinya kecurangan ini dengan tepat,
Menurut pendapat Karni (2000:4) tentang audit investigasi adalah audit ketaatan
bertujuan
untuk
mengetahui
apakah
seorang
klien
telah
melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otorisasi lebih tinggi. Dalam audit investigasi, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor investigasi sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigasi tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum yang berlaku 2.4.6 Metodologi Audit Investigatif Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners (2004), yang terjadi rujukan internasional dalam melakukan Fraud Examination. Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksankan suatu Pemeriksaan Investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta bagaimana menindaklanjutinya. Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan denga hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan investigatif harus 34
dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai prediksi. Prediksi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukan adanya keyakinan kuat yang disadari oleh profesionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa Fraud/kecurangan telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa prediksi, pemeriksaan investigatif tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa pelaksanaan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Investigatif. Pemeriksaan Investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan Pemeriksaan Investigatif. Garis besar proses audit investigasi secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir yaitu sebagai berikut (Pusdiklatwas,2008): 1. Penelaahan Informasi Awal a. Sumber informasi. Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif berasal dari berbagai sumber, misalnya media massa, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), penegak hukum dan lainlain. b. Mengembangkan hipotesis awal. Hipotesis awal disusun untuk menggambarkan perkiraan suatu tindak kecurangan itu terjadi.
35
Hipotesis awal dikembangkan untuk menjawab mengenai apa, siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana fraud terjadi. c. Menyusun hasil telaahan informasi awal. Hasil penelaahan informasi awal dituangkan dalam bentuk “Resume Penelaahan Informasi Awal” sehingga tergambar secara ringkas mengenai gambaran
umum
organisasi,
indikasi
bentuk-bentuk
penyimpangan, besarnya estimasi potensi nilai kerugian negara yang terindikasi, hipotesis, pihak-pihak yang diduga terkait, rekomendasi penanganan. d. Keputusan pelaksanaan audit investigatif. Didasarkan dari apa yang diinformasikan dan tidak mempermasalahkan siapa yang menginformasikan. Namun fraud audit dapat dilakukan apabila telah ada suatu prediksi yang valid, yaitu keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa fraud telah, sedang, dan atau akan terjadi. 2. Perencanaan Pemeriksaan Investigasi a. Penetapan sasaran, ruang lingkup dan susunan tim. Sasaran dan ruang lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan informasi awal. b. Penyusunan program kerja. Untuk menyusun langkah-langkah kerja audit perlu memahami kegiatan yang akan diaudit. c. Jangka waktu dan anggaran biaya. Jangka waktu audit disesuaikan dengan kebutuhan yang tercantum dalam Surat Tugas Audit.
36
Adapun anggaran biaya audit direncanakan seefisien mungkin tanpa mengurangi pencapaian tujuan audit. d. Perencanaan Audit Investigatif dengan metode SMEAC. Model perencanaan SMEAC menggunakan pendekatan terstruktur yang mencangkup semua elemen dasar dalam pelaksanaan satu operasi dan
dapat
pula
digunakan
sebagai
kerangka
untuk
mengembangkan perencanaan yang lebih detail untuk memenuhi kondisi tertentu. SMEAC merupakan singkatan dari lima kata yang dirancang dalam proses perencanaan penugasan investigasi yaitu Situation, Mission, Execution, Administration & Logistics, Communication. 3. Pelaksanaan Audit Investigatif a. Pembicaraan
Pendahuluan.
Pelaksanaan
audit
investigatif
didahului dengan melakukan pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan auditan dengan maksud untuk: menjelaskan tugas audit, mendapatkan informasi tambahan dari auditan dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh serta menciptakan
suasana
yang
dapat
menunjang
kelancaran
pelaksanaan audit. b. Pelaksanaan program kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan program kerja audit investigatif yaitu: perolehan bukti dokumen, jenis bukti atau dokumen, cara
37
memperoleh bukti berbasis dokumen serta mendokumentasikan hasil analisis dokumen. c. Penerapan teknik audit investigatif. Untuk mengumpulkan buktibukti pendukung maka auditor dapat menggunakan teknik-teknik dalam pelaksanaan audit keuangan yaitu prosedur analitis, menginspeksi,
mengonfirmasi,
mengajukan
pertanyaan,
menghitung, menelusuri, mencocokan dokumen, mengamati, pengujian fisik serta teknik audit berbantu komputer. d. Melakukan observasi dan pengujian fisik. Teknik-teknik yang biasa dilakukan pada audit investigatif yaitu: wawancara, mereview laporan-laporan
yang dapat dijadikan rujukan,
berbagai jenis analisis terhadap dokumen atau data, pengujian teknis atas suatu objek, perhitungan-perhitungan, review analitikal, observasi dan konfirmasi. e. hasil observasi dan pengujian fisik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendokumentasian yang baik dalam kegiatan investigasi yaitu penyimpanan dokumen pada arsip tersendiri serta pemisahan dokumen atau bukti untuk tiap kejadian hasil observasi dan pengujian fisik. f. Melakukan wawancara. Wawancara yang baik mencangkup pemahaman atas: tujuan dan sasaran melakukan wawacara, unsur-unsur pelanggaran yang harus dibuktikan, mengkaji bukti yang dibutuhan, mengajukan pertanyaan yang tepat sebelum
38
wawancara, sadar akan pendapat dan prasangka, serta menyusun kerangka wawancara. g. Menandatangani berita acara. Penandatanganan dilakukan untuk menegaskan ketepatan informasi yang diberikan pihak oleh pihak yang diwawancarai. h. Pendokumentasian
dan
evaluasi
kecukupan
bukti.
Pendokumentasian bukti harus dapat menjawab hal-hal berikut: gambaran posisi kasus, siapa yang dirugikan, siapa yang menjadi pelaku, kapan, di mana dan apa tuntutannya, serta kegiatan apa yang diinvestigasi. 4. Pelaporan Audit Investigatif Isi laporan hasil pemeriksaan audit investigasi memuat : unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindak melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan
melawan
hukum,
pihak-pihak
yang
terkait
dalam
penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum. Dimana laporan audit investigatif disampaikan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk: a. Dalam rangka melakukan kerjasama antara unit pengawasan internal dengan pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi terjadinya fraud.
39
b. Memudahkan pejabat yang berwenang dan atau pejabat obyek yang diperiksa dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5. Tindak Lanjut Pada tahap tindak lanjut ini : proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigasi kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pula tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigasi dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan. 2.5 Prosedur Audit Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit (Mulyadi,2002). Auditor melakukan prosedur ini agar tidak terjadi penyimpangan dalam melakukan program audit. Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan bahwa beberapa prosedur audit yang harus dilaksanakan oleh auditor meliputi (Mulyadi dan kanaka,2002) yaitu, 1. Inspeksi Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut.
40
2. Pengamatan Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses. 3. Permintaan Keterangan Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. 4. Konfirmasi Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standart tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya untuk mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Kualitas dari auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam program audit (Weningtyas, et al,2006). 5. Penelusuran Dalam melakukan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur audit ini terutama diterapkan dalam bukti dokumenter.
41
6. Pemeriksaan bukti pendukung Pemeriksaan bukti pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi : a. inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya. b. pembanding dokumen tersebut dengan catatan
akuntansi yang
berkaitan. 7. Perhitungan Prosedur audit ini meliputi : (1) perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan di tangan, dan (2) pertanggungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak. Perhitungan fisik digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada di tangan, sedangkan pertanggungjawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk mengeavaluasi bukti ddokumenter yang mendukung kelengkapan catatan akuntansi. 8. Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa
yang
memerlukan penyelidikan lebih mendalam. 9. Pelaksanaan ulang Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien.
42
10. Teknik audit berbantu computer SA seksi 327 teknik audit berbantu komputer memberikan panduan bagi auditor tentang penggunaan computer dalam audit ddi lingkungan system informasi komputer. 2.6 Corporate Governance 2.6.1 Pengertian Corporate Governace Corporate Governace menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) defined as a set of rules that define, the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibility, or the system by which companies are directed and controlled, the objective of corporeate governance is the created added value to the stakeholders. Arti dari pengertian ini adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan mereka. Surat edaran Meneg, PM & P.BUMN No.S 106/ PM P.BUMN/ 2000, tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan Penerapan Corporate Governance menyatakan bahwa :
43
“Good corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, kebijkan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk
mendorong
dan
mendukung:
pengembangan
perusahaan
dan
pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya”. Pengertian lain tentang corporate governance oleh PT Bhakti Investama Tbk adalah kerangka, struktur, pola, system yang menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan antara shareholders, management, creditors, government dan stakeholders lainnya dalam hak-hak dan kewajiban masingmasing pihak tersebut. Pengertian corporate governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha disuatu negara. Corporate governance didefinisikan oleh Monks dan Minow (dalam Darmawati, 2005) adalah sebagai hubungan partisipan dalam menentukan arah dan kinerja. Corporate governance didefinisikan oleh IICG (Indonesian Institute of Corporate Governance) sebagai proses dan struktur yang diterapkan
dalam
menjalankan
perusahaan,
dengan
tujuan
utama
meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain. Corporate governance 44
juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance merupakan kumpulan hukum, peraturan dan kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 2.6.2 Kelompok Good Governance Good Governance (GG) dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu Good Corporate Governance (GCG) dan Good Government Governance (GGG). Dimana perbedaan dari keduanya adalah Good Corporate Governance (GCG) yaitu penerapan good governance (GG) di sektor swasta; sedangkan Good Government Governance (GGG) adalah penerapan good governance di birokrasi negara. Kedua kelmpok GG tresebut merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. GCG hanya dapat diterapkan pada lingkungan pemerintahan atau birokrasi negara yang telah menerapkan GGG. Begitu sebaliknya, GGG tidak mungkin terealisasi tanpa dukungan GGC. 2.6.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance Prinsip-prinsip dasar dari Good Corporate Governace (GCG), yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip-prinsip good corporate
45
governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut: 1. tercapainya sasaran yang telah ditetapkan, 2. aktiva perusahaan dijaga dengan baik, 3. perusahaan menjalankan praktik-praktik bisnis yang sehat, 4. kegiatan-kegiatan perusaahan dilakukan secara transparan, 5. memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing, 6. mendapatkan cost of capital yang lebih murah, 7. memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan, 8. meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan, 9. melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum. Berdasarkan
tujuan
tersebut,
pemenuhan
kepentingan
seluruh
stakeholders secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya masingmasing dalam suatu perusahaan, merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. Prinsip-prinsip utama dari good corporate governance yang menjadi indikator adalah, 1. Pertanggungajawaban (Responsibility) Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen, serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan
46
dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat. 2. Akuntabilitas (accountability) Dalam sebuah perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh publik, peran pemegang saham sebagai pihak yang mengendalikan manajemen tidak ada. Hal ini disebabkan karena para investor lebih suka berperan sebagai traders dibandingkan owners. Oleh karena itu pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan memperhitungkan
kepentingan
pemegang
perusahaan dengan tetap saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Keadilan (Fairness) Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,
47
terutama terhadap pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan pelaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Disamping itu, prinsip ini juga mensyaratkan agar pihak manajemen sedapat mungkin menghindari situasi yang mengandung conflict in interest. 4. Keterbukaan/Transparansi (transparency) Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan,
serta
pemegang
kepentingan
dan
tidak
ada
yang
disembunyikan. Untuk menjalankan objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang materil dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk tidak hanya mengungkapkan masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. 5. Independen (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang
48
mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus objektif yang mana tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu. 2.6.4 Manfaat Corporate Governance Dengan
adanya
penerapan
corporate
governance
dalam
suatu
perusahaan maka menghasilkan suatu manfaat yang diperoleh, yaitu : 1. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan yang lebih baik, serta meningkatkan pelayanan kepada shareholders, 2. mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah (karena faktor kepercayaan) yang akhirnya akan meningkatnya corporate value, 3. mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, 4. meminimalkan agency cost, 5. meminimalkan cost of capital, 6. meningkatkan nilai saham perusahaan, 7. mengangkat citra perusahaan. Sistem coorporate governance yang baik tidak hanya memberikan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham, tetapi juga kepada
49
pihak stakeholders. Dengan adanya sistem tersebut, perusahaan bisa memberikan keyakinan kepada pihak-pihak tersebut atas perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Penerapan GCG juga membuat pengelolaan perusahaan menjadi lebih fokus dan lebih jelas dalam pembagian tugas, tanggung jawab, dan pengawasannya. GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Para pemilik dan pengelola perusahaan cenderung memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik dimana pihak-pihak tersebut mengharapkan agar perusahaan yang dimiliki dan dikelola tersebut dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat bagi suluruh pemangku kepentingan. 2.7 Penelitian Terdahulu 1. Rika Fitriyani (2012), yang melakukan penelitian Pengaruh Kemampuan auditor investigatif terahadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan (fraud) pada badan pemeriksaan keuangan dan pembangunan Provinsi Jawa barat. Penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kemampuan auditor investigatif. Sedangkan, pada variabel
dependennya
adalah
prosedur
audit
dalam
pembuktian
kecurangan. Objek penelitian ini adalah auditor investigatif di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) provinsi Jawa Barat, Bandung. Hasil yang didapat dari penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh auditor investigatif dalam melaksanakan audit investigasi dalam membuktikan kecurangan (fraud) baik. Dari hasil
50
data yang diperoleh bahwa Kemampuan Auditor Investigatif termasuk pada kategori yang baik dengan hasil 78,4% karena auditor investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan provinsi Jawa Barat telah memiliki kemampuan-kemampuan dengan kemampuan dasar, kemampuan teknis, dan sikap mental untuk melaksanakan
audit
investigasi
dalam
membuktikan
kecurangan.
Pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan sangat efektif. Dan hasil data yang diperoleh bahwa efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan pada kategori yang sangat baik atau sangat efektif dengan hasil 86,5%. Kemampuan auditor investigatif juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan yaitu sebesar 61,5%. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan auditor investigatif dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan. 2. Dian Dara Swarna (2012), yang melakukan penelitian mengenai penerapan akuntansi forensik dan audit investigasi dalam mendeteksi fraud di lingkungan digital. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen pendeteksian fraud di lingkungan digital. Sedangkan, pada variabel independennya adalah akuntansi forensik dan audit investigasi. Jenis penelitian ini penelitian deskriptif yang merupakan penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek berupa : individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain,
51
dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan karakter subjek yang diteliti, mengkaji beberapa aspek dalam fenomena tertentu dan menawarkan ide masalah untuk pengujian atau peneliti selanjutnya dan penelitian kepustakaan. Hasil yang didapat dari penelitian ini menyatakan bahwa menerapkan akuntansi forensik dan audit investigasi terhadap fraud dalam lingkungan digital akuntan dapat membuktikannya dengan melakukan computer forensics. Langkah pertama yang dapat dilakukan yaitu imaging dimana suatu alat akan dihubungkan ke salah satu communication port (parallel port) dan alat tersebut akan merekam seluruh data yang ada pada electronic storage media (hard disk) dalam komputer secara lengkap, tidak kurang dan tidak lebih. Langkah kedua yaitu processing dimana sesudah mendapatkan bayangan cermin dari data aslinya, image tersebut harus di olah untuk memulihkan file yang terlanjur dihapus atau yang ditulis kembali dengan current file. Ketiga, investigator dapat menunjukkan keahliannya, kreativitasnya dan penerapan gagasan orisinal. Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti Rika Fitriyani (2012)
Variabel
Hasil penelitian
Dependen : a. Kemampuan Auditor Investigatif prosedur audit termasuk pada kategori yang baik dalam pembuktian dengan hasil 78,4% sehingga berpengaruh signifikan terhadap kecurangan audit investigatif yang dilakukan. Independen: kemampuan auditor b. Pelaksanaan prosedur audit dalam investigatif. pembuktian kecurangan sangat efektif. Dan hasil data yang 52
diperoleh bahwa efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan pada kategori yang sangat baik atau sangat efektif dengan hasil 86,5%. c. Kemampuan auditor investigatif memiliki pengaruh yang kuat terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan yaitu sebesar 61,5%. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan auditor investigatif dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan. 2
Dian Dara Dependen: a. Menerapkan akuntansi forensik dan Swarna Pendeteksian fraud audit investigasi terhadap fraud dalam lingkungan digital akuntan (2012) di lingkungan digital dapat membuktikannya dengan Independen: melakukan computer forensics. Akuntansi forensik dan audit investigasi b. Investigasi diterapkan dengan cara : 1) membuat copies dari keseluruhan log data, dan lain-lain yang dianggap perlu pada suatu media yang terpisah. 2) membuat fingerprint dari data secara matematis. 3) membuat fingerprint dari copies secara matematis. 4) membuat suatu hashes masterlist. 5) Perlunya dilakukan investigasi lanjutan dengan metode search and seizure. c. Tujuan dilakukannya forensik dan audit investigasi untuk mengungkap terjadinya fraud di dalam lingkungan digital, siapa-siapa sajakah pelaku fraud yang terkait, bagaimana fraud tersebut dilakukan.
53
2.8 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjelaskan secara teoritis model konseptual variabelvariabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat (Sapto Haryoko dalam Iskandar, 2008:54). Pada penelitian ini, akan dianalisis hubungan antara akuntansi forensik dan audit investigatif yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur audit oleh auditor sehingga diterapkannya good corporate governance didalam sebuah perusahaan. Perusahaan
Good corporate governance
Prosedur audit
Audit investigatif
Akuntansi forensik
Analisis dan pembahasan
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
54
Afhita Dias Rukmawati (2011) yang berjudul “Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan, prosedur atau teknik yang diyakini efektif mengurangi tindakan kecurangan keuangan dan software atau teknologi yang efektif mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Khairansah (2005) dalam Majalah Surya mengatakan Prosedur audit investigasi dilakukan melalui lima tahapan, yaitu: penerimaan data awal, telaah dan analisis data, indikasi adanya korupsi atau tidak, perencanaan audit dan pelaksanaan audit. Adapun tahap pelaksanaan audit sendiri terdiri atas tahap observasi, pemeriksaan dokumen dan wawancara Efektivitas pelaksanaan prosedur audit investigatif dapat tercapai apabila auditor mampu memenuhi standar-standar pelaksanaannya. Terdapat beberapa standar mampu memenuhi standar-standar pelaksanaannya. Terdapat beberapa standar atau ukuran mutu dalam pelaksanaan audit investigative. Diantaranya yaitu para auditor tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan fraud di atas jumlah tertentu dengan penngertian bahwa potensi menemukan fraud ini bergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan.
55
Siska Dwi Hartini (2010) mengungkapkan hasil penelitiannya sebagai berikut kemampuan auditor memiliki hubungan dan memiliki pengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit investigatif dalam pembuktian kecurangan sebesar 36%.
Theodorus M. Tuanakota (2007:227-228) Ada
beberapa prosedur
pelaksanaan audit investigative dalam pembuktian kecurangan ada prosedurprosedur yang berasal dari prosedur-prosedur pelaksanaan audit laporan keuangan. Dalam audit investigative, prosedur-prosedur audit laporan keuangan bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan” atau probing (misalnya dalam review analitikal) maupun pendalaman (misalnya dalam confirmation dan documentation).
56